PENDAHULUAN
Affairs (1999) jumlah populasi usia lanjut (Lansia) >60 tahun diperkirakan hampir
mencapai mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun
2050. Saat itu Lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun) (geriatri FK
UI hal.35).
diproyeksikan menajadi 11,34% pada tahun 2020 yang akan datang. Struktur
populasi yang lebih “tua” pada tahun 2020. Pergeseran ini menuntut perubahan
dalam strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain lebih minta perhatian dan
prioritas untuk penyakit – penyakit pada usia dewasa dan lansia (geriatric FK UI
hal.40-41).
UI hal.53-54).
klinik urologi di Indonesia. Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi
kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang
Pada usia 60 tahun nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60
persen, tetapi gejala baru dikeluhkan pada sekitar 30-40 persen, sedangkan pada
usia 80 tahun nodul terlihat pada 90 persen yang sekitar 50 persen di antaranya
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. T
Umur : 68 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
No. MR : 001353
Perawatan : Anggrek
Pasien datang dengan keluhan tidak BAK sejak ± 2 hari yang lalu SMRS.
Pasien mengatakan sejak ± 3 bulan yll pancaran air kencing pasien mulai melemah,
dan saat buang air kecil pasien merasa tidak puas, sehingga pasien sering terbangun
tengah malam untuk buang air kecil. Pasien juga mengeluhkan rasa ingin buang air
kecil yang tidak tertahankan serta nyeri pada saat BAK, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk pada daerah perut bagian bawah. Nyeri yang dirasakan tersebut
bernanah disangkal, riwayat trauma pada saluran kencing disangkal. Demam (-),
mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), batuk (-). BAB biasa.
disangkal.
dirasakan sekarang.
Status generalis
Status gizi : BB : 55
TB : 168
𝐵𝐵 55
IMT : Status Gizi =𝑇𝐵2=1,68𝑥1,68 = 19,50 kg/m2 => Normal
Status Vitalis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 36,50 C
a. Kepala-Leher
- Konjungtiva : Anemis -/-
- Sclera : Ikterik -/-
- Mata : Pupil bulat, isokor, θ 2,5mm/2,5mm, RC +/+
- Telinga : Normotia, Sekret (-/-)
- Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum (-)
- Faring : Hiperemis (-/-)
- Tonsil : T1-T1 Hiperemis (-/-)
- Bibir : Tidak sianosis, stomatitis(-)
- Pembesaran KGB : Tidak ada
- Leher : Trakea letak di tengah, Deviasi trakea (-)
b. Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normochest, Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tumor, vokal fremitus
kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kanan=kiri
Bunyi tambahan : ronkhi -/- Wheezing -/-
c. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di Intercostal V midclavicularis Sinistra
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan Intercostal 2 parasternalis kanan, batas
jantung kiri Intercostal VII 3 jari samping kiri linea midclavicularis
Auskultasi : S1/S2 reguler,tidak ada murmur
d. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas, ikterik (-), Distensi (-), Massa (-)
Perkusi : Timpani
e. Extremitas : Edema -/- deformitas -/- jejas -/-
f. Anal – perianal :
Rectal Toucher :
Tonus sfingter ani : Mencekik
Mukosa rectum : Licin
Ampula recti : Tidak kolaps
Teraba pembesaran prostat pada arah jam 11 sampai jam 1,
permukaan rata, konsistensi lunak, mukosa licin, pole atas teraba
dengan sedikit usaha, nyeri tekan ada.
Handscoon : Darah (-), lendir (-), feses (+)
Laboratorium:
SGOT 39 ≤37
SGPT 30 ≤40
Ureum 23 10-50
CT 9’00’’ <15’00’’
BT 2’00’ 1’00’’-3’00’’
USG ABDOMEN
Hasil pemeriksaan :
Kesan :
- Pyelitis bilateral
- Hipertrophy prostat
kenyal 2 coupe
Pasien masuk IGD RS Andi Makassau dengan keluhan tidak BAK sejak ± 2
hari yang lalu SMRS. Pasien mengatakan sejak ± 3 bulan yll pancaran air kencing
pasien mulai melemah, dan saat buang air kecil pasien merasa tidak puas. Pasien
juga mengeluhkan rasa ingin buang air kecil yang tidak tertahankan serta nyeri
pada saat BAK, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk pada daerah perut bagian
pinggang kiri dan menghilang setelah BAK. Skala IPSS pada pasien yaitu 28 skor
(bergejala berat).
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien datang dengan sakit sedang / gizi cukup /
didapatkan teraba pembesaran prostat pada arah jam 11 sampai jam 1, permukaan
licin, konsistensi lunak, pole atas teraba dengan sedikit usaha, nyeri tekan ada,
nodul (-). Pada USG abdomen didpatkan Pyelitis bilateral, Cystitis kronik dengan
- Carcinoma prostat
- Prostatitis
2.8 PENATALAKSANAAN
Tanggal Operasi : 9 Mei 2017
Nama Operasi : Open Prostatectomy
Macam Operasi : Besar
Diagnosa Pre Op : Hipertrofi prostat
Diagnosa Post Op : Hipertofi prostat
Pre Operasi :
Cek Lab : DL, CT, BT, SGOT, SGPT, Ureum, kreatinin
Inform Consent
Konsul Anestesi
Puasa 8 jam sebelum operasi
Profilaksis antibiotik 1 jam sebelum operasi: Injeksi ceftriakson 1gr/iv
Siapkan darah PRC 2 bag
Laporan Operasi :
1. Pasien tidur dengan posisi supine dengan General Anestesi
2. Desinfeksi dan drapping lapangan operasi dengan betadine + alkohol 70%
3. Incisi midline 2 jari diatas simpisis pubis sampai 2 jari dibawah umbilikus,
perdalam lapis demi lapis
4. Fascia dibuka sampai M. Rectus abdominalis, di incisi, identifikasi buli-buli,
buka buli-buli
5. Identifikasi prostat hipertrofi, lakukan prostatectomy dengan gunakan jari,
kontrol perdarahan dengan jahit richer, pasang kateter 3way, spooling, jahit
lapis demi lapis dengan satu buah drain
6. Dilakukan (nama operasi) : Open prostatectomy
7. Komplikasi : Tidak ada
8. Penutupan lapangan operasi : Jahit luka operasi lapis demi lapis
9. Hasil operasi : Baik
10. Pengiriman jaringan operasi : Histopatologi
11. Catatan post operasi : Evaluasi luka bekas operasi
Post operasi :
IVFD RL 28 tpm
Injeksi fosmisin 1 gr/12j/iv
Injeksi ranitidine 50 mg/8j/iv
Injeksi ketorolac 30 mg/8j/iv
Cocktail drips/tgc
Boleh minum sore
GV/2 hari
2.9 FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Tindakan
10/05/2017 S: Nyeri pada daerah bekas operasi - IVFD RL 28 tpm
O: KU : Sakit Sedang/ Composmentis - Spooling kateter Nacl
TD: 100/56 mmHg 40 tpm
N : 69x/i - Pindah traksi
SO2 :95% - Fosmisin 1 gr/12j/iv
S: 36,50 C - Ranitidin 50 mg/8j/iv
Kepala: Anemis -/- Ikt -/- - Santagesik 500 mg/8j/iv
Thorax : Rh -/- wh-/- - Coctail drips/tgc
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal - Diet bubur
Ekstremitas: Edema -/- - GV/2 hari
A : POH-1 open prostatectomy
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) / pembesaran prostat jinak adalah
diagnosa histologis yang mengacu pada proliferasi otot polos dan sel-sel epitel
dalam zona transisional prostat. Secara makroskopik ditandai dengan pembesaran
kelenjar prostat yang secara histologis disebabkan oleh hiperplasia stroma dan
kelenjar sel prostat yang progresif. BPH adalah proses patologik yang berkontribusi
terhadap timbulnya Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) pada pria lanjut usia.
Meskipun BPH tidak mengancam jiwa, manifestasi klinis sebagai LUTS dapat
menurunkan kualitas hidup pasien. LUTS terdiri dari gejala-gejala yang
mengganggu seperti, dysuria, frekuensi (berkemih lebih sering dari normal),
urgensi (perasaan berkemih yang sulit ditahan), serta nokturia (terbangun untuk
berkemih beberapa kali pada malam hari), dan gejala-gejala obstruksi berkemih
seperti, aliran lambat, keragu-raguan (sulit untuk memulai proses berkemih),
intermitten, mengedan saat berkemih, rasa tidak puas berkemih, dan menetesnya
urine di akhir berkemih. Pada lelaki usia 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50%,
dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan
menyebabkan gejala dan tanda klinis. 1,5
Dalam perkembangannya, BPH dapat berkembang menjadi benign
prostatic enlargement (BPE), benign prostatic obstruction (BPO), dan lower
urinary tract symptoms (LUTS).1
3.2 ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel.3,5
3.3 PATOZFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung
memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth
factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 3
Pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari
kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut,
maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin.
Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan
terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.1,3,5
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang
menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien
mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga
menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya
tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien
mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria. 1,3,5
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga
lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa
urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu
ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan
pielonefritis. 1,3,5
Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan
pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan tahanan
di dalam urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat, sehingga
kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat
mengeluarkan urine. 1,3,5
• Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika
kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih,
aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urin menetes setelah
berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya
melakukan valsava manouver sewaktu berkemih. 1,3,5
• Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan
menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem. Residual urine juga
dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih. 1,3,5
• Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan
gejala-gejala uremia berupa mual, muntah. 1,3,5
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.3
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada
pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi. 3
40 – 49 0.0 – 2.5
50 – 59 0.0 – 3.5
60 – 69 0.0 – 4.5
70 – 79 0.0 – 6.5
Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya menderita kanker
prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% laki – laki yang
menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari 103
pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA lebih dari
10 ng/mL . 2,7
2. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:
Pencitraan prostat dilakukan untuk menilai; ukuran prostat, bentuk
prostat, karsinoma, dan karakterisasi jaringan. Pilihan modalitas pencitraan
prostat dapat menggunakan:
a. Foto polos abdomen
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine.3
b. Intravenous Pyelogram Intravenous pyelogram (IVP)
Adalah pemeriksaan x-ray ginjal, ureter dan kantung kemih yang
menggunakan material kontras iodine yang diinjeksi ke dalam vena.
Pembesaran signifikan dari kelenjar prostat dapat menyebabkan dasar
vesika urinaria elevasi dengan gambaran “J-ing” atau “Fish hooking”
pada ureter distal.3,4
e. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi
numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut
sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu
dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini
memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.8
3. Pemeriksaan lain:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi3
3.7 PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.3
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.1,3
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive Minimal
Fitoterapi 1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Tabel 5. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna1
a. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan menahan
kencing terlalu lama. 1,3
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. 1,3
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan
cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5α-reduktase. 1,3
1) Penghambat reseptor adrenergik α.
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH. 1,2
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa
minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.1,3
2) Penghambat 5 α reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α
reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan
sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bawa
pemberian obat finasteride 5 mg/24 jam yang diberikan sekali setelah 6
bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, hal ini
memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Pembesaran prostat di
BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini
menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6
sampai 12 bulan.3,5
c. Tindakan Operatif
laser (Laser prostatectomy). Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil, bisa terjadi
ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil
morbiditas sekitar 8%. Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi
daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu
besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode
tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5
dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat
memakai alat seperti yang dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong
yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter
sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul
prostat.1.3
kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga
akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra
proximal dari balon dipasang antene pemanas yang baru dipanaskan dengan
80% pada symptom obyektif dan kira-kira 50-60% perbaikan pada flow rate
maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai efek pemanasan prostat ini belum
semuanya jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa
dengan pemanasan akan terjadi perusakan pada reseptor alpha yang berada
pada leher vesika dan prostat.Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada
temperature pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface
costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini
dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan
melalui operasi terbuka (transvesikal). Konsep dilatasi dengan balon ini ialah
tersebut dan reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars
prostatika dirusak.3,5
c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang
d. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja
kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang
spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan
dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika
maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini
memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. Bentuk lain ialah
adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars prostatika dengan
kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai mesh logam
KESIMPULAN