Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya di
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
SMF KARDIOVASKULAR
JAYAPURA-PAPUA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Hari : Jumat
Tanggal : 2 Maret 2018
Tempt : Polik Jantung Dan Pembuluh darah RSUD DOK II
Menyetujui,
Dosen Penguji/ Pembimbing
Fakultas Kodekteran Universitas Cenderawasih
2
DAFTAR ISI
Lembar Pengasahan............................................................................ 2
Daftar Isi .............................................................................................. 3
Daftar Tabel .........................................................................................
Daftar Gambar ....................................................................................
BAB 1 Pendahuluan ............................................................................ 4
BAB 2 Laporan Kasus ........................................................................ 5
BAB 3 Diskusi Kasus ........................................................................ ..
Kesimpulan ........................................................................................ ..
Daftar Pustaka.......................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek
yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan),
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. Gagal Jantung
Kongestif keadaan dimana terjadi kemacetan sirkulasi normal sebagai akibat dari
gagal jantung (Rampengan, 2014).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
Nama : Ny.H
Tanggal Lahir : 24-11-1996
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Polda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : SWASTA
Suku : Makassar
Ruangan : RP3
Tanggal Masuk RS : 24 Februari 2018
Tanggal Keluar RS : 27 Februari 2018
Jaminan : BPJS
No. DM : 143578
5
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit PPCM dalam keluarga disangkal
- Riwayat penyakit jantung pada ayah.
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
SPO2 : 99%
Suhu badan : 37.10 C
ANAMESIS SISTEM
- Pasien merasa keadaanya semakin memburuk, karena sesak yang dirasakan
, dan tidak ada perubahan yang berarti
6
- Penglihatan : Gangguan penglihatan (-)
- Pendengaran : Gangguan pendengaran (-)
- Kardiovaskuler : Frekuensi Jantung Cepat
- Paru-paru : Sesak nafas
- Pencernaan : Tidak ada gangguan pada saluran cerna
- Saluran kemih : Tidak terdapat keluhan nyeri saat berkemih, warna urin
kuning seperti teh
- Hematologi : Tidak terdapat keluhan cepat timbul lebam di kulit, mimisan,
gusi berdarah. Tidak ada muntah darah atau BAB berdarah.
- Metabolik- endokrin : Tidak didapatkan keluhan sering haus, sering lapar
atau sering buang air kecil.
- Neurologi : Tidak didapatkan keluhan kelemahan, wajah asimetris, bicara
tidak pelo.
- Kulit : Kulit pasien lembab.
- Ekstremitas : kaki bengkak.
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : kompos mentis GCS: E4 V5, M6.
- TD : 130/90 mmHg, N : 130 kali/menit (regular, kuat angkat), RR : 32
kali/menit S: 37,10C, SPO2: 99% dengan O2.
- BB : 80 kg TB : 155 cm, IMT : 33,05 kg/m2
- Kulit : : turgor cukup, ptekie/purpura/ekimosis (-), kulit lembab. Kulit
wajah tampak pucat.
- Otot : Tidak terdapat atrofi otot
- Tulang: Tidak terdapat deformitas pada tulang.
- Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks
cahaya normal.
- Mulut : Mukosa basah, Oral hygiene baik, tidak memakai gigi palsu.
Bentuk tidak ada kelainan. Bibir tampak pucat.
- Leher : kelenjar tiroid tidak teraba membesar, tidak terdapat massa,KGB
tidak membesar.
7
- Tekanan vena jugularis : meningkat.
Thoraks :
- Paru
Inspeksi : Dada Simetris
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS V, 2 cm lateral dari garis
midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : Sela iga V, garis sternal kanan, batas kiri
: Sela iga V, garis axilaris anterior kiri, batas atas atas : sela
iga III, garis sternal kiri, batas pinggang jantung : sela iga
III, garis midclavicula kiri, batas bawah jantung sela iga IV,
garis midclavicula kiri.
Auskultasi : BJ I- II reguler,kuat,cepat, Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi: rata, tidak ada bekas operasi, tidak terlihat penonjolan massa
tidak terlihat dilatasi vena, tidak terdapat asites, tidak terdapat caput
medusa.
Palpasi :
Dinding perut : supel, tidak ada distensi, nyeri tekan (-), nyeri lepas(-)
Hati : tidak teraba pembesaran, tidak terdapat nyeri tekan
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : tidak teraba
Kandung empedu : tidak terdapat nyeri tekan, murphy sign (-)
Perkusi: timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi: bising usus (+)
- Ekstremitas:
8
o Edema : edema ektremitas atas dan bawah
-/-, +/+
9
Foto Toraks(tanggal 24 Februari 2018)
a b
Kesan :
- COR : TNB.
- Paru : sinus costophrenicus tumpul : efusi pleura.
10
Hasil Laboratorium: (tanggal 24 Februari 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
DARAH RUTIN
Hemoglobin L 10,6 g/dl 13,2 – 17,3 g%
Eritrosit 4,72 jt/uL 4,20 – 4,87 x 106/mm3
Leukosit H 12,32/mm3 4,5 – 11,0 x 103/mm3
Hematokrit L 34,2 % 43 – 49 %
Trombosit L 150 /mm3 150 – 450 x 103/mm3
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu - mg/Dl 0 - 140 mg/Dl
FUNGSI GINJAL
BUN 7,7 mg/Dl 7,0 – 18,0 mg/dL
Kreatinin 0,68 mg/dl 0 – 0,95 mg/dL
ELEKTROLIT
Na Darah 140,70 mmol/L 135-145 mmol/L
Kalium Darah 3,81mmol/L 3,1-5,1mmol/L
2.5. PENGOBATAN
O2 masker 8 lpm
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Inj Ranitidin
Nebu Combivent
Inj. Furosemid 2 amp
Levofloksasin drip 1x 750
Nebu Combivent/6 jam
O2 NK 4 lpm
11
2.6. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
12
dada (-), TD:100/80mmHg Efusi Furosemid 3x1
Batuk (+) HR:82x/m pleura amp (IV)
RR:22x/m Suhu: sinistra Digoksin 1x1/2
35,80C Sianosis:(-) tab (PO)
Thorax: S1S2 N, Spironolakton
murmur (-), gallop 1x25 mg (PO)
(-) Captopril 3x12,5
Pulmo: SP mg
vesikuler, Inj Furosemid
Abdomen: simetris, 2A (ekstra)
supel, H/L ttb, BU ISDN 5 mg k/p
(+)N ( bila sesak
Extremitas : edema meningkat)
(-/-), Cairan oral: 800
akral hangat cc/24 jam
Cairan IV 1000
cm/24
26-02- Sesak Kesadaran: CHF ec PPCM IVFD NaCl
2018 Nafas (+), Compos Mentis 0,9% 20 tpm
Nyeri TD:130/80mmHg Furosemid 3x1
Dada (-), HR:68x/m ampul (IV)
Batuk (-) RR:20x/m Suhu: Digoksin 1x1tab
0
36,2 C Spironolakton
Sianosis:(-) 1x25 mg
Thorax: S1S2 N, Captopril 3x12,5
murmur (-), gallop mg
(-) Inj. Furosemid
Pulmo: SP 2A (ekstra)
vesikuler, ISDN 5 mg K/P
Abdomen: simetris, (bila sesak
supel, H/L ttb, meningkat)
BU(+)N
13
Extremitas : edema Cairan Oral 800
(-/-), cc/24 jam
akral hangat Cairan IV
1000cc/24 jam
14
BAB III
DISKUSI KASUS
A. Definisi
Gagal Jantung merupakan kondisi dimana jantung tidak lagi mampu
memompa pasokan darah yang memadai dalam kaitannya dengan aliran balik
vena dan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolisme jaringan tubuh pada
saat itu. Semua bentuk penyakit jantung dapat menyebabkan dekompensasi dan
kegagalan. Gagal Jantung Kongestif keadaan dimana terjadi kemacetan
sirkulasi normal sebagai akibat dari gagal jantung (Rampengan, 2014).
B. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung : Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner : Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.Hipertensi sistemik atau pulmonal :
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif : berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
15
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal : Meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif : Berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung : Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
C. Patofisiologi
Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, dua ginjal, saraf
dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologi berupa penurunan fungsi
jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan
tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap
jantung menimbulkan beberpa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertrofi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktifasi dari
mekanisme kompensasitubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal.
16
Pada awal gagal jantung akibat cardiac output yang rendah, didalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin ,
aldosterone, serta pelepasan arginin vasopresin yang merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penuruan curah jantung yang selanjutnya
diikuti penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Sehingga terjadilah mekanisme kompensasi neurohormonal.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian
preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan menambah beban jantung sehingga
terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel, jantung yang berdilatasi tidak efesien secara mekanis sehingga
persediaan energi terbatas dan dapat menyebabkan gangguan kontraktilitas.
Selain itu kekakuan ventrikel menyebabkan disfungsi ventrikel.
Pada gagal jantung kongestif, dapat terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus moral dan disritmia ventrikel refrakter.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan carrdiac output lebih rendah dari
pada kardiak output normal, sehingga dapat mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahan Cardiac
output.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Deskripsi Mekanisme
Umum
Sesak napas (juga Sesak napas selama Darah dikatakan “backs
disebut dyspnea) melakukan aktivitas up” di pembuluh darah
(paling sering), saat paru (pembuluh darah
istirahat, atau saat tidur, yang kembali dari paru
yang mungkin datang ke jantung) karena
tiba-tiba dan jantung tidak dapat
membangunkan. Pasien mengkompensasi suplai
17
sering mengalami darah.Hal ini
kesulitan bernapas menyebabkan cairan
sambil berbaring datar bocor ke paru-paru.
dan mungkin perlu untuk
menopang tubuh bagian
atas dan kepala di dua
bantal. Pasien sering
mengeluh bangun lelah
atau merasa cemas dan
gelisah.
Batuk atau mengi yang Batuk yang Cairan menumpuk di
persisten menghasilkan lendir paru-paru
darah-diwarnai putih
atau pink.
Penumpukan Bengkak pada Aliran darah dari
kelebihan cairan pergelangan kaki, kaki jantung yang melambat
dalam jaringan tubuh atau perut atau tertahan dan
(edema) penambahan berat menyebabkan cairan
badan. untuk menumpuk
dalam jaringan. Ginjal
kurang mampu
membuang natrium dan
air, juga menyebabkan
retensi cairan di dalam
jaringan.
Kelelahan Perasaan lelah sepanjang Jantung tidak dapat
waktu dan kesulitan memompa cukup darah
dengan kegiatan sehari- untuk memenuhi
hari, seperti belanja, naik kebutuhan jaringan
tangga, membawa tubuh.
belanjaan atau berjalan.
18
Kurangnya nafsu Perasaan penuh atau Sistem pencernaan
makan dan mual sakit perut. menerima darah yang
kurang, menyebabkan
masalah dengan
pencernaan.
Kebingungan dan Kehilangan memori dan Perubahan pada tingkat
gangguan berpikir perasaan menjadi zat tertentu dalam
disorientasi. darah, seperti sodium,
dapat menyebabkan
kebingungan.
Peningkatan denyut Jantung berdebar-debar, Untuk "menebus"
jantung yang merasa seperti kerugian dalam
jantung Anda balap atau memompa kapasitas,
berdenyut. jantung berdetak lebih
cepat.
Tabel 1. AHA 2011
19
E. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasiendiduga gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai
pada gagal jantung.Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalammendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantungkhususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
10%).
2. Foto Thoraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.
Rontgentoraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dandapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan ataumemperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat
tidak ditemukanpada gagal jantung akut dan kronik.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalahdarah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin,laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes
fungsi hati dan urinalisis.Pemeriksaan tambahan
laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.Gangguan hematologis
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpaipada pasien dengan
gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi,meskipun anemia
ringan, hiponatremia, iperkalemia dan penurunanfungsi ginjal sering
dijumpai terutama pada pasien dengan terapimenggunakan diuretik
dan/atau ACEI (Angiotensin Converting EnzimeInhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
4. Pemeriksaan troponin
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jikagambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatanringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung
berat atauselama episode dekompensasi gagal jantung pada
penderita tanpaiskemia miokard.
20
F. Tatalaksana
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas (Tabel 8). Tindakan preventif dan
pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian
penting dalam tata laksana penyakit jantung. Sangatlah penting untuk
mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid
kardiovaskular dan non kardiovaskular yang sering dijumpai.
21
hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.
2. Penyekat β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada
semua pasiengagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualita
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
3. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron
dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan
fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan
fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
22
2. Peripartum Kardiomiopati (PPCM)
A. Definisi
Peripartum Kardiomiopati/PPCM adalah suatu bentuk kardiomiopati
dilatasi yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan pasca
melahirkan dan tidak ditemukan penyebab lain. Pada tahun 2000 The
National Heart Lung and Blood Institute and the of Rare Diseases
menyatakan bahwa kardiomiopati peripartum adalah suatu gagal jantung
yang terjadi selama 1 bulan terakhir pada kehamilan, atau dalam jangka
waktu 5 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pengertian baru menurut
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working
Group on kardiomiopati peripartum 2010 menyatakan bahwa kardiomiopati
peripartum adalah suatu kardiomiopati dilatasi yang menunjukan gejala
gagal jantung yang secara sekunder disebabkan karena gangguan fungsi
pompa sistolik menjelang akhir kehamilan atau beberapa bulan setelah
melahirkan, yang merupakan diagnosis eksklusi dimana tidak ada penyebab
lain yang menyertai gagal jantung, kardiomiopati peripartum dapat terjadi
23
tanpa pembesaran jantung kiri tetapi fraksi ejeksi selalu menurun dibawah
45%. Karena dikatakan kardiomiopati peripartum adalah suatu diagnosis
eksklusi maka diperlukan pemeriksaan untuk menyingkirkan penyabab
kardiak maupun non kardiak (ESC, 2015).
B. Patofisiologi
C. DIAGNOSIS
Tanda dan gejala PPCM biasanya ditemukan pada tahap lanjut karena
awal perjalanan penyakit serupa dengan keadaan fisiologis kehamilan
yang berupa edema pedis, dyspnoe d’eff ort, orthopnea, paroxysmal
nocturnaldyspnea, dan batuk persisten.6,7 Pada tahaplanjut, akan
ditemukan gejala tambahan berupa rasa tidak nyaman sekunder terhadap
kongesti hepar, pusing, nyeri epigastrium atau dada kiri, dan palpitasi;
pada stadium akhir juga disertai hipotensi postural, peningkatan tekanan
vena jugularis, murmur regurgitasi yang tidak ditemukan sebelumnya,
serta bunyi gallop S3 dan S4.
Pemeriksaan laboratorium pada PPCM biasanya tidak menunjukkan
kelainan, kecuali telah terjadi komplikasi hipoksia kronik. Pemeriksaan
dapat digunakan untukmenyingkirkan diagnosis diferensial, seperti pre-
eklampsia dan noncardiogenic pulmonary edema. Pada sebagian besar
pasien PPCM ditemukan peningkatan konsentrasi BNP plasma atau N-
terminal pro-BNP (NT-proBNP) yang meningkat. Pemeriksaan tambahan
seperti pada keadaan gagal jantung dapat dilakukan, seperti rontgen toraks,
24
EKG, dan pencitraan jantung (echocardiography dan MRI). Namun, gold
standard penegakan diagnosis PPCM adalah echocardiography, yang
dapat memeriksa fungsi ventrikel kiri untuk menentukan prognosis,
adanya trombosis, dan morfologi katup jantung.
D. Tatalaksana
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi
Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik, dengan
pengecualian pemberian terapi pada ibu hamil harus dipikirkan efek
toksisitas pada janin.Tujuan akhir penatalaksanaan medis pasien PPCM
adalah memperbaiki oksigenasi dan menjaga cardiac output demi
meningkatkan prognosis ibu dan anak.
1. Penatalaksanaan awal PPCM adalah istirahat, pembatasan garam, dan
terapi diuretik. Oksigen dapat diberikan lewat face mask atau
continuous positive airway pressure (CPAP) dengan tekanan 5-7,5 cm
H2O untuk membantu meringankan cardiac output dan mendapatkan
saturasi oksigen arteri ≥95%. Pembatasan garam kurang dari 2 g/ hari
dapat mencegah retensi air, sedangkan loop-diuretic dengan dosis
efektif terkecil dapat menurunkan pulmonary congestion. Restriksi
cairan kurang dari 2 L/hari mungkin tidak diperlukan pada kasus PPCM
ringan sedang.
25
3. Hydralazine dan nitrat mengurangi afterload dan merupakan terapi
dasar untuk wanita hamil dengan PPCM. Nitrogliserin harus diberikan
secara parenteral untuk mengurangi afterload jika tekanan darah
sistolik di atas 110 mmHg. Pemberian dengan titrasi mulai dosis 10-20
μg/menit sampai maksimum 200 μg/menit.1 Nitroprusside
dikontraindikasikan pada wanita hamil karena adanya risiko
penumpukan thiocyanate dan cyanide pada fetus.
26
penggunaan jangka panjang pada masa prenatal dapat menyebabkan
berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun beta-blocker
relatif aman untuk wanita menyusui. β-1 selective beta blocker lebih
disukai dibanding β-2 receptor blockade, karena secara teori β-2 dapat
mempunyai aksi anti-tocolytic.
27
pada 6 minggu pertama kehamilan, akan tetapi terdapat risiko
embryopathy jika digunakan lebih dari itu. Namun, mengingat
banyaknya risiko yang menyertai pemakaiannya, warfarin sebaiknya
digunakan pada masa postpartum.
KESIMPULAN
28
Peripartum Cardiomyopaty (PPCM) adalah suatu keadaan kardiomiopati
idiopatik, berhubungan dengan kehamilan yang bermanifestasi sebagai gagal
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan
terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskuler lain.
Manifestasi klinis PPCM serupa dengan gagal jantung pada umumnya,
namun dapat dibedakan dari perjalanan penyakit, pemeriksaan laboratorium, dan
terutama pemeriksaan echocardiography sebagai gold standar.
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi
Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik.
Pada kasus ini, pasien seorang wanita, usia 21 tahun datang dengan
keluhan sesak, sesak mulai terjadi 1 bulan setelah pasien melahirkan, pasien
mengeluh jika sesak awalnya bersifat ringan namun memberat saat melakukan
aktifitas berat. Berdasarkan dari gejala klinis dan faktor resiko yang mendukung
maka pasien ini dapat didiagnosis dengan CHF ec Peripartum Cardiomiopati.
Pada pasien ini di berikan terapi O2 mask 10-15 ltr/mnt untuk
mempertahankan saturasi O2 serta obat-obat yang sesuai dengan tatalaksana CHF
yaitu pemberian diuretik berupa Furosemid, Digitalis dengan Digoksin, Antagonis
Aldosteron yaitu Spironolakton, ACEI dengan Captopril dan obat Golongan Nitrat
(ISDN 5 mg bila pasien sesak).
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Lok SI, Kirkels JH, Klopping C, Doevendans PA, de Jonge N. Peripartum
cardiomyopathy: the need for a national database. Neth Heart J. 2011
Mar;19(3):126-33.
2. Setiantiningrum M H., Vallentino J. E, Rehatta E. Penatalaksanaan
Kardiomiopati Peripartum.Vol 42. Jakarta: 2015. 42 (5): 356- 59.
3. Wang M. Peripartum cardiomyopathy: case reports. Perm J. 2009
Fall;13(4):42-5.
4. de Jong JS, Rietveld K, van Lochem LT, Bouma BJ. Rapid left ventricular
recovery after cabergoline treatment in a patient with peripartum
cardiomyopathy. Eur J Heart Fail. [Case Reports]. 2009 Feb;11(2):220-2.
5. Ramaraj R, Sorrell VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and
treatment. Cleve Clin J Med. [Review]. 2009 May;76(5):289-96.
6. Hilfiker-Kleiner D, Sliwa K, Drexler H. Peripartum cardiomyopathy: recent
insights in its pathophysiology. Trends Cardiovasc Med. [Research Support,
Non-U.S. Gov't Review]. 2008 Jul;18(5):173-9.
30