Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan.
WHO (World Health Organization) melaporkan infeksi saluran nafas bawah sebagai infeksi
penyebab kematian paling sering di dunia dengan hamper 3,5 juta kematian per tahun. Pneumonia
dan influenza didapatkan sebagai penyebab kematian sekitar 50.000 estimasi kematian pada tahun
2010.

Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia berdasarkan tempat
didapatkannya dibagi dalam dua kelompok utama, yakni Pneumonia Komunitas (Community
Acquired Pneumonia, CAP) yang didapat di masyarakat dan Pneumonia Nosokomial (Hospital
Acquired Pneumonia, HAP)

Pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia – CAP) masih menjadi suatu


masalah kesehatan utama tidak hanya di Negara yang sedang berkembang, tetapi juga diseluruh
dunia. Pnemunia komunitas merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan
merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 di Amerika Serikat. Di Indonesia, Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mencatat kematian akibat Pneumonia dan infeksi saluran nafas
sebanyak 34 per 100.000 penduduk pada pria dan 28 per 100.000 penduduk pada wanita.
Sementara itu, menurut Riskesdas 2013, Pneumonia menduduki urutan ke-9 dari 10 penyebab
kematian utama di Indonesia yaitu sebesar 2,1%.

Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat, mengingat
penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia. Untuk itu, diagnosis yang
tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif, perawatan yang baik, serta usaha preventif yang
bermakna terhadap penyakit ini perlu dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada
Pneumonia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Secara klinis Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasite). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh non-mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
lain) disebut Pneumonitis.

2.2. Klasifikasi
1) Berdasarkan Klinis dan Epideologis :
a. Pneumonia Komuniti (Community Acquired Pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (Hospital-Acquired Pneumonia / Nosocomial
Pneumonia)
c. Pneumonia Aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
2) Berdasarkan Bakteri Penyebab:
a. Pneumonia bacterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphylococcus pada penderita pasca infeksi influenza
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia Virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (Immunocompromised)
3) Berdasarkan Predileksi Infeksi:
a. Pneumonia Lobaris, sering pada pneumonia bacterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing
atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang
tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial

2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur
dan protozoa. Pneumonia komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negri banyak
disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif.
Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
komunitas adalah bakteri gram negatif.
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nokomial adalah :
a) Yang didapat dari masyarakat : Streptococcus Pneumonia, Mycoplasma Pneumonia,
Hemophilus Influenza, Legionella Pneumophila, Chlamydia Pneumonia, Anaerob
Oral, Adenovirus, Influenza tipe A dan B.
b) Yang didapat dari rumah sakit : Basil usus gram negatif (E. Coli, Klebsiella
Pneumonia), Pseudomonas Aeruginosa, Staphylococcus Aureus, Anaerob Oral.

2.4. Patogenesis
Proses pathogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keadaan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adalanya mekanisme pertahanan paru. Adanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan, yaitu:
1) Inokulasi langsung
2) Penyebaran melalui darah
3) Inhalasi bahan aerosol
4) Kolonisiasi di permukaan mukosa.
Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria
dengan ukuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai bronkonsul terminal atau alveol
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran nafas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran nafas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alcohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sangat tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer inoculum bakteri yang tinggi
dan terjadi pneumonia.

Gambar 1. Patogenesis Pneumonia oleh bakteri Pneuomococcus

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema pada seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM
mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis.
Pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona (gambar
1) pada daerah pasitik parasitic terset yaitu :

1) Zona luar (edema): alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan edema
2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah
3) Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit dan alveolar makrofag.

2.5. Manifestasi Klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulent, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak nafas. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat bernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronkhi, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub.

2.6. Diagnosis

1) Anamnesa
Bergantung pada berat ringannya infeksi. Secara umum dapat ditemukan:
 Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare)
 Gangguan respiratori seperti batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas
cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.
2) Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan pekak perkusi, suara nafas yang melemah, dan terdengar ronkhi. Pada
neonates dan bayi kecil, gejala pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Umumnya tidak
ditemukan kelainan pada perkusi dan auskultasi paru. Pernafasan tidak teratur dan
hipopnea dapat ditemukan pada bayi muda.
Diagnosis pneumonia komunitas didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas
ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrate baru atau infiltrate progresif ditambah dengan
2 atau lebih gejala di bawah ini:

a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulent
c. Suhu tubuh >38°C (aksila) / riwayat demam
d. Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara nafas bronkial dan ronki
e. Leukosit >10.000 atau <4500

2.7. Pemeriksaan Penunjang

a) Darah Perifer Lengkap


 Pneumonia viral/Mycoplasma: Leukosit normal atau sedikit meningkat
 Pneumonia bacterial: Leukositosis, berkisar antara 15.000-40.000/mm3,
predominan PMN. Pada infeksi Chlamydia kadang ditemukan eosinophilia.
b) Foto Thoraks
Tidak direkomendasikan untuk dilakukan rutin pada anak dengan infeksi saluran
pernafasan bawah akut ringan. Pemeriksaan dilakukan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang membingungkan. Foto toraks ulang hanya
dilakukan bila didapatkan atelectasis, kecurigaan terjadi komplikasi pneumonia berat,
gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik.
Secara umum, gambaran foto toraks pada pneumonia dapat berupa:
 Infiltrat interstisial: peningkatan corakan bronkovaskular, hiperaerasi
 Infiltrat alveolar (konsolidasi paru dengan air bronchogram), disebut sebagai
pneumonia lobaris bila mengenai 1 lobus paru
 Bronkopneumonia: bercak-bercak infiltrat difus merata pada kedua paru (dapat
meluas hingga daerah perifer paru) disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.
 Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumona virus.
 Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen/lobar, bronkopneumonia dan air
bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
c) Pemeriksaan Kultur dan Pewarnaan Gram Sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tatalaksana anak dengan pneumonia berat. Bahan berasal dari
sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal,
torakosentesis, bronkoskopi atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan
pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z.Nielsen. Kuman kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermnafaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
d) Pemeriksaan Khusus. Titer antibodi terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

2.8. Tata Laksana

1. Pneumonia Ringan ;
 Rawat jalan
 Kotrimoksazol (4mg TMP/KgBB/kali-20 mg sulfametoksazol/KgBB/kali), 2 kali
sehari selama 3 hari, atau amoksisilin 25 mg/KgBB/kali, 2 kali sehari selama 3 hari
2. Pneumonia Berat
 Oksigen untuk mempertahankan saturasi >92%, dipantau setiap 4 jam. Pada anak
yang stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggunakan oksigen setiap hari. Bila
saturasi tetap stabil, pemberian oksigen dapat dihentikan.
 Bila asupan per oral kurang, dapat diberikan cairan intravena dan dilakukan balans
cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan (pada pneumonia berat terjadi
peningkatan sekresi hormone antidiuretic
 Pada distres pernafasan berat, pemberian makan per oral harus dihindari, dapat
diganti dengan NGT/intravena dengan perhitungan balans cairan yang ketat
 Bila suhu ≥39°C dapat diberikan parasetamol
 Nebulisasi agonis β-2 dan/atau NACL 0,9% dapat diberikan untuk memperbaiki
muccocilliary Clearance, namun bukan merupakan terapi yang rutin dilakukan
 Pemberian antibiotik:
- Amoksisilin 50-100 mg/KgBB IV atau IM setiap 8 jam, dipantau ketat dalam
72 jam pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan hingga 5 hari, kemudian
dilanjutkan dengan amoksisilin oral 15 mg/KgBB/kali, 3 hari sekali, selama 5
hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu, makan atau minum; kejang, letargis,
sianosis, distrest pernafasan berat), tambahkan kloramfenikol 25 mg/KgBB/kali
IM atau IV setiap 8 jam.
- Antibiotik lini kedua: seftriakson 80-100 mg/KgBB IM atau IV satu kali sehari
 Bila dicurigai pneumonia Staphylococcus (terdapat perburukan klinis walaupun
sudah diterapi yang ditandai dengan adanya pneumotokel, pneumothoraks dengan
efusi pleura, ditemukan bakteri kokus gram positif pada tes sputum, didukung oleh
infeksi kulit yang disertai pus) :
- Kloksasilin 50 mg/KgBB IM atau IV setiap 6 jam dan gentamisin 7,5
mg/KgBB IM atau IV sekali sehari. Bila respon membaik, lanjutkan dengan
kloksasilin oral 50 mg/KgBB/hari, 4 kali sehari selama 3 minggu.

Keterangan:

 Pada anak usia <5 tahun, amoksisilin merupakan antibiotik oral lini pertama (efektif
melawan sebagian besar pathogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, murah). Alternatifnya meliputi ko-amoksiklav,
eritromisin, klaritromisin, atau azitromisin
 Pada anak usia ≥5 tahun, pneumonia sering disebabkan M.Pneumoniae, antibiotik
lini pertama adalah makrolid

2.9. Diagnosa Banding

1. Tuberculosis Paru (TB), adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
Tuberculosis. Jalan masuk untuk organisme M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih
dari 3 minggu), nyeri dada, hemoptysis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,
keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.
2. Atelectasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps.
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) , adalah suatu penyumbatan menetap
pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronchitis kronis. COPD
lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD lebih sering terjadi pada
suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang diturunkan.
4. Bronkhitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit
bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-
paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius.
5. Asma Bronkhial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran pernafasan,
sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak nafas/kesulitan bernafas. Tingkat
keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan
oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma.

2.10. Komplikasi
 Pneumonia Staphylococcus
- Perburukan klinis yang cepat walaupun sudah diterapi
- Foto toraks: pneumatokel/pneumotoraks dengan efusi pleura
- Apusan sputum: kokus gram positif
- Infeksi kulit yang disertai pus/pustule mendukung diagnosis
 Empyema Torasis: merupakan komplikasi tersering pada pneumonia bakteri
 Perikarditis Purulenta
 Infeksi Ekstrapulmoner, misalnya meningitis purulenta
 Miokarditis (pada anak berusia 2-24 bulan)

2.11. Prognosis
Data Survei Kesehatan Nasional (SKN, 2001) menunjukkan bahwa 27,6% kematian bayi dan
22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama
pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai