242 675 1 SM PDF
242 675 1 SM PDF
DITERBITKAN OLEH:
FORUM ILMIAH KESEHATAN
September 2013
ISBN: 978-602-98851-7-0
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
(Buku Ajar)
Penulis:
H. Sukardi, S.S.T, M.Pd.
(Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya)
Editor:
Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes
Penerbit:
Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes)
Jl. Ki Hajar Dewantara II/6 Magetan, Jawa Timur
Penulis:
H. Sukardi, S.S.T, M.Pd.
(Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya)
Editor:
Heru SWN, S.Kep, Ns, M.M.Kes
Penerbit:
Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes)
Jl. Ki Hajar Dewantara II/6 Magetan, Jawa Timur
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi Program Diploma dan
Sarjana wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan serta mata kuliah
Statistik, dan/atau matematika.
Matakuliah Imu Sosial Budaya Dasar merupakan matakuliah yang bermuatan kepribadian
dan berkebudayaan, maka Program Studi D-III Kebidanan juga menyelenggarakan matakuliah
Ilmu Sosial Budaya Dasar sebagai wujud matakuliah berkehidupan bermasyarakat (MBB).
Materi mata kuliah ini disusun untuk membantu mahasiswa dalam mendapatkan materi agar
memperlancar proses pembelajaran, serta mempermudah pemahaman dari pada isi materi Ilmu
Sosial Budaya Dasar.
Kurikulum inti Pendidikan D-III Kebidanan merupakan cirri dari kompetensi utama yang
berlaku secara nasional dan disepakati bersama antara penyelenggara pendidikan kebidanan,
organisasi profesi dan masyarakat pengguna dengan beban dalam bentuk satuan kredit
semester. Dengan demikian, maka ditetapkan bahwa Kurikulum Pendidikan D-III Kebidanan
tahun 2010 sejumlah 96 SKS.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini tentu masih terdapat
kekurangan di semua sisi yang dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dari penulis.
Karena itu kepada para pembaca yang budiman dimohon dapatnya memberi kritik yang
konstruktif dalam upaya memperbaiki isi buku ini. Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih
Penulis
Jarak antara edisi pertama dan edisi kedua ini sangat singkat yaitu masih dalam tahun yang
sama yaitu tahun 2013, sehingga dengan memperhatikan perkembangan pendidikan di tanah
air kita, sesungguhnya isi kata pengantar pada edisi pertama masih relevan.
Pada edisi kedua ini, telah dilakukan banyak perubahan khususnya dari segi tata penulisan
dan penggunaan ejaan, sedangkan dalam hal isi hampir tidak mengalami perubahan yang
berarti. Meskipun demikian, penulis yakin bahwa dengan perbaikan tata bahasa ini, maka
materi yang ada di dalam buku ini akan lebih mudah untuk dimengerti. Terimakasih atas
perhatian para pembaca terhadap buku ini, tidak lupa kritik yang membangun pasti tetap
diharapkan untuk modal perbaikan buku ini.
Penulis
Materi Perkuliahan
Materi 1
1.1 Pengantar ilmu sosial budaya dasar (1)
1.2 Ilmu sosial budaya dasar sebagai MBB dan pendidikan umum (1)
1.3 Hakekat dan ruang lingkup ilmu sosial budaya dasar (3)
1.4 Ilmu sosial budaya dasar sebagai alternatif pemecahan masalah sosial budaya (4)
1.5 Kesimpulan (4)
Materi 2
2.1 Manusia sebagai makhluk budaya (6)
2.2 Hakekat manusia dan makhluk budaya (6)
2.3 Apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan (7)
2.4 Etika dan estetika berbudaya (7)
2.5 Memanusiakan manusia melalui pemahaman konsep-konsep dasar manusia (8)
2.6 Problematika kebudayaan (8)
2.7 Kesimpulan (9)
Materi 3
3.1 Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial (10)
3.2 Fungsi dan peranan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial (13)
3.3 Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan sosial (16)
Materi 4
4.1 Hakekat peradaban (19)
4.2 Manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab (20)
4.3 Evolusi budaya dan perwujudan peradaban dalam kehidupan sosial budaya (20)
4.4 Dinamika peradaban global (22)
4.5 Problematika peradaban global pada kehidupan manusia (23)
Materi 5
5.1 Hakekat manusia dan keanekaragaman budaya (26)
5.2 Kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa (27)
5.3 Keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya (28)
5.4 Problematika kesetaraan dan keragaman serta solusinya (29)
5.5 Kesimpulan (29)
Materi 6
6.1 Hakekat, fungsi, dan perwujudan nilai, moral, dan hukum dalam kehidupan manusia,
masyarakat dan negara (30)
6.2 Keadilan, ketertiban dan kesejahteraan sebagai wujud masyarakat yang bermoral dan
mentaati hukum (33)
6.3 Problematika nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara (34)
Materi 7
7.1 Hakekat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia (36)
7.2 Dampak penyalahgunaan IPTEK pada kehidupan (38)
Materi 8
8.1 Hakekat dan makna lingkungan bagi manusia (40)
8.2 Kualitas lingkungan dan penduduk terhadap kesejahteraan manusia (40)
8.3 Problematika lingkungan sosial budaya yang dihadapi masyarakat (42)
8.4 Isu-isu penting tentang persoalan lintas budaya bangsa (43)
Materi 9
9.1 Hakekat masyarakat sebagai wadah pergaulan hidup (44)
9.2 Pembagian kerja dalam masyarakat (44)
9.3 Kebudayaan sebagai pengikat kehidupan bermasyarakat (45)
9.4 Kesimpulan (46)
Materi 10
10.1 Perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia (47)
10.2 Peraturan perundang-undangan (48)
10.3 Mengapa kemiskinan di Indonesia masih menjadi masalah berkelanjutan? (49)
10.4 Filsafat Indonesia (52)
10.5 Konsep waktu, perubahan dan kelompok sosial (55)
Materi 11
11.1 Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan (58)
11.2 Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan (59)
11.3 Hubungan desa dan kota (60)
Materi 12
12.1 Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan adat perkawinan (62)
12.2 Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan adat kehamilan (67)
12.3 Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan adat persalinan (77)
12.4 Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan adat bayi baru lahir (80)
12.5 Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan adat nifas (90)
Materi 13
13.1 Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan melalui pesantren (94)
13.2 Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan melalui kesenian tradisional (96)
13.3 Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan melalui sistem banjar dan
paguyuban (100)
Sistem pendidikan modern cenderung mengarah pada suatu proses dehumanisasi. Ditandai
oleh penajaman kajian keilmuan atau spesialisasi berlebihan dalam bidang-bidang tertentu.
Maka sistem pendidikannya cenderung hanya memahami manusia pada satu aspek tertentu
saja, sedangkan aspek-aspek lainnya diabaikan.
Pendidikan seperti ini menghasilkan para lulusan dengan pola pikir, pola hidup bersifat
materialistis dan perilaku mekanistik. Mereka menjadi suatu generasi yang miskin akan nilai-
nilai kemanusiaan yang hakiki. Sangat mengkhawatirkan generasi depan. Mereka masuk ke
dalam persaingan global dengan menghalalkan segala cara demi mencapai kesuksesan
material semata.
Gambaran kecenderungan dunia pendidikan tinggi dewasa ini sangat mementingkan
pengembangan spesialisasi, sementara pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat
universal nyaris terabaikan. Maka anak didik perlu dibekali suatu kemampuan untuk
memahami, memaknai dan mengamalkan nilai-nilai universal.
Konsep pendidikan umum di Indonesia berangkat dari UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan dari tujuan pendidikan nasional, kurikulum
pendidikan nasional Indonesia selalu memuat nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan secara
terintegrasi. Untuk ditingkat perguruan tinggi disebut Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yaitu
sekelompok mata kuliah yang memberikan landasan dalam pengembangan dunia spesialisnya
masing-masing.
MKDU diubah menjadi MPK dan MBB. Kedua kelompok bidang studi ini merupakan salah
satu bentuk pembelajaran mahasiswa perguruan tinggi Indonesia dalam pencapaian tujuan
utama pendidikan nasional, yaitu membentuk kepribadian utuh melalui proses pembelajaran
secara terintegrasi dengan menggunakan pendekatan multi atau interdisipliner. Dalam konsep
di Amerika disebut General Education.
Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat diangkat beberapa masalah yang
akan dijadikan pokok pembahasan yaitu :
Apa pengertian dari ISBD ?
Apa sajakah hakekat dan ruang lingkup ISBD ?
Mengapa ISBD merupakan MBB dan pendidikan umum ?
Mengapa ISBD menjadi alternatif pemecahan masalah ?
Berdasarkan analisis rumusan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
Mengetahui pengertian ISBD
Mengetahui hakekat dan ruang lingkup ISBD
ISBD sebagai MBB dan pendidikan umum
Mengetahui alasan ISBD dijadikan alternatif pemecahan masalah
1.2 Ilmu Sosial Budaya Dasar Sebagai MBB dan Pendidikan Umum
1.2.1 Pengertian Ilmu Budaya Dasar
Ilmu budaya dasar (IBD) adalah suatu ilmu yang diberikan sebagai pelengkap pembentukan
sarjana paripurna, yang mampu memecahkan persoalan yang timbul dalam lingkungan
masyarakat yang merupakan unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa.
Ilmu sosial dasar (ISD) adalah suatu program pembelajaran baru yang dikembangkan di
perguruan tinggi. Pengembangan ISD ini sejalan dengan realisasi perkembangan ide dan
pembaruan sistem pendidikan yang bersifat dinamis dan inovatif. ISD ini dipergunakan dalam
pendekatan sekaligus sebagai sarana jalan keluar untuk mencari pemecahan masalah sosial
yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. “Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. al Hujurat 13).
Realita masalah bersama yang merupakan masalah sosial yang dapat ditanggapi melalui
pendekatan suatu disiplin ilmu atau pendekatan interdisiplin.
Keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial dalam masyarakat, yang mengakibatkan
kerjasama atau pertentangan.
ISD bertujuan memberikan pengetahuan dasar dan pengetahuan umum tentang konsep-
konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial untuk menumbuhkan kepekaan
sosial. Dalam dunia pengajaran, ilmu-ilmu sosial mengalami perkembangan sehingga timbul
faham studi sosial (social studies). Kalau di Indonesia lazim disebut IPS. Faham studi sosial
dipergunakan bagi keperluan pendidikan dan pengajaran, bukan disiplin ilmu yang mandiri.
Studi sosial/IPS adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan dan
pengajaran di sekolah dasar dan sekolah menengah (elementary and secondary school). IPS
adalah fusi dari sejumlah mata pelajaran sosial. Maka ilmu-ilmu sosial merupakan dasar dari
IPS, tetapi tidak berarti seluruh ilmu-ilmu sosial menjadi bahan IPS. Tingkat usia, jenjang
pendidikan dan perkembangan pengetahuan anak didik menentukan materi-materi ilmu-ilmu
sosial mana yang tepat menjadi pokok bahasan dalam IPS. Ilmu sosial dinamakan demikian
karena ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang
dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang
diterima oleh bagian terbesar masyarakat. Sedangkan yang menjadi objek ilmu ini adalah
masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah.
Ilmu-ilmu sosial baru pada tahapan analisis dinamika, artinya baru sampai pada analisis-
analisis tentang masyarakat manusia dalam keadaan bergerak. Jadi untuk melihat perbedaan
antara social science dengan natural science dilihat dari objek formalnya, artinya objek social
science adalah manusia sedangkan untuk membedakan antar ilmu-ilmu sosial adalah focus of
interest (pusat perhatian), misalnya ilmu ekonomi yang menjadi pusat pembelajaran adalah
usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan materiilnya dari bahan-bahan yang terbatas
ketersediannya. Ilmu politik pusat perhatiannya mengenai kekuasaan manusia dan seterusnya.
ISBD sebagai integrasi dari ISD dan IBD memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan
konsep-konsep budaya kepada mahasiswa, sehingga mampu mengkaji masalah sosial,
Program studi General Education di Amerika telah dikolaborasi oleh para ahli pendidikan di
Indonesia menjadi sebuah studi atau mata kuliah MKDU (istilah terdahulu). Kelompok mata
kuliah pertama memuat mata kuliah Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewiraan Nasional, kelompok kedua memuat mata kuliah ISBD, IBD dan IAD. Kedua kelompok
tersebut kini menjadi MPK dan MBB.
Kelompok mata kuliah di atas berusaha membekali mahasiswa berupa kemampuan dasar
tentang pemahaman, pemaknaan dan pengamalan nilai-nilai dasar kemanusiaan baik sebagai
pribadi, sebagai warga negara Indonesia, anggota keluarga, warga masyarakat dan sebagai
bagian dari alam ciptaan Tuhan. Tujuannya adalah memberikan landasan berfikir, bersikap dan
bertindak agar lulusan perguruan tinggi bisa menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang
utuh yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat rohani dan jasmani, cerdas, terampil, mandiri, memiliki jati diri, serta memiliki rasa
tanggung jawab kemanusiaan dan kebangsaan. Untuk mencapai tujuan tersebut disusunlah
kurikulum inti yang memuat nilai-nilai dasar.
Berkembangnya mahasiswa sebagai manusia terpelajar yang kritis, peka dan arif dalam
memahami keragaman dan kesederajatan manusia yang dilandasi nilai-nilai estetika, etika dan
moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Memberikan landasan dan wawasan yang luas serta menumbuhkan sikap kritis, peka dan
arif pada mahasiswa untuk memahami keragaman dan kesederajatan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggung
jawab terhadap sumber daya dan lingkungannya.
ISBD adalah mata kuliah umum. ISBD merupakan singkatan dari Ilmu Sosial Budaya Dasar,
mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang menjadi dasar dari semua mata kuliah,
yang bertugas sebagai kontrol semua bidang studi. Sebagai contoh, seorang mahasiswa
belajar tentang ilmu jaringan sehingga banyak ilmu yang didapat. Ilmu tersebut dapat
digunakan untuk kebaikan atau bahkan kejahatan. Untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan, di sinilah ISBD berperan untuk mengontrol. ISBD mengajarkan ilmu tentang
berperilaku bermasyarakat, berlaku baik dalam segala hal, sebagai pembentuk kepribadian.
ISBD salah satu mata kuliah sebagai program Pendidikan umum untuk mengembangkan
kemampuan personal tersebut.
ISBD sebagai integrasi dari ISD dan IBD memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan
konsep-konsep budaya kepada mahasiswa, sehingga mampu mengkaji masalah sosial,
kemanusiaan, dan budaya, sehingga diharapkan mahasiswa peka, tanggap, kritis serta
berempati atas solusi pemecahan masalah sosial dan budaya secara arif.
1.5 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil antara lain: ISBD sebagai integrasi dari ISD dan IBD
memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada mahasiswa,
sehingga mampu mengkaji masalah sosial, kemanusiaan, dan budaya, sehingga diharapkan
mahasiswa peka, tanggap, kritis serta berempati atas solusi pemecahan masalah sosial dan
budaya secara arif. ISBD diperlukan agar mahasiswa menguasai kemampuan berpikir rasional,
berwawasan luas, berjiwa besar sebagai manusia intelektual beradab dan bermartabat yang
bertanggung jawab terhadap: 1) terwujudnya estetika, etika dan moral atau nilai-nilai budaya
bagi keteraturan, kebersamaan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat, 2) terpeliharanya
sumber daya alam dan lingkungannya. ISBD berperan untuk mengontrol, serta mengajarkan
ilmu tentang berperilaku bermasyarakat, berlaku baik dalam segala hal, sebagai pembentuk
kepribadian. Dengan diajarkannya ISBD, diharapkan memberikan landasan berfikir, bersikap
dan bertindak agar lulusan perguruan tinggi menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang
utuh yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat rohani dan jasmani, cerdas, trampil, mandiri, memiliki jati diri, serta memiliki rasa
tanggung jawab kemanusiaan dan kebangsaan.
Tujuan adanya mata kuliah ISBD adalah:
1) Agar kita peka, tanggap, persepsi terhadap masalah–masalah di sekitar.
2) Agar kita dapat menghindar dari kefanatikan disiplin ilmu.
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia
sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia
dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang
Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga
diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal
dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan
yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban.
Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar
norma-norma tersebut berjalan, haruslah manusia dididik dengan berkesinambungan dari
“dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan yakni kebudayaan dapat
diimplementasikan di masyarakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya
kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap
kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri
khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa
kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara
tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi.
Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
Dalam tulisan ini diidentifikasi beberapa pertanyaan yang dijadikan bahan dalam
penyusunan dan penyelesaian pembahasan, yaitu:
1) Kebutuhan apa saja yang menjadi dasar manusia sebagai makhluk budaya?
2) Apa yang menjadi kaitan antara manusia sebagai makhluk budaya dengan kemanusiaan itu
sendiri?
3) Apa yang dimaksud dengan etika dan estetika?
4) Apa yang dimaksud dengan memanusiakan manusia?
5) Apa saja masalah dalam kebudayaan?
Kita mengenal empat macam makhluk yaitu: 1) alam, 2) tumbuhan, 3) binatang, dan 4)
manusia. Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia mempunyai akal
budi yang merupakan kemampuan berpikir manusia sebagai kodrat alami. Budi sendiri berasal
dari Bahasa Sansekerta Budh yang artinya akal, tabiat, perangai, dan akhlak. Menurut Sutan
Takdir Alisyahbana, budi yang mnyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan
bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian objektif terhadap objek
Budaya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak
dari “Buddhi” yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Secara
umum budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
JJ. Hoeningman membagi kebudyaan dalam 3 wujud yaitu:
1) Gagasan, yaitu kebudayaan yang berbentuk kumpulan, ide, gagasan, nilai, norma, peraturan
yang sifatnya abstrak.
2) Aktivitas (tindakan), yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat. Sering disebut sebagai sistem sosial, yaitu aktivitas-aktivitas manusia
yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu, sifatnya konkret dapat diamati.
3) Artefak (karya), yaitu wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda yang dapat diraba dan
dilihat.
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia mencari
hakekat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian
utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan
keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena manusia
selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-
persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah
ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut
sebagaimana mestinya.
Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:
1) Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2) Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3) Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Hakekat dan sifat-sifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi harkat martabatnya dapat
dijelaskan sebagai berikut. Hakekat manusia berdasarkan Pancasila disebut hakekat kodrat
monopluralis, yang terdiri atas:
1) Monodualis susunan kodrat manusia mencakup:
Aspek keragaan, meliputi wujud materi anorganis benda mati, vegetatif, dan animali
Aspek kejiwaan, meliputi: cipta, rasa dan karsa.
2) Monodualis sifat kodrat manusia yg terdiri atas:
segi individu
segi sosial
3) Monodualis kedudukan kodrat
Manusia sebagai makhluk yang berkepribadian merdeka (berdiri sendiri) sekaligus
menunjukkan keterbatasan sebagai makhluk Tuhan.
Manusia tidak hanya sekedar “homo”, tetapi harus ditingkatkan menjadi “human” dengan
cara memiliki prinsip, nilai dan rasa kemanusiaan yang melekat pada dirinya. Memanusiakan
manusia berarti perilaku manusia untuk menghargai dan menghormati harkat dan derajat
manusia dengan cara tidak menindas sesama, tidak bersifat kasar, tidak menyakiti, dan
perilaku buruk lainnya.
2.7 Kesimpulan
Kata interaksi berasal dari kata “inter” dan “action”. Interaksi sosial adalah hubungan timbal
balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah
3.1.2.3 Sosialisasi
Sosialisasi didefinisikan sebagai suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi
seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116). Salah satu teori
peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalam teorinya yang diuraikan
dalam buku Mind, Self, and Society (1972).
Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan
anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan
generalized other. Pada tahap play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan
orang-orang yang berada di sekitarnya. Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya
telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan
yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Pada tahap ketiga
sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang
lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran generalized others. Ia telah mampu
berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri
serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Menurut Cooley, konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalui interaksinya
dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley
diberi nama looking-glass self. Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain
terhadapnya. Pada tahap berikutnya seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang
lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa
yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya. Pihak-pihak yang melaksanakan
sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) diidentifikasi sebagai agen sosialisasi
utama yaitu: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.
Bentuk-bentuk sosialisasi penting untuk dibicarakan. Sosialisasi merupakan suatu proses
yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara
mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak,
pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.
Pola-pola sosialisasi juga merupakan hal penting untuk dibahas. Pada dasarrnya kita
mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi yang menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Yang kedua adalah pola partisipatori yang merupakan pola yang
di dalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.
Masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di satu
wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota-anggotanya, dibandingkan
interaksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya.
Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda,
khususnya terhadap perhatian keperluan hidup. Di desa yang diutamakan adalah perhatian
khusus terhadap keperluan pokok, sedangkan fungsi-fungsi yang lain diabaikan. Lain dengan
pandangan orang kota, mereka melihat selain kebutuhan pokok, mereka melihat selain
kebutuhan pokok, pandangan sekitarnya sangat mereka perhatikan.
Perlu diketahui, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk mengambarkan
masyarakat yang terdiri atas agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu pluralitas,
keragaman, dan multikultural. Konsep pluralitas menekankan pada adanya hal-hal yang lebih
dari satu (banyak). Keragaman menunjukan bahwa keberadaanya yang lebih dari satu itu
berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat dipersamakan. Sementara itu, konsep
multikulturalisme sebenarnya merupakan konsep yang relatif baru. Inti dari multikulturalisme
adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa
mempedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Jadi, apabila
pluralitas hanya menggambarkan kemajemukan, multikulturalisme meberikan penegasan
bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama diruang publik.
3.2 Fungsi dan Peranan Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk
Sosial
3.2.1 Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai makhluk hidup yang berada di muka bumi ini, keberadaan manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial, dalam arti manusia senantiasa tergantung dan atau
berinteraksi dengan sesamanya. Dengan demikian, maka dalam kehidupan lingkungan sosial
Secara sosial sebenarnya manusia merupakan makhluk individu dan sosial yang
mempunyai kesempatan yang sama dalam berbagai hidup dan kehidupan dalam masyarakat.
Artinya, setiap individu manusia memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam
menguasai sesuatu, misalnya bersekolah, melakukan pekerjaan, bertanggung jawab dalam
keluarga serta berbagai aktivitas ekonomi, politik dan bahkan beragama.
Namun demikian, kenyataannya setiap individu tidak dapat menguasai atau mempunyai
kesempatan yang sama. Akibatnya, masing-masing individu mempunyai peran dan kedudukan
yang tidak sama atau berbeda. Banyak faktor yang menyebabkan itu bisa terjadi, misalnya
kondisi ekonomi (ada si miskin dan si kaya), sosial (warga biasa dengan pak RT, dan
sebagainya), politik (aktivis partai dengan rakyat biasa), budaya (jago tari daerah dengan tidak),
bahkan individu atau sekelompok manusia itu sendiri. Dengan kata lain, stratifikasi sosial mulai
muncul dan tampak dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Sebagai makhluk individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia. Setiap
manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama. Manusia sebagai makhluk
individu berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya, baik potensi jasmani maupun
rohani. Manusia sebagai pribadi adalah berhakekat sosial, artinya manusia akan senantiasa
dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain. Kebutuhan akan orang lain dan interaksi sosisl membentuk kehidupan berkelompok
pada manusia. Dalam dimensi individu, muncul hak-hak dasar manusia, kewajiban dasar
manusia adalah menghargai hak dasar orang lain serta mentaati norma-norma yang berlaku di
masyarakatnya. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki implikasi-implikasi yaitu:
1) kesadaran akan ketidak berdayaan manusia bila seorang diri
2) kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.
3) penghargaan akan hak-hak orang lain
4) ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.
Sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial, hendaknya manusia memiliki
kepribadian. Yang dimaksud dengan kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa
yang dibangun oleh perasaan, pengetahuan dan dorongan.
Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal
balik antar individu, antar kelompok, antar manusia, maupun antara manusia dengan kelompok
manusia. Bentuk dari interaksi sosial adalah akomodasi, kerjasama, persaingan dan pertikaian.
Apabila dua orang atau lebih bertemu akan terjadi interaksi sosial. Interaksi sosial tersebut
bisa dalam situasi persahabatan ataupun permusuhan, bisa dengan tutur kata, jabat tangan,
bahasa dahsyat, atau tanpa kontak fisik. Bahkan, hanya dengan bau keringat sudah terjadi
interaksi sosial karena telah mengubah perasaan atau saraf orang yang bersangkutan untuk
menentukan tindakan. Interaksi sosial hanya dapat berlangsung antara pihak-pihak apabila
terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila manusia
mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh
terhadp sistem sarafnya sebagai akibat hubungan yang di maksud.
Syarat untuk terjadinya interaksi sosial, yaitu adanya: 1) kontak sosial dan 2) komunikasi.
Syarat pertama yaitu adanya kontak sosial dapat dijelaskan sebagai berikut. Kontak sosial
dapat terjadi secara primer, yaitu apabila ada kontak langsung dengan berbicara, jabat tangan,
tersenyum, dan sebagainya. Selain itu dapat juga terjadi secara sekunder, yaitu jika terjadi
dengan perantara, contohnya melalui telepon, radio, televisi.
Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu:
Kontak antar individu, contohnya siswa baru mempelajari tata tertib sekolah.
Kontak antara individu/ manusia dengan kelompok manusia, misalnya dosen mengajar di
satu kelas.
Kontak antar kelompok dengan kelompok lainnya, misalnya rapat antar kelas.
Syarat kedua untuk terjadinya interaksi sosial yaitu adanya komunikasi dijelaskan sebagai
berikut. Komunikasi adalah proses pemberian tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerik badaniah, sikap, perasaan-perasaan yang disampaikan orang
tersebut. Dengan tafsiran pada orang lain, seseorang memberi reaksi berupa tindakan terhadap
maksud orang lain tersebut. Misalnya, jika anda melambaikan tangan dipinggir jalan atau halte
bus maka salah satu bus yang lewat pasti akan berhenti, jadi, komunikasi merupakan proses
saling memberi penafsiran terhadap tindakan atau perilaku orang lain.
Berlangsungnya interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor, antara lain faktor imitasi,
sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati.
1) Imitasi adalah proses atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik sikap,
perbuatan, penampilan, dan gaya hidup.
2) Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan individu kepada individu
lain sehingga akhirnya melakukan apa yang disugestikan tanpa sikap kritis dan rasional
3) Identifikasi adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama (identik) dengan
individu yang ditirunya. Proses identifikasi erat kaitannya dengan imitasi.
4) Simpati adalah proses kejiwaan seseorang individu yang merasa tertarik dengan individu
atau kelompok karena sikap, penampilan, atau perbuatannya.
5) Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulasi yang diberikan
individu kepada individu lain, sehingga orang yang diberi motivasi melaksankannya dengan
secara kritis, rasional, dan tanggung jawab.
6) Empati adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain baik
suka maupun duka.
Seperti telah dikemukakan diatas, bentuk-bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja
sama, persaingan, dan pertikaian. Secara luas, dapat dikatakan ada interaksi sosial yang
sifatnya positif, yaitu mengarah pada kerjasama antar individu atau antar kelompok. Interaksi
sosial yang dimaksud adalah interaksi soial yang bersifat asosiatif. Adapula interaksi sosial
yang mengarah pada bentuk-bentuk pertikaian atau konflik. Interaksi sosial dimaksud disebut
dengan interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, seperti
kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif
mencakup persaingan, kontroversi, dan permusuhan.
Dengan demikian, dinamika interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sosial dapat
beragam. Dilihat dari jenisnya, ada interaksi antar individu, interaksi individu dengan kelompok,
dan interaksi antar kelompok. Dilihat dari faktor penyebabnya, ada interaksi yang disebabkan
oleh faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivsi, dan empati. Ada interaksi yang
berbentuk pertentangan. Sedangkan jika dilihat dari sifat interaksinya, ada interaksi yang
asosiatif, interaksi disasosiatif.
Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah pada pertanyaan
yang dihadapi oleh setiap orang, yaitu kepentingan manakah yang harus saya utamakan?
Kepentingan saya selaku kepentingan individu atau kepentingan masyarakat selaku tempat
saya tinggal bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan apakah individu atau masyarakat
ini memunculkan dua pandangan yang saling bertolak belakang. Kedua pandangan ini justru
berkembang menjadi faham atau aliran bahkan idiologi yang dipegang oleh suatu kelompok
masyarakat.
Individualisme berpangkal dari konsep dasar ontologis bahwa manusia pada hakekatnya
adalah makhluk individu yang bebas. Faham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi
yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Manusia sebagi individu adalah bebas,
karena itu ia memiliki hak-hak yang tidak boleh dihalangi oleh siapapun. Apabila hk-hak itu
terpenuhi, maka kehidupan manusia akan terjamin dan bahagia. Masyarakat hanyalah
kumpulan dari individu-individu. Jika individu-individu itu hidupnya bahagia dan sejahtera maka
msyarakat pun akan sejahtera.
Pandanga individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus
diutamakan. Kesejahteraan individu merupakan nilai kebaikan yang tinggi yang harus
diperjuangkan melalui persamaan dan kebebasan. Jadi, yang menjadi sentral individualisme
adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Faham individualisme
menghasilkan idiologi liberalisme. Faham ini bisa disebut juga idiologi individualisme liberal.
Liberalisme berasal dari kata “liber” artinya bebas atau merdeka. Liberalisme adalah suatu
faham yang ditegakkannya kebebasan setiap individu serta memandang setiap individu berada
pada posisi yang sederajat dalam kemerdekaan dan hak-hak miliknya. Liberalisme menolak
segala pengekangan terhadap individu. Liberalisme memberi kebebasan manusia untuk
bereaktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, baik dalam bidang politik, ekonomi,
dan sosilal budaya.
Beberapa prinsip yang dikembangkan idiologi liberalisme adalah sebagai berikut:
1) Penjaminan hak milik perorangan.
Menurut faham ini, kepemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik
berfungsi sosial
2) Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersngkutan.
Prinsip ini juga mengandung pengertian membiarkan setiap orang untuk melakukan setiap
aktivitas untuk kepentingan sendiri. Pemenuhan akan kepentingan sendiri-sendiri diyakini
akan membawa kemakmuran bersama.
3) Pemberian kebebasan penuh pada idividu.
Individu adalah primer, sedangkan masyarakat adalah sekunder. Bila individu mendapat
kebebasan dan kepuasan maka masyarakat akan mendapat kemakmuran.
4) Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.
Liberalisme dalam bidang politik menghasilkan demokrasi politik, kebebasan berbicara,
berpendapat, berserikat, dan perlunya jaminan hak asasi manusia. Liberalisme dalam bidang
ekonomi menghasilkan kapitalisme dan pasar bebas. Sedangkan liberalisme dalam bidang
sosial budaya adalah kebebasan individu untuk mengekspresikan sikap, perilaku, seni, dan
budayanya. Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan
persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut faham liberalisme, kebebasan
antari ndividu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin
keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasa agar tetap
menciptakan tertibnya penyelanggaraan hidup bersama.
Faham individualisme liberal dan sosialisme sama-sama tumbuh di Eropa Barat pada abad
ke-18 sampai dengan 19. Individualisme dipelopori oleh para tokoh, antara lain Jeremy Betham,
John Stuart Mill, Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau, dan Montesqueu, sedangkan
pemikiran sosialis ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blance, dan
Proudhon. Ideologi Marxisme termasuk dalam varian sosialisme. Ajaran Marxisme dipelopori
oleh Karl Marx (1818-1883). Faham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak
belakang dalam memandang hakekat manusia. Dalam Declaration of Independence Amerika
Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakekat manusia sebagai mahkluk individu
yang bebas merdeka, tidak seorang pun berhak untuk mencapuri hal pribadinya. Manusia
adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto
komunikasi Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakekat manusia
sebagai makhluk sosilal semata. Menurut faham ini, manusia sebagai makhluk pribadi tidak
dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.
Lalu, bagaimana kita memposisikan diri atas kedua pandangan tersebut? Kepentingan
manakah yang harus diutamakan, kepentingan diri (privat) atau kepentingan masyarakat
(publik)? Pilihan hal tersebut sesungguhnya secara filosofi dapat kita kembalikan keoada kedua
pilihan dari ideologi tersebut di atas. Jika kita simak lebih jauh, kedua pandangan diatas
mengidap kelemahannya masing-masing. Kebebasan perseorangan yang merupakan inti dari
ajaran individualisme liberal dalam pelaksanaanya justru mengingkari ajarannya sendiri, yaitu
pesamaan. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan
tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme baik dalam bentuk lama maupun baru.
Persaingan bebas akan memunculkan kesenjangan antara kaya dengan orang miskin.
Liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan
ekonomi dan sosial.
Sosialisme dalam bentuk yang ekstrim (marxisme/komunisme), tidak menghargai manusia
sebagai peribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis,
mungkin terjadi kemakmuran masyarakat, tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu
Peradaban erat kaitannya dengan kebudayaan. Kebudayaan pada hakekatnya adalah hasil
cipta, rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan cipta (akal)
manusia menghasilkan ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa manusia melalui alat-alat
inderanya menghasilkan beragam barang seni dan bentuk-bentuk kesenian. Sedangkan karsa
manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kebahagiaan sehingga
menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Hasil atau
produk manusia inilah yang menghasilkan peradaban. Peradaban berasal dari kata “adab”
yang diartikan sopan, berbudi pekerti, luhur, mulia, berahklak, yang semuanya menunjuk pada
sifat tinggi dan mulia. Peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah
mendapat tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Taraf kebudayaan yang
telah mencapai tingkat tertentu yang tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai
beradab atau mencapai peradaban yang tinggi.
Istilah peradaban sering dipakai untuk hasil kebudayaan seperti kesenian, ilmu
pengetahuan, dan teknologi, adat, sopan santun, serta pergaulan. Selain itu, kepandaian
menulis, organisasi bernegara, serta masyarakat kota yang maju dan kompleks. Peradaban
menunjuk pada hasil kebudayaan yang bernilai tinggi dan maju. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa setiap masyarakat atau bangsa di manapun selalu berkebudayaan, tetapi
tidak semuanya telah memiliki peradaban. Peradaban merupakan tahap tertentu dari
kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu pula, yang telah
mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
yang telah maju.
Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor kemajuan
teknologi, ilmu pengetahuan, dan tingkat pendidikan. Dengan demikian, suatu bangsa yang
yang memiliki kebudayaan tinggi (peradaban) dapat dinilai dari tingkat pendidikan, kemajuan
teknologi, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan, teknologi, dan ilmu pengetahuan
yang dimiliki masyarakat akan senantiasa berkembang. Oleh karena itu, peradaban masyarakat
juga akan berkembang sesuai dengan zamannya.
Kemajuan teknologi bisa dilihat dari infrastruktur bangunan, sarana yang dibuat, lembaga
yanng dibentuk, dan lain-lain. Contohnya bangsa-bangsa yang memiliki peradaban tinggi pada
masa lampau adalah yang tinggal di lembah Sungai Nil, lembah Sungai Eufrat Inggris, lembah
Sungai Indus, dan lembah Sungai Hoang Ho Cina. Ada berbagai keajaiban di dunia yang
merupakan peradaban di masanya:
1) Piramida di Mesir merupakan makam raja-raja mesir kuno.
2) Taman gantung di Babylonia.
3) Tembok raksasa dengan panjang 6.500 km di RRC.
4) Menara Pisa di Italia.
5) Menara Eiffel di Paris.
6) Candi Borobudur di Indonesia.
7) Taj Mahal di India.
8) Patung Zeus yang tingginya 14 m dan seluruhnya terbuat dari emas.
9) Kuil Artemis merupakan kuil terbesar di Yunani.
10) Mausoleum Halicarnacus, kuburan yang dibangun oleh Ratu Artemesia untuk mengenang
suaminya Raja Maulosus dari Carla.
11) Colussus, yaitu patung perunggu dewa matahari dari Rhodes.
12) Pharos, yaitu patung yang tingginya hingga 130 m dari Alexandria.
13) Gedung Parlemen Inggris di London.
14) Kabah di Mekah Saudi Arabia.
15) Colosseum di Roma Italia.
Salah satu ciri yang terpenting dari bangsa yang memiliki peradaban adalah bangsa yang
tidak hanya mempunyai cultured tapi juga lettered artinya melek huruf. Namun pengertiannya di
sini yakni, tidak hanya melek huruf tapi tarafnya yang lebih tinggi yakni bangsa yang terdidik.
Peradaban tidak hanya menunjuk pada hasil-hasil kebudayaan manusia yang sifatnya fisik,
seperti barang, bangunan, dan benda-benda. Peradaban tidak hanya merujuk pada wujud
benda hasil budaya, tetapi juga wujud gagasan dan prilaku manusia. Kebudayaan merupakan
keseluruhan dari hasil budi daya manusia, baik cipta, karsa, dan rasa.
Kebudayaan berwujud gagasan/ide, perilaku/aktivitas, dan benda-benda. Sedangkan
peradaban adalah bagian dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju. Jadi peradaban
termasuk pula di dalamnya gagasan dan perilaku manusia yang tinggi, halus, dan maju.
Peradaban sebagai produk yang bernilai tinggi, halus, indah, dan maju menunjukkan bahwa
manusia memanglah merupakan mahkluk yang memiliki kecerdasan, keberadaban, dan
kemauan yang kuat. Manusia merupakan mahkluk yang beradab sehingga mampu
menghasilkan peradaban. Di samping itu, manusia sebagai mahkluk sosial juga mampu
menciptakan masyarakat yang beradab.
Adab artinya sopan. Manusia sebagai mahkluk yang beradab artinya pribadi manusia itu
memiliki potensi untuk berlaku sopan, berahklak, dan berbudi pekerti yang luhur menunjuk pada
perilaku manusia. Orang yang beradab adalah orang yang berkesopanan, berahklak, dan
berbudi pekerti dalam perilaku, termasuk pula dalam gagasan-gagasannya. Manusia yang
beradab adalah manusia yang bisa menyelaraskan antara cipta, rasa, dan karsa.
Namun dalam perkembangannya, manusia bisa jatuh dalam perilaku yang tidak kebiadaban
karena tidak mampu menyeimbangkan atau mengendalikan cipta, rasa, dan karsa yang
dimilikinya. Manusia tersebut melanggar hakekat kemanusiaannya sendiri. Manusia yanng
beradab tentunya ingin hidup di lingkungan yang beradab pula. Sehingga terbentuklah
masyarakat yang beradab.
Dewasa ini, masyarakat adab memiliki padanan istilah yang dikenal dengan masyarakat
madani atau masyarakat sipil (civil society). Konsep masyarakat adab berasal dari konsep civil
society, dari asal kata cociety civiles. Istilah masyarakat adab dikenal dengan kata lain
masyarakat sipil, masyarakat warga, atau masyarakat madani. Secara etimologis, dapat
dinyatakan masyarakat madani dapat dinyatakan sebagai masyarakat yang teratur dan
beradab. Visi Indonesia 2020 juga bisa dikatalan membentuk masyarakat madani Indonesia,
yaitu suatu masyarakat yang memiliki keadaban demokratis.
Evolusi kebudayaan berlangsung sesuai dengan perkembangan budi daya atau akal pikiran
manusia dalam menghadapi tantangan hidup dari waktu ke waktu. Proses evolusi untuk tiap
kelompok masyarakat di berbagai tempat berbeda-beda, bergantung pada tantangan,
lingkungan, dan kemampuan intelektual manusianya untuk mengantisipasi tantangan tadi.
Masa dalam kehidupan manusia dapat kita bagi dua, yaitu masa prasejarah (masa sebelum
manusia mengenal tulisan sampai manusia mengenal tulisan) dan masa sejarah (masa
manusia telah mengenal tulisan). Data tentang masa prasejarah diambil dari sisa-sisa dan
bukti-bukti yang digali dan diinterpretasi. Masa sejarah bermula ketika adanya catatan tertulis
untuk dijadikan bahan rujukan. Penciptaan tulisan ini merupakan satu penemuan revolusioner
yang genius. Bermula dari penciptaan properti dan lukisan objek, seperti kambing, lembu,
wadah, ukuran barang, dan sebagainya; diikuti dengan indikasi angka; kemudian diikuti simbol
yang mengindikasikan transaksi, nama, dan alamat yang bersangkutan; selanjutnya simbol
untuk fenomena harian, hubungan antara mereka, dan akhirnya intisari, seperti warna, bentuk,
dan konsep.
Ada dua produk revolusioner hasil dari akal manusia dalam zaman prasejarah, yaitu:
1) Penemuan roda untuk transportasi, pada mulanya roda digunakan hanya untuk mengangkat
barang berat di atas sebuah pohon. Kemudian, roda disambung dengan kereta, lalu
berkembang menjadi mobil seperti saat ini.
2) Bahasa adalah suara yang diterima sebagai cara untuk menyampaikan pikiran seseorang
kepada orang lain. Ketika tanda-tanda diterima sebagai representasi dan bunyi-bunyi arbitrer
yang mewakili ide-ide, masa prasejarah pun beralih ke masa sejarah tertulis.
Menurut Arnold Y. Toynbee, seorang sejarawan asal Inggris, lahirnya peradaban itu
diuraikan dengan teori challenge and respons. Peradaban itu lahir sebagai respons (tanggapan)
manusia yang dengan segenap daya upaya dan akalnya menghadapi dan menaklukan, dan
mengolah alam sebagai tantangan (challenge) guna mencukupi kebutuhan dan melestarikan
kelangsungan hidup.
Penerapan teknologi itu bertujuan untuk memudahkan kerja manusia, agar meningkatkan
efisiensi dan produktivitas. Alvin Toffler menganalisis gejala-gejala perubahan dan
pembaharuan peradaban masyarakat akibat majunya ilmu dan teknologi. Dalam bukunya The
Third Wave (1981), ia menyatakan bahwa gelombang perubahan peradaban umat manusia
sampai saat ini telah mengalami tiga gelombang, yaitu:
1) Gelombang I, peradaban teknologi pertanian berlangsung mulai 800 SM sampai dengan
1500 M.
2) Gelombang II, peradaban teknologi industri berlangsung mulai 1500 M sampai dengan 1970
M.
3) Gelombang III, peradaban informasi berlangsung mulai 1970 M sampai dengan sekarang.
Setiap gelombang peradaban tersebut dikuasai oleh tingkat teknologi yang digunakan.
Gelombang pertama (the first wave) dikenal dengan revolusi hijau. Dalam gelombang pertama
ini manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Gelombang kedua adalah
revolusi industri terutama di negara-negara Barat yang dimulai dengan revolusi industri di
Inggris. Gelombang ketiga merupakan revolusi informasi yang ditandai dengan kemajuan
teknologi informasi yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dalam berbagai bidang.
Gelombang ketiga terjadi dengan kemajuan teknologi dalam bidang:
1) Komunikasi dan data prosesing.
2) Penerbangan dan angkasa luar.
3) Energi alternatif dan energi yang dapat diperbaharui.
4) Terjadinya urbanisasi, yang disebabkan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan
transportasi.
John Naisbitt dalam bukunya Megatrends (1982), menyatakan bahwa globalisasi
memunculkan perubahan-perubahan yang akan dialami oleh negara-negara dunia. Perubahan
itu terjadi karena interaksi yang dekat dan intensif antarnegara, terutama negara berkembang
akan terpengaruh oleh kemajuan di negara-negara maju. Perubahan-perubahan tersebut ialah:
1) Perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi.
2) Perubahan dari teknologi yang mengandalkan kekuatan tenaga ke teknologi canggih.
3) Perubahan dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia.
4) Perubahan dari jangka pendek ke jangka panjang.
5) Perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi.
6) Perubahan dari bantuan lembaga ke bantuan diri sendiri.
7) Perubahan dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatori.
8) Perubahan dari sistem hierarki ke jaringan kerja.
9) Perubahan dari utara ke selatan.
10) Perubahan dari suatu di antara dua pilihan menjadi macam-macam pilihan.
Naisbitt dan Patricia Aburdance (1990) kembali mengemukakan lagi adanya sepuluh macam
perubahan di era global, yaitu:
1) Abad biologi.
2) Bangunan sosialisme pasar bebas.
3) Cara hidup global dan nasionalisme budaya.
4) Dawarsa kepemimpinan wanita.
5) Kebangkitan agama dan milenium baru.
6) Kebangkitan dalam kesenian.
7) Kemenangan individu.
8) Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 1990-an.
9) Berkembangnya wilayah pasifik.
10) Privatisasi/swastanisasi atas negara.
Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya universal. Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga
tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial atau proses sejarah atau proses ilmiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara
di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan
koeksistensi dengan menyingkirkan bata-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Globalisasi digerakkan oleh kemajuan yang pesat dalam teknologi transportasi, informasi
dan komunikasi. Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya
fenomena globalisasi di dunia:
1) Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antar negara menunjukkan keterkaitan antar
manusia di seluruh dunia.
2) Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet
menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui
pergerakkan massa semacam turisme, memungkinkan kita merasakan banyak hal dari
budaya yang berbeda.
3) Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh
perusahaan multinasioanal, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization
(WTO).
4) Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film,
musik, serta transmisi berita dan olahraga internasional. Saat ini kita dapat mengonsumsi
dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka
ragam budaya misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
5) Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional, dan lain-lain.
Globalisasi dimunculkan oleh negara-negara maju dan banyak didominasi oleh negara maju.
Dewasa ini, negara-negara maju lebih didominasi oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat karena memang kemajuan teknologi dan pengetahuan yang mereka miliki. Harus diakui
bahwa, kebudayaan dan peradaban Barat yang lebih mendominasi bagi masyarakat dunia.
Namun demikian, dunia tidak hanya didominasi satu peradaban yang besar saja. Huntington
(2001) mengidentifikasi adanya sembilan peradaban besar saat ini. Peradaban dunia meliputi:
1) Peradaban Barat atau disebut Peradaban lama yang berpusat di Eropa Barat , Amerika
Utara, dan Australia.
2) Peradaban Amerika Latin yang dipengaruhi agama Katolik, menyebar di negara-negara
Amerika Selatan.
3) Peradaban Muslim atau Islam yang berpusat di Timur Tengah dan Afrika Utara.
4) Peradaban Hindu di India.
5) Peradaban Budha di Mongolia.
6) Peradaban Jepang.
7) Peradaban Afrika.
8) Peradaban Cina.
Globalisasi memberi pengaruh dalam berbagai kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan pertahanan. Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik adalah akan
semakin menguatnya pengaruh ideologi liberal dalam perpolitikan negara-negara berkembang
yang ditandai oleh menguatnya ide kebebasan dan demokratis, termasuk di dalamnya masalah
hak asasi manusia. Di sisi lain, ada pula masuknya pengaruh ideologi lain, seperti ideologi
Islam yang berasal dari Timur Tengah. Implikasinya adalah negara semakin terbuka dalam
pertemuan berbagai ideologi dan kepentingan politik negara.
Pengaruh globalisasi terhadap ekonomi antara lain menguatnya kapatalisme dan pasar
bebas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tumbuhnya perusahaan-perusahaan transnasional
yang beroperasi tanpa mengenal batas-batas negara. Selanjutnya juga akan semakin ketatnya
persaingan dalam menghasilkan barang dan jasa dalam pasar bebas. Kapitalisme juga
menuntut adanya ekonomi pasar yang lebih bebas untuk mempertinggi asas manfaat,
kewiraswastaan, akumulasi modal, membuat keuntungan, serta manajemen yang rasional. Ini
semua menuntut adanya mekanisme global baru berupa struktur kelembagaan baru yang
ditentukan oleh ekonomi raksasa.
Pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya adalah masuknya nilai-nilai dari peradaban
lain. Hal ini berakibat timbulnya erosi nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa yang menjadi jati
dirinya. Pengaruh ini semakin lancar dengan pesatnya media informasi dan komunikasi, seperti
televisi, komputer, Internet sebagainya.
Globalisasi juga memberikan dampak terhadap pertahanan dan keamanan negara.
Menyebarnya perdagangan dan industri diseluruh dunia akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya konflik kepentingan yang dapat mengganggu keamanan bangsa. Globalisasi juga
menjadikan suatu negara amat perlu menjalin kerja sama pertahanan dengan negara lain,
seperti latihan perang bersama, perjanjian pertahanan, dan pendidikan militer antarpersonel
negara. Hal ini dikarenakan, saat ini ancaman bukan lagi bersifat kovensional tetapi juga
kompleks dan semakin canggih.
Globalisasi dapat menimbulkan efek baik yang bersifat positif maupun negatif. Aspek positif
dari globalisasi antara lain sebagai berikut:
1) Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi mempermudah manusia dalam berinteraksi.
2) Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi mempercepat manusia untuk berhubungan
dengan manusia lain.
3) Kemajuan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi meningkatkan efesiensi.
Selain aspek-aspek positif juga terdapat aspek-aspek negatif dari globalisasi antara lain
sebagai berikut:
1) Masuknya nilai budaya luar akan menghilangkan nilai-nilai tradisi suatu bangsa dan identitas
suatu bangsa.
2) Ekspolitasi alam dan sumber daya lain akan memuncak karena kebutuhan yang makin
besar.
3) Dalam bidang ekonomi, berkembang nilai-nilai konsumerisme dan invidual yang menggeser
nilai-nilai sosial masyarakat.
4) Terjadinya Dehumanisasi, yaitu derajat manusia nantinya tidak dihargai karena lebih banyak
menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi.
Dalam menghadapi globalisasi ini, bangsa-bangsa di dunia memberi respon atau tanggapan
yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Sebagian bangsa menyambut positif karena dianggap sebagai jalan keluar baru untuk
perbaikan nasib umat manusia.
Ada beberapa hal pokok yang perlu dicermati terkait dengan kemajemukan Bangsa
Indonesia yaitu:
Indonesia kaya akan kemajemukan dalam hal ras, agama, golongan, tingkat ekonomi dan
gender.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikultur artinya memiliki banyak budaya.
Tercatat ada sekitar 400 suku bangsa di Indonesia.
Kemajemukan yang kita miliki merupakan kekayaan bangsa. Majemuk sama dengan plural,
jamak, atau beragam. Hal ini selaras dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka
artinya berbeda-beda atau beragam, sedangkan Tunggal Ika adalah cita-cita persatuan dari
keberagaman. Jadi, meski berbeda, namun tetap mementingkan persatuan. Bhineka adalah
kenyataan (das sein) sedangkan Ika adalah keinginan (das sollen).
Kemajemukan adalah karakteristik bangsa Indonesia, di samping karakteristik lain bangsa
Indonesia yaitu: jumlah penduduk yang besar, wilayah yang luas, posisi silang, kekayaan
alam dan daerah tropis, jumlah pulau yang banyak, serta persebaran pulau.
Kesetaraan sebagai Warga Negara menjadi hal penting di Indonesia. Kesetaraan atau
kesederajatan menunjuk pada adanya persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai
manusia. Pengakuan akan prinsip kesetaraan diakui dan dijamin oleh negara melalui UUD
1945 dalam Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945. Persamaan di negara demokrasi antara lain dalam
bidang politik, hukum, kesempatan ekonomi dan sosial. Persamaan tanpa membedakan
primordial.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang.
Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu
memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang
disebut dengan hak asasi manusia.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang
secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam
kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat
sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya
berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan
kekuasaan.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesedrajatan secara yuridis diakui dan dijamin oleh
Negara melalui UUD 1945. yaitu tertuang dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi
”Segala Warga Negara Bersamaan Kedudukannya Dalam Hukum dan Pemerintahan dan Wajib
Menjunjung Hukum Dan Pemerintahan itu dengan Tidak Ada Kecualinya”. Dalam Negara
demokrasi diakui dan dijamin pelasanaan atas persamaan kedudukan warga Negara baik
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian secara yuridis
maupun politis segala warga Negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik,
hokum, pemerintahan, ekonomi dan sosial.
Keragaman berasal dari kata ragam yang artinya tingkah laku, macam (jenis), lagu (musik,
langgam), warna (corak, ragi), laras (ling, tata bahasa). Sehingga keragaman berarti perihal
beragam-ragam (berjenis-jenis). Keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat di mana
terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama
dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi ekonomi. Kesetarran adalah suatu
kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia tetap memiliki satu
kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
Unsur-unsur keragaman dalam masyarakat Indonesia meliputi:
1) Suku bangsa dan ras
Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke sangat
beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusia
yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit, ukuran-ukuran
tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.
2) Agama dan keyakinan.
Agama mendukung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang
dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib
yang tak dapat ditangkap dengan pancaindra.
Dalam praktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain:
Berfungsi edukatif: ajaran agama secara yuridis berfungsi menyeluruh dan melarang.
Berfungsi sebagai penyelamat.
Berfungsi sebagai perdamaian.
Berfungsi sebagai sosial control.
Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.
Berfungsi transformatif.
Berfungsi kreatif.
Berfungsi sublimatif
3) Ideologi dan Politik
Ideologi adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap
tingkah laku. Politik adalah usaha untuk menegakkan ketertiban sosial.
4) Tata krama
Tata krama adalah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap
sesuai kaidah atau norma tertentu.
5.5 Kesimpulan
Keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran
kebersamaan dalam mengarungi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi
terwujudnya sebuah bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Menyatu dalam keragaman, dan
beragam dalam kesatuan. Segala suatu bentuk kesenjangan didekatkan, segala keragaman
dipandang sebagai kekayaan. Bangsa milik bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan
dalam pola pikir masyarakat untuk menuju Indonesia Raya Merdeka.
6.1 Hakekat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum dalam
Kehidupan Manusia, Masyarakat dan Negara
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan bagaimana cara manusia
mencari hakekat sesuatu, salah satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang
mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika
berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan kondisi baik dan salah,
namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk
bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan
estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji mengenai
persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana mestinya.
Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:
1) Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2) Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3) Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian di atas menjadi materi bahasannya, oleh
karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas kode-kode etik
yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosisalnya, yang tentu saja karena manusia
adalah makhluk sosial.
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan suatu batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring
dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, hal ini sering juga disebut dengan
peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani
interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau
suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada
dasarnya, sesungguhnya norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat
dapat berlangsung dengan tertib sebagaimana yang diharapkan.
Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia sebagai
makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai
sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang
menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai sangat
tergantung pada subjek yang menilainya. Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif: Pertama,
apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya
karena objek itu memiliki nilai. Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan
nilai pada objek, atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut
memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001,
hlm. 19-24).
Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama
seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan kualitas
sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera seperti warna, rasa, bau,
dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya kualitas sampingan yang memberikan
nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan objek penilaian kualitasnya.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada
dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder merupakan bagian eksistensi objek
tetapi kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder
sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan
bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki
Nilai sosial adalah nilai yang tertanam dalam kehidupan bermasyarakat, di antaranya:
kesetiakawanan, kepedulian terhadap sesama, menyukai kerjasama, aktif bermusyawarah,
aktif bergotongroyong, cepat tanggap terhadap apa yang menimpa tetangga, dan seterusnya.
Sayangnya, saat ini nilai sosial di masyarakat Indonesia sebagian banyaknya mengalami
penurunan drastis antara tetangga mulai berjarak, kebersamaan mulai menjemukan lebih
senang sendiri-sendiri pada akhirnya banyak kasus jika menengok orang meninggal karna
hanya ingin dapatkan bingkisan nasi bukan berniat meringankan beban atau menghiburnya,
rumah pun dipagari dengan setinggi-tingginya bermaksud tidak menyelinap secara diam-diam
(ada kecurigaan sosial yang tidak jelas alasannya), bekerja bakti pun terkadang harus diiming-
iming dengan upah yang akan didapatkannya sehingga segala sesuatu itu sekarang ditentukan
oleh nominal uang, mungkin tidaklah aneh semua itu terjadi disebabkan susahnya mencari
uang akhirnya beberapa jalan yang sekiranya tidak pantas pun sering dilakukan oleh
masyarakat sekarang.
Walaupun begitu banyaknya pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang
telah disepakati dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan
selanjutnya nilai itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada
dasarnya upaya memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai, akan tetapi setiap orang
tertarik pada bagian bagian yang “relatif belum tersentuh” oleh pemikir lain.
Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada pengertian
nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value is Object of Sosial Interest, karena ia
melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena
dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar manusia
yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai. Nilai itu
harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan.
Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya,
pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman itu positif juga,
sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan memang buruk, jadi
diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya, terutama bagi para
orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur.
Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan
dengan anak-anak adalah memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang
harus mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus dilakukan,
seberapa sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah sebabnya
seorang figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh dalam
perkembangan nilai moral.
Pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih
berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan bila
melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui bahwa ada
pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.
Munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan
mempengaruhi disonansi kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman sebaya
dengan tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal pada individu
yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut.
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat,
dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban
dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antarn manusia dalam
masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi
akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu
hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan
struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat
sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang
berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh
karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-undangan
yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda,
sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan
moral.
K. Bertens menyatakan ada setidaknya empat perbedaan antara hukum dan moral,
pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas (hukum lebih dibukukan daripada
moral), kedua, meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin
seseorang, ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang
berkaitan dengan moralitas, keempat, hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan
akhirnya atas kehendak negara sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral
yang melebihi para individu dan masyarakat.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah
orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Menurut Socrates,
keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah
melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sehab
pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu
sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus
memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan
menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti
ketidakadilan.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalarn kehidupan manusia karena dalam
hidupnya manusia menghadapi keadilan/ ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan
ketidakadilan menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi
ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain-lain.
Ciri-ciri keadilan adalah: 1) tidak memihak, 2) sama hak, 3) sah menurut hukum, 4) layak
dan wajar, 5) benar secara moral. Sedangkan akibat dari ketidakadilan adalah:1) kehancuran:
diri, keluarga, perusahaan, masyarakat, bangsa dan negara, 2) kezaliman yaitu keadaan yang
tidak lagi menghargai, menghormati hak-hak orang lain, sewenang-wenang merampas hak
orang lain demi keserakahan dan kepuasan nafsu.
6.3 Problematika Nilai, Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia terhadap nilai
dari suatu maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam menjalin
kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah baik
buruknya sepanjang nilai itu dalam arti positif berarti perubahan bermoral, begitu juga
7.1 Hakekat dan Makna Sains, Teknologi, dan Seni bagi Manusia
Selama perjalanan sejarah, umat manusia telah berhasil menciptakan berbagai macam
kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan tersebut meliputi tujuh unsur
kebudayaan saja. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang
selalu ada pada setiap kebudayaan masyarakat yang ada dibelahan dunia. Menurut Kluchkhon
sebagaimana dikutip Koentjaraningrat (1996), bahwa ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut
meliputi: 1) peralatan hidup (teknologi), 2) sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), 3) sistem
kemasyarakatan (organisasi sosial), 4) sistem bahasa, 5) kesenian (seni), 6) sistem
pengetahuan (ilmu pengetehuan/sains), serta 7) sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada
apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat. Karena ada pada setiap
kehidupan masyarakat manusia di dunia ini, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang
ada di dunia itu sering dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat universal, atau
unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni) atau sering
disingkat IPTEK, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut.
Maka dapat dipastikan IPTEK akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat di manapun
berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai masyarakat yang masih sangat
rendah tingkat perdabannya. Bahkan pada kehidupan masyarakat purba atau pada zaman
prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebut telah ada, termasuk
IPTEK, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhanan atau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya
universal adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau
teknologi berupa alat-alat sederhana yang terbuat dari batu maupun tulang yang digunakan
untuk mencari makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana
atau berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem
kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian
hidup manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar-gambar mistis berupa lukisan
telapak tangan serta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya, yang
ditemukan di gua-gua tempat tinggal mereka. Pada zaman purba, ternyata juga telah dikenal
adanya sistem pengetahuan dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada
perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tapi pasti IPTEK terus berkembang
semakin maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia.
Bahkan, kini IPTEK yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu
ataupun teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-
sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi
kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih
mudah, lancar, efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antara
manusia, lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi
lingkungannya, manusia mau tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana
berupa pengetahuan yang dimiliki serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu
kehidupannya. Dengan demikian, IPTEK bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia
untuk menciptakan taraf kehidupannya yang lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah IPTEK (ilmu,
pengetahuan, teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena
masing-masing ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-beda.
Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap
orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan IPTEK dapat
diidentifikasi sebagai berikut (RPJMN 2004-2009):
1) Rendahnya kemampuan IPTEK nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal ini
ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP tahun 2001
menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari
72 negara.
2) Rendahnya kontribusi IPTEK nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh
kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi
dalam kegiatan ekspor.
3) Belum optimalnya mekanisme intermediasi IPTEK yang menjembatani interaksi antara
kapasitas penyedia IPTEK dengan kebutuhan pengguna, Masalah ini dapat dilihat dari
belum tertatanya infrastruktur IPTEK, antara lain institusi yang menngolah dan
menerjemahkan hasil pengembangan IPTEK menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai
untuk difungsikan dalam sistem produksi.
4) Lemahnya sinergi kebijakan IPTEK, sehingga kegiatan Iptek belum sanggup memberikan
hasil yang signifikan.
Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya. Pada mulanya,
manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah manusia berusaha
menyesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan
hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir peradaban (istilah Toynbee)
sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi lingkungan agar lingkungan mendukung
kehidupannya. Misalnya, manusia menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang
membatasinya.
Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki
karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan
makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih
kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya. Mennurut Pasal 1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup.
Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat
dimanfaatankan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan
memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut:
1) Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan
berkembang, di atas bumi sebagai lingkungan.
2) Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia.
3) Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yanng mendiaminya.
4) Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia.
5) Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan
kebahagiaan hidup.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini
dimaksudkan untuk menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup
yang cenderung semakin rusak. Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan pada
tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya ketika seorang
senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh
ulah manusia. Selanjutnya, ia mengambil prakarsa bersama LSM untuk mencurahkan satu hari
bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Dari Konferensi PBB mengenai lingkungan
hidup yang diselanggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia, tanggal 5 Juni
tersebut di tetapkan sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut:
1) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
2) Menumbuhkankembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
3) Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.
4) Memberikan saran dan pendapat.
5) Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa ada hubungan yang erat antara lingkungan dengan
manusia. Lingkungan memberikan makna atau arti penting bagi manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan dapat memberikan sumber kehidupan agar
Di negara, penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal
dasar atau set pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi
juga merupakan pelaku pembangunan. Mereka adalah subjek dan objek dari pembangunan
negara. Pembangunan pada dasarnya dilakukan oleh penduduk negara dan ditujukan untuk
kebutuhan dan kesejahteraan penduduk yang bersangkutan.
Hal yang berkaitan dengan penduduk negara meliputi:
1) Aspek kualitas penduduk, mencakup tingkat pendidikan, keterampilan, etos kerja, dan
kepribadian.
2) Aspek kuantitas penduduk yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran,
perataan, dan pertimbangan penduduk ditiap wilayah negara.
Pertumbuhan penduduk akan selalu berkaitan dengan masalah lingkungan hidup. Penduduk
dengan segala aktivitasnya akan memberikan dampak terhadap lingkungan. Demikian pula
makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan makin meningkatnya dampak
terhadap lingkungan hidup. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Lingkungan hidup bisa
berdampak positif dan negatif bagi kesejahteraan penduduk.
Perubahan positif akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan, misalnya dengan
pembangunan jalan-jalan raya yang bisa menghubungkan daerah-daerah yang sebelumnya
terisolir. Pembuatan saluran air, taman kota, penghijauan, penanaman turus jalan, pembuat
bendungan, dan lain-lain adalah contoh-contoh kegiatan yang menjadikan lingkungan memberi
dampak positif bagi manusia. Perubahan yang positif dari lingkungan tersebut tentu saja dapat
memberikan keuntungan dan sumber kesejahteraan bagi penduduk.
Perubahan lingkungan sebagai akibat tindakan manusia tidak jarang memberikan dampak
negatif, yaitu kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup tidak hanya
meniadakan daya dukung lingkungan itu sendiri, tetapi juga memberi resiko bagi kehidupan
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan
timbal balik antara perorangan, antara kelompok manusia dalam bentuk akomodasi, kerja
sama, persaingan, dan pertikaian.
Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial
merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan mental. Kontak sosial dapat bersifat primer
(face to face) dan dapat berbentuk sekunder (melalui media perantara, koran, radio, TV, dan
lain-lain). Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lain. Tanpa
komunikasi tidak mungkin terjadi interaksi sosial. Komunikasi bisa berbentuk lisan, tulisan, atau
simbol lainnya.
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), akomodasi
(accomodation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Kerja sama sebagai segala
bentuk usaha guna mencapai tujuan bersama. Akomodasi sebagai keadaan menunjukan
kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi sosial. Akomodasi sebagai proses
menunjukan pada usaha manusia untuk meredakan pertentangan, yaitu usaha mencapai
kestabilan. Persaingan merupakan proses sosial dimana seseorang atau kelompok sosial
bersaing memperebutkan nilai atau keuntungan dalam kehidupan melalui cara-cara menarik
perhatian publik. Pertikaian merupakan interaksi sosian di mana seseorang atau kelompok
sosial berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan menantang lawannya dengan ancaman
atau kekerasan.
Pranata sosial (dalam bahasa Inggris Istilahnya institution) menunjuk pada sistem pola-pola
resmi yang dianut suatu warga masyarakat dalam berinteraksi (Koentjaraningrat, 1996).
Pranata adalah suatu sistem norma khusus yang menata rangkaian tindakan berpola mantap
Problema sosial merupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal,
amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-
nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan
mungkin untuk dihilangkan.
Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan
faktor-faktor penyebabnya, maka problema sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Soerjono Soekanto, 1982):
1) Problema sosial karena faktor ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran.
2) Problema sosial karena faktor biologis, seperti wabah penyakit.
3) Problema sosial karena faktor psikologis, seperti bunuh diri, sakit jiwa, dan disorganisasi.
4) Problema sosial karena faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak,
konflik ras, dan konflik agama.
Ada beberapa isu penting tentang lingkungan yang menjadi masalah kita bersama yaitu: 1)
kekurangan pangan, 2) kekurangan sumber air bersih, 3) polusi atau pencemaran, dan 4)
perubahan iklim.
Selain itu ada juga isu-isu tentang kemanusiaan di antaranya: 1) kemiskinan, 2) konflik atau
perang, dan 3) wabah penyakit.
Telah kita maklumi bahwa penduduk adalah sekumpulan manusia yang duduk atau
menempati wilayah tertentu. Sedangkan masyarakat merupakan kumpulan dari penduduk.
Dalam hidup bermasyarakat, satu sama lain saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota
masyarakat mempunyai berbagai aktivitas dan berinteraksi satu dengan yang lain serta masing-
masing memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam suatu daerah/ wilayah tertentu kebutuhan penduduk diharapkan dapat terpenuhi dari
hasil daerah tersebut, lebih-lebih pada daerah agraris di Indonesia, penduduk suatu wilayahnya
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari wilayah tersebut dengan bekerja mengolah tanah
yang tersedia. Suatu wilayah/ daerah yang penduduknya terus bertambah, akhirnya jumlah
tenaga kerja juga bertambah. Dengan luas tanah yang terbatas (tidak dapat bertambah), maka
pertambahan produksi bahan pangan tidak dapat mengimbangi jumlah tenaga kerja yang terus
bertambah. Kondisi yang demikian dinamakan terdapatnya tekanan penduduk di daerah
tersebut.
Kita mengenal adanya dua jenis tekanan penduduk yaitu:
1) Tekanan penduduk yang absolut (mutlak), yang digambarkan sebagai kesukaran
mendapatkan suatu keperluan akan pangan, sandang dan papan bagi kehidupan manusia.
Menurut Wagner, absolute over-population ini timbul apabila dalam sauatu daerah tertentu
dalam waktu twerbatas, bahan kebutuhan hidup tidak dapat mencukupi lagi kehidupan
penduduk daerah tersebut dengan layak. Tekanan penduduk yang absolut itu dapat
diketahui dengan mengukur jumlah keperluan hidup yang dipergunakan perkapita. Makin
rendah jumlah yang tersedia, maka makin tinggi tekanan penduduk absolutnya.
2) Tekanan penduduk yang relatif (nisbi), yang dapat dinyatakan sebagai suatu tingkat tekanan
yang dirasakan orang setelah kekurangan dalam memenuhi syarat kehidupannya, dan
membandingkan dengan apa yang telah dinikmati oleh orang lain atau golongan lain.
Menurut Wagner, relative over-population timbul apabila dalam suatu daerah tertentu dalam
waktu terbatas, penduduk terutama buruh tidak akan mudah memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan tingkat perekonomian yang ada dan tingkat hidup yang layak.
Kebudayaan dan masyarakat adalah ibarat dua sisi mata uang, satu sama lain tidak dapat
dipisahkan. Kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta “buddhayah” yang merupakan bentuk
jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi, akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan
sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Di samping kebudayaan, ada kata
kultur yang berasal dari bahasa inggris “culture”. Kultur berasal dari kata Latin yaitu “colere”
yang diartikan sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. E.B.
Taylor memberikan definisi mengenai kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan sosial, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selain kebudayaan ada kata peradaban (civilization). Para ahli sosiologi membedakan
kebudayaan dan peradaban. Peradaban dipakai untuk technical skill (keteramplan teknik)
seperti kemampuan membangun bendungan, pembuatan gedung-gedung bertingkat, kapal-
kapal laut, pesawat terbang dan sebaginya.
9.3.1 Individu
Kata “individu” berasal dari kata latin, yaitu “individuum”, artinya “yang tak terbagi”. Jadi
merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling
kecil dan terbatas. Arti lain dari individu adalah sebagai pengganti “orang seorang” atau
manusia perorangan. Di sini terlihat bahwa sifat dan fungsi manusia, sebagaimana ia hidup di
tengah-tengah individu lain dalam masyarakat.
Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan
sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan, dapat kita uraikan, bahwa
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan
sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah
laku massa yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada
seseorang sampai pada ia adalah dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi
diri.
Manusia sebagai individu memiliki tugas pada dirinya sendiri yaitu:
1. Menuntut ilmu pengetahuan, merekayasa teknologi serta memanfaatkannya untuk
kemakmuran dan kesejahteraan. Kesadaran tersebut mendorongnya untuk terus belajar.
Proses belajar berarti proses perubahan sikap dan perilaku dengan mendapatkan
pengalaman dan pelatihan.
2. Menghiasi diri dan budi pekerti dengan baik serta akhlak yang terpuji, setiap tindakan dan
perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat selalu bercermin pada keindahan dan keelokan
budi pekerti maka akan tercipata kesejukan dalam kehidupan bermasyarakat,
9.3.2 Keluarga
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai
makhluk sosial, yang ditandai dengan adanya kerja sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah
berkembang biak, mensosialisasi, mendidik anak, menolong, melindungi, atau merawat orang-
orang tua (jompo). Bentuk keluarga terdiri atas seorang suami, seorang istri, dan anak-anak
yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama (keluarga inti). Secara resmi keluarga
terbentuk dari hasil perkawinan.
Secara umum ada beberapa fungsi keluarga meliputi:
1) Pengaturan seksual
9.3.3 Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris masyarakat disebut juga “society”, asal katanya “socius” yang berarti
kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari Bahasa Arab, yaitu “syirk”, artinya bergaul.
Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan
disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur lain dalam
lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Tugas manusia sebagai anggota masyarakat antara lain:
1) Saling menolong dan bantu membantu dalam kebajikan
2) Ikut meringankan beban kesengsaraan orang lain
3) Menjaga dan memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban lingkungan dan
masyarakat
4) Menghindari perkataan dan tindakan yang menyakitkan orang lain sehingga tercipta
ketergantungan yang saling menguntungkan.
9.4 Kesimpulan
Dari seluruh uraian mengenai relasi individu dengan enam macam lingkungan sosial mulai
dari keluarga sampai nasional, dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa individu mempunyai
makna langsung apabila konteks situasional adalah keluarga atau lembaga sosial, sedangkan
individu dalam konteks lingkungan sosial yang lebih besar, seperti masyarakat, posisi dan
peranannya semakin abstrak.
Dinamika sosial dan kebudayaan, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun
luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan
Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya
dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju.
Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah
mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan
yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan sosial,
yaitu:
1) Kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan
berbagai penemuan dan rekayasa setempat.
2) Kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar
budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta
perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan
kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan faktor
apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra
terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu
dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial
terutama dalam masyarakat majemuk dengan multikultur seperti Indonesia.
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat
sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedangkan tuntutan reformasi itu
berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk
mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu
menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah
mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu
seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan
kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang
lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial di samping
keterampilan dan keahlian tenaga kerja dengan sikap mental yang mendukungnya. Penerapan
teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive
capital investment). Modal yang besar itu harus dikelola secara profesional agar dapat
mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin. Karena itu juga memerlukan tenaga
kerja yang berketerampilan dan profesional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan
(achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap
sektor kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di
kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka
yang mempunyai berbagai keunggulan sosial, politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar
sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur
dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial,
yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi
konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitatif dan ekspansif
dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin
berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk
menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan hutan secara besar-
besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja
terus menerus dan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dilempar ke pasar.
Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang
pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan
mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di eksplotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan
geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang
diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern,
kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan
lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya
juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang
befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk pedesaan yang harus mampu
memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang sering dilupakan orang adalah
lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olah kehilangan pedoman dalam
melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam
menata kehidupan penduduk sehari-hari. Seolah-olah telah terjadi kelumpuhan sosial seperti
kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa
alasan hukum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Kelumpuhan
sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan
pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan
selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan
karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi
masalah yang berkepanjangan. Pada umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum
(Pemilu) juga mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam
platform mereka.
Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-
rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun
1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak
belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia, yaitu:
1) Program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya
penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal itu, antara lain, berupa beras untuk
rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti
ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah
untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program
bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk
moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya
lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan
ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan
sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik
apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan
sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya-biaya pengobatan di pusat
kesehatan masyarakat (puskesmas).
2) Kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga
program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang
penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang
digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data
makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil
pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN. Kedua data ini pada
dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan
asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak.
Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat
keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup
banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya,
maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka
kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa
membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus
yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur merasa
kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka
kemiskinan yang sangat berbeda antara BPS dan BKKBN pada waktu itu. Di satu pihak
angka kemiskinan Sumba Timur yang dihasilkan BPS pada tahun 1999 adalah 27 persen,
sementara angka kemiskinan (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) yang dihasilkan
BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 persen. Kedua angka ini cukup menyulitkan
pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan karena data yang digunakan untuk target
sasaran rumah tangga adalah data BKKBN, sementara alokasi bantuan didasarkan pada
angka BPS.
Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat
digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antar
daerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat
Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan informasi
kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya
untuk perencanaan lokal. Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari
satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan
menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk
memastikan keberhasilan
pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program
penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat
komunitas. Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah,
selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas, data tersebut
juga hanya dapat digunakan sebagai indikator dampak dan belum mencakup indikator-indikator
yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di suatu daerah atau komunitas.
Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis
yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan
untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-
fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar,
dan wilayah.
Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti
faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam
pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan.
Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu para peneliti perlu
mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era
otonomi daerah sekarang. Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu
ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.
Filsafat Indonesia adalah filsafat yang diproduksi oleh semua orang yang menetap di
wilayah yang dinamakan belakangan sebagai Indonesia, yang menggunakan bahasa-bahasa di
Indonesia sebagai mediumnya, dan yang isinya kurang-lebih memiliki segi distingtif bila
dibandingkan dengan filsafat sejagat lainnya. Sebagai suatu tradisi pemikiran abstrak, menurut
studi Mochtar Lubis, Filsafat Indonesia sudah dimulai oleh genius lokal Nusantara di era
neolitikum, sekitar tahun 3500–2500 SM (Mochtar Lubis, Indonesia: Land under The Rainbow,
1990, h.7). Tetapi, sebagai nama kajian akademis (di antara kajian-kajian akademis yang lain,
seperti kajian 'Filsafat Timur' atau 'Filsafat Barat'), Filsafat Indonesia merupakan kajian
akademis baru yang berkembang pada dasawarsa 1960-an, lewat tulisan rintisan M.Nasroen,
Guru Besar Luar Biasa pada Jurusan Filsafat di Universitas Indonesia, yang berjudul Falsafah
Indonesia (1967).
Filsafat Indonesia disusun menurut kronologi sebagai berikut:
Sebagai hasil dari falsafah itu dalam alam kenyataan, adalah kebudayaan. Dalam alam
kenyataan terdapat bermatjam-matjam kebudayaan dan tiap-tiap kebudayaan ini tentu
mempunyai atau berdasarkan falsafah sendiri-sendiri pula --M.Nasroen, Falsafah Indonesia
1967.
Pantja Sila ini adalah pantjaran dari Pandangan Hidup Indonesia dan pasti mengandung
unsur-unsur dari Pandangan Hidup Indonesia itu didalamnja --M. Nasroen, Falsafah
Indonesia 1967.
Saja jakin, bahwa sebelum bangsa Indonesia memeluk agama, Tuhan telah mengilhami
nenek mojang Indonesia membatja, jaitu mengemukakan ketentuan-ketentuan jang terdapat
pada alam itu. Nenek mojang Indonesia dengan ketentuan-ketentuan itu mentjiptakan adat
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan
manusia lain. Sebagai akbat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu (manusia)
kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh kesamaan-
kesamaan kepentingan bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia dapat
dikatakan kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-persyaratan
tertentu.
Macam-macam kelompok sosial meliputi:
1) klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial;
2) kelompok sosial dipandang dari sudut individu;
3) in group dan out group;
4) primary group dan secondary group;
5) gemeinschalf dan geselfchaft.
Primary group adalah kelompok-kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri kenal mengenal
antara anggota-anggotanya serta kerja sama erat yang bersifat pribadi. Sedangkan yang
dimaksud pengertian secondary group adalah kebalikan dari primary group. Secondary group
sebagai kelompok-kelompok yang besar, yang terdiri atas banyak orang antara siapa
hubungannya tak perlu berdasarkan kenal mengenal secara pribadi dan sifatnya tidak begitu
langgeng.
Tonnies dan Loomis menyatakan bahwa gemeinschalf adalah bentuk kehidupan bersama di
mana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang bersifat alamiah dan dasar dari hubungan
tersebut adalah rasa cinta dan kesatuan batin yang telah dikodratkan. Contoh bentuk
gemeinschalf dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan dan rukun tetangga. Sedangkan
geselfchaft adalah kebalikannya, yaitu berupa ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka
waktu yang pendek, bersifat imajiner dan strukturnya bersifat mekanis sebagaimana terdapat
dalam mesin. Contoh bentuk geselfchaft ini terdapat bentuk utama hubungan perjanjian
berdasarkan ikatan timbal balik. Seperti ikatan antara pedagang, organisasai dalam suatu
pabrik, industri dan lain-lain.
Di samping itu ada kelompok sosial juga terdapat sistem sosial dalam bentuk piramida yaitu:
1) lapisan sosial atas (upper);
2) lapisan sosial menengah (midle);
3) lapisan sosial rendah (lower).
Beberapa pendapat para ahli sosiologi tentang pengertian kelembagaan (social institution).
Soerjono Soekanto (1982:191) mendefinisikan bahwa lembaga kemasyarakatan adalah
“sesuatu bentuk dan sekaligus mengandung pengertian-pengertian yang abstrak perihal norma-
norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri-ciri dari lembaga kemasyarakatan.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1984:165) adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku
masyarakat. Pranata sosial diberi arti sebagai sistem tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan terbentuk melalui proses disebut sebagai lembaga institusional,
atau kelembagaan nilai-nilai yang dibentuk untuk membantu hubungan antar manusia di dalam
masyarakat. Nilai-nilai yang mengatur tersebut dikenal dengan istilah norma yang mempunyai
kekuatan mengikat dengan kekuatan yang berbeda-beda. Norma-norma tersebut dapat
dibedakan seperti berikut: cara (ussage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat
istiadat (custom).
Perubahan merupakan gejala yang umum terjadi pada masyarakat manusia, tidak ada satu
masyarakat pun yang benar-benar statis, cepat atau lambat semua masyarakat akan
mengalami perubahan. Ada dua macam perubahan, yaitu perubahan sosial dan kebudayaan.
Perubahan sosial adalah perubahan lembaga-lembaga, kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap dan pola perilaku di
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial merupakan bagian dari
perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu kesenian,
ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan sejenisnya bahkan perubahan-perubahan dalam
bentuk dan aliran-aliran organisasi sosial.
Perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai aspek yang sama, yaitu kedua-duanya
bersangkut paut dengan penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dari cara-cara
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Perubahan itu ada yang berjalan
lambat ada juga yang berjalan cepat. Di samping itu ada perubahan yang kecil pengaruhnya
dan ada yang besar, serta ada perubahan yang dikehendaki dan ada pula, perubahan yang
tidak dikehendaki dan tidak direncanakan. Sebab-sebab terjadinya perubahan ada yang berasal
dari dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang berasal dari luar masyarakat. Di samping itu
ada juga sejumlah faktor yang mendorong jalanya perubahan dan ada juga sejumlah faktor
yang menghalangi terjadinya perubahan.
Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah
keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan,
bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua perhubungan dalam
hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi
oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang
biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu,
sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa.
Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi
dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Masyarakat
pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa,
yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa
seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di manapun
ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi
masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai
masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang
sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain:
1) Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih
mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas
wilayahnya.
2) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
4) Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat,
dan sebagainya
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya tentang
perbedaan pendapat atau faham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di
dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial. Gejala-gejala
sosial yang sering diistilahkan dengan: konflik, kontroversi, dan kompetisi.
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih
ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1) Kehidupan keagamaan kurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain. Yang penting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota
kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan faham
politik, perbedaan agama dan sebagainya .
3) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan
bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada
faktor pribadi.
4) Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas
yang nyata
5) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh
warga kota dari pada warga desa
Berikut ini dijelaskan tentang perbedaan masyarakat pedesaan dan perkotaan yang ditinjau
dariberbagai aspek yaitu:
1) Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam
Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnya di
daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan
dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya
“bebas” dari realitas alam.
2) Pekerjaan atau mata pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian di dearah pedesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga
yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari
kegiatan usaha.
3) Ukuran komunitas
Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
4) Kepadatan penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan
penduduk kota, kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn
klasifikasi dari kota itu sendiri.
5) Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-
istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan
masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang
dengan macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen
6) Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam
diferensiasi Sosial.
7) Pelapisan Sosial
Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu
kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara
kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat. Ada beberapa perbedaan pelapisan sosial
yang tak resmi antara masyarakat desa dan kota:
pada masyarakat kota aspek kehidupannya lebih banyak sistem pelapisannya
dibandingkan dengan di desa.
pada masyarakat desa kesenjangan antara kelas eksterm dalam piramida sosial tidak
terlalu besar dan sebaliknya.
masyarakat perdesaan cenderung pada kelas tengah.
ketentuan kasta dan contoh perilaku.
8) Mobilitas sosial
Mobilitas berkaitan dengan perpindahan yang disebabkan oleh pendidikan kota kota
heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan.
banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah
waktu yang tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian per satuan
bepergian setiap hari di dalam atau di luar
waktu luang di kota lebih sedikit dibandingkan di daerah perdesaan
9) Interaksi sosial
masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya
dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif
10) Pengawasan Sosial.
12.1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan topik pembahasan ini adalah untuk mengetahui tata cara pernikahan
adat Jawa secara lengkap.
12.1.4 Manfaat
Manfaat penulisan topik pembahasan ini adalah memberikan informasi dan pengetahuan
bagi penulis dan pembaca tentang pentingnya tata cara pernikahan adat jawa.
Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk
menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna
membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis keturunan. Tata Upacara Pernikahan Adat
Jawa yaitu:
Babak I yaitu tahap pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu dengan pihak
calon besan, mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari
penentuan (gethok dina). Pada tahap ini dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon dari
dekat. Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita bersama calon
pengantin pria. Di rumah itu, para calon mempelai bisa bertemu langsung meskipun hanya
sekilas. Pertemuan sekilas ini terjadi ketika calon pengantin wanita mengeluarkan minuman dan
makanan ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh keluarga calon pengantin wanita yang
terdiri dari orangtua calon pengantin wanita dan keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik.
Babak II ini merupakan peneguhan pembicaran yang disaksikan oleh pihak ketiga, yaitu
warga kerabat dan atau para sesepuh di kanan kiri tempat tinggalnya. Acara-acara pada Babak
II meliputi:
1) Srah-srahan
Srah-srahan adalah menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan
pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Benda-benda tersebut adalah: 1) cincin emas, 2)
Pada tahap ini, yang akan punya hajat mengundang para sesepuh dan sanak saudara untuk
membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara:
1) Sedhahan
Sedhahan yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.
2) Kumbakarna
Kumbakarna adalah pertemuan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara :
Pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga,
handai taulan, dan kenalan.
Adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.
Mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.
Pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan
undangan.
3) Jenggolan atau Jonggolan
Jenggolan adalah saatnya calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon
pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan artinya memberi tanda
di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan mantu, dengan cara ijab.
Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada
beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :
1) Pasang tarub
Bila tanggal dan hari pernikahan sudah di setujui, maka di lakukan langkah selanjutnya yaitu
pemasangan tarub menjelang hari pernikahan yang digunakan sebagai tanda resmi bahwa
akan ada hajatan mantu di rumah yang bersangkutan. Tarub dibuat menjelang acara inti,
dan terbuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah di anyam dan di beri kerangka dari
bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya. Adapun ciri khas tarub adalah dominasi hiasan
daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai dengan ubarampe
berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem. Agar
pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi
tumpeng lengkap.
Upacara Siraman
(http://klikunic1.blogspot.com/2012/02/ini-dia-foto-foto-pernikahan-denada.html)
5) Adol dhawet
Upacara ini dilaksanakan setelah siraman. Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri yang
dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang pecahan genting
(kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan
resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.
6) Midodareni
Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa lajang bagi
kedua calon pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Dalam
acara ini ada acara nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam
akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap
melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya. Midodareni berasal dari kata widodaren
(bidadari), lalu menjadi midodareni yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti
bidadari. Midadareni juga merupakan upacara yang mengandung harapan untuk membuat
suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua calon penganten diharapkan
seperti widadari-widadara, di belakang hari bisa lestari, dan hidup rukun dan sejahtera.
Dalam dunia pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon pengantin diibaratkan seperti
Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.
Upacara Panggih
(Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-ImXOlNU97Zc/UZEEcVtvIqI/
AAAAAAAAACI/qsA5mLTL2NA/s1600/art_36908.jpg)
Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam
tubuhnya. Dalam kehamilan dapat terjadi banyak gestasi (misalnya, dalam kasus kembar, atau
triplet). Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan
kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida,
sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin
12.2.2 Tujuan
12.2.3 Pengertian
Ada beberapa adat yang dilakukan dalam masa kehamilan antara lain: telon-telon,
tingkeban, dan procotan, secara lengkap akan diuraikan sebagai berikut.
12.2.4.1 Telon-telon
1) Pengertian telon-telon
Upacara adat telon-telon (telonan) dilakukan pada kehamilan Trimester I. Upacara Telon-
telon yaitu upacara atau ritual adat yang dilakukan ketika usia kandungan telah mencapai 3
bulan, yang bertujuan untuk mendoakan si jabang bayi agar diberikan keselamatan dan
kesehatan oleh Allah SWT sampai usia kandungan ibu mencapai 7 bulan. Namun, dahulu di
masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan
belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil.
Upacara mengandung tiga bulan dan lima bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada
tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil. Namun sekarang
12.2.4.2 Tingkeban
1) Pengertian tingkeban
Upacara tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa. Upacara ini disebut
juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia
kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa
pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim
ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang
setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu
diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
2) Uborampen upacara tingkeban
Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara
Tingkepan antara lain:
Tujuh macam bubur, termasuk bubur procot.
Tumpeng kuat, maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehat dan kuat (tumpeng
dengan urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).
Jajan pasar, syaratnya harus beli di pasar (kue, buah, makanan kecil).
Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak,
bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga.
Dawet, supaya menyegarkan.
Keleman semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.
Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan
seterusnya, macamnya adalah:
Nasi kuning berbentuk kerucut
Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak
sampai kering.
Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air, kemudian dikukus kembali dan
diberi kelapa yang telah diparut.
Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara
utuh, dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama
3) Tatacara upacara tingkeban
Tatacara upacara tingkeban adalah sebagai berikut:
Siraman
Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak 7 orang, termasuk ayah dan ibu wanita hamil,
serta suami dari calon ibu, atau si calon ayah tersebut. Sebaiknya sesepuh yang
melakukan siraman ini orang yang sudah memiliki cucu. Makna dari upacara ini adalah
pembersihan diri, baik jiwa maupun raga dari calon ibu, supaya nanti proses melahirkan
menjadi lancar, dan anak yang akan dilahirkan selamat dan sehat jasmani dan rohani.
Tingkeban
Pada bagian ini, calon ibu memakai jarit sampai sebatas dada tanpa pakaian serta
rambut digerai. Calon ayah memakai kain jarit di atas dada tanpa busana. Keduanya
duduk meluruskan kaki atau selonjor di atas kain batik yang digelar rangkap tujuh. Calon
Batik Sidomukti
(Sumber: http://batikindonesia.com/batik/kain-batik-cap-jogja-motif-sidomukti)
Batik Truntum
(Sumber: http://batikindonesia.com/batik/kain-batik-cap-jogja-motif-truntum)
Batik Sidoluhur
(Sumber: http://batikindonesia.com/batik/kain-batik-cap-jogja-motif-sido-luhur)
Batik Sidodadi
(Sumber: http://rayuansibudayatradisi.blogspot.com/2011/11/
upacara-tingkeban-nujuh-bulanan.html)
Dodol Rujak
Pada upacara ini, calon ibu membuat rujak di dampingi oleh calon ayah, para tamu yang
hadir membeli nya dengan menggunakan kereweng sebagai mata uang. Makna dari
upacara ini agar kelak anak yang di lahirkan mendapat banyak rejeki dan dapat
menghidupi keluarga nya.
12.2.4.3 Procotan
Procotan adalah selamatan kecil menyambut ibu hamil 9 bulan. Karena pada adat Jawa,
biasa disebut “wis tekan lek’e”. Procot diharapkan bayi dalam kandungan tidak lebih dari usia 9
bulan 10 hari sudah lahir. Adapun tatacara procotan secara singkat:
1) Pihak keluarga yang akan mengadakan procotan harus menyiapkan bubur procot yaitu
bubur sumsum yang diberi pisang raja wuwuhan (matang di pohon).
2) Lalu setelah matang dicidhuk dan diletakkan pada takir daun pisang
3) Setiap takir diberi pisang menelentang (seperti bayi lahir)
4) Dibagi kepada tetangga dan handai taulan disertai doa yang sebelumnya diadakan
semacam kenduri di rumah pihak keluarga sekaligus berdoa untuk acara procotan agar bayi
lahir dengan lancar dan selamat
5) Ibu hamil minum beberapa tetes minyak kelapa, ada yang membuat dari santan direbus
tanak hingga minyak bening, ada juga yang membuat dengan menyangrai kelapa tanpa
diperas hingga keluar minyak
Persalinan merupakan proses wajar yang akan dilalui oleh wanita hamil. Dalam proses ini
terdapat tindakan medis dari bidan atau tenaga medis lain untuk menolong persalinan.
Pertolongan persalinan ada yang sederhana sampai modern, walau demikian aspek budaya
tidak terlupakan di tengah-tengah masyarakat yang menghadapi persalinan. Kadang-kadang
terdapat berbagai tindakan yang dilakukan untuk membantu persalinan ibu hamil yang berasal
dari keluarga, misalnya agar anaknya cepat lahir suaminya memberikan air daun fatima kepada
ibu bersalin. Hal tersebut jika ditinjau dari segi medis memang tidak disarankan dan belum
diteliti, tetapi tindakan tersebut sering dipandang sebagai suatu budaya yang lazim ditemui
dalam sosial masyarakat ketika ada persalinan.
Terdapat empat kala persalinan yaitu, Kala I yaitu saat pembukaan mulut rahim sampai
mencapai kira-kira 10 cm, Kala II yaitu saat pengeluaran janin, Kala III yaitu setelah keluar janin
sampai keluar plasenta, dan Kala IV yaitu mulai keluar plasenta sampai 1-2 jam sesudahnya. Di
setiap kala persalinan biasanya masyarakat memiliki adat-adat tertentu yang biasa dilakukan
dan hal itu telah menjadi kepercayaan mereka dari dulu bahkan aspek medis tidak mampu
merubah tradisi tersebut.
Dalam topik ini disajikan tulisan mengenai kebudayaan yang berlaku di masyarakat karena
sebagai anggota masyarakat sudah seharusnya mengetahui tentang kebudayaan dari
lingkungan tempat kita berada, dan sebagai bidan atau tenaga medis sudah seharusnya
mengetahui adat di tempat bekerja, agar mampu menentukan sikap dalam suatu masyarakat
sehingga kita bisa diterima. Sebagai bidan tidak boleh menolak mentah-mentah kebudayaan
dan menerima semua kebudayaan sehingga mampu menimbang mana yang baik dan tidak.
12.3.2 Rumusan Masalah
12.3.4 Manfaat
Diharapkan pembahasan topik ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, agar
mereka mengetahui tentang berbagai kebudayaan pada waktu persalinan kala I, II, III, dan IV.
Persalinan adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir.
Proses ini terbagi menjadi empat kala yaitu:
1) Kala I yaitu saat pembukaan mulut rahim sampai mencapai kira-kira 10 cm.
Untuk Kala I ibu yg baru pertama kali melahirkan berbeda dengan ibu yang pernah
melahirkan. Untuk seorang primigravida, Kala I berlangsung kira-kira selama 13-14 jam
sejak mengalami kontraksi. Bagi multigravida Kala I berlangsung selama 6-7 jam saja.
2) Kala II yaitu saat pengeluaran janin
3) Kala III yaitu setelah keluar janin sampai keluar plasenta
4) Kala IV yaitu mulai keluar plasenta sampai 1-2 jam sesudahnya
Berikut ini diuraikan beberapa contoh kebudayaan selama persalinan yang dilakukan di
beberapa daerah yang berbeda di Jawa.
1) Kala I
Didaerah Ngawi, dukun bayi bekerja sama dengan bidan. Sewaktu menunggu persalinan
bukan hanya keluarga dan suami saja yang menunggu, tetapi di sini dukun bayi yang
memberikan motivasi serta memijat perut si ibu. Sedangkan bidan belum ada di samping ibu
yang akan bersalin, tetapi tempat bersalin ibu sudah berada dirumah bidan
2) Kala II
Saat pembukaan sudah lengkap, dukun yang menunggui ibu yang kan melahirkan, akan
melapor kepada bidan. Pada waktu melahirkan dukun bayi tetap berada di samping ibu.
3) Kala III
Saat plasent sudah terlepas, suami membersihkan plasenta dari darah yang menempel.
Plasenta lalu dikubur didepan rumah, diberi lampu, dan diberi pengaman dari bambu agar
binatang tidak dapat merusak plasenta tersebut. Ada juga plasenta yang dihanyutkan
disungai, tujuannya agar si bayi mempunyai pengalaman yang jauh atau luas.
4) Kala IV
Setelah melahirkan, ibu memakai stagen atau gurita agar perut tak kendur, minum jamu
kunir asam agar darahnya lancar, serta memakai kebaya atau jarik agar mudah beraktifitas.
1) Kala I
Suami menunggu di samping istri sambil memberi motivasi, memberikan air minum seperti
minuman dari daun fatima, serta menanyakan tentang persalinan kepada pak kyai, dan
memintakan minuman air dari pak kyai .
2) Kala II
Suami tetap berada didekat istri, memberi semangat saat istri mengejan agar kesakitannya
berkurang lalu membaca doa-doa untuk menenangkan istrinya.
3) Kala III
Ketika plasenta sudah terlepas, bidan mengurusi dan mencucikan plasenta
4) Kala IV
Saat masa nifas, ibu dianjurkan makan makanan seperti tempe, nasi, atau tahu, tidak boleh
makan daging ayam atau daging lainnya serta telur. Selama nifas, posisi duduk ibu adalah
selonjor, diganjal batu, juga diharuskan memakai stagen agar dapat menyangga perut ibu.
1) Kala I
Bidan memberi pengarahan dan juga tuntunan apabila pasien merintih (misal: istigfar),
membelai-belai agar memberi perasaan bahwa kita berada di sampingnya. Keluarga
memberi air minum kepada ibu yang bersalin dari orang yang dianggap pintar.
1) Kala I
Ibu diberi airminum yang terbuat dari rendaman kayu Wotrok atau diberi air minum yang
terbuat dari rendaman ari-ari kucing. Jalan lahir atau vagina diolesi dengan minyak kelapa,
dan minyak kelapa diminum juga. Suami berada di dekat istri dengan posisi menyangga
pundak istri (menyundang), ubun-ubun ditiup-tiup oleh suami. Agar kelahiran menjadi cepat
mulut si ibu di masukkan pucuk rambut si ibu hingga ibu muntah (rambut ibu yang panjang).
Ibu juga diberi telur ayam Jawa yang sudah direbus.
2) Kala II
Setelah bayi lahir, tali pusat dipotong dengan gunting. Selanjutnya bayi dan ibu dipijat oleh
dukun bayi.
3) Kala III
Plasenta dicuci bersih kemudian di”bumbu” dengan kunyit, spirtus, garam lalu ditempatkan
dibaskom.
4) Kala IV
Ibu memakai bengkung.
Sebagai bidan, dalam melihat kebudayaan masyarakat tempat kita bekerja harus mampu
memaklumi masyarakat tersebut. Karena sebenarnya persalinan kala I sampai kala IV bagi
orang awam kurang difahami atau bahkan tidak dimengerti. Mereka baru tahu setelah bidan
menjelaskannya. Kebudayaan dalam suatu masyarakat pastinya akan dianggap baik oleh
masyarakat setempat, tetapi bidan harus mampu menimbang dampak positif dan negatif dari
suatu kebudayaan terhadap proses persalinan.
Kebudayaan-kebudayaan selama persalinan yang dibahas di atas tampaknya masih wajar.
Selama tidak mengganggu kerja bidan dalam menolong persalinan maka tidak menjadi
masalah, apalagi jika justru kebudayaan tersebut ada yang membantu kerja bidan misalnya
kesediaan seorang suami menunggu istrinya ketika persalinan dengan memberi motivasi. Jelas
itu akan mempermudah kerja bidan.
12.3.8 Kesimpulan
Dari daerah yang dibahas tentang kebudayaan selama persalinan kala I, II, III, dan IV di
atas, ada beberapa persamaan dan perbedaan. Walaupun berbeda, namun semua itu
dianggap baik oleh setiap masyarakat yang melaksanakan kebudayaan tersebut. Dalam
memandang suatu kebudayaan di masyarakat, seorang bidan harus mampu melihat dampak
baik buruknya jika hal itu dilakukan. Prinsipnya, boleh saja kebudayaan tersebut dilakukan
asalkan tidak mengganggu kerja bidan dan keadaan pasien.
12.4 Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Adat Bayi Baru Lahir
12.4.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan topik ini adalah:
1) Untuk mengetahui kebudayaan masyarakat pada bayi baru lahir.
2) Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang didapat masyarakat dari ritual tersebut.
3) Untuk mengetahui penyebab ritual tersebut masih dipertahankan sampai sekarang.
12.4.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat dipetik dari pembahasan topik ini adalah:
1) Untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan.
2) Untuk meresapi nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan.
Setelah bayi lahir bersama plasenta, kemudian plasenta dipotong 3 cm dari perut bayi
menggunakan welat (sayatan bambu) yang dilumuri dengan kunyit. Antara plecenta yang akan
dipotong, diikat dulu menggunakan benang. Bibir bayi diolesi darah yang berasal dari placenta.
Keuntungan dari budaya tersebut adalah:
1) Pemakaian kunyit dimaksudkan sebagai pengganti antiseptik jaman dahulu
2) Placenta yang akan dipotong diikat terlebih dahulu menggunakan benang agar darah tidak
memancar
3) Bibir diolesi darah yang berasal dari placenta agar kelak bibirnya berwarna merah
Kerugian dari budaya tersebut adalah:
12.4.5.2 Babaran
Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah menghasilkan dalam wujud yang
sempurna. Babaran juga menggambarkan selesainya proses karya batik tradisional. Istilah
babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan
untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada bermacam-macam ubarampe Brokohan.
Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri dari: beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan
sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi
lahir, brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu: 1) kelapa, dapat utuh atau
cuwilan, 2) gula merah atau gula Jawa, 3) dawet, dan 4) telor bebek.
Bancakan weton dilakukan tepat pada hari weton kita. Dalam tradisi Jawa, seseorang harus
dibuatkan bancakan weton minimal sekali selama seumur hidup. Namun akan lebih baik
dilakukan paling tidak setahun sekali. Apabila seseorang sudah merasakan sering mengalami
kesialan (sebel-sial), ketidakberuntungan, selalu mengalami kejadian buruk, biasanya dilakukan
bancakan weton selama 7 kali berturut-turut, artinya sekali bancakan setiap 35 hari, selama 7
bulan berturut-turut.
Manfaat dan tujuan bancakan weton adalah untuk “ngopahi sing momong”, karena
masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong)
atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pamomong bertugas selalu membimbing
dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, agar supaya lakune selalu pener, dan
pas. Pamomong sebisanya selalu menjaga agar kita bisa terhindar dari perilaku yang keliru,
tidak tepat, ceroboh, merugikan. Antara pamomong dengan yang diemong seringkali terjadi
kekuatan tarik-menarik. Pamomong menggerakkan ke arah kareping rahsa, atau mengajak
kepada hal-hal baik dan positif, sementara yang diemong cenderung menuruti rahsaning
karep, ingin melakukan hal-hal semaunya sendiri, menuruti keinginan negatif, dengan
mengabaikan kaidah-kaidah hidup dan melawan tatanan yang akan mencelakai diri pribadi,
bahkan merusak ketenangan dan ketentraman masyarakat. Antara pamomong dengan yang
diemong terjadi tarik menarik. Dalam rangka tarik-menarik ini, pamomong tidak selalu
memenangkan “pertarungan” alias kalah dengan yang diemong.
Dalam situasi demikian yang diemong lebih condong untuk selalu mengikuti rahsaning karep
(nafsu). Bahkan tidak jarang apabila seseorang kelakuannya sudah tak terkendali atau
mengalami disorder, sing momong biasanya sudah enggan untuk memberikan bimbingan dan
asuhan. Termasuk juga bila yang diemong mengidap penyakit jiwa. Dalam beberapa
kesempatan ada seseorang yang pernah nayuh si pamomong seseorang yang sudah
mengalami disorder misalnya kelakuannya liar dan bejat, sering mencelakai orang lain, ternyata
pamomong akhirnya meninggalkan yang diemong karena sudah enggan memberikan
bimbingan dan asuhan kepada seseorang tersebut. Pamomong sudah tidak lagi mampu
Tradisi beberapa kelompok masyarakat di tanah air, memposisikan ari-ari bayi (plasenta)
seperti “saudara kembar” dari bayi yang telah dilahirkan. Karenanya beberapa kelompok
masyarakat tersebut memperlakukan ari-ari tersebut dengan ritual tertentu sesuai dengan adat
istiadat setempat, apakah mitos di balik fenomena demikian?
Lahirnya anggapan bahwa ari-ari diposisikan sebagai saudara kembar dari bayi karena
setiap proses kelahiran akan selalu dibarengi dengan ari-ari. Secara biologis maka masa
kehamilan dalam perut ibu maka ari-ari memang “mendampingi” sang janin, hal ini ari-ari
mengembang beragam fungsi yaitu sebagai alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin,
penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari tubuh.
Apabila salah satu fungsi vital tersebut terganggu, maka janin akan mengalami masalah dan
akan membuat pertumbuhan biologisnya juga berpeluang mengalami gangguan. Beragam
kelainan dari pertumbuhan ari-ari baik bawaan ataupun akibat pengaruh lingkungan maka tidak
berlebihan apabila ari-ari disebut “saudara kembar” sang janin.
Ketika proses persalinan berlangsung maka ari-ari juga dikeluarkan sehingga setelah
dipotong pada ujung pusar dan pada ujung yang lainnya. Gumpalan daging yang kaya protein
dengan berat sekitar 0,5 sampai dengan 1 kg. Ari-ari ini tidak terbantahkan sebagai potongan
dari tubuh manusia karenanya diperlukan pengetahuan cukup untuk memperlakukannya.
Dalam ajaran Islam tidak ditemukan sandaran teks yang mengatur tentang hal ini secara
eksplisit. Namun Islam mensyaratkan untuk memperlakukan ari-ari bayi yang baru lahir tersebut
dengan cara yang beradab. Akan lebih baik apabila ari-ari tersebut dikuburkan, untuk
tempatnya bisa dimasukkan kedalam gerabah (kendil) dari tanah agar tidak berceceran.
Beberapa mitos terkait ari-ari juga ada pada masyarakat kita terkait hal ini, misalnya adat
Jawa menanamnya yang terlebih dahulu diberikan beberapa macam bumbu dapur (garam,
kunir, ketumbar) dibungkus kain putih, lalu diatas gundukan tempat ditanamnya ari-ari diberi
penerangan selama 40 atau terkadang 35 hari (dalam bahasa jawa: Selapan) dengan tujuan
agar tidak dimakan harimau dan agar aman, dll). Dibungkus kain putih karena menghormati
organ manusia untuk diperlakukan seperti dikafani, diberikan bumbu dapur garam, kunir,
ketumbar agar mempunyai tujuan tertentu. Setelah itu ditutup dan dikubur.Untuk bayi laki-laki
letak penguburan ari-ari di sebelah kanan pintu rumah, sedangkan untuk bayi perempuan di
sebelah kiri.
Keterangan :
Garam: fungsinya untuk mempercepat pengeringan ari-ari
Alat tulis: fungsinya agar kelak menjadi anak yang pintar
Sisir dan bedak: fungsinya agar sang bayi bisa merawat diri
Jarum jahit: fungsinya agar sang bayi bisa menjahit (untuk bayi perempuan) dan agar kelak
pemikiranya bisa setajam jarum.
Yasin dan Al-Qur’an: fungsinya agar menjadi anak yang sholeh/sholehah
Adat Bali juga terdapat upacara Garbha Homa, dalam konsep agama Hindu menegaskan
bahwa: ari-ari seharusnya dirawat karena sang bayi telah terikat janji. Dalam Manawa Dharma
Sastra 11.27 tersurat tentang upacara Garbha Homa, menceritakan bahwa bayi dalam
kandungan di emban oleh Bhatara Çiwa merupakan pengejewantahan dari konsep Hindu yang
mengatakan bahwa Tuhan melindungi semua ciptaanNya.
Adat Batak juga percaya kalau ari-ari memang saudara kembar dari bayi. Ari-ari dimasukkan
ke dalam bakul anyaman dari daun pandan atau dimasukkan ke dalam gerabah dari tanah liat.
Yang beda dengan adat Jawa adalah: di masyarakat Batak tidak menambahkan aneka barang
sebagai simbol pengharapan.
Adat Palembang, pada umumnya ari-ari dikubur setelah dibersihkan dan diberi aneka
barang sebagai lambang pengharapan dari orangtua dari si bayi. “Kalau anak perempuan
biasanya ada bumbu dapur, maksudnya biar pandai masak. Sedangkan anak laki-laki biasanya
disertai alat tulis dengan harapan agar kelak menjadi anak pandai.
Suku Bone di Sulawesi Selatan percaya bahwa ari-ari harus dikuburkan di bawah pohon
kelapa karena diharapkan bayi bisa tumbuh memiliki martabat tinggi sekaligus memberi banyak
manfaat untuk masyarakat. Masyarakat Palembang lebih suka menanamnya di masjid dengan
harapan agar si anak nanti rajin ke masjid.
12.4.5.5 Kopohan
Dalam adat Jawa (kejawen),adat kopohan adalah suatu ritual di mana pada ibu nifas atau
ibu yang baru melahirkan, baju yang dikenakan pada saat melahirkan harus segera disucikan.
Disucikan dalam ritual ini maksudnya mencuci bersih kotoran dan darah paska melahirkan pada
sungai atau sumur dengan air mengalir. Yang membersihkannya pun harus sang suami, hal ini
dimaksudkan agar kotoran yang melekat pada sang istri cepat hilang dibawa arus air.
Sepasaran Bayi
(Sumber: http://penaummunahl.blogspot.com/2012/02/pahami-arti-tangisan-bayi.html)
Tradisi Jawa yang lain pada kelahiran bayi, adalah Pupak Puser, sebagian lain masyarakat
menyebut Puput Puser, yang artinya lepasnya tali pusar pada bayi yang baru lahir. Setiap bayi
lamanya pupak pusar berbeda-beda, paling cepat 3 hari sampai hingga 14 hari setelah hari
kelahiran. Mengenai lamanya waktu, memiliki mitos jika kurang dari satu minggu maka kalau
besar nanti anaknya tidak bisa awet kalau memiliki/menggunakan sesuatu.
Pupak pusar dilaksanakan pada saat potongan ari-ari yang masih tertinggal menjadi kering.
Pupak pusar biasanya dilaksanakan 5-7 hari setelah kelahiran bayi. Acara yang biasa dilakukan
adalah orang tua membuat bubur merah dan putih. Bubur terbuat dari beras ketan yang
dimasak. Untuk membuat bubur merah bubur ketan di tambah gula merah,sehingga di sebut
bubur merah.
Biasanya orang Jawa yang masih mengikuti adat Jawa daerah setempat, untuk memberikan
sebuah nama pada bayi harus menunggu pupak pusar (putusnya tali pusat bayi dengan
sendirinya). Dalam tradisi, apabila puser belum lepas, belum boleh diberi sebuah nama. Karena
menurut nenek moyang terdahulu, nantinya anak bisa sakit-sakitan karena tidak kuat menahan
beratnya nama tersebut, makanya orang dahulu apabila anaknya sakit-sakitan, namanya sering
diganti, katanya “kabotan jeneng”. Menurut orang bijak, nama adalah harapan dan doa yang
baik. Makanya harus dipikir, dicari, dan dipilih, supaya menjadi nama yang indah dan yang
terpenting artinya baik.
Di setiap keluarga yang baru saja mendapatkan tambahan satu anggota keluarga baru, yaitu
kelahiran seorang bayi, maka di depan rumah selalu di beri kurungan dan di malam hari
kurungan tersebut diberi penerangan lampu. Di bawah kurungan, telah ditanam ari-ari
(plasenta) bayi. Bagi masyarakat Jawa ari-ari diyakini sebagai saudara kandung, makanya
harus diperlakukan dengan cara tertentu, agar tidak menjadi pembawa sial bagi si jabang bayi.
Dalam falsafah terdapat Jawa banyak istilah-istilah, yaitu:
1) Dulur Papat Limo Pancer, kira-kira artinya: empat saudara yang kelima adalah pusatnya.
2) Dulur papat tersebut adalah: marmati, kawah, ari-ari dan getih (rahsah):
Marmati, artinya samar mati atau rasa khawatir meninggal.
Kawah atau air ketuban.
Ari-ari atau plasenta.
Getih (rahsa) atau darah, dan
Dari keempat saudara tadi, semua berpusat di pusar sang bayi.
Pada hari ketujuh dari kelahiran anak perlu dilaksanakan aqiqah (pemotongan kambing),
pemberian nama dan juga pencukuran rambut. Ada sebagian masyrakat Jawa yang
melaksanakan aqiqah berdasarkan adat yaitu pada hari ke-empatpuluh. Saya tidak akan
membahas masalah adat jawa, saya hanya akan memberi sedikit gambaran seputar aqiqah,
pemberian nama dan pencukuran rambut sesuai dengan syariat islam yang dibawa oleh
Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Menurut orang bijak, nama adalah harapan dan doa yang baik. Maka harus dipikir, dicari,
dan dipilih, supaya menjadi nama yang indah dan yang terpenting artinya baik. Dari hadits
riwayat Abu Dawud dari Adu Ad-Darda, Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada Hari Kiamat dengan nama-nama kalian dan
nama-nama ayah kalian. Maka bagus-baguskanlah nama kalian."
Kita dianjurkan untuk memberi nama anak dengan nama-nama yang bagus. Dimakruhkan
memberi nama anak menyerupai nama-nama orang kafir. Yang mana apabila nama anak kita
disebut orang akan bertanya, apakah agama anak ini?
Aqiqah menurut bahasa artinya memotong. Dinamakan aqiqah (yang dipotong), karena
dipotongnya leher binatang dengan penyembelihan. Sedangkan menurut istilah agama ialah
sembelihan yang disembelih sehubungan dengan kelahiran seorang anak, baik laki laki
ataupun perempuan pada hari ketujuh sejak kelahirannya dengan tujuan semata mata mencari
ridha Allah swt.
“Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang di antara kami mempunyai anak, ia
menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing itu. Maka setelah Allah
mendatangkan islam, kami menyembelih kambing, mencukur atau menggundul kepala si bayi
dan melumurinya dengan minyak wangi.” [HR. Abu Daud juz 3 hal 107].
Juga di hadist lain yang berisikan tentang sejarah aqiqah yang diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban “Dari Aisyah ia berkata ‘Dahulu orang orang pada masa jahiliyah apabila mereka
beraqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah aqiqah, lalu ketika
mencukur rambut si bayi mereka melumurkan pada kepalanya’. Maka Nabi saw bersabda,
‘Gantilah darah itu dengan minyak wangi.’” [HR Ibnu Hibban juz 12 hal 124].
Ada sebagian masyarakat jawa yang melaksanakan aqiqah berdasarkan adat yaitu pada
hari ke-empatpuluh. Dalam kitab Shahih Al-Bukhari dari Salman bin Ammar Adh-Dhabi,
Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Bersama (kelahiran) seorang anak terdapat hak untuk diaqiqahi. Maka tumpahkanlah darah
(hewan) untuknya dan hilangkanlah kotoran darinya."
Kemudian dalam hadits berikutnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Al-hasan, dari
samurah bahwa Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Setiap anak (yang lahir) tergadai (terikat) dengan aqiqahnya. Maka disembelih (hewan)
untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur (rambutnya) dan diberi nama."
Dari hadits di atas disunnahkan pelaksanaan aqiqah adalah hari ketujuh dari kelahiran si
bayi. Dalam redaksi hadits diatas terdapat kata tergadai, adapun maksud dari kata tergadai
disini menurut Al-Baihaqi dari Salman bin Syarahbil dari Yahya bin Hamzah, ia berkata "Aku
bertanya kepada Atha` Al Khurasani, tentang maksud setiap anak tergadai (terikat) dengan
aqiqahnya".
Ia pun menjawab, "Maksudnya, syafa'at anaknya akan terhalang baginya." Implikasi dari
redaksi hadits ini sangat berat. Tapi Jumhur ulama dan mayoritas sahabat Nabi, golongan
tabi'in dan ulama-ulama pada generasi seterusnya mengatakan bahwa aqiqah hukumnya
adalah Sunnah.
Adapun jumlah dari hewan untuk aqiqah adalah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan
satu ekor kambing untuk anak perempuan sebagaimana tersebut dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi:
"Untuk anak laki-laki disembelih dua ekor kambing dan untuk anak perempuan disembelih satu
ekor kambing. Tidak jadi masalah apakah kambing itu jantan atau betina."
Bancakan selapan bayi merupakan bancakan weton pertama yakni untuk bayi usia 35 hari.
Dalam tradisi Jawa dikenal acara SELAPANAN atau selamatan bayi pada usia yang ke 35
(selapan) hari. Pada hari ke 35 bayi ulang weton yang pertama. Adapun selamatan
menggunakan ubo rampe atau syarat-syarat perlengkapannya yang terdiri sebagai berikut:
1) Tumpeng weton
2) Sayur 7 macam bebas memilih apa saja namun harus ada kangkung dan kacang
panjangnya. Semua sayur direbus, dan boleh dipotong-potong kecuali kangkung dan
kacang panjang
3) Telor ayam direbus sebanyak 7 atau 11 atau 17 butir. Dikupas kulitnya, lalu disajikan utuh
atau dibelah dua atau empat tidak masalah
4) Cabai, bawang merah
5) Bumbu gudangan/urap tidak pedas, bahannya: kelapa agak muda (kemelas) diparut
disertai bumbu-bumbu: sereh, daun jeruk purut, tumbar, salam, laos, gula jawa, garam,
bawang merah (agak banyak), bawang putih (sedikit).
6) Kalo/saringan santan dari bambu
7) Buah-buahan sebanyak 7 macam, harus dengan pisang raja
8) Bubur 7 rupa, bahan dasar bubur putih atau gurih (santan dan garam) dan bubur merah
atau bubur manis (ditambah gula jawa dan garam secukupnya)
9) Kembang setaman (mawar putih dan merah, kanthil, melati, kenanga).
Menurut ilmu kejawen (Jawa) sebelum manusia lahir ketika masih janin bayi di temani 4
saudara. Dalam adat dan ajaran Jawa dikenal istilah “sedulur papat kelima pancer”. Pancer
adalah diri kita. Setiap manusia mempunyai empat saudara ketika masih berupa janin. Mereka
menjaga pertumbuhan manusia didalam kandungan ibu. Anak pertama yaitu ketuban atau
kawah, ketika ibu melahirkan yang pertama keluar adalah ketuban karena itu dianggap sebagai
saudara tua.
Setelah itu saudara kandung yang lebih muda yaitu ari-ari, tembuni atau pembungkus janin
dalam rahim. Ari-ari memayungi tindakan sang janin dalam perut ibu yang mengantarkan
sampai ke tujuan yaitu ikut keluar bersama sang bayi. Berikutnya darah inipun saudara sang
janin, tanpa adanya darah janin bukan saja tak bisa tumbuh tapi juga akan mengalami
keguguran. Saudara berikutnya yaitu pusar ia sebagai sarana yang menghantarkan zat
makanan dari sang ibu kepada janin.
Dewasa ini perkembangan jaman yang terjadi dapat mempengaruhi sosial budaya dalam
masyarakat. Sebagian besar masyarakat menganggap adat istiadat tidaklah penting. Namun
demikian masih ada juga sebagian kecil komunitas masyarakat yang tetap berpegang teguh
pada adat istiadat yang biasanya turun temurun dari keluarganya.
Mereka belum menyadari bahwa adat istiadat tersebut justru memperlambat masa
pemulihan paska persalinan. Karena sebagian adat istiadat tersebut justru berlawanan
manfaatnya bila dilihat dari segi medis. Manfaat yang berlawanan inilah yang dikhawatirkan
akan menimbulkan dampak atau efek negatif baik bagi ibu maupun bayi. Adat istiadat tersebut
tidak sepenuhnya dapat dihilangkan tetapi diminimalkan, agar ibu nifas dan bayi terhindar dari
dampak negatif adat istiadat yang tidak sesuai dengan segi medis.
Dengan demikian perlu adanya bimbingan atau penyuluhan yang benar kepada para ibu
nifas dan keluarga mengenai pemulihan paska persalinan atau partus dari tenaga medis.
Keberhasilan pemahaman tersebut dapat dicapai dengan adanya kerjasama dari semua pihak
baik ibu nifas, keluarga maupun dari tenaga medis misalnya bidan. Untuk itu pembelajaran ini
sangat penting demi tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan ibu dan anak.
12.5.3 Tujuan
12.5.4 Manfaat
Manfaat pembahasan topik ini adalah memberikan informasi mengenai aspek sosial budaya
pada masa nifas, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.
Budaya jawa adalah budaya yang indah, salah satu dari banyak kekayaan budaya di
Indonesia. Banyak sekali nilai-nilai positif dalam budaya Jawa namun terkadang budaya dan
tradisi Jawa tidak mendukung bahkan cenderung merugikan kesehatan. Termasuk di dalamnya
12.5.5.1 Wuwung
Wuwung adalah mandi dan keramas disertai pemercikan air pada mata. Prosesi ini
dilakukan setiap pagi, mulai pukul 3.00 sampai pukul 6.00, agar darah putih tidak naik ke tubuh
bagian atas. Menurut pandangan adat darah putih yang naik akan menyebabkan mata
mengeluarkan lendir dan belek sehingga ibu nifas yang tidak melaksanakan wuwung dipandang
tidak bisa menjaga kebersihan.
Ditinjau dari segi medis, prosesi wuwung tidak membawa manfaat. Bahkan akan
menimbulkan iritasi pada mata dan hipotermia jika dilakakukan setiap hari. Secara tidak
langsung masyarakat adat zaman dahulu hanya ingin mengisyaratkan agar ibu tetap terjaga
dan menjaga anaknya melalui prosesi ini.
Setagen adalah sejenis kain yang lebarnya sekitar 15-20 cm dengan panjang sekitar 3-4m.
Kain ini digunakan untuk menopang perut yang kendur pasca melahirkan. Pada dasarnya tidak
ada ukuran khusus seberapa panjang seorang ibu nifas harus memekai setagen. Ukurannya
adalah cukup kencang untuk menopang perut atau belum. Cara pemakaiannya adalah dengan
mengikatkan kain setagen di tiang kemudian ibu berputar sambil melilitkan setagen ke daerah
perut sampai panggul.
Memakai Stagen
(Sumber: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/03/17/18358/
stagen_dan_gurita_tak_jamin_perut_langsing/#.UjPcE9I9NEI)
Menurut adat istiadat orang jawa zaman dulu ibu nifas harus memakai setagen hal ini
bertujuan agar uterus atau endometrium tidak melorot atau agar ibu nifas tetap langsing akan
tetapi jika setagen terlalu kencang dan sering dipakai maka akan timbul iritasi dan nyeri pada
perut.
Ditinjau dari segi medis, memakai setagen bermanfaat akan tetapi setagen yang dipakai
cukup yang pendek agar perut tidak terlalu tertekan atau dapat pula menggunakan korset
mengingat fungsi setagen hanya untuk menopang. Jadi, pemakaiannya pun tidak perlu sampai
melilit karena akan menekan organ dalam dan aliran darah menjadi tidak lancar.
12.5.5.3 Senden
Duduk bersandar atau senden adalah kegiatan duduk yang dilakukan oleh ibu nifas dengan
menyandarkan badan pada sebilah papan yang dilapisi bantal. Posisi kaki harus lurus dan
telapak kaki ditempelkan pada papan. Tujuannya agar posisi kaki tertahan dan tetap lurus.
Duduk bersandar dengan kaki lurus ini diyakini dapat mencegah varises. Selain itu, kegiatan ini
Bagi ibu dalam masa nifas atau menyusui, diwajibkan untuk menghindari makan makanan
yang pedas atau berlemak. Ini dipercaya untuk menghindari supaya dubur anak tidak menjadi
merah dan air susu ibu tidak terasa pedas sehingga membahayakan si buah hati. Ibu juga tidak
diperbolehkan makan daging dan telur. Makanan yang boleh dimakan oleh ibu tersebut adalah
hanya nasi putih, krupuk dan makan sayur daun katuk yang berkhasiat untuk melancancarkan
ASI serta bau badan ibu tetap segar.
Daun Katuk
(Sumber: http://thibbalummah.files.wordpress.com/2013/03/daun-katuk1.jpg)
Ditinjau dari segi medis, hal ini bisa berdampak positif maupun negatif pada asupan nutrisi
ibu sebagai berikut:
1) Dampak positif
Makan sayur daun katuk baik untuk memperlancar produksi ASI ibu, karena daun katuk
mengandung prolaktik yang baik untuk ASI yang berdampak langsung pada gizi bayi yang
memerlukan nutrisi ASI eksklusif yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.
2) Dampak negatif
Hanya dengan makan nasi dan krupuk secara otomatis ibu akan kekurangan asupan gizi
yang cukup, seperti protein, vitamin dan zat besi yang baik bagi penyembuhan dan
kesehatan ibu. Gizi-gizi tersebut dapat terpenuhi dari makan makanan yang kaya akan
protein seperti telur, daging dan ikan laut. Vitamin dapat diperoleh dengan makan sayur dan
buah-buahan, zat besi dapat diperoleh dari konsumsi bayam atau vitamin yang kaya akan
zat besi yang dianjurkan oleh dokter kandungan.
12.5.6 Kesimpulan
Dari materi di atas dapat disimpulkan bahwa aspek sosial budaya pada masa nifas meliputi:
1. Wuwung adalah mandi dan keramas disertai pemercikan air pada mata.
2. Setagen adalah sejenis kain yang lebarnya sekitar 15-20 cm dengan panjang sekitar 3-4
meter
3. Duduk bersandar(bersenden) untuk mempercepat penyembuhan jalan lahir.
4. Aturan Makanan
Bagi ibu dalam masa nifas atau menyusui diwajibkan untuk menghindari makan makanan
yang pedas atau berlemak. Ini dipercaya untuk menghindari supaya dubur anak tidak
menjadi merah dan air susu ibu tidak terasa pedas sehingga membahayakan si buah hati.
5. Plasenta dikuburkan segera setelah dibersihkan, jika bayi laki-laki plasenta dikuburkan
disebelah kanan pintu sedangkan jika bayi perempuan di sebelah kiri pintu.
6. Puputan adalah syukuran yang diadakan setelah pusar lepas (9 hari setelah melahirkan).
Biasanya pada prosesi ini dilakukan sedikit pemotongan pada ujung rambut bayi.
7. Adat-adat yang lain yaitu adat keluar rumah, serta memberikan arang di bawah tempat tidur
12.5.7 Saran
Diharapkan topik pembahasan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya
bagi mahasiswi bidan.
13.1.1.1 Kebidanan
Kebidanan merupakan bagian integral dari sistem kesehatan dan berkaitan dengan segala
sesuatu yang menyangkut pendidikan, praktek dan kode etik bidan di mana dalam memberikan
pelayanannya meyakini bahwa kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis dan
bukan merupakan penyakit, walaupun pada beberapa kasus mungkin berkomplikasi sejak awal
karena kondisi tertentu atau komplikasi yang bisa timbul kemudian. Fungsi kebidanan adalah
untuk memastikan kesejahteraan ibu dan janin/ bayinya, bermitra dengan perempuan,
menghormati martabat dan memberdayakan segala potensi yang ada padanya, termasuk
proses penjaminan kesehatan ibu dan bayinya serta untuk menghindari kasus gizi buruk bagi
bayi.
Praktek kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada
perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin/ bayinya, masa
antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses
reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan, bersifat holistik dan
menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya, spiritual,
psikologi dan fisik dari pengalamanreproduksinya. Praktek kebidanan bertujuan menurunkan/
menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan,
kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
ibudan janin/ bayinya.
Sosial budaya mencakup pola kehidupan masyarakat sesuai dengan hasil pemikiran atau
adat istiadat masyarakat tertentu. Nah ketika masalah sosial budaya ditelaah dalam kehidupan
pesantren, maka yang terlihat tentulah berbeda dengan pola kehidupan masyarakat luar.
Karena pondok pesantren (biasanya juga disebut pondok saja) merupakan sekolah Islam
berasrama (Islamic boarding school). Para santri (pelajar pesantren) belajar pada sekolah ini
sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren.
Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kiai/ kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok
pesantren, kyai menujuk seorang santri senior untuk mengatur adik kelasnya, mereka biasanya
disebut Lurah Pondok. Pesantren adalah sekolah pendidikan umum yang persentase ajarannya
lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum. Bahkan ada pula
pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja, umumnya disebut Pesantren Salaf.
Jadi kehidupan dalam pesantren memiliki sistem tersendiri yang berbeda dengan kehidupan
luar namun tidak bertentangan dengan sistem kehidupan yang dianut oleh bangsa kita. Dunia
pesantren merupakan representrasi miniatur kehidupan riil dimasyarakat. Tapi, pesantren
bukan benar-benar gambaran nyata masyarakat secara umum, sebab unsur-unsur sosialnya
kurang beragam dibanding unsur-unsur sosial masyarakat yang lebih besar.
Di pesantren, unsur-unsur sosial pokoknya tak lebih dari kiai sebagai figur sentral, guru-guru
atau asatizah sebagai pembantu kiai, dan para santri. Kalaupun ada anasir sosial lain di luar
anasir pokok, seperti tukang masak, tukang kebun, dan para pekerja lainnya, perannya tak
lebih sebagai pelengkap miniatur masyarakat pokok saja. Artinya, pesantren dapat disebut
miniatur masyarakat yang memang kurang lengkap. Sebagian menyebut istilah sub-kultur dari
kultur masyarakat yang lebih besar untuk pesantren.
Fasilitas-fasilitas kehidupan masyarakat pesantren juga terbatas. Yang paling pokok tentulah
masjid, bangungan sekolah atau madrasah, pemondokan atau asrama, dan fasilitas-fasilitas
penunjang lainnya. Di pesantren tentu tidak dijumpai sarana-sarana hiburan, seperti taman,
mal, cafe, bioskop, dan fasilitas-fasilitas penunjang kenikmatan hidup lainnya. Tetapi justru
13.1.3 Kesimpulan
Kebersihan adalah sebagian dari iman. Slogan yang begitu terkenal itu menjadi pemicu bagi
umat untuk senantiasa menjaga kebersihan, rohani maupun jasmani. Barang siapa yang dalam
keseharian mampu menjalankan pola hidup sehat baik di lingkungan maupun pribadi, maka hal
itu akan berdampak pada peningkatan kualitas imannya. Dan itu menjadi sebuah langkah
efektif ketika diterapkan dalam pondok pesantren sebagai salah “miniatur masyarakat”,
meskipun kehidupan sosial budaya dalam pesantren berbeda dengan kebanyakan kehidupan
sosial budaya masyarakat yang ada di luar pesantren.
13.2.1 Pendahuluan
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan,
lulus dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi dan
memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan. Praktik bidan adalah serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan saat ini dihadapkan pada masyarakat
yang lebih terdidik, dan mampu memberi pelayanan kesehatan yang ditawarkan atau
dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat mengiginkan pelayanan kesehatan yang murah,
nyaman, sehingga memberi kepuasan (sembuh dengan cepat dengan pelayanan yang baik).
Pengertian dari seni pada mulanya berasal dari kata ”Ars” (Latin) atau ”Art” (Inggris) yang
artinya kemahiran. Tetapi beberapa juga ada yang mengatakan bahwa kata seni berasal dari
Bahasa Belanda yang artinya ”genius” atau jenius. Sementara kata seni sendiri dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata Sansekerta yang berarti pemujaan atau persembahan. Namun
dalam bahasa tradisional Jawa, seni mempunyai arti ”Rawit”, pekerjaan yang rumit-rumit/ kecil.
Di bawah ini terdapat beberapa pengertian tentang seni baik pendapat dari para ahli budaya,
maupun arti kesenian secara umum.
Menurut Drs. Popo Iskandar, seni adalah suatu hasil dari ungkapan emosi yang ingin
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dalam kesadaran hidup bermasyarakat/
berkelompok. Sedangkan menurut Ahdian Karta Miharja, seni adalah kegiatan rohani yang
merefleksikan suatu realitas dalam suatu karya seni yang bentuk dan isinya, mempunyai
kemampuan untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam rohani penerimanya. Menurut
beliau, kesenian merupakan produk dari manusia sebagai homeostetiskus. Setelah manusia
merasa cukup atau dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia tersebut perlu dan
akan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Manusia semata-mata
tidak hanya memenuhi isi perut, tetapi perlu juga memenuhi pandangan indah serta suara
merdu, semua kebutuhan manusia tersebut dapat dipenuhi melalui kesenian.
Secara umum, kesenian dikenal dengan suatu rasa keindahan karena diperuntukkan guna
melengkapi kesejahteraan hidup manusia. Rasa keindahan yang dirasakan oleh seseorang
tersebut, dapat dimiliki dan disalurkan oleh setiap orang ke orang lain lagi.
Salah satu dari jenis kesenian adalah kesenian tradisional, yakni kesenian yang dipegang
teguh pada norma dan adat kebiasaan, yang ada secara turun menurun atau kesenian baru,
hasil dari pengembangan kebudayaannya.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi pikiran, perasaan dan kemauan
secara naluriah, memerlukan perantara budaya, untuk menyatakan rasa seninya, baik secara
aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Maksud dari
menyatakan rasa seni secara aktif adalah seseorang jika memiliki suatu rasa seni, harus
dikembangkan atau diapresikan kepada orang lain agar bermanfaat bagi orang lain. Agar rasa
seni tersebut dapat disalurkan atau diberikan kepada orang lain supaya rasa seni yang dimiliki
dapat bermanfaat bagi orang lain.
Dalam kegiatan apresiatif, maksudnya yaitu mengadakan suatu pendekatan terhadap
kesenian seolah-olah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Kesenian sebagai karya
kasat mata, perwujudannya itu adalah merupakan wadah seseorang dalam pembabaran ide
yang bersifat batiniah dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian seluruh panca indera
kita, khususnya penglihatan, perabaan dan perimbangan kita terlibat dengan asiknya terhadap
bentuk kesenian itu yang terdiri dari aneka warna, garis, bidang, tekstur dan sebagainya, yang
bersifat lahiriah untuk lebih jauh menghayati isi yang terbabar dalam karya kesenian itu, serta
ide yang melatar belakangi kehadirannya.
Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian, kita tidak cukup hanya
bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Empati berasal dari
kata yunani berarti merasa sama. Jadi dalam menghayati suatu karya seni secara empati
berarti kita menempatkan diri kita ke dalam karya seni itu.
Apresiasi seni adalah kesadaran akan nilai seni yang meliputi pemahaman dan kemampuan
untuk menghargai karya seni, seseorang yang memiliki rasa apresiasi seni berarti orang
tersebut memiliki kesadaran akan nilai dari sebuah karya seni sehingga orang tersebut mampu
menghargai karya seni tersebut. Yang menjadi sumber apresiasi seni adalah:
1) Kepekaan eksistensi yang berkembang pada diri masing-masing, yang tidak disadari sesuai
dengan lingkungan yang membinanya.
2) Pengetahuan kesenian yang meliputi pengetahuan mengenai karya seni, sejarah seni,
perkembangan kesenian dan estetika manusia. Hakekat karya seni adalah wujud dari hasil
dan usaha untuk mengungkapkan gagasan persepsi citreu pemecahan bentuk dan
penemuan-penemuan baru. Hakekat karya seni adalah wujud dari hasil dan usaha.
Dalam penyuluhan kesehatan maupun dalam praktik kebidanan, seni dapat digunakan
sebagai media dalm melakukan pendekatan kepada masyarakat, Seorang petugas bisa
menyelipkan pesan-pesan kesehatan didalamnya, misalnya dengan kesenian wayang kulit.
Melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan
dan pada akhir pertunjukan, dapat diisi dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
pesan-pesan yang telah disampaikan di awal pertunjukan atau pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh penonton. Dapat pula kita memanfaatkan penciptaan lagu-lagu berisikan tentang
permasalahan kesehatan dalam bahasa daerah setempat.
Kesenian sebagai terapi pada kejiwaan, sebagai pelipur lara. Kita ketahui kehidupan zaman
sekarang ini permasalahan semakin kompleks, tubuh dan jiwa manusia mempunyai batas untuk
dapat mengatasinya. Untuk itu dengan seni diharapkan akan memberikan dampak positif dalam
mengatasi stress tersebut baik stres fisik maupun batin. Misalnya dengan menyanyi,
menciptakan lagu, seni memahat patung, dan sebagainya.
13.3.1 Pendekatan Sosial Budaya dalam Praktek Kebidanan Melalui Sistem Banjar
Paguyuban adalah suatu kelompok atau masyarakat yang di antara para warganya diwarnai
dengan hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah dan kekal serta jauh
dan pamrih-pamrih ekonomi. Ciri-ciri dari paguyuban antara lain: 1) intimate: hubungan
menyeluruh yang mesra, 2) private: hubungan bersifat pribadi, 3) exclusive: bahwa hubungan
tersebut hanyalah untuk "kita" saja dan tidak untuk orang lain di luar kita.
Ciri-ciri umum dari paguyuban adalah: 1) adanya hubungan perasaan kasih sayang, 2)
adanya kenginan untuk meningkatkan kebersamaan, 3) hubungan kekeluargaan masih kental,
4) sifat gotong royong masih kuat.
Dikenal beberapa tipe paguyuban yaitu:
1) Paguyuban karena ikatan darah yaitu paguyuban berdasarkan keturunan, contoh: kelompok
kekeluargaan, keluarga besar.