Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Disusun Oleh:

Mischka Scalvinni Suvero Suyar 150100022


Dekka Andra 150100091
Dicky 150100097
Jesslyn Wijaya 150100099
Sarah Davita Ramadhania Tambun 150100147
Aja Michelle Putri Haberham 150100150

Pembimbing :

dr. Rizqi Arini Siregar, M.Ked (PD), Sp.PD

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :


Nilai :

Pemimpin Sidang

dr. Rizqi Arini Siregar, M.Ked (PD), Sp.PD

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Pneumonia”.

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti


Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
USU di RSUP Haji Adam Malik dan RS Univeritas Sumatera Utara. Penulis
menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi
maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi
kesempuraan laporan kasus ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 5 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3


2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi...................................................................................................... 4
2.4 Faktor Risiko dan Faktor Predisposisi ......................................................... 6
2.5 Patogenesis .................................................................................................... 8
2.6 Patofisiologi ................................................................................................ 10
2.7 Manifestasi Klinis ....................................................................................... 14
2.8 Diagnosa ...................................................................................................... 15
2.9 Diagnosa Banding ....................................................................................... 18
2.10 Komplikasi ................................................................................................ 19
2.11 Tatalaksana ................................................................................................ 19
2.12 Pencegahan ................................................................................................ 22

BAB III STATUS PASIEN ........................................................................... 23


BAB IV FOLLOW UP ................................................................................. 37
BAB V DISKUSI KASUS ............................................................................. 45
BAB VI KESIMPULAN ............................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 50
LAMPIRAN ................................................................................................. 52

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan penyakit infeksi pada parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, atau parasit yang
mengakibatkan reaksi inflamasi dan akumulasi eksudat pada jalan nafas.1
Pneumonia pertama kali dijelaskan sekitar 2.500 tahun yang lalu oleh Hippocrates,
bapak dari ilmu kedokteran.2 Pada tahun 1930, sebelum munculnya antibiotik,
pneumonia adalah penyebab ketiga kematian di Amerika Serikat dan saat ini masih
tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian. Pada tahun 2006, penumonia
merupakan penyebab kematian kedelapan, terhitung dari sekitar 55.000 kematian
yang dilaporkan.2
Pneumonia dapat terjadi dari komunitas (community-acquired pneumonia)
atau dari rumah sakit (hospital-acquired pneumonia). Pneumonia komunitas (PK)
merupakan jenis pneumonia yang sering menyebabkan kematian di negara
berkembang.3 Di Asia, PK diperkirakan telah menyebabkan hampir 1 juta kematian
pada penderita dewasa setiap tahunnya.4 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013, period prevalence seluruh pneumonia di Indonesia secara nasional
adalah 1.8% dimana prevalensi tahun 2013 sebesar 4.5%. Prevalensi periode paling
tinggi didapatkan pada kelompok umur 1- 4 tahun dan meningkat pada kelompok
umur 45-54 tahun serta kelompok umur yang lebih tua.5 Tingginya angka mortalitas
pneumonia sering dihubungkan dengan pemberian terapi yang tidak tepat, tingkat
virulensi mikroorganisme penyebab, resistensi terhadap antibiotik, ketidaktepatan
diagnosis, serta kondisi penyakit penyerta yang dimiliki pasien.6
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,
mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif,
perawatan yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini
perlu dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada pneumonia

1
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan dari laporan kasus ini adalah :
1. Penulis dan pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang
pneumonia
2. Penulis dan pembaca diharapkan mampu menerapkan teori terhadap
pasien dengan pneumonia
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis
dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.5

2.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif.5
1. Cara pengambilan bahan
Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat secara
noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi
transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan bronkus dan BAL. Diagnosis
pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari darah, cairan
pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi transtorakal, kecuali ditemukan bakteri
yang bukan koloni di saluran napas atas seperti M. tuberculosis, Legionella, P.
carinii. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan
melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll).
Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan,
hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan,
hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan

3
4

pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya dilakukan sebelum
pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan
kultur.5
2. Cara pengambilan & pengiriman dahak yang benar
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke laboratorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.5

2.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:5
 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita Immunocompromised
5

Gambar 2.1 Klasifikasi pneumonia.7

Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.


2. Berdasarkan bakteri penyebab:5
 Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
 Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi:5


 Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua
 Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
6

disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan.
 Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
 Pneumonia interstisial

2.4 Faktor Risiko dan Faktor Predisposisi

Berikut merupakan faktor resiko yang menyebabkan seseorang mudah


8,9
terkena pneumonia:

a. Usia (usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun)


Anak-anak dengan usia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia
dibandingkan dengan usia di atas 2 tahun, karena imunitas yang belum sempurna
dan lubang pernafasan yang masih relatif sempit. Sedangkan pada usia> 65 tahun,
tubuh manusia sudah mengalami penurunan sistem imun sehingga menyebabkan
seseorang mudah terkena infeksi.

b. Malnutrisi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita dengan status
gizi yang kurang akan menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh. Anak
dengan gizi kurang lebih berisiko terkena penyakit pneumonia.

c. Jenis kelamin
Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan jenis kelamin laki-laki
mempunyai risiko lebih tinggi terkena infeksi dibandingkan perempuan.

d. Riwayat BBLR
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram lebih berisiko terhadap
kematian karena zat anti kekebalan di dalam tubuh belum sempurna dan lebih besar
risikonya untuk menderita pneumonia.
7

e. Riwayat pemberian ASI


ASI sebagai sumber gizi dan berkomposisi seimbang dan mengandung sumber
kekebalan tubuh bayi ketika tubuh bayi belum mampu memproduksi zat
kekebalannya sendiri. Pemberian ASI dapat menurunkan risiko pneumonia
padabayi dan balita sebesar 4,59 kali. Bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih
sehat dan jarang sakit di bandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASIekslusif.

f. Status imunisasi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian imunisasi campak
danpertusis (DPT) dapat mencegah terjadinya pneumoni. Pemberian imunisasi
campak dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, imunisasi DPT dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.

g. Defisiensi vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun sehingga
mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru mengalami
keratinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kumandan virus yang menyebabkan
infeksi saluran nafas terutamapneumonia. Pemberian vitamin A berguna dalam
mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya kematian akibat
pneumonia.

h. Berat badan lahir rendah (BBLR)


Berat badan lahir rendah menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa Balita. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang
lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal terutama pada
bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat kekebalan kurang
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia
dan infeksi saluran pernafasan lainnya.
8

Selain faktor resiko, juga terdapat faktor predisposisi seseorang rentan terkena
pneumonia, yaitu:10
a. Kelainan anatomi kongenital (fistula trakeoesofagus, penyakit jantung bawaan)
b. Gangguan fungsi imun (penggunaan obat sitostatika, steroid jangka panjang,
atau akibat penyakit tertentu misalnya HIV)
c. Gangguan neuromuskular
d. Kontaminasi perinatal
e. Gangguan klirens mukus/sekresi, misalnya kasus aspirasi
f. Peny. Kronik (ginjal, paru, diabetes mellitus, dan lain-lain)

2.5 Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu kelemahan daya
tahan tubuh inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan paparan jumlah
mikroorganisme yang banyak. Pneumonia biasanya terjadi karena mikroaspirasi
patogen yang berada pada saluran nafas atas ke saluran nafas bawah yang steril.
Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien.2 Sebagian besar
pneumonia timbul akibat kuman mencapai alveoli melalui inhalasi,aspirasi kuman
orofaring, dan hanya sebagian kecil merupakan akibat penyebaran hematogen dari
fokus infeksi lain atau penyebaran langsung dari lokasi infeksi.8,10
Pada bagian saluran nafas bawah,kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa
sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit
bronkial dan neutrofil. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme
termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal
maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel
di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing
melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem
pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal immunoglobulin A maupun
respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin,imunoglobulin, alveolar
makrofag dan cell mediated immunity.8,10
9

Pneumoni yang terjadi akibat inokulasi patogen yang berbeda juga akan
menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda pula.11 Pneumoni
bacterial terjadi karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang terjadi
melalui penyebaran hematogen. Ketika bakteri mencapai alveoli, maka bakteri akan
ditangkap oleh lapisancairan epitelial yang mengandug opsonin dan tergantung
pada respon immunologispenjamu, akan terbentuk antibodi IgG spesifik. Dari
proses ini, maka terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II),
sebagian kuman akan dilisis melaluiperantaraan komplemen. Ketika mekanisme ini
tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas
fagositosis akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga terjadi respon
inflamasi, yang mengakibatkan terjadinya kongestivaskular dan edema yang luas.
Kuman akan dilapisi oleh cairan edematus yang berasaldari alveolus ke dalam
alveolus melalui pori Kohn. Fase ini secara histopatologi disebut sebagai red
hepatization. Tahap berikutnya adalah grey hepatization yang ditandai dengan
fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri
melaluidegradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek
sitotoksik teradap sel paru.7 Pneumoni viral, biasanya melibatkan invasi virus ke
saluran nafas kecil dan alveoli,umumnya bersifat patchy dan mengenai banyak
lobus. Pada infeksi virus ditandai denganadanya lesi awal berupa kerusakan silia
epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah
infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa danperivaskular. Bila proses ini
meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang
meningkat, maka akan terjadi obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi
yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan
terbentuk eksudat hemoragik. Pneumonia viral merupakan predisposisi terjadinya
pneumoni bakterial karena rusaknya barier mukosa.11
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
10

kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran


napas.4
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:4
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi di permukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut di atas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 μ melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse).
Sekret orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya
mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan di saluran
napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis
mikroorganisme yang sama.

2.6 Patofisiologi
Mikroorganisme dapat mencapai saluran pernafasan bagian bawah melalui
berbagai jalur. Yang paling sering adalah akibat aspirasi melalui orofaring. Aspirasi
dengan jumlah kecil sering terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran dan
sebagai akibatnya banyak patogen yang terinhalasi dalam bentuk droplet yang
terkontaminasi.
11

Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang berupa alveoli


(kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Hal ini menyebabkan rasio
ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun.15Akibatnya kemampuan paru
sebagai tempat pertukaran gas terutama oksigen (O2) akan terganggu.11Kekurangan
oksigen (O2) dalam sel-sel tubuh akan menganggu proses metabolisme tubuh.
Terhadap gangguan ventlilasi akibat gangguan volume ini tubuh akan berusaha
mengkompensasi dengan cara meningkatkan volume tidal dan frekuensi nafas,
sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dyspnea dengan tanda-tanda inspiratory
effort. Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus
berlanjut dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan
atau nanah (efusi pleuraatau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru),
jaringan paru kempis (pneumothoraks). Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi
penyebaran infeksi melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh.5 Akibat penurunan
ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang
disebut dengan ventilation perfusion mismatch. Dengan berkurangnya volume paru
secara fungsional karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan
menyebabkan gangguan pertuaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia dan pada
keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas.11
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian dimakan. 4,5
Proses radang selalu dimulai dari hilus paru yang menjalar secara progresif
ke perifer sampai seluruh lobus terkena. Proses radang ini dapat kita bagi atas 4
tingkatan:4,5

1. Tingkatan kongestif
Lobus paru yang meradang tampak berwarna kemerah-merahan, membengkak
pada perabaan mengandung banyak cairan dan pada iritan keluar cairan
12

kemerah-merahan. Pada tingkat ini kapiler melebihi dan kongestif, alveolus


terisi oleh netrofil dan makrofag.

2. Tingkat hepatisasi merah


Pada tingkat jumlah, netrofil bertambah, tampak pula sel-sel darah merah dalam
alveolus, eksudat berubah menjadi fibrinosa pada makroskopis paru-paru
sehingga perabaannya menyerupai hati.

3. Tingkatan hepatisasi kelabu


Pada perabaan paru masih tetap kenyal seperti hepar, hanya warna kemerah-
merahan merubah menjadi kelabu. Eksudat masih tetap terlihat bahkan dapat
berubah menjadi nanah dan masuk ke pleura, pada mikroskopis sel-sel tampak
amorf, dan makrofag lebih berperan dalam proses penyembuhan.

4. Tingkat resolusi atau penyembuhan total


Disini paru-paru menjadi lunak dimana eksudat yang melunak sebagian
dibatukkan keluar dan sebagian lagi mengalami resorbsi. Pada saat ini seluruh
bagian paru kembali kepada keadaan normal.

Gambar 2.2 Patogenesis pneumonia5


13

Gambar 2.3 Patofisiologi pneumonia5


14

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala pneumonia dapat bervariasi dari yang sangat ringan hingga berat
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Respon tubuh terhadap infeksi
pneumonia bergantung pada mikroorganisme penyebab infeksi, usia dan kesehatan.
Berikut ini merupakan tanda dan gejala pneumonia, yaitu:1

1. Batuk bersifat produktif, mukus berwarna kehijauan, kekuningan atau


bahkan berdarah.
2. Demam, berkeringat dan menggigil
3. Sesak napas
4. Pernapasan yang bersifat cepat dan dalam
5. Nyeri dada yang diperberat dengan napas dalam ataupun batuk
6. Penurunan nafsu makan dan mudah lelah
7. Mual dan muntah, terutama pada anak-anak.

Pneumonia bakterial, pneumonia yang paling sering terjadi cenderung


bersifat lebih serius dibandingkan pneumonia lain, dengan gejala yang memerlukan
pertolongan medis. Gejala pneumonia bakterial dapat berkembang secara bertahap
ataupun dengan tiba-tiba. Demam dapat mencapai suhu 40˚C, berkeringat
berlebihan dan frekuensi napas serta denyut nadi meningkat. Bibir dan kuku dapat
menjadi terlihat pucat akibat kurangnya kadar oksigen dalam darah. Penurunan
kesadaran juga mungkin terjadi.1
Gejala pneumonia virus biasanya berkembang dalam beberapa hari. Gejala
awalnya mirip dengan gejala influenza yaitu: demam, batuk kering, sakit kepala,
nyeri otot, dan kelemahan. Dalam satu atau dua hari, gejala akan memberat dengan
batuk yang memberat, sesak napas dan nyeri otot. Demam tinggi mungkin dapat
terjadi.1
Gejala-gejala mungkin dapat bervariasi pada populasi tertentu. Bayi baru
lahir dan anak-anak mungkin tidak akan menunjukkan gejala infeksi atau mereka
mungkin muntah, demam dan batuk, atau terlihat lemah dan tidak bertenaga. Orang
tua dengan pneumonia terkadang dapat mengalami penurunan kesadaran yang
15

mendadak. Individu dengan penyakit paru kronis akan menunjukkan gejala yang
lebih parah.1

2.8 Diagnosa
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan pemberian terapi
yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan
perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi
akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotic yang tepat. Diagnosis
pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik
dan penunjang2
Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi: a. evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK
(H. influenzae), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi gram
negatif, anaerob), penurunan imunitas (kuman gram negatif), kecanduan obat bius
(Staphylococcus). b. bedakan lokasi infeksi: pneumonia komunitas (Streptococcus
pneumoniae, H. influenza, M. pneumoniae), gram negative. c. usia pasien: bayi
(virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae). d. Awitan: cepat, akut
dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak
sedikit (M. pneumoniae).2
Pemeriksaan Fisik
Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis.
Tanda-tanda fisik pada tipe pneumonia klasik bias didapatkan berupa demam, sesak
napas, dan tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring,
suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada pneumonia komuniti primer berupa
bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk
yang tidak khas dijumpai pada pneumonia komuniti yang sekunder ataupun
pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru
seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumo toraks. Pada pasiem pneumonia
nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpa gangguan kesadaran oleh
hipoksia.2
16

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis, dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
air bronchogram (air space disease) misalnya oleh S.pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau
mikoplasma dan pneumonia interstisial oleg virus atau mikoplasma.2
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi
yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi
kuman gram negatif atau S.aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan
sistem imun. Faal hati mungkin terganggu.2
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi atau biopsi. Untuk tujuan terapi
empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Kuman yang predominan pada sputum dan disertai PMN yang kemungkinan
penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.2
Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia
nosokomial/komuniti yang dirawat inap perlu diperiksakan analisis gas darah dan
kultur darah.2

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) diagnosis pneumonia


didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks dan laboratorium.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat
infiltrat / air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala dibawah ini:3
17

1. Batuk
2. Perubahan karakteristik sputum/purulen
3. Suhu tubuh >38˚C (aksila)/riwayatdemam
4. Nyeri dada
5. Sesak
6. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara
napas bronkial dan ronki
7. Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan


dengan menggunakan sistem CURB-65. Sistem skor ini dapat mengidentifikasi
apakah pasien dapat berobat jalan atau rawat inap.3

Tabel 2.2. Skor CURB-65


Confusion
Nilai ≤ 8 1
Nilai > 8 0
Urea
Nilai > 19 mg/dL 1
Nilai ≤ 19 mg/dL 0
Respiratory Rate
RR > 30x/menit 1
RR ≤ 30x/menit 0
Blood Pressure
BP < 90/60 mmHg 1
BP ≥ 90/60 mmHg 0
Umur
Umur ≥ 65 tahun 1
Umur < 65 tahun 0

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan sistem skor CURB-65


adalah sebagai berikut: 3
 Skor 0-1 : risiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan
18

 Skor 2 : risiko kematian sedang, pertimbangkan dirawat


 Skor >3 : risiko kematian tinggi, dirawat dengan tatalaksana
pneumonia berat
 Skor 4 atau 5 : pertimbangkan perawatan intensif

2.9 Diagnosa Banding

Berikut merupakan diagnosis banding dari pneumonia.4

Penyakit Gejala yang membedakan Pemeriksaan


Bronkitis akut Tanpa sesak napas, tanpa ronki, Tidak tampak
gejala klinis ringan. konsolidasi pada
Berhubungan dengan ISPA pemeriksaan foto thorax
akibat virus
PPOK eksaserbasi Batuk bertambah, sesak napas Hiperinflasi pada
hebat. Riwayat merokok pemeriksaan foto thorax
dijumpai.
Asma Tanda dan gejala bronkospasme Tidak tampak
konsolidasi pada
pemeriksaan foto thorax
Tuberkulosis paru Tanda dan gejala konstitusional Dapat dijumpai kavitas
pada foto thorax,
pembesaran kelenjar
getah bening
Kanker paru Tanda dan gejala konstitusional Konsolidasi multipel
pada pemeriksaan foto
thorax bahkan dengan
efusi pleura
19

2.10 Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia
pneumokokkus dengan bakterimia dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Terkadang dijumpai
komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang memperlambat
resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru atau infark paru, dan infrak miokard akut. Dapat terjadi komplikas lain berupa
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi
lanjut berupa pneumonia nosokomial.17
CAP dapat dikatakan CAP berat jika memenuhi satu kriteria mayor atau dua
kriteria minor berikut:16
Kriteria mayor
 Memerlukan ventilasi mekanik
 Syok septik dan memerlukan obat vasopressor
Kriteria minor
 Laju napas >30x/menit
 PaO2/FiO2 rasio <250
 Inflitrat multilobus
 Konfusi
 Blood Urea Nitrogen (BUN) >20 mg/dL
 Leukopenia (leukosit <4.000/mm3)
 Trombositopenia (trombosit <100.000/mm3)
 Hipotermia (suhu tubuh <36oC)
 Hipotensi, memerlukan terapi cairan agresif

2.11 Tatalaksana
Pada pasien rawat jalan, dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan
minum banyak cairan. Jika ada nyeri pleuritik atau demam, diredakan dengan
parasetamol. Mukolitik atau ekspektoran juga diberikan pada pasien. Pada penyakit
yang berkepanjangan, diberikan nutrisi tambahan. Pasien rawat jalan juga harus
20

kontrol dalam 48 jam, jika tidak ada perbaikan, dipertimbangkan untuk dirawat di
rumah sakit, atau dilakukan foto toraks.16

Pada pasien rawat inap di rumah sakit diberikan oksigen bila perlu dan dilakukan
pemantauan saturasi oksigen. Bila perlu, pasien diberikan cairan intravena. Pasien
juga diberikan nutrisi yang adekuat. Jika ada nyeri pleuritik atau demam, diredakan
dengan parasetamol. Mukolitik atau ekspetoran juga diberikan pada pasien. Foto
toraks diulang jika tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan. Pada pasien
yang dirawat di ICU, bronkoskopi dapat dilakukan untuk retensi sekret, mengambil
sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan
kelainan endobronkial. Pasien dipulangkan jika klinis stabil, tidak ada masalah
medis aktif memiliki lingkungan yang sesuai untuk rawat jalan (kriteria klinis
stabil; suhu < 37,6oC, laju nadi < 100x/menit, laju napas < 24x/menit, tekanan darah
sistolik > 90 mmHg saturasi oksigen arteri > 90% atau PaO2 > 60 mmHg pada udara
ruangan, dapat memelihara asupan oral, status kesadaran compos mentis.16

Pada CAP, digunakan terapi empiris antibiotik sebagai berikut:18

 Rawat Jalan
Pada sindroma yang mengarah pada pneumonia bakteri tipikal (batuk berdahak
onset akut, demam tinggi, leukositosis, konsolidasi lobar dan segmental yang tebal,
peningkatan prokalsitonin):

 Amoksisilin-Asam Klavulanat (500-125 mg/6 jam selama 5-7 hari);


ditambah Azitromisin (500 mg/hari per oral selama 3 hari) jika curiga
Legionella, atau
 Levofloksasin (750 mg/hari), Moxifloksasin (400 mg/hari), atau
Gatifloksasin (320 mg/hari) selama 5 hari
Pada sindroma yang mengarah pada pneumonia influenza:

 Oseltamivir (75 mg 2x/hari selama 5 hari); observasi infeksi bakteri


sekunder
21

Pada sindroma yang mengarah pada pneumonia virus selain influenza (paparan
pada orang dengan infeksi virus, gejala infeksi saluran napas atas, pasien yang tidak
kelihatan sakit, leukosit >9.500, prokalsitonin tidak meningkat):

 Terapi simptomatis
Pada sindrmoa subakut (contoh: batuk dan demam tidak tinggi selama >5 hari) yang
mengarah pada pneumonia Mycoplasma atau Chlamydia:

 Azitromisin (500 mg/hari selama 3 hari) atau Doksisiklin (100 mg 2x/hari


selama 7 hari)
 Rawat Inap
Pada pasien rawat inap, harus ditegakkan etiologi dari diagnosis. Untuk terapi
empiris:

 Betalaktam (Seftriakson 1 g/hari) DAN Makrolida (Azitromisin 500 mg),


atau
 Kuinolon (Levofloksasin 750 mg, Moksifloksasin 400 mg, atau
Gatifloksasin 400 mg/hari)
Terapi awal melalui IV hingga pasien stabil secara klinis; setelah itu ganti ke terapi
oral berdasarkan hasil kultur atau menggunakan antibiotik dengan cakupan yang
serupa. Total durasi terapi antibiotik biasanya 5-7 hari.

Jika curiga influenza:

 Oseltamivir (75 mg 2x/hari selama 5 hari) dengan observasi infeksi bakteri


sekunder)
Jika influenza dengan komplikasi pneumonia bakteri sekunder, sebagai tambahan
Oseltamivir:

 Seftriakson atau Seftarolin, ditambah Vankomisin atau Linezolid


Jika mengarah pada Pseudomonas atau mikroorganisme gram negatif lain:

 Betalaktam antipseudomonal: Piperasilin-Tazobaktam (4,5 g/6 jam),


Sefepim 1-2 g/6-8 jam, atau
22

 Karbapenem (Meropenem 500 mg IV/6 jam atau 1 g/8 jam atau Imipenem-
Silastatin 500 mg IV/6 jam atau 1 g/8 jam; tambahan infus Karbapenem
setelah loading dose lebih diutamakan), ditambah Azitromisin seperti di
atas.

2.12 Pencegahan
Menjaga kesehatan tubuh secara umum, berhenti merokok, mengurangi
konsumsi alkohol, dan kontrol kadar gula darah pada pasien diabetes dapat
mengurangi risiko pneumonia bakteri. Vaksinasi influenza tidak hanya mengurangi
risiko influenza, tetapi juga mengurangi risiko dari semua penyebab pneumonia
karena infeksi influenza merupakan predisposisi dari infeksi bakteri pulmoner
sekunder.18
BAB III
STATUS PASIEN

Tanggal 30/11/2019 Dokter Ruangan:


Masuk:
dr. Jessica

Jam: 19:30 Dokter Chief of Ward:

Ruang: Mahoni 10 Bed 1 Dokter Penanggung Jawab Pasien:

dr. Bayu Rusfandi Nasution,


M.Ked(PD), Sp. PD

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ridwan Sarumpaet

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Petani

Suku : Batak

Agama : Kristen

Alamat : Dusun IX Tomuan Holbung Kabupaten Asahan

23
24

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Sesak napas

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 1 minggu yang lalu dan
memberat dalam 3 hari ini. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca,
maupun faktor lain seperti alergi. Riwayat sesak napas sebelumnya tidak dijumpai.
Riwayat terbangun tengah malam karena sesak nafas tidak dijumpai. Os tidur
menggunakan satu bantal. Riwayat nyeri dada tidak dijumpai. Batuk dijumpai sejak
1 minggu yang lalu dan semakin memberat sejak tiga hari belakangan. Batuk
dirasakan terus menerus dengan frekuensi ± 5-10 kali/hari. Batuk berdahak
dijumpai dengan dahak berwarna kuning kehijauan, konsistensi kental, tidak berbau
dengan volume ± ½ sendok teh setiap kali batuk. Riwayat batuk berdarah
sebelumnya tidak dijumpai. Batuk tidak dipengaruhi aktivitas maupun cuaca.
Demam dialami sejak 1 minggu yang lalu. Demam tinggi dan bersifat terus menerus
dan turun sedikit dengan obat penurun panas. Riwayat keringat pada malam hari
tidak dijumpai. Penurunan berat badan dan nafsu makan tidak dijumpai. Dijumpai
riwayat tidur terganggu akibat batuk. Riwayat merokok dijumpai sejak >10 tahun
yang lalu sebanyak 12 batang/hari. Riwayat berpergian ke daerah endemis tidak
dijumpai. Riwayat terpapar bahan kimia sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat
behubungan bebas dan penggunaan jarum suntik tidak dijumpai. OS belum pernah
di rawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat sakit jantung tidak dijumpai. Riwayat
darah tinggi tidak dijumpai. Riwayat sakit gula tidak dijumpai. BAB dalam batas
normal. BAK dalam batas normal.

RPT : (-)

RPO : (-)

ANAMNESIS ORGAN

Jantung
25

Sesak Nafas : (+) Edema :(-)

Angina Pectoris : (-) Palpitasi :(-)

Lain-lain : (-)

Saluran Pernapasan

Batuk-batuk :(+) Asma, bronchitis :(-)

Dahak :(+) Lain-lain :(-)

Saluran Pencernaan

Nafsu Makan :(-) Penurunan BB :(-)

Keluhan Menelan :(-) Keluhan Defekasi :(-)

Keluhan Perut :(+) Lain-lain :(-)

Saluran Urogenital

Sakit Buang Air Kecil :(-) Buang Air Kecil Tersendat :(-)

Mengandung Batu :(-) Keadaan Urin :Kuning jernih

Haid :(-) Lain-lain :(-)

Sendi dan Tulang

Sakit Pinggang :(-) Keterbatasan Gerak :(-)

Keluhan Persendian :(-) Lain- lain :(-)

Endokrin

Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)

Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)


26

Polifagi :(-) Lain-lain :(-)

Saraf Pusat

Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)

Lain- lain :(-)

Darah dan Pembuluh Darah

Pucat :(-) Perdarahan :(-)

Petechie :(-) Purpura :(-)

Lain-lain :(-)

Sirkulasi Perifer

Claudicatio Intermitten :(-) Lain-lain :(-)

ANAMNESA FAMILI : Tidak dijumpai keluhan yang sama di anggota keluarga

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : CM Pancaran wajah : Biasa

Tekanan darah : 110/80 mmHg Sikap paksa :(-)

Nadi : 90x/menit Refleks fisiologis :(+)

Pernafasan : 28x/menit Refleks patologis :(-)

Temperatur : 38,2 ⁰C
27

Anemia (-/-), Ikterus ( -/- ), Dispnu ( - ), Sianosis ( - ), Edema ( - ), Purpura ( -)

Turgor Kulit: Baik

Keadaan Gizi :

BW = BB / (TB-100) x 100%

= 91 %

Berat Badan : 60 kg

Tinggi Badan : 155 cm

IMT : 23,9 kg/m2 (Normoweight)

KEPALA

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil: isokor,


ukuran 3 mm, refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+), kesan: tidak dijumpai
kelainan. Lain-lain: (-)

Telinga : Serumen (+), Nyeri tekan tragus (-), liang telinga normal

Hidung : Deviasi septum (-), Konkha dalam batas normal, Sekret (-)

Mulut : Lidah : Oral Candidiasis (-), Lidah kotor (-)

Papi lidah atrofi (-), Ulkus (-)

Gigi geligi : Oral Hygiene baik, karies gigi (-)

Tonsil/Faring : Tonsil (T1/T1)


28

LEHER

Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa ( - )

Posisi trakea: Medial TVJ: R-2 cm H2O

Kaku kuduk ( - ), lain-lain: ( - )

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

Pergerakan : Ketinggalan pernafasan ( - ), retraksi dada ( - )

Palpasi

Nyeri tekan :(-)

Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri, kesan normal

Iktus : Tidak teraba

Perkusi

Paru

Batas Paru-Hati R/A : R: ICS V / A: ICS VI Linea midklavikularis dextra

Peranjakan : ± 1 cm

Jantung

Batas atas jantung : ICS II Linea parasternalis sinistra

Batas kiri jantung : ICS IV Linea midklavikularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS IV Linea parasternalis dextra

Auskultasi
29

Paru

Suara Pernafasan : Bronkial

Suara Tambahan : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung

M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis ( - ), tingkat: ( - )

Desah diastolis (-), lain-lain: ( - )

Heart rate: 90x/menit, regular, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara Pernafasan = Bronkial

Suara Tambahan = Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris

Gerakan lambung/usus: normal

Vena kolateral :(-)

Caput medusa :(-)


30

Palpasi

Dinding abdomen : Soepel

HATI

Pembesaran : Tidak teraba

Permukaan : Tidak teraba

Pinggir : Tidak teraba

Nyeri Tekan : Tidak teraba

LIMFA

Pembesaran :(-)

GINJAL

Ballotement :(-)

UTERUS/OVARIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan

TUMOR : Tidak teraba adanya massa

PERKUSI

Pekak Hati :(-)

Pekak Beralih :(-)

AUSKULTASI

Peristaltik usus : Normoperistaltik, Bising usus (+)

Lain-lain : (-)
31

PINGGANG

Nyeri ketuk Sudut Kosto Vertebra ( - ), kiri/kanan

INGUINAL : Tidak dijumpai kelainan

GENITALIA LUAR : Tidak dijumpai kelainan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum :Tidak dilakukan pemeriksaan

Sphincter Ani :Tidak dilakukan pemeriksaan

Lumen :Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa :Tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan :Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi :(-)

Lokasi :(-)

Jari tabuh :(-)

Tremor ujung jari :(-)

Telapak tangan sembab:( - )

Sianosis :(-)

Eritema Palmaris :(-)

Lain-lain :(-)
32

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema - -

Arteri femoralis + +

Arteri tibialis posterior + +

Arteri dorsalis pedis + +

Refleks KPR + +

Refleks APR + +

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -

Lain-lain - -
33

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja


Hb: 9,4 g/dL Warna: Kuning jernih Warna: Kuning
Eritrosit : 3,54 x Protein: (-) Konsistensi: Lunak
106/mm3 Reduksi: ( - ) Eritrosit: 2-3/lpb
Leukosit:11,387 x Bilirubin: ( - ) Leukosit: 1-2/lpb
103/mm3 Urobilinogen : ( + ) Amoeba/Kista: ( -)
Ht : 26,7 % Sedimen Telur Cacing Ascaris: ( - )
Trombosit: 200.000 Eritrosit: - Ancylostoma: ( - )
Leukosit: - T.trichiura: ( - )
Hitung jenis Silinder:- E.vermicularis: (- )
Eosinofil : 2,7% Epitel:-
Basofil : 0,1%
Neutrofil : 89,4%
Limfosit : 16,4%
Monosit : 4,8%
34

RESUME

ANAMNESA Keluhan utama: Dyspnea


Telaah: Dyspnea dialami pasien sejak ±1 minggu
yang lalu dan memberat dalam 3 hari ini.
Batuk purulen dijumpai dalam 1 minggu
ini dengan volume ½ sendok teh setiap
kali batuk. Febris juga dijumpai dalam 1
minggu ini dan bersifat terus menerus.

STATUS PRESENS Keadaan Umum: Sedang


Keadaan Penyakit: Sedang
Keadaan Gizi: Normal
PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN
Sensorium: Compos Mentis
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi: 90x/mnt
Pernafasan: 28x/mnt
Temperatur: 38,2 °C
PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik
(-/-), Refleks Cahaya (+/+), diameter pupil
3mm/3mm
Leher: TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran KGB (-),
Pembesaran tiroid (-)
35

Thorax:
-Inspeksi: Simetris Fusiformis
-Palpasi: Stem Fremitus kanan=kiri
-Perkusi: Sonor Pada kedua lapangan paru
-Auskultasi:
Suara Pernapasan: Bronkial
Suara Tambahan: Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor: S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop
tidak dijumpai
Abdomen:
-Inspeksi: Simetris
-Auskultasi: Normoperistaltik, Bising usus (+)
-Perkusi: Timpani
-Palpasi: Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba
membesar
Ekstremitas:
-Edema (-/-)

LABORATORIUM Darah Rutin:


RUTIN Hb: 9,4 g/dL
Eritrosit : 3,54 x 106/mm3
Leukosit: 11,387 x 103/mm3
Ht : 26,7 %
Kemih:
Warna: Kuning Jernih
Protein / Reduksi / Bilirubin /Urobilinogen: - / - / -
/-
Tinja:
Warna: Coklat kekuningan
Konsistensi: Lunak
36

DIAGNOSIS BANDING - Community Acquired Pneumonia (CAP)


- Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
- Tuberculosis Paru (TBC)
- Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
- Congestive Heart Failure (CHF)

DIAGOSIS - Community Acquired Pneumonia (CAP)


SEMENTARA
PENATALAKSANAAN Aktivitas: Tirah baring
Tindakan Suportif:
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- O2 5 L/jam
Medikamentosa:
- Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam dalam 100 cc NaCl
0,9% habis dalam 30 menit
- Azithromycin 1x500mg
- Paracetamol 3x500 mg
- N-acetylcysteine 3x200 mg

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN

1.Darah lengkap 6. Analisis Gas Darah Arteri (AGDA)


2. Foto Thoraks 7. Bronkoskopi
3. Kultur Sputum & Uji sensitivitas 8. EKG
4. Pewarnaan gram bakteri & BTA
5. Tes Cepat Molekuler (TCM)
BAB IV
FOLLOW UP

30-11-2019
S Sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 28x/menit
Temperatur : 38,2°C

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronkial
ST : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik, Bising usus (+)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), Undulasi (-)

37
38

Ekstermitas
-Edema (-/-)
-Motorik 55555/55555
55555/55555
-KPR (+/+)
-APR (+/+)
Refleks patologis (-)

Hasil Laboratorium :
Darah Rutin
Hb : 9,4 g/dL
Eritrosit : 3,54x106/mm3
Leukosit :11,387x103/mm3
Ht : 26,7%

Hitung jenis
Neutrofil segmen : 89.4%
Limfosit : 5.1%
Monosit : 4.8%
Eosinofil : 0.60%
Basofil : 0.1%

Kemih
Warna : Kuning jernih
Protein/Reduksi/Bilirubin/Urobilinogen : -/-/-/+

Tinja
Warna : Coklat kekuningan
Konsistensi : Lunak
A Community Acquired Pneumonia (CAP)
39

P Aktivitas : Tirah baring


Tindakan Suportif :
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
- O2 5L/jam
Medikamentosa :
- Ceftriaxone 2gr/24jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 30
menit (H1)
- Azithromycin 1x500 mg (H1)
- Paracetamol 3x500 mg
- N-Acetylcysteine 3x200 mg
R 1. Foto Thoraks (Hari ini)
2. Kultur, Pewarnaan gram & BTA sputum
3. TCM
4. EKG

01-12-2019
S Sesak nafas (+), Batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Temperatur : 38,2°C

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
40

Inspeksi : Simetris Fusiformis


Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronkial; ST: Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik, Bising usus (+)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), Undulasi (-)
Ekstermitas
-Edema (-/-)
-Motorik 55555/55555
55555/55555
-KPR (+/+)
-APR (+/+)
Refleks patologis (-)
Hasil foto thorax 30-11-2019 (terlampir):
Kesan Pneumonia dd/ TB Paru

Hasil EKG 30-11-2019 (terlampir):


Kesan Normal EKG

A Community Acquired Pneumonia dd/ TB Paru


P Aktivitas : Tirah baring
Tindakan Suportif :
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
- O2 5L/jam
Medikamentosa :
41

- Ceftriaxone 2gr/24jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 30


menit (H2)
- Azithromycin 1x500 mg (H2)
- Paracetamol 3x500 mg
- N-acetylcysteine 3x200 mg
R 1. Susul hasil kultur, pewarnaan gram & TCM

02-12-2019
S Sesak nafas (+), Batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Temperatur : 37,5°C

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronkial
ST : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
42

Auskultasi : Normoperistaltik, Bising usus (+)


Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), Undulasi (-)
Ekstermitas
-Edema (-/-)
-Motorik 55555/55555
55555/55555
-KPR (+/+)
-APR (+/+)
Refleks patologis (-)
A Community Acquired Pneumonia dd/ TB paru
P Aktivitas : Tirah baring
Tindakan Suportif :
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
- O2 5L/jam
Medikamentosa :
- Ceftriaxone 2gr/24jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 30
menit (H3)
- Azithromycin 1x500 mg (H3)
- Paracetamol 3x500 mg
- N-acetylcysteine 3x200 mg
R 1. Menunggu hasil kultur, pewarnaan gram & TCM

03-12-2019
S Sesak nafas berkurang(+), Batuk berdahak (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 120x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Temperatur : 37,0°C
43

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks Cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), Pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Bronchovesiculer
ST : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 kesan normal, Murmur (-/-), Gallop tidak
dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik, Bising usus (+)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), Undulasi (-)

Ekstermitas
-Edema (-/-)
-Motorik 55555/55555
55555/55555
-KPR (+/+)
-APR (+/+)
Refleks patologis (-)
A Community Acquired Pneumonia dd/ TB paru
P Aktivitas : Tirah baring
Tindakan Suportif :
44

- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i


- O2 5L/jam
Medikamentosa :
- Ceftriaxone 2gr/24jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 30
menit (H4)
- Azithromycin 1x500 mg (H4)
- Paracetamol 3x500 mg
- N-Acetylcysteine 3x200 mg
R 1. Menunggu hasil kultur, pewarnaan gram & TCM
BAB V
DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Manifestasi Klinis
Gejala pneumonia dapat bervariasi dari Pada pasien dijumpai:
yang sangat ringan hingga berat yang  Batuk produktif dengan mukus
membutuhkan perawatan di rumah berwarna putih kekuningan
sakit. Berikut ini merupakan tanda dan  Demam
gejala pneumonia, yaitu:  Sesak nafas
 Batuk bersifat produktif, mukus
berwarna kehijauan, kekuningan atau
bahkan berdarah.
 Demam, berkeringat dan menggigil
 Sesak napas
 Pernapasan yang bersifat cepat dan
dalam
 Nyeri dada yang diperberat dengan
napas dalam ataupun batuk
 Penurunan nafsu makan dan mudah
lelah
 Mual dan muntah, terutama pada
anak-anak.

45
46

Diagnosis
Diagnosis pasti pneumonia komunitas Pada foto toraks pasien tampak
ditegakkan jika pada foto toraks konsolidasi pada lapangan paru kanan
terdapat infiltrat/air bronchogram atas. Batuk berdahak berwarna kuning
ditambah dengan beberapa gejala kehijauan selama 1 minggu, Suhu
dibawah ini: tubuh 38,2 celcius, Sesak nafas, dan
 Batuk suara pernafasan bronkial dengan
 Perubahan karakteristik kadar leukosit 11.387/uL
sputum/purulen
 Suhu tubuh >38 celcius Berdasarkan skoring CURB-65 pada
(aksila)/riwayat demam pasien didapati:

 Nyeri dada C=0

 Sesak U=0

 Pemeriksaan fisik ditemukan R = 0


tanda-tanda konsolidasi, sura B = 0
nafas bronkial dan ronkhi 65 = 0
Total skor = 0, yang berarti Skor 0-1
 Leukosit >10.000 atau <4.500
Confusion
risiko kematian rendah, dan pasiet
Nilai ≤ 8 1 dapat berobat jalan.
Nilai > 8 0
Urea
Nilai > 19 mg/dL 1
Nilai ≤ 19 mg/dL 0
Respiratory Rate
RR > 30x/menit 1
RR ≤ 30x/menit 0
Blood Pressure
BP < 90/60 mmHg 1
BP ≥ 90/60 mmHg 0
Umur
Umur ≥ 65 tahun 1
Umur < 65 tahun 0
47

Skor 0-1 : risiko kematian rendah,


pasien dapat berobat jalan
Skor 2 : risiko kematian sedang,
pertimbangkan dirawat
Skor >3 : risiko kematian tinggi,
dirawat dengan tatalaksana pneumonia
berat
Skor 4 atau 5: pertimbangkan
perawatan intensif
Tatalaksana Pada pasien, tatalaksana yang
Pada pasien rawat inap di rumah sakit diberikan adalah:
diberikan oksigen bila perlu dan Aktivitas: Tirah baring
dilakukan pemantauan saturasi Tindakan Suportif:
oksigen. Bila perlu, pasien diberikan - IVFD NaCl 0,9% 20
cairan intravena. Pasien juga diberikan tetes/menit
nutrisi yang adekuat. Jika ada nyeri - O2 5 L/jam
pleuritik atau demam, diredakan Medikamentosa:
dengan parasetamol. Mukolitik atau - Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam dalam
ekspetoran juga diberikan pada pasien. 100 cc NaCl 0,9% habis dalam
Foto toraks diulang jika tidak 30 menit
menunjukkan perbaikan yang - Azithromycin 1x500mg
memuaskan. Pada pasien yang dirawat - Paracetamol 3x500 mg
di ICU, bronkoskopi dapat dilakukan - N-acetylcysteine 3x200 mg
untuk retensi sekret, mengambil sampel
untuk kultur guna penelusuran
mikrobiologi lain dan menyingkirkan
kelainan endobronkial. Pasien
dipulangkan jika klinis stabil, tidak ada
masalah medis aktif memiliki
lingkungan yang sesuai untuk rawat
48

jalan (kriteria klinis stabil; suhu <


37,6oC, laju nadi < 100x/menit, laju
napas < 24x/menit, tekanan darah
sistolik > 90 mmHg saturasi oksigen
arteri > 90% atau PaO2 > 60 mmHg
pada udara ruangan, dapat memelihara
asupan oral, status kesadaran compos
mentis.
Pada pasien rawat inap, harus
ditegakkan etiologi dari diagnosis.
Untuk terapi empiris:
 Betalaktam (Seftriakson 1
g/hari) DAN Makrolida
(Azitromisin 500 mg), atau
 Kuinolon (Levofloksasin 750
mg, Moksifloksasin 400 mg,
atau Gatifloksasin 400 mg/hari)
Terapi awal melalui IV hingga pasien
stabil secara klinis; setelah itu ganti ke
terapi oral berdasarkan hasil kultur atau
menggunakan antibiotik dengan
cakupan yang serupa. Total durasi
terapi antibiotik biasanya 5-7 hari.
BAB VI
KESIMPULAN

Pasien laki-laki bernama RS, berusia 48 tahun di diagnosis sementara


dengan Pneumonia Komuniti (Community Acquired Pneumonia). Pasien dirawat di
RS Universitas Sumatera Utara Medan dan ditatalaksana dengan tirah baring, IVFD
NaCl 0,9% 20gtt/i mikro, Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
dalam 30 menit, Azithromycin 1x500 mg, Paracetamol 3x500 mg dan N-
acetylcysteine 3x200 mg.

49
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Anna F, Wibisono MJ. Manajemen sepsis pada pneumonia. Majalah kedokteran


respirasi. 2015; 1(2): 52-5
2. Brown SM, Jones JP, Aronsky D, et al. Relationships among initial hospital
triage, disease progression, and mortality in community acquired pneumonia.
Respirology. 2012; 17(8): 1207-13
3. Rostrepo MI, Faverio P, Anzueto A. Long term prognosis in community acquired
pneumonia. Curr Opin Infect Dis. 2013; 26(2): 151-8
4. Peto L, Nadjm Behzad. The bacterial aetiology of adult community-acquired
pneumonia in Asia: a systematic review. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2014;
108(6): 326-37
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti di Indonesia. 2003
6. Thomas M, John B. Epidemiology, pathogenesis, microbiology, and diagnosis
of hospital-acquired, ventilator-associated, and health-care associated
pneumonia in adult. Uptodate. 2012
7. American Thoracic Society; Infectious Diseases Society of America: Guidelines
for the management of adults with hospital-acquired, ventilator-associated, and
healthcare associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 171:388–416,
2005.
8. Soepandi, P.Z. 2014, ‘Pneumonia Komunitas: Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia Edisi 2.’, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
pp. 5-21.
10. Richard, G.W., dan Grant, W.W. 2014.’ Community-Acquired Pneumonia’,
New England Journal of Medicine. vol. 370, pp. 543-551.
9. Rahmawati, F.A. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Pasien Sepsis di ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diponegoro University Institutional Repository.
51

10. Soeroso, L. 2017, ‘Buku Ajar Respirasi’, Departemen Pulmonologi dan


Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. USU
Press. pp. 120-138.
11. VanMeter, K.C. 2017, ‘Gould’s Pathophysiology for the health profession 11th
edition’, Elsevier. pp. 275-324.
12. American Lung Association. 2019. Lung Health & Disease: Pneumonia
Symptoms and Diagnosis. Accessed 3 Desember 2019, available at:
https://www.lung.org/lung-health-and-diseases/lung-disease-
lookup/pneumonia/symptoms-and-diagnosis.html
13. Setiati, A.M., Alwi I, Sudoyo A.W et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
ed VI. Interna Publishing. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 1613-4
14. Soepandi P.Z., Burhan E. Nawas A et al. 2014. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia: Pneumonia Komunitas Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia ed II. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal 8.
15. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, et al. 2019. Diagnosis and treatment of
adults with community-acquired pneumonia. An official clinical practice
guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases Society of
America.
16. Alwi, I., Simon, S., Rudy, H., Juferdi, K., & Dicky, L. (2015). Penatalaksanaan
di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
17. PAPDI, P. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI.
18. Musher, D. M. (2016). Overview of pneumonia. Goldman-Cecil Medicine. 25th
ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders.
52

LAMPIRAN

Foto Thorax AP-Supine (30 November 2019)


Jantung tidak membesar
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trakea di tengah
Kedua hilus tidak menebal
Corakan bronchovaskuler baik
Konsolidasi homogen di lapangan atas paru kanan
Sinus dan diafragma baik
Tulang kesan intact

Kesan: Pneumonia DD/TB Paru


53

Interpretasi EKG (30 November 2019)


Irama sinus, normoaxis, gel. P normal, PR interval 0,16”, QRS rate 90 x/i, QRS
duration 0,12”, gel T normal, ST-T changes (-), LVH (-), RVH (-), AV Block (-)

Kesan: Sinus Ritme (Normal EKG)

Anda mungkin juga menyukai