Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PNEUMONIA
Disusun Oleh:
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Pemimpin Sidang
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Pneumonia”.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan penyakit infeksi pada parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, atau parasit yang
mengakibatkan reaksi inflamasi dan akumulasi eksudat pada jalan nafas.1
Pneumonia pertama kali dijelaskan sekitar 2.500 tahun yang lalu oleh Hippocrates,
bapak dari ilmu kedokteran.2 Pada tahun 1930, sebelum munculnya antibiotik,
pneumonia adalah penyebab ketiga kematian di Amerika Serikat dan saat ini masih
tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian. Pada tahun 2006, penumonia
merupakan penyebab kematian kedelapan, terhitung dari sekitar 55.000 kematian
yang dilaporkan.2
Pneumonia dapat terjadi dari komunitas (community-acquired pneumonia)
atau dari rumah sakit (hospital-acquired pneumonia). Pneumonia komunitas (PK)
merupakan jenis pneumonia yang sering menyebabkan kematian di negara
berkembang.3 Di Asia, PK diperkirakan telah menyebabkan hampir 1 juta kematian
pada penderita dewasa setiap tahunnya.4 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013, period prevalence seluruh pneumonia di Indonesia secara nasional
adalah 1.8% dimana prevalensi tahun 2013 sebesar 4.5%. Prevalensi periode paling
tinggi didapatkan pada kelompok umur 1- 4 tahun dan meningkat pada kelompok
umur 45-54 tahun serta kelompok umur yang lebih tua.5 Tingginya angka mortalitas
pneumonia sering dihubungkan dengan pemberian terapi yang tidak tepat, tingkat
virulensi mikroorganisme penyebab, resistensi terhadap antibiotik, ketidaktepatan
diagnosis, serta kondisi penyakit penyerta yang dimiliki pasien.6
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,
mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif,
perawatan yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini
perlu dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada pneumonia
1
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan dari laporan kasus ini adalah :
1. Penulis dan pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang
pneumonia
2. Penulis dan pembaca diharapkan mampu menerapkan teori terhadap
pasien dengan pneumonia
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis
dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.5
2.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif.5
1. Cara pengambilan bahan
Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat secara
noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi
transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan bronkus dan BAL. Diagnosis
pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari darah, cairan
pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi transtorakal, kecuali ditemukan bakteri
yang bukan koloni di saluran napas atas seperti M. tuberculosis, Legionella, P.
carinii. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan
melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll).
Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan,
hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan,
hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan
3
4
pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya dilakukan sebelum
pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan
kultur.5
2. Cara pengambilan & pengiriman dahak yang benar
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke laboratorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.5
2.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:5
Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita Immunocompromised
5
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan.
Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
Pneumonia interstisial
b. Malnutrisi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita dengan status
gizi yang kurang akan menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh. Anak
dengan gizi kurang lebih berisiko terkena penyakit pneumonia.
c. Jenis kelamin
Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan jenis kelamin laki-laki
mempunyai risiko lebih tinggi terkena infeksi dibandingkan perempuan.
d. Riwayat BBLR
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram lebih berisiko terhadap
kematian karena zat anti kekebalan di dalam tubuh belum sempurna dan lebih besar
risikonya untuk menderita pneumonia.
7
f. Status imunisasi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian imunisasi campak
danpertusis (DPT) dapat mencegah terjadinya pneumoni. Pemberian imunisasi
campak dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, imunisasi DPT dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.
g. Defisiensi vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun sehingga
mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru mengalami
keratinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kumandan virus yang menyebabkan
infeksi saluran nafas terutamapneumonia. Pemberian vitamin A berguna dalam
mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya kematian akibat
pneumonia.
Selain faktor resiko, juga terdapat faktor predisposisi seseorang rentan terkena
pneumonia, yaitu:10
a. Kelainan anatomi kongenital (fistula trakeoesofagus, penyakit jantung bawaan)
b. Gangguan fungsi imun (penggunaan obat sitostatika, steroid jangka panjang,
atau akibat penyakit tertentu misalnya HIV)
c. Gangguan neuromuskular
d. Kontaminasi perinatal
e. Gangguan klirens mukus/sekresi, misalnya kasus aspirasi
f. Peny. Kronik (ginjal, paru, diabetes mellitus, dan lain-lain)
2.5 Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu kelemahan daya
tahan tubuh inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan paparan jumlah
mikroorganisme yang banyak. Pneumonia biasanya terjadi karena mikroaspirasi
patogen yang berada pada saluran nafas atas ke saluran nafas bawah yang steril.
Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien.2 Sebagian besar
pneumonia timbul akibat kuman mencapai alveoli melalui inhalasi,aspirasi kuman
orofaring, dan hanya sebagian kecil merupakan akibat penyebaran hematogen dari
fokus infeksi lain atau penyebaran langsung dari lokasi infeksi.8,10
Pada bagian saluran nafas bawah,kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa
sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit
bronkial dan neutrofil. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme
termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal
maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel
di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing
melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem
pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal immunoglobulin A maupun
respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin,imunoglobulin, alveolar
makrofag dan cell mediated immunity.8,10
9
Pneumoni yang terjadi akibat inokulasi patogen yang berbeda juga akan
menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda pula.11 Pneumoni
bacterial terjadi karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang terjadi
melalui penyebaran hematogen. Ketika bakteri mencapai alveoli, maka bakteri akan
ditangkap oleh lapisancairan epitelial yang mengandug opsonin dan tergantung
pada respon immunologispenjamu, akan terbentuk antibodi IgG spesifik. Dari
proses ini, maka terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II),
sebagian kuman akan dilisis melaluiperantaraan komplemen. Ketika mekanisme ini
tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas
fagositosis akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga terjadi respon
inflamasi, yang mengakibatkan terjadinya kongestivaskular dan edema yang luas.
Kuman akan dilapisi oleh cairan edematus yang berasaldari alveolus ke dalam
alveolus melalui pori Kohn. Fase ini secara histopatologi disebut sebagai red
hepatization. Tahap berikutnya adalah grey hepatization yang ditandai dengan
fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri
melaluidegradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek
sitotoksik teradap sel paru.7 Pneumoni viral, biasanya melibatkan invasi virus ke
saluran nafas kecil dan alveoli,umumnya bersifat patchy dan mengenai banyak
lobus. Pada infeksi virus ditandai denganadanya lesi awal berupa kerusakan silia
epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah
infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa danperivaskular. Bila proses ini
meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang
meningkat, maka akan terjadi obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi
yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan
terbentuk eksudat hemoragik. Pneumonia viral merupakan predisposisi terjadinya
pneumoni bakterial karena rusaknya barier mukosa.11
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
10
2.6 Patofisiologi
Mikroorganisme dapat mencapai saluran pernafasan bagian bawah melalui
berbagai jalur. Yang paling sering adalah akibat aspirasi melalui orofaring. Aspirasi
dengan jumlah kecil sering terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran dan
sebagai akibatnya banyak patogen yang terinhalasi dalam bentuk droplet yang
terkontaminasi.
11
1. Tingkatan kongestif
Lobus paru yang meradang tampak berwarna kemerah-merahan, membengkak
pada perabaan mengandung banyak cairan dan pada iritan keluar cairan
12
mendadak. Individu dengan penyakit paru kronis akan menunjukkan gejala yang
lebih parah.1
2.8 Diagnosa
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan pemberian terapi
yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan
perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi
akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotic yang tepat. Diagnosis
pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik
dan penunjang2
Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi: a. evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK
(H. influenzae), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi gram
negatif, anaerob), penurunan imunitas (kuman gram negatif), kecanduan obat bius
(Staphylococcus). b. bedakan lokasi infeksi: pneumonia komunitas (Streptococcus
pneumoniae, H. influenza, M. pneumoniae), gram negative. c. usia pasien: bayi
(virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae). d. Awitan: cepat, akut
dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak
sedikit (M. pneumoniae).2
Pemeriksaan Fisik
Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis.
Tanda-tanda fisik pada tipe pneumonia klasik bias didapatkan berupa demam, sesak
napas, dan tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring,
suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada pneumonia komuniti primer berupa
bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk
yang tidak khas dijumpai pada pneumonia komuniti yang sekunder ataupun
pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru
seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumo toraks. Pada pasiem pneumonia
nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpa gangguan kesadaran oleh
hipoksia.2
16
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis, dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
air bronchogram (air space disease) misalnya oleh S.pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau
mikoplasma dan pneumonia interstisial oleg virus atau mikoplasma.2
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi
yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi
kuman gram negatif atau S.aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan
sistem imun. Faal hati mungkin terganggu.2
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi atau biopsi. Untuk tujuan terapi
empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Kuman yang predominan pada sputum dan disertai PMN yang kemungkinan
penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.2
Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia
nosokomial/komuniti yang dirawat inap perlu diperiksakan analisis gas darah dan
kultur darah.2
1. Batuk
2. Perubahan karakteristik sputum/purulen
3. Suhu tubuh >38˚C (aksila)/riwayatdemam
4. Nyeri dada
5. Sesak
6. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara
napas bronkial dan ronki
7. Leukosit > 10.000 atau < 4500
2.10 Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia
pneumokokkus dengan bakterimia dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Terkadang dijumpai
komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang memperlambat
resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru atau infark paru, dan infrak miokard akut. Dapat terjadi komplikas lain berupa
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi
lanjut berupa pneumonia nosokomial.17
CAP dapat dikatakan CAP berat jika memenuhi satu kriteria mayor atau dua
kriteria minor berikut:16
Kriteria mayor
Memerlukan ventilasi mekanik
Syok septik dan memerlukan obat vasopressor
Kriteria minor
Laju napas >30x/menit
PaO2/FiO2 rasio <250
Inflitrat multilobus
Konfusi
Blood Urea Nitrogen (BUN) >20 mg/dL
Leukopenia (leukosit <4.000/mm3)
Trombositopenia (trombosit <100.000/mm3)
Hipotermia (suhu tubuh <36oC)
Hipotensi, memerlukan terapi cairan agresif
2.11 Tatalaksana
Pada pasien rawat jalan, dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan
minum banyak cairan. Jika ada nyeri pleuritik atau demam, diredakan dengan
parasetamol. Mukolitik atau ekspektoran juga diberikan pada pasien. Pada penyakit
yang berkepanjangan, diberikan nutrisi tambahan. Pasien rawat jalan juga harus
20
kontrol dalam 48 jam, jika tidak ada perbaikan, dipertimbangkan untuk dirawat di
rumah sakit, atau dilakukan foto toraks.16
Pada pasien rawat inap di rumah sakit diberikan oksigen bila perlu dan dilakukan
pemantauan saturasi oksigen. Bila perlu, pasien diberikan cairan intravena. Pasien
juga diberikan nutrisi yang adekuat. Jika ada nyeri pleuritik atau demam, diredakan
dengan parasetamol. Mukolitik atau ekspetoran juga diberikan pada pasien. Foto
toraks diulang jika tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan. Pada pasien
yang dirawat di ICU, bronkoskopi dapat dilakukan untuk retensi sekret, mengambil
sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan
kelainan endobronkial. Pasien dipulangkan jika klinis stabil, tidak ada masalah
medis aktif memiliki lingkungan yang sesuai untuk rawat jalan (kriteria klinis
stabil; suhu < 37,6oC, laju nadi < 100x/menit, laju napas < 24x/menit, tekanan darah
sistolik > 90 mmHg saturasi oksigen arteri > 90% atau PaO2 > 60 mmHg pada udara
ruangan, dapat memelihara asupan oral, status kesadaran compos mentis.16
Rawat Jalan
Pada sindroma yang mengarah pada pneumonia bakteri tipikal (batuk berdahak
onset akut, demam tinggi, leukositosis, konsolidasi lobar dan segmental yang tebal,
peningkatan prokalsitonin):
Pada sindroma yang mengarah pada pneumonia virus selain influenza (paparan
pada orang dengan infeksi virus, gejala infeksi saluran napas atas, pasien yang tidak
kelihatan sakit, leukosit >9.500, prokalsitonin tidak meningkat):
Terapi simptomatis
Pada sindrmoa subakut (contoh: batuk dan demam tidak tinggi selama >5 hari) yang
mengarah pada pneumonia Mycoplasma atau Chlamydia:
Karbapenem (Meropenem 500 mg IV/6 jam atau 1 g/8 jam atau Imipenem-
Silastatin 500 mg IV/6 jam atau 1 g/8 jam; tambahan infus Karbapenem
setelah loading dose lebih diutamakan), ditambah Azitromisin seperti di
atas.
2.12 Pencegahan
Menjaga kesehatan tubuh secara umum, berhenti merokok, mengurangi
konsumsi alkohol, dan kontrol kadar gula darah pada pasien diabetes dapat
mengurangi risiko pneumonia bakteri. Vaksinasi influenza tidak hanya mengurangi
risiko influenza, tetapi juga mengurangi risiko dari semua penyebab pneumonia
karena infeksi influenza merupakan predisposisi dari infeksi bakteri pulmoner
sekunder.18
BAB III
STATUS PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Petani
Suku : Batak
Agama : Kristen
23
24
ANAMNESIS PENYAKIT
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 1 minggu yang lalu dan
memberat dalam 3 hari ini. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca,
maupun faktor lain seperti alergi. Riwayat sesak napas sebelumnya tidak dijumpai.
Riwayat terbangun tengah malam karena sesak nafas tidak dijumpai. Os tidur
menggunakan satu bantal. Riwayat nyeri dada tidak dijumpai. Batuk dijumpai sejak
1 minggu yang lalu dan semakin memberat sejak tiga hari belakangan. Batuk
dirasakan terus menerus dengan frekuensi ± 5-10 kali/hari. Batuk berdahak
dijumpai dengan dahak berwarna kuning kehijauan, konsistensi kental, tidak berbau
dengan volume ± ½ sendok teh setiap kali batuk. Riwayat batuk berdarah
sebelumnya tidak dijumpai. Batuk tidak dipengaruhi aktivitas maupun cuaca.
Demam dialami sejak 1 minggu yang lalu. Demam tinggi dan bersifat terus menerus
dan turun sedikit dengan obat penurun panas. Riwayat keringat pada malam hari
tidak dijumpai. Penurunan berat badan dan nafsu makan tidak dijumpai. Dijumpai
riwayat tidur terganggu akibat batuk. Riwayat merokok dijumpai sejak >10 tahun
yang lalu sebanyak 12 batang/hari. Riwayat berpergian ke daerah endemis tidak
dijumpai. Riwayat terpapar bahan kimia sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat
behubungan bebas dan penggunaan jarum suntik tidak dijumpai. OS belum pernah
di rawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat sakit jantung tidak dijumpai. Riwayat
darah tinggi tidak dijumpai. Riwayat sakit gula tidak dijumpai. BAB dalam batas
normal. BAK dalam batas normal.
RPT : (-)
RPO : (-)
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
25
Lain-lain : (-)
Saluran Pernapasan
Saluran Pencernaan
Saluran Urogenital
Sakit Buang Air Kecil :(-) Buang Air Kecil Tersendat :(-)
Endokrin
Saraf Pusat
Lain-lain :(-)
Sirkulasi Perifer
STATUS PRESENS
Temperatur : 38,2 ⁰C
27
Keadaan Gizi :
BW = BB / (TB-100) x 100%
= 91 %
Berat Badan : 60 kg
KEPALA
Telinga : Serumen (+), Nyeri tekan tragus (-), liang telinga normal
Hidung : Deviasi septum (-), Konkha dalam batas normal, Sekret (-)
LEHER
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Auskultasi
29
Paru
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis ( - ), tingkat: ( - )
THORAX BELAKANG
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Palpasi
HATI
LIMFA
Pembesaran :(-)
GINJAL
Ballotement :(-)
PERKUSI
AUSKULTASI
Lain-lain : (-)
31
PINGGANG
Lokasi :(-)
Sianosis :(-)
Lain-lain :(-)
32
Edema - -
Arteri femoralis + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Lain-lain - -
33
RESUME
Thorax:
-Inspeksi: Simetris Fusiformis
-Palpasi: Stem Fremitus kanan=kiri
-Perkusi: Sonor Pada kedua lapangan paru
-Auskultasi:
Suara Pernapasan: Bronkial
Suara Tambahan: Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor: S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop
tidak dijumpai
Abdomen:
-Inspeksi: Simetris
-Auskultasi: Normoperistaltik, Bising usus (+)
-Perkusi: Timpani
-Palpasi: Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba
membesar
Ekstremitas:
-Edema (-/-)
30-11-2019
S Sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 28x/menit
Temperatur : 38,2°C
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronkial
ST : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik, Bising usus (+)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), Undulasi (-)
37
38
Ekstermitas
-Edema (-/-)
-Motorik 55555/55555
55555/55555
-KPR (+/+)
-APR (+/+)
Refleks patologis (-)
Hasil Laboratorium :
Darah Rutin
Hb : 9,4 g/dL
Eritrosit : 3,54x106/mm3
Leukosit :11,387x103/mm3
Ht : 26,7%
Hitung jenis
Neutrofil segmen : 89.4%
Limfosit : 5.1%
Monosit : 4.8%
Eosinofil : 0.60%
Basofil : 0.1%
Kemih
Warna : Kuning jernih
Protein/Reduksi/Bilirubin/Urobilinogen : -/-/-/+
Tinja
Warna : Coklat kekuningan
Konsistensi : Lunak
A Community Acquired Pneumonia (CAP)
39
01-12-2019
S Sesak nafas (+), Batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Temperatur : 38,2°C
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
40
02-12-2019
S Sesak nafas (+), Batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Temperatur : 37,5°C
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronkial
ST : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
42
03-12-2019
S Sesak nafas berkurang(+), Batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 120x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Temperatur : 37,0°C
43
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronchovesiculer
ST : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik, Bising usus (+)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), Undulasi (-)
Ekstermitas
-Edema (-/-)
-Motorik 55555/55555
55555/55555
-KPR (+/+)
-APR (+/+)
Refleks patologis (-)
A Community Acquired Pneumonia dd/ TB paru
P Aktivitas : Tirah baring
Tindakan Suportif :
44
Teori Pasien
Manifestasi Klinis
Gejala pneumonia dapat bervariasi dari Pada pasien dijumpai:
yang sangat ringan hingga berat yang Batuk produktif dengan mukus
membutuhkan perawatan di rumah berwarna putih kekuningan
sakit. Berikut ini merupakan tanda dan Demam
gejala pneumonia, yaitu: Sesak nafas
Batuk bersifat produktif, mukus
berwarna kehijauan, kekuningan atau
bahkan berdarah.
Demam, berkeringat dan menggigil
Sesak napas
Pernapasan yang bersifat cepat dan
dalam
Nyeri dada yang diperberat dengan
napas dalam ataupun batuk
Penurunan nafsu makan dan mudah
lelah
Mual dan muntah, terutama pada
anak-anak.
45
46
Diagnosis
Diagnosis pasti pneumonia komunitas Pada foto toraks pasien tampak
ditegakkan jika pada foto toraks konsolidasi pada lapangan paru kanan
terdapat infiltrat/air bronchogram atas. Batuk berdahak berwarna kuning
ditambah dengan beberapa gejala kehijauan selama 1 minggu, Suhu
dibawah ini: tubuh 38,2 celcius, Sesak nafas, dan
Batuk suara pernafasan bronkial dengan
Perubahan karakteristik kadar leukosit 11.387/uL
sputum/purulen
Suhu tubuh >38 celcius Berdasarkan skoring CURB-65 pada
(aksila)/riwayat demam pasien didapati:
Sesak U=0
49
50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN