Anda di halaman 1dari 9

Definisi pangan gizi dan ketahanan pangan

Pangan, merupakan kebutuhan dasar dan hak azasi manusia, dimana kualitas dan
kecukupannya berperan penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia
suatu bangsa. Mengkonsumsi pangan yang bergizi cukup dan seimbang merupakan
salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan tingkat intelegensi
manusia sebagai sumber daya produktif bagi kemajuan suatu negara.

Gizi adalah keseluruhan dari berbagai proses dalam tubuh makhlukhidup untuk
menerima bahan-bahan dari lingkungan hidupnya danmenggunakan bahan-bahan
tersebut agar menghasilkan pelbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri
(Hartono dan Kristiani, 2011).

Ketahanan pangan dan gizi di Indonesia serta dunia

Pada saat ini, lebih dari 800 juta orang di dunia, terutama di negarasedang
berkembang, tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dan gizi pokok. Meskipun
produksi pangan meningkat, kendala pada akses pangan, pendapatan rumah tangga,
dan pendapatan nasional yang tidak memadai untuk membeli pangan,
ketidakstabilan produksi pangan, serta bencanayang disebabkan oleh alam dan ulah
manusia mencegah terpenuhinyakebutuhan pangan, dan dapat mengancam
ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, nasional, regional, dan global (FAO,
1997 dalam Dwi PutraDarmawan, 2011).

Ketahanan pangan dan gizi di Indonesia telah dituangkan danmerupakan inti dari
undang-undang tentang pangan. Ketersediaan panganyang cukup, aman, bergizi,
dan bermutu merupakan persyarat yang harusdipenuhi dalam upaya penyediaan
pangan untuk mewujudkan sumberdayamanusia yang berkualitas yang dibutuhkan
dalam pembangunan nasional.Untuk mencapai hal tersebut, telah dibuat beberapa
program pangan yang berkaitan dengan sistem pangan yang ada agar mampu
memberikan perlindungan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Hasan, 1997
dalamDwi Putra Darmawan, 2011).Situasi ketahanan pangan di negara Indonesia
masih lemah. Hal iniditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan
pangan (tingkatkonsumsi <90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat
rawan pangan (tingkat konsumsi <70% dari rekomendasi) masih cukup besar,yaitu
masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk tahun 2002; (b)anak-anak
balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta jiwa untuk tahun
2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003).

PERMASALAHAN KETERSEDIAAN PANGAN DI INODNESIA

Peningkatan Permintaan Permasalahan ketersediaan bahan pangan bagi penduduk


Indonesia semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan
permintaan, tetapi permasalahan dapat diatasi dengan impor bahan pangan, namun
sampai kapan bangsa Indonesia mengimpor bahan pangan dari luar sebagai contoh
pada saat ini hasil pertanian dan peternakan daging sapi dan kedele yang mendapat
sorotan elit politik sebagai media informasi yang lengkap. Bahwa kedele langka di
pasaran dan melambungnya harga kedele menjadi pengguna berhenti untuk
memproduksi sebagai bahan tempe, hal ini dapat mengancam kestabilitas
ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam produk dalam negeri akan
tersisihkan dengan produk luar. Peningkatan permintaan terhadap produk pertanian
yang bermutu tinggi tidak hanya menyangkut peningkatan mutu dari setiap jenis
produk tetapi juga komposisi dari produk pertanian (Faisal, 2007). Terdapat
hubungan positif diantara keduanya, yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran per
kapita per bulan di masyarakat, maka semakin tinggi pula pola pangan, yang sangat
dipengaruhi oleh aspek kemiskinan, hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan
masyarakat yang dibawah rata-rata yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
pangan tersendiri.

Kebutuhan masyarakat banyak yang belum terpenuhi dikarenakan daya beli


masyarakat yang rendah sehingga mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi
masyarakat, tidak terpenuhinya status gizi masyarakat berdampak pada tingkat
produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Kemiskinan yang dikaitkan
dengan tingkat perekonomian dari tahun ke tahun dalam perubahan yang signifikan,
sehingga daya beli, dan pendapatan masyarakat pada umumnya sangat rendah dan
berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia, dari berbagai aspek
permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh
bangsa kita agar memiliki ketahanan pangan yang cukup baik.

PENYEDIAAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA


Meningkatkan Ketersediaan Pangan Guna meningkatkan ketersediaan pangan dari
sumber protein hewani, maka perlu adanya upaya yang harus dikembangkan
dengan malakukan tanaman pangan dan peternakan, dan industri sebagai
pendukung dalam melakukan proses produksi. Perlunya memanfaatkan
sumberdaya lokal yang ada untuk mengembangkan industri pertanian dan
peternakan, secara bertahap agar dapat mengurangi sifatnya yang foot loose
terhadap lingkungan yang sudah ada. Oleh karena itu strategi ketahanan pangan sub
bidang peternakan dan sub bidang pertanian merupakan bagian dari pencapaian visi
pembangunan produksi peternakan ke depan dapat terwujudkan menjadi
masyarakat yang sehat, cerdas dan produktif serta kreatif dalam menentukan sikap
yang jelas dan tegas.

Ketahanan pangan diartikan dapat terpenuhi kebutuhan masyarakat asal pangan,


baik hasil pangan hasil pertanian maupun pangan hasil peternakan, dengan
ketersediaan yang cukup dan dapat di butuhkan seriap saat oleh semua masyarakat
di Indonesia dengan mudah di dapat dan murah terjangkau harganya serta aman
dikonsumi. Program untuk meningkatkan ketahanan pangan ditingkat nasional,
secara luas diharapkan dapat mencukupi kebutuhan pangan bagi masyarakat,
melalui pembangunan produksi pertanian dan peternakan serta memfasilitasi usaha
peternakan rakyat. Dengan visi dan misi tersebut maka pembangunan produksi
peternakan menjadi tidak terlepas dari upaya - upaya untuk peningkatan ketahanan
pangan nasional. Kecukupan harus diartikan sebagai tingkat ketersediaan dalam
jumlah dan harga yang memadai yang mencakup sumber karbohidrat, protein dan
zat gizi mikro.

Menurut Sparingga (2007), bahwa tersedianya pangan bagi setiap orang merupakan
hak azasi manusia, dan dapat dipenuhi dengan baik, bahwa pangan asal ternak
merupakan faktor penting dalam pemenuhan gizi. Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya tidak diketahui tingkat keamanan hewani di Indonesia.
Penyediaan Produksi Pangan Penyediaan hasil pertanian dan hasil peternakan harus
mempunyai potensi yang sangat baik, agar dapat dipergunakan sebagai bahan
pangan yang bermutu. Potensi komoditas non-pangan yang diusahakan petani di
Indonesia menunjukkan kinerja yang relatif tinggi pula. Hal ini menunjukkan
potensi pertanian di pedesaan sangat besar dan merupakan sumber income bagi
sebagian besar masyarakat di pedesaan. Dukungan penyediaan infrastruktur
pertanian kewilayahan untuk memperlancar sistem distribusi dan pemasaran hasil
pertanian dan peternakan, sehingga dapat membantu meningkatkan income petani
di pedesaan, (Jabal, dkk., 2009).

Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah


sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi produksi pangan, karena besarnya
jumlah petani sekitar 21 juta rumah tangga petani dengan lahan produksi yang
semakin sempit (laju 0,5%/tahun), tidak adanya jaminan dan pengaturan harga
produk pangan. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir
bagi penyediaan pangan. Kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga
tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta
pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga (Winarso,
2010).

Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu


bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Pengupayaan
diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam
sumber daya hayati Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan
hayati terutama yang berbasis karbohidrat, di setiap daerah di Indonesia memiliki
karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Selain
itu penerapan teknologi pascapanen untuk mengembangkan model agroindustri
bertujuan juga untuk memperluas kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan dan
memacu pembangunan ekonomi pedesaan (Suryana, 2007). Peningkatan produksi
pertanian belum dikatakan berhasil apabila tidak diikuti dengan penyelamatan hasil
panen dan peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi pascapanen.
Meningkatkan Produksi Melalui Diversfikasi

Diversifikasi ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif


selain beras, penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok
alternatif yang berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Wahyuni
dan Indraningsih (2003), berpendapat bahwa diversifikasi dilakukan dengan
mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal
yang telah diteliti ke dalam industry, baik industri hasil pertanian maupun industri
hasil peternakan yang bersama-sama dapat meningkatkan kecukupan pangan untuk
kebutuhan masyarakat secara nasional Revitalisasi/ restrukturisasi industri pasca
panen dan pengolahan pangan diarahkan pada penekanan kehilangan hasil dan
penurunan mutu karena teknologi penanganan pasca panen yang kurang baik,
pencegahan bahan dari kerusakan dan pengolahan bahan baku menjadi bahan
setengah jadi dan produk pangan. Permodelan kerjasama dimana dalam
penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan
sejumlah besar kelompok petani di beberapa wilayah sekaligus merancang untuk
penambahan hasil produksi pertanian. Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
penyuluhan yang menangani pemberdayaan petani di pedesaan sekaligus
melibatkan integrasi proses hulu-hilir rantai produksi makanan dari hasil pertanian
(Yusdja, 2004).

Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat


memiliki nilai tambah untuk kebutuhan pertanian dan peternakan serta dapat
meningkatkan efektifitas dan efisiensi usaha permodalan. Beberapa hasil produk
pangan dapat di proses secara komersial, dapat dijual ke pasaran, dengan
memperhitungkan semua biaya produksi sampai hasil, keamanan produk pangan
yang dihasilkan oleh para petani. Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan
peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat
memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka Panjang.

Kebutuhan konsumen pangan terpenuhi, tentunya harus memenuhi kualitas dan


standar yang diterapkan oleh industri serta pengembangan dan penerapan operasi
prosedur standar dari pabrik, lembaga akademisi (a) memfasilitasi pengembangan
dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar;
(b) merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri.
Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok industri
diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu
jangka panjang, diantaranya:

(a) meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal;

(b) menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial;


(c) mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan
berdasar padapertanian lokal;

(d) mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang;

(e) memberikan solusi terhadap permasalahan pengangguran dan kemiskinan


terutama pada masyarakat pedesaan.

Pengembangan teknologi dari skala industri, diperlukan adanya kerjasama dengan


industri pangan, kerjasama dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Petani
dapat meningkatkan pendapatan melalui produk yang dihasilkan sehingga dapat
dijual kepada puhak konmsumen atau industri yang dapat mengolah bahan, melalui
kegiatan bersama dapat meningkatkan kesejahteraan petani (Sutrisno dan Edris,
2008).

Diversifikasi Pangan:

Masalah dan Tantangan Produksi padi di Indonesia pada tahun 1983-1984 mampu
memenuhi seluruh kebutuhan pangan beras rakyat, sehingga dianggap berhasil
mencapai swasembada beras. Namun nyatanya, sejak swasembada berhasil diraih,
laju pertumbuhan produksi beras cenderung menurun dan semakin tidak stabil,
sehingga sejak 1994 Indonesia tidak lagi berswasembada beras, antara lain
terindikasi dari meningkatnya ketergantungan pangan nasional pada impor beras.
Akibat ketergantungan tersebut maka pasar beras domestik sangat dipengaruhi oleh
pasar pangandunia. Ketergantungan pangan nasional terhadap beras impor juga
mencerminkan ketidakmampuan negara dalam mencapai kemandirian pangan.
Kemandirian pangan rakyat dapat dicapai melalui keberpihakan pemerintah,
kebijakan yang kondusif, dan optimalisasi peran pihak terkait dalam menangani
fungsi operasi pasar, penyanggaan stok, distribusi, impor dan ekspor (Azahari 2008;
Nainggolan 2007; Nainggolan 2008). Implementasi akan menyangkut deregulasi di
bidang perdagangan, perbankan, pertanian, dan industri. Implementasi operasional
juga menyangkut perubahan strategi dan prioritas penelitian, serta perubahan
pendekatan. Selain itu, juga menyangkut berbagai aspek kelembagaan seperti:
strategi dan organisasi penyuluhan dan pelayanan, investasi di bidang prasarana dan
lain lain, yang secara konstitusi bukan merupakan tugas eksklusif Kementrian
Pertanian. Ketergantungan pangan beras dapat dikurangi dengan dikembangkannya
diversifikasi pangan sebagai upaya alternatif sekaligus peningkatan pola pangan
yang memenuhi kecukupan nutrisi dan mutu gizi. Namun, sampai saat ini
diversifikasi pangan belum efektif terlaksana. Pengurangan laju konsumsi melalui
upaya diversifikasi pangan belum signifikan karena konsumsi beras per kapita
cenderung meningkat. Pengembangan diversifikasi pangan paling efektif dilakukan
melalui peningkatan pendapatan riil masyarakat (Amang dan Sawit 2001), karena
terkait dengan keterbatasan ekonomi masyarakat sehingga belum mampu
mengonsumsi pangan yang bervariasi

Menurut Amang dan Sawit (2001), dampak implikasi dari kebijakan alternatif,
khususnya dalam kaitannya dengan diversifikasi produksi pangan, antara lain
adalah:

• Diversifikasi produksi pangan memiliki dampak yang besar, terutama terhadap


ketersediaan beras. Hal ini terbukti terjadinya defisit beras 1,33 juta ton pada tahun
1992 dan meningkat 3 juta ton pada tahun 1997.

• Dalil (prinsip) skenario pro diversifikasi pangan adalah diupayakan naiknya harga
riil komoditas palawija menjadi 8% per tahun atau 25 lebih besar dari kenaikkan
harga beras. Namun hal ini memberi dampak terhadap pertumbuhan PDB. Dengan
kata lain, kebijakan peningkatan harga palawija untuk merangsang diversifikasi
produksi pangan, memiliki konsekuensi yang kurang baik terhadap PDB, meskipun
dampak terhadap pendapatan di sektor tanaman relatif sama.

Beberapa kondisi yang dapat mencerminkan peran dan kegunaan policy target
adalah sebagai berikut:

1. Apabila diversifikasi produksi (tanaman pangan) bertujuan untuk optimalisasi


pendapatan, maka aspek yang perlu dikaji antara lain menggunakan model/program
linier.

2. Apabila bertujuan untuk mengurangi tekanan permintaan terhadap beras, perlu


dikaji dampaknya terhadap prioritas kebijakan untuk mempertahankan stabilitas
produksi beras. Insentif produksi (push factor) yang diberikan kepada komoditas
palawija dapat menyebabkan alokasi lahan untuk tanaman padi menjadi berkurang.
Dari segi permintaan atau konsumsi (pull factor ), karena sejalan dengan
peningkatan pendapatan, permintaan yang meningkat tersebut datangnya dari
sektor industri, dan kurang untuk konsumsi langsung.

3. Apabila tujuannya untuk menghemat devisa negara atau mengurangi impor,


harus dikaji banding (trade-off) dengan kemungkinan subsidi yang dikeluarkan
pemerintah dalam upaya peningkatan produksi palawija.

Alasan perlunya diversifikasi pangan untuk pencapaian pangan yang beragam,


antara lain adalah:

(i) mengonsumsi pangan yang beragam merupakan alternatif terbaik untuk


pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas;

(ii) meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian dan


kehutanan;

(iii) memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan


kepada pangan impor; dan

(iv) mewujudkan ketahanan pangan yang merupakan kewajiban bersama


pemerintah dan masyarakat. (Widowati dan Damardjati 2001) Untuk
mengembangkan diversifikasi dan kemandiriran pangan perlu dilakukan
beberapa upaya, diantaranya melalui:

a. Pembangunan dan pengembangan agroindustri bahan pangan non


beras, agar konsumen dapat mengkonsumsi secara langsung.

b. Kampanye atau soslialisasi yang intensif tentang diversifikasi


pangan disertai oleh penyediaan dan kemudahan mendapatkan
bahan pangan nonberas yang siap dikonsumsi dengan harga
terjangkau dan dapat bersaing dengan harga beras, dan kontiniutas
penyediaannya.

c. Untuk terwujudnya diversifikasi pangan, produksi pangan nonberas


perlu lebih ditingkatkan tanpa mengganggu kemantapan produksi
beras. Peningkatan produksi nonberas diupayakan pada areal bukan
sawah.
d. menghindari penambahan areal palawija pada areal tanam padi.
Untuk memantapkan produksi padi dan diversifikasi pangan,
diperlukan pembenahan kelembagaan, diantaranya kelompok tani
dan KUD. Kelompok tani dapat berperan di sektor produksi,
distribusi, pengolahan, dan konsumsi, sedangkan KUD sebagai
unsur pendukung dan penyediaan kredit, sarana produksi, dan dapat
bertindak sebagai pengolah dan pemasaran hasil (Amang 1995).

Untuk mencapai kemandirian pangan, diperlukan strategi pemenuhan


kebutuhan pangan yang beragam yang bahan bakunya berasal dari dalam
negeri, baik sebagai bahan diversifikasi pangan yang paling mendasar,
maupun sebagai bahan baku usaha pengolahan. Strategi tersebut bertujuan
untuk mengurangi atau memperkecil penggunaan bahan baku impor.
Menurut Elizabeth (2007a) dalam pencapaian diversifikasi dan
kemandirian pangan, diperlukan pula perangkat kebijakan yang memadai,
teknologi dan informasi yang dibutuhkan, dan difungsikannya lembaga
pendukung lainnya seperti penyuluhan dan pemasaran.

Anda mungkin juga menyukai