Laporan Kuliah Lapangan Kal 2019
Laporan Kuliah Lapangan Kal 2019
Oleh
Dosen Pengampu:
Dr. Susanna, MT
Dayu Wiyati Purnaningtyas S.Si.,M.Si.
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 1
5.1 Kesimpulan............................................................................................................... 55
1
DAFTAR GAMBAR
2
DAFTAR TABEL
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu lokasi kajian yang digunakan adalah di sepanjang aliran Sungai Cikapundung, sungai
sepanjang 28 kilometer ini, melintasi 11 kecamatan di tiga kabupaten kota, yaitu Kota
Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Hulu Sungai Cikapundung juga
merupakan sumber air baku bagi penduduk Bandung. PDAM Tirtawening Kota Bandung
mengolah sekitar 2,700 liter air per detiknya. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Dago Pakar
mengolah sekitar 600 liter air yang disuplai dari Bantar Awi. Sedangkan IPA Badak Singa
mengolah 400 liter air/detik dari intake Dago Bengkok. Selain air minum, Sungai Cikapundung
juga memiliki pembangkit listrik tenaga air. Tenaga listrik dihasilkan dengan memanfaatkan
kekuatan gravitasi air dari air terjun atau arus air. Pembangkit listrik tenaga air di Sungai
4
Cikapundung ini dibangun di Jaman Pemerintah Belanda pada tahun 1923. Ada dua pembangkit
yaitu di Bengkok (3 x 1050 KW) dan Dago (1x 700 KW). Menurut data PSDA Jawa Barat,
Sungai Cikapundung juga digunakan untuk irigasi, terutama di Kabupaten Bandung dan Kota
Bandung. Lalu di lokasi ini juga terdapat permukiman penduduk yang cukup padat (750.559
jiwa, data BPLH Kota Bandung), sehingga terjadi aktivitas dan kegiatan manusia di lokasi
tersebut. Dengan padatnya penduduk pada lokasi tersebut sangat dimungkinkan banyaknya
limbah yang dihasilkan sehingga kualitas di daerah tersebut pun dapat menurun. Dengan begitu
diperlukan adanya penelitian dan uji coba terhadap kualitas air di sekitar daerah tersebut untuk
memastikan masih layak atau tidaknya perairan di daerah tersebut digunakan untuk beragam
keperluan sesuai dengan baku mutu yang sudah ada dan tidak menimbulkan penyakit bagi
masyarakat sekitar serta pengunjung Sungai Cikapundung tersebut. Selain mengukur kualitas
air di Sungai Cikapundung, diukur juga kualitas air laut di Perairan Teluk Banten sebagai
pembandingnya. Kualitas air laut sangat penting karena berpengaruh terhadap kehidupan
ekosistem laut. Kualitas air laut yang buruk dapat menyebabkan ekosistem perairannya pun
akan menurun.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menentukan parameter-parameter kualitas air di beberapa titik pengambilan sampel
yang telah di tentukan di Sungai Cikapundung dan Perairan Teluk Banten
2. Mengetahui kondisi kualitas air di Sungai Cikapundung dan Perairan Teluk Banten
3. Menentukan status kelayakan di Sungai Cikapundung dan Perairan Teluk Banten sesuai
baku mutu yang ditetapkan
Agar penulisan laporan praktikum ini lebih terarah dan lebih mudah, dibuat suatu ruang
lingkup pembahasan pada bagian ini. Adapun ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas
dalam penulisan laporan praktikum ini adalah :
1. Hasil pengukuran parameter-parameter kualitas air di sungai Cikapundung pada 5
(lima) titik yang telah ditentukan
2. Hasil uji laboratorium air sungai dengan pengukuran fosfat, nitrit, nitrat dan Amonia.
3. Hasil pengukuran parameter-parameter kualitas air laut di Perairan Teluk Banten pada
beberapa titik yang ditentukan
4. Hasil uji laboratorium air laut dengan pengukuran fosfat, nitrit, nitrat, dan amonia
5
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan hasil ekskursi ini terdiri dari lima bab, yaitu:
a. BAB I : PENDAHULUAN
Bagian ini membahas tentang latar belakang dilakukannya pengukuran
kualitas air (di Sungai Cikapundung dan Perairan Teluk Banten), tujuan
penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.
b. BAB II : LANDASAN TEORI
Bagian ini membahas tentang teori yang dujadikan dasar dalam
pembahasan laporan praktikum ini, yang berisi definisi kualitas air,
parameter yang mempengaruhi kualitas air, dan baku mutu air laut
c. BAB III : METODOLOGI
Bagian ini membahas tentang langkah-langkah penelitian yang berisi
daerah kajian, data, serrta pengolahan data (termasuk pengolahan saat
praktikum)
d. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini membahas tentang hasil dari penelitian dan pembahasan /
analisis dari hasil yang didapat
e. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisi kesimpulan dari hasil yang telah dibahas / dianalisis
dan saran yang digunakan sebagai masukan dalam penelitian yang
dilakukan selanjutnya / kedepannya.
6
BAB II
TEORI DASAR
Keberadaan air laut di bumi sangat penting dan berarti bagi kehidupan makhluk hidup.
Air laut memiliki banyak sekali kegunaan, seperti media transportasi air, media budidaya ikan,
rekreasi, dan lain sebagainya. Kualitas air laut sangat penting diperhatikan karena akan
mempengaruhi keberadaan biota biota yang hidup di air laut. Kualitas air dinyatakan dalam
beberapa parameter yaitu parameter fisika, parameter kimia, dan parameter biologi.
7
Gambar 2. 1 Stratifikasi kolom air berdasarkan perbedaan suhu
(Sumber : Boyd, 1988).
Pada Gambar 2.1, merupakan stratifikasi kolom air berdasarkan perbedaan suhu.
Stratifikasi kolom air berdasarkan suhu dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu epilimnion,
termoklin, dan hipolimnion. Lapisan epilimnion merupakan lapisan yang terdapat di permukaan
perairan, dengan ciri lapisan yang hangat, dan penurunan suhunya relatif kecil antara 32°C
sampai 28°C. Lapisan di bawah epilimnion adalah lapisan termoklin, dimana pada lapisan ini
terdapat penurunan suhu terhadap kedalaman yang sangat tajam, antara 28°C sampai 21°C.
Lapisan di bawah termoklin adalah lapisan hipolimnion. Lapisan hipolimnion memiliki
perubahan suhu yang kecil terhadap kedalaman. Ketebalan dari lapisan-lapisan ini bervariasi,
dan dipengaruhi banya faktor (Effendi, 2003).
2. Kecerahan dan Kekeruhan
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati secara visual
dengan menggunakan secchi disk (Hamuna, 2018). Dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses dalam
air, lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan yang memiliki nilai
kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat memberikan suatu petunjuk atau
indikasi partikel-partikel tersuspensi dalam perairan tersebut (Hamuna, 2018).
Parameter kecerahan sangat menentukan kehidupan tumbuhan di laut. Cahaya matahari
yang masuk ke laut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis.
Kecerahan air laut dipengaruhi oleh besarnya intensitas cahaya matahari dan juga
bergantung pada besarnya suspensi terlarut di dalam kolom air seperti lumpur, dan tanah liat
8
atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air, dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti
fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan
partikel-partiel anorganik (Tarigan, 2012).
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter SiO2.
satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric memiliki satuan NTU
(Nephelometric Turbidity Unit) (Effendi, 2003).
3. Kondktivitas
Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan
air untuk meneruskan aliran listrik (Effendi, 2003). Semakin banyak garam-garam terlarut yang
dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Konduktivitas dinyatakan dalam satuan
μmhos/cm atau μSiemens/cm. Kedua satuan tersebut setara (APHA, 1976; Mackereth et
al.,1989). Air suling memiliki satuan 1 μmhos/cm.
Padatan total merupakan bahan-bahan yang tersisa pada air sampel, setelah mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1976). Padatan total atau residu
dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan
residu ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami
transformasi menjadi karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas-gas lain yang hilang
pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total (Boyd, 1988). Klasifikasi padatan
di perairan berdasarkan ukuran diameter partikel dapat dilihat pada Tabel 2.1
9
Tabel 2. 1 Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Parameter
(Sumber : Effendi, 2003)
TSS atau Total Suspended Solid adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang
tertahan pada saringan miliopore dengan diameter pori 0.45 µm. TSS terdiri dari lumpur dan
pasir halus serta jasad-jasad renik. Penyebab TSS di perairan yang utama adalah kikisan tanah
atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Konsentrasi TSS apabila terlalu tinggi akan
menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses
fotosintesis. Penyebaran TSS di perairan pantai dan estuari dipengaruhi oleh beberapa faktor
fisik antara lain angin, curah hujan, gelombang, arus, dan pasang surut (Effendi, 2003).
TDS atau Total Dissolved Solid adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan
koloid (diameter 10-6 – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain,
yang tidak tersaring pada kertas sring berdiameter 0,45 µm (Rao, 1992). TDS di suatu perairan
disebabkan oleh bahan-bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.
Adapun ion-ion yang biasa terdapat di perairan ditunjukkan dalam Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Ion-Ion yang Biasa Ditemukan di Perairan
(Sumber : Todd, 1970).
10
Berdasrkan sifat votilitas (penguapan), padatan tersuspensi dan terlarut dapat dibedakkan
seperti pada Tabel 2.3
Tabel 2. 3 Padatan Teruspensi dan Terlarut Berdasarkan Sifat Votilitas (Penguapan)
(Sumber : Rao, 1991)
Air laut memiliki nilai TDS yang tinggi karena banyak mengandung senyawa kimia, yang
juga mengakibatkan tingginya nilai salinitas. Hubungan antara TDS dan salinitas dapat dilihat
pada Tabel 2.4
Tabel 2. 4 Hubungan Antara Nilai TDS dan Salinitas
(Sumber : Mc Neely et al., 1979)
5. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988).
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat di konversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahan
organik telah dioksidasi. Sainitas dinyatakan dalam g/kg atau promil (‰). Klasifikasi
tipe perairan berdasarkan nilai salinitas dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2. 5 Klasifikasi Tipe Perairan Berdasarkan Nilai Salinitas
(Sumber : Effendi, 2003)
11
2.3 Parameter Kimia
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau basa yang
dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Rentang nilai pH yaitu 0 – 14 , dimana nilai 0
menunjukkan nilai keasaman yang tinggi, dan nilai 14 menyatakan nilai kebasaan yang tinggi
dan nilai 7 menunjukkan sifat suatu zat yang netral.
Ion hidrogen bersifat asam. Keberadaan ion hidrogen menggambarkan nilai pH (derajat
keasaman), yang dinyatakan dengan persamaan
𝑝𝐻 = −log[𝐻 + ] (2.1)
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan
alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas, dan semakin rendah
kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif (Effendi,
2003).
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan mennyukai nilai pH
sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada
pH rendah(Novotony dan Olem, 1994). Pengaruh pH terhadap komunitasa biologi perairan
ditunjukkan dalam Tabel
Tabel 2. 6 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
(Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990 dalam Novotony dan Olem, 1994)
12
3. Algae hijau berfilamen mulai
tampak pada zona litoral.
5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan
komposisi jenus plankton, perifiton,
dan bentos semakin besar.
2. Terjadi penurunan kelimpahan total
dan biomassa zooplankton dan
bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin
banyak.
4. Proses Nitrifikasi Terhambat.
4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan
komposisi jenis plankton, perifiton,
dan bentos semkin besar
2. Penurunan kelimpahan total dan
biomassa zooplankton dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin
banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
2. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupaan unsur penting dalam sistem kehidupan di perairan. Oksigen
terlarut menjadi acuan suatu perairan tercemar polusi dari nilai oksigen terlarutnya. Apabila
nilai oksigen terlarut dibawah batas yang dibutuhkan oleh biota laut, maka perairan tersebut
dikategotikan sebagai perairan yang sudah tercemar.
Kadar oksigen yang terlarut di perairan bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil
tekanan atmosfer, kadar oksigen semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996).
Peningkatan suhu sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 %
(Brown, 1987). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi
kadar oksigen terlarut hingga mencapai 0 (anaerob). Hubungan antara kadar oksigen terlarut
jenuh dan suhu ditunjukkan dalam Gambar 2.3.
13
Gambar 2. 2 Hubungan Antara Kadar Oksigen Terlarut Jenuh dan Suhu Pada Tekanan Udara
760 mm Hg
(Sumber : Modifikasi dari Cole, 1988)
Pada Gambar 2.2, menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu, maka kadar oksigen terlarut
akan berkurang. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya
salinitas, sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah dari pada kadar oksigen di
perairan air tawar. Gambar 2.3 menjelaskan hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan
suhu pada tekanan udara 760 mm Hg.
14
Hubungan Antara Kadar Oksigen Terlarut Jenuh
dan Suhu Pada Berbagai Macam Salinitas (‰)
Pada Tekanan Udara 760 mm Hg
10
0 (‰)
Kadar Oksigen Terlarut (mg/L)
9.5
9 5 (‰)
8.5 10 (‰)
8
15 (‰)
7.5
20 (‰)
7
6.5 25 (‰)
6 30 (‰)
5.5 35 (‰)
5
40 (‰)
19 24 29 34
45 (‰)
Suhu (°C)
Gambar 2. 3 Hubungan Antara Kadar Oksigen Terlarut Jenuh dan Suhu Pada Tekanan Udara
760 mm Hg
(Sumber : Modifikasi dari Richard dan Corwin (1956) dalam Weber (1991))
Hal-hal yang dapat menyebabkan turunnya nilai oksigen terlarut yaitu adanya buangan
ke suatu perairan yang mengkonsumsi oksigen, serta dikonsumsinya oksigen oleh bakteri yang
aktif memecahkan memecahkan bahan-bahan tersebut. Polutan yang menyebabkan turunnya
oksigen terlarut antara lain kotoran sampah organik, bahan-bahan limbah industri pengolahan
pangan, pabrik kertas, industri penyamakan kulit, industri pemotongan hewan, dan pembekuan
udang dan ikan
15
3. Fosfor
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi, 2003). Senyawa fosfor anorganik yang biasa
terdapat di perairan dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2. 7 Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa Terdapat di Perairan
(Sumber : Sawyer dan McCarty, 1978)
Di perairan laut, fosfat berada dalam bentuk anorganik dan organik terlarut serta
partikulat fosfat yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan
organisme laut lainnya dalam menentukan kesuburan perairan, kondisinya tidak stabil karena
mudah mengalami proses pengikisan, pelapukan dan pengenceran. Senyawa fosfat di perairan
berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan
serta hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat (Moriber, 1974 dalam Affan, 2010).
16
4. Ammonia (NH3)
Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion ammonium adalah
bentuk transisi dari ammonia. Ammonia banyak digunakan dalam proses produksi urea,
industry bahan kimia (asam nitrat, ammonium fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat),
serta industry bubur kertas dan kertas (Effendi, 2003).
Amonia yang terukur di perairan berupa ammonia total (NH3 dan NH4+). Amonia bebas
tidak dapat terionisasi, sedangkan ammonium (NH4+) dapat terionisasi. Hubungan antara kadar
ammonia total dan ammonia bebas pada berbagai pH dan suhu dapat dilihat pada Gambar 2.4
5. Nitrat (NO3)
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama diperairan alami. Nitrat berasal dari ammonium
yang masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah domestik konsentrasinya di dalam
sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan disebabkan adanya
aktifitas mikroorganisme di dalam air contohnya bakteri nitrosumonas (Mustofa, 2015).
Nitrat di perairan laut dapat berasal dari proses nitrifikasi atau dari dekomposisi bahan
organik pada kondisi cukup oksigen. Nitrat merupakan salah satu unsur makronutrien yang
dibutuhkan oleh organisme fitoplankton. Fitoplankton ini merupakan unsur penting di perairan.
17
Masuknya nitrat ke perairan dapat disebabkann oleh masukkan bahan organik yang
tinggi dari aktivitas daratan yang dapat berupa erosi daratan, masukan limbah rumah tangga,
limbah pertanian berupa sisa pemupukan dan lainnya yang terbawa langsung ke perairan laut
ataupun melalui aliran sungai. Menurut Casali et al. (2007), dampak dari kegiatan pertanian
akan menghasilkan limpasan sedimen nitrat dan fosfat. Selanjutnya Cloern (2001) menyatakan
bahwa hampir semua nitrat di perairan laut bersumber dari aliran sungai yang dihasilkan oleh
aktivitas pertanian, pertambakan, industri dan buangan rumah tangga atau limbah penduduk.
Perubahan bentuk nitrogen selama proses nitrifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.5
18
6. Nitrit (NO2)
Pada perairan, nitrit (NO2) biasabya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih
sedikit dari pada nitrat (NO3), Karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen (Effendi,
2003). Nitrit merupakanbentuk peralihan (Intermediate) antara amonia dan nitrat (Nitrifikasi),
dan antara nitrat dan gas nitrogen (N2) (denitrifikasi). Sumber nitrit dapat berupa limbah industri
dan limbah domestik. Kadar nitrit di perairan relatif lebih kecil dari nitrat, karena nitrit segera
dioksidasi menjadi nitrat. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/liter dapat bersifat toksik bagi
organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Siklus nitrogen dapat dilihat pada
Gambar 2.6
19
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut, perlu dilakukan upaya pengendalian
terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mencemari dan atau merusak lingkungan laut. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan penetapan baku mutu air laut. Baku mutu air laut telah di
tetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air
laut. Fungsi lain dari baku mutu air laut adalah sebagai sarana pengendalian pencemaran dan
atau perusakan lingkungan laut.
Biota laut adalah berbagai jenis organisme hidup di perairan laut. Baku mutu perairan
laut untuk biota laut menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004, dapat
dilihat pada Tabel 2.8.
20
4. BOD5 mg/l 20
5. Ammonia Total (NH3-N) mg/l 0,3
6. Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015
7. Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008
8. Sianida (CN-) mg/l 0,5
9. Sulfida H2S mg/l 0,01
10. PAH (Poliaromatik Hidrokarbon) mg/l 0,003
11. Senyawa Fenol Total mg/l 0,002
12. PCB (Poliklor Bifenil) 𝜇g/l 0.01
13. Surfaktan (Detergen) mg/l MBAS 1
14. Minyak dan Lemak mg/l 1
15. Pestisidaf 𝜇g/l 0.01
16. TBT (Tri Butil Tin) 𝜇g/l 0,01
Logam Terlarut
17. Raksa (Hg) mg/l 0,001
18. Kromium Heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,005
19. Arsen (As) mg/l 0,012
18. Cadmium (Cd) mg/l 0,001
19. Tembaga (Cu) mg/l 0,008
20. Timbal (Pb) mg/l 0,008
21. Seng (Zn) mg/l 0,05
22. Nikel (Ni) mg/l 0,05
No Parameter Satuan Baku Mutu
Biologi
1. Coliform (total)g MPN/100 ml 1000(g)
2. Patogen Sel/100 ml Nihil1
3. Plankton Sel/100 ml Tidak bloom6
Radio Nuklida
1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4
Keterangan :
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan
metode yang digunakan)
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan
musim).
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin
layer) dengan ketebalan 0,01mm
21
6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh
nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2°C dari suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman
f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Baku
mutu air laut untuk pelabuhan menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 dapat dilihat pada Tabel 2.9.
22
4. Sulfida mg/l 0,003
5. Hidrokarbon Total mg/l 1
6. Senyawa Fenol Total mg/l 0,002
No Parameter Satuan Baku Mutu
7. PCB (Poliklor Bifenil) 𝜇g/l 0,01
8. Surfaktan (Deterjen) mg/l MBAS 1
9. Minyak dan Lemak mg/l 5
10. TBT (Tri Butil Tin) 𝜇g/l 0,01
Logam Terlarut
11. Raksa (Hg) mg/l 0,003
12. Kadmium (Cd) mg/l 0,01
13. Tembaga (Cu) mg/l 0,05
14. Timbal (Pb) mg/l 0,05
15. Seng (Zn) mg/l 0,1
Biologi
1. Coliform (Total)f MPN/100 ml 1000(f)
Keterangan:
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan
metode yang digunakan) .
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan
musim) .
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin
layer) dengan ketebalan 0,01mm.
6. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal .
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic .
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami.
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH.
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman.
f. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.
23
Kawasan wisata bahari merupakan kawasan dengan kegiatan rekreasi atau wisata yang
dilakukan di laut atau di pantai. Kawasan ini telah ditetapkan baku mutunya oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Baku mutu untuk wisata bahari dapat dilihat
pada Tabel 2.10
Tabel 2. 10 Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari
(Sumber : Kementerian Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004)
24
Radio Nuklida
1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4
Keterangan:
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan
metode yang digunakan).
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan
musim).
4. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan
musim).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin
layer) dengan ketebalan 0,01mm.
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic.
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami.
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH.
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman.
f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor.
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.
25
BAB III
METODOLOGI
Daerah kajian pertama dilakukan di Sungai Cikapundung, Bandung, Jawa Barat pada
tanggal (Tanggal, Bulan, Tahun) dengan koordinat
a. Titik 1 :
b. Titik 2 :
c. Titik 3 :
d. Titik 4 :
e. Titik 5 :
Gambar Google Earth Dengan Pin Pin
Daerah kajian pertama dilakukan di Sungai Cikapundung, Bandung, Jawa Barat pada
tanggal (Tanggal, Bulan, Tahun) dengan koordinat
a. Titik 1 :
b. Titik 2 :
c. Titik 3 :
d. Titik 4 :
e. Titik 5 :
Gambar Google Earth Dengan Pin Pin
Data lapangan diambil dari pengukuran langsung di sungai ataupun dari pengambilan
sampel air laut. Pengukuran langsung dilakukan untuk mengambil nilai salinitas, DO,
temperatur, kecerahan, turbiditas, konduktivitas, arus, dan pH. Sedangkan pengujian
laboratorium untuk mengukur nilai kandungan ammonium, nitrit, nitrat, dan fosfat.
26
3.3 Alat dan Bahan
Digunakan untuk
menyimpan sampel air
untuk pengukuran BOD
Botol Kaca 100mL dan COD.
Digunakan untuk
menyimpan sampel air
Botol Sampel 500mL untuk pengukuran nitrit,
nitrat, fosfat, dan amonia
27
Digunakan untuk
mengambil sampel air
Ember laut.
Kompas
28
Alat untuk mengambil
sampel air pada kedalaman
Tabung Nansen tertentu.
Mengukur multi
parameter perairan (pH,
Suhu, Salinitas,
Horiba U-10 Konduktivitas, DO, dan
turbiditas) dan membaca
hasil pengukuran
Bahan untuk
membersihkan alat agar
Tisu pengukuran alat selalu
akurat.
29
Cairan yang digunakan
untuk membilas alat yang
sudah digunakan untuk
Akuades dan semprotan pengukuran.
botol
Secchi Disk
Digunakan untuk
mendinginkan sampel air
Es Batu Kering
30
Alat pengukur kecepatan
arus.
Flow Meter
Tabel 2 Tabel Alat dan Bahan Dalam Uji Laboratorium Modul Nitrat
31
Alat untuk menulis dan
mencatat.
Alat Tulis
Digunakan untuk
Botol Sampel 500mL menyimpan sampel air.
berisikan sampel air
Digunakan untuk
mengambil sampel air
Gelas Kimia laut.
Gelas Ukur
Sebagai tempat
mereaksikan senyawa-
Tabung Reaksi senyawa
Digunakan untuk
memanaskan air
Pemanas Air
32
Alat yang digunakan
untuk mengetahui nilai
Spektrofotometer absorbansi.
Digunakan untuk
Laptop yang sudah mengukur absorvansi
terdownload aplikasi
Vernier Spectral Analysis
Bahan untuk
membersihkan alat agar
pengukuran alat selalu
Tisu akurat.
33
Cairan yang digunakan
untuk membilas alat yang
sudah digunakan untuk
Akuades pengukuran.
Digunakkan untuk
pereaksi
Larutan NaCl
34
Larutan Brusin-Sulfanilat
Digunakan untuk
Botol Kaca 100mL yang menyimpan sampel air.
sudah berisi sampel air
(baik untuk COD maupun
BOD)
35
Digunakan untuk
menyimpan sampel air.
Digunakan untuk
mengambil sampel air
Gelas Kimia laut.
Gelas Ukur
Sebagai tempat
mereaksikan senyawa-
Tabung Reaksi senyawa
Digunakan untuk
menunjuk waktu
Stopwatch / Jam Tangan
36
Alat yang digunakan
untuk mengetahui nilai
Spektrofotometer absorbansi.
Bahan untuk
membersihkan alat agar
Tisu pengukuran alat selalu
akurat.
37
Senyawa kimia yang
digunakan untuk
mengawetkan sampel air.
H2SO4 dan HNO3
Digunakkan sebagai
indicator
1 ml Larutan Fenol
38
Larutan Na-Nitropurusid
Digunakan untuk
Botol Kaca 100mL yang menyimpan sampel air.
sudah berisi sampel air
(baik untuk COD maupun
BOD)
Digunakan untuk
mengambil sampel air laut.
Gelas Kimia
39
Untuk mewadahi larutan
dan mengukur volumenya
Gelas Ukur
Sebagai tempat
mereaksikan senyawa-
Tabung Reaksi senyawa
Digunakan untuk
menunjuk waktu
Stopwatch / Jam Tangan
Bahan untuk
membersihkan alat agar
pengukuran alat selalu
Tisu akurat.
40
Alat untuk mengambil
sampel air dalam volume
Pipet tetes yang kecil.
Digunakan untuk
mengaduk larutan
Batang Pengaduk
Pewarna No2
41
d. Untuk Modul Fosfat
Tabel 5 Tabel Alat dan Bahan Dalam Uji Laboratorium Modul Fosfat
Digunakan untuk
menyimpan sampel air.
Botol Kaca 100mL yang
sudah berisi sampel air
Digunakan untuk
mengambil sampel air
Gelas Kimia laut.
Digunakan untuk
mewadahi larutan dan
mengukur volumenya
Gelas Ukur
42
Sebagai tempat
mereaksikan senyawa-
senyawa
Tabung Reaksi
Digunakan untuk
menunjuk waktu
Stopwatch / Jam Tangan
Bahan untuk
membersihkan alat agar
Tisu pengukuran alat selalu
akurat.
43
Cairan yang digunakan
untuk membilas alat yang
sudah digunakan untuk
Akuades pengukuran.
Larutan Amonium
Molibdat
Data air lapangan diambil di dua lokasi yang berbeda yaitu di Sungai Cikapundung dan
di perairan Teluk Banten. Pengambilan data di Sungai Cikapundung dilaksanakan pada ??? dan
pengambilan data di perairan Teluk Banten dilaksanakan pada ???. Berikut ini cara
menggunakan alat dalam pengambilan sampel air di lapangan :
a. WQM
- Ambil sampel air menggunakan ember
- Sambungkan kabel sensor ke display sesuai dengan parameter yang hendak
diukur
- Nyalakan display
44
- Tekan “meas”
- Tunggu hingga tulisan di display berkedip
- Cata nilai-nilai parameter yang terukur
- Cata nilai-nilai yang tertera di display
- Angkat kembali sensor alat dari wadah pengukuran
b. Senter Duga
- Nyalakan senter duga di permukaan dengan arah senter ke dasar perairan
dan sensor terendam air
- Catat kedalaman perairan dengan melihat angka di display senter duga
c. Flow meter
- Ukur panjang tali flow meter dengan ketentuan 0,2 × kedalaman untuk
pengambilan sampel permukaan
- Masukkan flow meter ke perairan
- Catat kecepatan arus sesuai angka yang tertera di flow meter
- Gunakan kompas untuk mengetahui arah arus
d. pH meter
- Mengambil sampel air dan simpan di ember
- Menyiapkan pH meter yang telah dibilas dengan aquades
- Bagian sensor dari pH meter dimasukkan ke dalam ember yang berisi
sampel air, kemudian tunggu beberapa saat;
- Catat nilai pH yang muncul di layar pH meter
e. Refraktometer
- Mengambil sampel air dan simpan di ember
- Menyiapkan refraktometer yang telah dibilas dengan aquades dan telah
dikalibrasi
- Memasukansampel air ke dalam penampang refraktometer lalu
refraktometer diarahkan ke sumber cahaya
- Lihat skala dalam refraktometer, catat salinitas uang terlihat dalam
refraktometer
f. Water Quality Checker U-10
- Mengambil sampel air dan simpan di ember
45
- Menyiapkan WQC U-10 yang telah dikalibrasi dengan aquades
- Menekan tombol power hingga tampilan di layar terlihat
- Masukan bagian sensor WQC ke dalam ember yang sudah terisi air
- Menekan tombol select untuk menentukan parameter yang akan diukur
kemudian ditunggu beberapa saat sampai tampilan menjadi stabil
- Catat nilai parameter kualitas air yang tampil di bagian display.
46
- Ukur intensitas cahaya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 660 nm.
e. Pengukuran nilai COD (Chemical Oxygen Demand)
Pada pengukuran nilai COD ini akan digunakan metode refluks tertutup dengan
langkah-langkah berikut ini :
- Masukan 2,5 mL sampel air ke dalam tabung refluks lalu tambahkan 1,5
mL K2CrO7 dan 3,5 mL H2SO4 pekat
- Tutup tabung rapat-rapat lalu kocok hingga bercampur dengan sempurna
- Panaskan dalam heating block pada suhu 105oC selama 2 jam.
- Dinginkan sampai temperatur kamar
- Memindahkan larutan ke labu erlenmeyer dengan menambahkan aquades
hingga volumenya menjadi 7,5 mL
- Tambahkan 0,1 mL indikator ferroin lalu titrasi dengan FAS 0,1 M, cata
volume titrasi
f. Pengukuran nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pada pengukuran nilai BOD ini akan digunakan metode pengenceran dengan
langkah-langkah berikut ini :
- Membuat larutan pengencer dengan menambahkan bibit air kotor, CaCl3,
FeCl3, dan MgSO4
- Menentukan angka pengenceran sampel berdasarkan literatur atau hasil
pengukuran angka permanganat, pengenceran yang digunakan 10× dan 25×
- Lakukan pengenceran 10× dan 25× terhadap sampel sehingga didapatkan
volume akhir 700mL untuk setiap pengenceran
- Masukan ke dalam BOD dengan volume yang sudah dikalibrasi
- Simpan hasil pengenceran dengan setiap jenis pengenceran ke dalam
inkubator bersuhu 20oC selama 5 hari
- Periksa kandungan DO dengan metode titrasi winkler
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
48
4.1.1 Parameter Fisis di Perairan Teluk Banten
a. Temperatur
49
b. Salinitas
c. Konduktivitas
50
d. Turbiditas
51
f. Derajat Keasaman (pH)
a. Nitrit
52
b. Nitrat
c. Fosfat
53
d. Amonia
a. Temperatur
b. Salinitas
c. Konduktivitas
d. Turbiditas
e. Dissolved Oxygen (DO)
f. Derajat Keasaman (pH)
a. Nitrit
b. Nitrat
c. Fosfat
d. Amonia
54
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
???
5.2 Saran
???
55
DAFTAR PUSTAKA
???
56