Peritoneum a. Setelah persalinan, dinding perut longgar karena direnggang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu b. Hari pertama abdomen mononjol masih seperti masih seperti mengandung 2 minggu menjadi rilex, 6 minggu kembali seperti sebelum hamil. c. Kadang-kadang pada wanita terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan. d. Bila kekuatan otot dinding perut tidak dicapai kembali, tidak ada kekuatan otot yang menyokong kehamilan berikutnya, sulitnya penurunan bagian terendah janin saat mengandung dan partus. e. Pengembalian tonus otot dengan latihan fisik dan ambulasi dini, secara alami dengan menurunnya progesteron. 2. Diastasis Recti Abdominis Pada sebagian perempuan, kehamilan dapat menyebabkan pemisahan perut (diastasis recti), suatu kondisi dimana kedua sisi kanan dan kiri dari M. rektus abdominis “The Six-Pack” otot-otot menyebar terpisah di garis tengah tubuh, linea alba. Pemisahan terjadi karena tanggapan terhadap kekuatan rahim menekan dinding perut ketika hamil dan hormon melunakkan jaringan ikat. Diastasis recti mengurangi integritas dan kekuatan fungsional dinding perut serta dapat memperburuk nyeri punggung bawah dan ketidakstabilan pelvis. 3. Kulit Abdomen Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang di namakan strie. Melalui latihan postnatal, otot-otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam beberapa minggu. 4. Striae Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan muskulus rektus abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot kembali normal 5. Perubahan Ligamen Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. 6. Simfisis Pubis Meskipun relatif jarang, tetapi simfisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang-kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal ini biasanya di tandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simfisis dapat di palpasi. Sering kali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sementara pada kebanyakan wanita gejala menghilang setelah beberapa minggu atau bulan, pada beberapa wanita lain gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda. B. SISTEM ENDOKRIN 1. Hormon Plasenta Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Penurunan hormon Human Plasenta Lactogen(HPL), estrogen dan progesteron serta plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa nifas. Ibu diabetik biasanya membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari. Karena perubahan hormon normal ini membuat masa nifas menjadi suatu periode transisi untuk metebolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionic Gonadotropin(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onzet pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum. 2. Hormon Oksitosin Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal dan merangsang produksi ASI. 3. Hormon Prolaktin Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Prolaktin darah meningkat dengan cepat, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu atau 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi dan menstruasi. 4. Hipotalamik Pituitary Ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapat menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi. 5. Hormon Estrogen dan Progesteron Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam postpartum. Progesteron turun pada hari ketiga postpartum. C. TANDA-TANDA VITAL Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai berikut: 1. Suhu Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,50C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 80C. 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI, buah dada akan menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus urogenitalis atau sistem lain. Kita anggap nifas terganggu kalau ada demam lebih dari 380C pada dua hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama post partum, kecuali hari pertama dan suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4x sehari. 2. Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda. Sebagai wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut bradikardi nifas (puerperal bradycardia). Hal ini terjadi segera setelah kelahiran dan bisa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung serendah 40-50 detak per menit. Sudah banyak alasan-alasan yang diberikan sebagai kemungkinan penyebab, tetapi belum satupun yang sudah terbukti. bradycardia semacam itu bukanlah satu alamat atau indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai satu tanda keadaan kesehatan. 3. Pernapasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan. Pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula. Bila ada respirasi cepat postpartum(>30x/menit)mungkin karena adanya syok. 4. Tekanan Darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya pre-eklamsi postpartum.