Anda di halaman 1dari 2

Aku adalah wanita yang terlahir dari keluarga yang sangat sederhana dan kedua orang

tuaku bukanlah orang yang memiliki pendidikan tinggi. Mereka bekerja sebagai penjaga toko
yang gajinya jauh dari upah minimum. Ibuku harus pintar-pintar menghemat uang agar aku
dan kakakku bisa makan dan sekolah. oleh sebab itulah kedua orang tuaku tak berani
bermimpi tinggi, tak pernah terbersit dari pkiran mereka bahwa mereka bisa menguliahkan
kami.

Selulus SMP, ibuku menyarankan agar aku masuk SMK saja, alasannya agar selepas
lulus aku bisa langsung bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Namun entah kenapa
saat itu aku menolak dan bersikeras untuk masuk SMA dan SMA yang kupilih adalah Sebuah
SMA Favorit yang kata orang bayarannya mahal dan hanya orang-orang kaya yang bisa
bersekolah di sana. Beberapa kali ibuku membujukku agar jangan mendaftar disitu daftar saja
di SMA di dekat rumah yang bayarannya lebih murah, tapi lagi-lagi aku menolak. Saat itu
keinginaku untuk masuk SMA Favorit itu sangatlah tinggi padahal tak pernah kulihat secara
langsung bagaimana sekolah tersebut. Aku hanya melihatnya satu kali di sebuah majalah dan
sejak itu aku jatuh hati dan terobsesi untuk bisa bersekolah di sana.

Singkat cerita,alhamdulillah aku diterima di sana, namun satu hal yang menjadi beban
bagi orang tuaku adalah uang pangkal yang cukup mahal, kalau tidak salah tiga juta
jumlahnya. Tentu saja jumlah tersebut sangat besar bagi kedua orang tuaku. Entah bagaimana
ceritanya sampai pada suatu hari Ayahku pulang kerja dan membawa sekumpulan uang koin
yang katanya itu uang pinjaman dari bosnya. Bisa kah kau bayangkan uang koin sebanyak
tiga juta rupiah sebanyak apa? Dan malam itu kami menghitung uang tersebut untuk
ditukarkan ke bank agar aku bisa membayar uang pangkal.

Di sekolah ini aku sangat bersemangat belajar karena kutahu disini uang bayarannya
tidak murah dan standar nilai disini juga cukup tinggi. Jika tak giat belajar maka aku harus
mengikuti remedial. Di sekolah ini aku bertemu dengan teman-teman yang juga sangat
bersemangat belajar dan mengejar cita-cita. Mereka yang memotivasiku untuk dapat terus
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Suatu hari di penghujung SMA aku tertarik mengikuti PMDK, sebuah cara masuk ke
perguruan tinggi tanpa tes tapi nilai raport yang dilihat untuk kemudian diseleksi. Saat itu aku
yakin sekali bisa lolos, aku meminta uang pendaftaran sebesar Rp.150.000 pada ibuku.
Alhamdulillah ibuku mendukung setelah aku yakinkan bahwa aku insya allah pasti akan
lolos. Belakangan baru kutahu karenanya beliau pulang pergi ke toko sejauh 4 kilo meter
dengan berjalan kaki agar kami masih bisa makan dan bersekolah.

Tak terasa hari pengumuman tiba, aku sangat bersemangat pergi ke warnet saat itu
untuk melihat pengumuman. Setelah aku menyalkan komputer dengan segera aku menuju
website universitas yang kulamar dan segera membuka pengumamn peserta yang lolos
PMDK.

Anda mungkin juga menyukai