Anda di halaman 1dari 4

Nama : M.

Zaki Qomaruddin
Nim : 111910104
Matkul: B. Indonesia

BAHASA ANAK JALANAN DI MEDOHO KOTA SEMARANG

Anak jalanan digambarkan sebagai kelompok masyarakat dengan


tingkat stratifikasi sosial rendah atau merupakan golongan bawah grassroots dengan status
sosial serta posisi kekuasaan/wewenang (power/autority) yang tidak jelas. Tidak memiliki
banyak akses ke sumber daya serta tidak memiliki kemampuan untuk menjadi subjek (Ritzer
dan Godman, 2004). Pernyataan di atas didukung pula oleh pendapat Brick (2001) yang
menyatakan bahwa anak jalanan pada intinya adalah anak yang tidak memiliki tempat tinggal
yang tetap. Brick menambahkan bahwa situasi kehidupan anak jalanan adalah tempat-tempat
umum yang jauh dari suasana kekeluargaan pada umumnya.

a. Pengertian Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi ulama bagi manusia. Kehidupan sehari-hari manusia
menggunakan bahasa sebagai sarana untuk berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dengan
berinteraksi, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial dengan bekerja
sama untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya. Tidak hanya itu, peran bahasa sebagai alat
komunikasi pada akhirnya akan membentuk pola-pola baru yang lebih unik dan berbeda, baik
dilihat dari media, kondisi dan situasi, dan komunikan. Bahasa memiliki ciri-ciri yang spesifik,
seperti konvensional, oral, simbolis, berkembang dan dinamis, beragam, dan arbitrer. Oral,
yakni diucapkan dan dilalaikan serta ada rangsangan di otak untuk menanggapi bunyi tersebut.
Simbolis, yakni sebuah bahasa juga merupakan lambang dan simbol bahasa, seperti huruf,
angka, lambang bahasa, dan berbagai bentuk lambang atau simbol lainnya. Bahasa juga
memuiki sifat berkembang dan dinamis, yakni bahasa akan terus berkembang dari satu masa
ke masa yang lain. Perubahan tersebut berkenaan dengan sistem atau mungkin munculnya
kosakata baru dan perlambangan bunyi yang baru. Bahasa juga memiliki ragam, seperti ragam
baku, ragam resmi, ragam santai, dan ragam akrab. Bahasa sebagai lambang bunyi yang
arbitrer, yang dipergunakan oleh masyarakat untuk berhubungan dan kerja sama, berinteraksi,
dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1993:21).
Arbitrer, artinya bahasa memiliki sifat manasuka dan bebas, tidak ada aturan bahwa
kursi harus disebut sebagai tempat duduk, mungkin saja di tempat lain kursi merupakan doa-
doa dalam agama Islam. Kaitannya dengan penggunaan interaksi kerjasama.
dan berhubungan, maka bahasa sangat mungkin menggunakan keabiterannya. Oleh karena itu
sering ditemukan penggunaan bahasa dan kosakata tertentu yang hanya dimengerti dan
pemaknaannya hanya komunitas tertentu yang tahu. Tidak hanya itu, ternyata kearbitreran
bahasa turut dirasakan pula oleh remaja masa kini. Remaja sering menggunakan angka dan
simbol dalam berkalimat secara tertulis. Contohnya, me7 lokasi, 7an penulis, sudah dit4,
aku=dia. Apabila dideskripsikan secara singkat, menuju lokasi, tujuan penulis, sudah di tempat,
aku sama dengan dia. Ini menunjukkan, masyarakat bahasa pun mencoba menggunakan akal
dan kekreativannya untuk mengembangan bahasa dalam berkomunikasi satu sama dengan
yang lainnya.

b. Bahasa sebagai Alat Komunikasi


Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting. Dalam
menyampaikan ide, gagasan orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam
berkomunikasi maupun berinteraksi lontara idu maupun kelompok. Dengan demikian manusia
tidak dapat terlepas dari bahasa. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Samsuri (1987:4)
bahwa manusia tidak akan lepas dari pemakaian bahasa, karena bahasa adalah alat yang
dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatannya. serta
sebagai alat untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.

c. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik mengkaji penggunaan bahasa pada kesosialan masyarakat tertentu yang
kondisinya pasti berbeda dengan kondisi sosial daerah lainnya. Tingkat sosial yang dimaksud
memiliki pengertian yang sangat luas, sesuai yang dijelaskan Ibrahim di atas. salah satunya
adalah umur pengguna bahasa. Contoh konkretnya adalah adanya penambahan, pengurang»,
penggantian suku kata. dan berbagai bentuk lainnya. Jika dibandingkan dengan bahasa
masyarakat lain dengan beda umur akan terlihat perbedaannya Inilah yang disebut sebagian
masyarakat saat ini disebut alay atau yang sebelumnya disebut lebay. Dalam berbagai konteks,
kedua kata tersebut memiliki arti berlebihan atau hiperbolis. Selain umur. tentu saja kekhasan
sosiolinguistik juga timbul dalam jenis kelamin penutur, berbagai kosakata mungkin saja
digunakan kaum lelaki yang tidak disadari oleh kaum wanita, begitu pula sebaliknya. Contoh
nyata dalam masyarakat bahasa saat ini adalah kata roti Jepang. Roti Jepang memang satu
istilah yang mungkin bermakna roti atau kue dari Jepang. Beberapa kaum hawa menafsirkan
bahwa roti Jepang adalah pembalut. Selain kedua contoh tersebut, berbagai konteks sosial juga
berpengaruh pada penggunaan kata dan kalimat. Kridalaksana (1993:181) menyatakan bahwa
sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan saling pengaruh
antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Dalam kajian linguistik, terutama
sosiolinguistik seperti yang dijelaskan Kridalaksana, ilmu ini akan menjabarkan segala
sesuatu bekenaan dengan perilaku bahasa dan perilaku sosial, sebagai contoh, seorang yang
tingkat sosialnya tinggi menggunakan bahasa dengan kekhasan yang berbeda dengan tingkat
sosial lain. Secara terinci- dalam sosiolinguistik dibahas variasi bahasa, variasi tuturan, seperti
dialek, gaya bahasa dan ragam bahasa, tindak tutur, idiom, serta rahasia yang terkandung dalam
bahasa.
Karakteristik yang dimiliki oleh bahasa anak jalanan ternyata didukung pula oleh
penelitian Kuswarno (2009:90) yang menyatakan bahwa bahasa verbal dan nonverbal yang
digunakan oleh anak jalanan diduga memiliki karakteristik yang khas. Kuswarno
menambahkan pula bahwa hakikat komunitas anak jalanan pada umumnya, dunia pengemis
memiliki budaya yang mereka ciptakan sendiri yang meliputi seluruh perangkat tata nilai dan
perilaku mereka yang unik.

1. Umumnya Menggunakan Bahasa Jawa


Anak jalanan di Medoho Permai Kelurahan Sambirejo Kecamatan Gayamsari Kota
Semarang pada umumnya menggunakan bahasa Jawa. Namun ketika ia berada di sekitar warga
baru ia menggunakan bahasa Indonesia medhog. Yaitu bahasa Indonesia yang dicampur bahasa
Jawa, namun penggunaan bahasa Jawa lebih dominan . Contoh seperti di bawah ini:
a. Ndak tau
b. Njaga adike
c. Mandiin adek
d. Isah-isah
e. Nyapu rumah
f. Lempit-lempit
g. Nyetrika
h. Kadang belajar kadang ndak
Penggunaan kata-kata tersebut karena faktor lingkungan, lingkungan adalah faktor
utama dalam penerapan bahasa ibu. Jika anak tidak dibiasakan menggunakan bahasa Jawa
dengan benar ataupun pengunaan bahasa Indonesia dengan benar maka hal tersebut dapat
menyebabkan ketidaksesuaian kalimat. Kalimat tersebut menjadi kalimat tidak baku.

2. Menggunakan kata-kata bentuk ringkas


Anak jalanan di Medoho Permai Kelurahan Sambirejo Kecamatan Gayamsari Kota
Semarang pada umumnya menggunakan bahasa Jawa. Namun seringkali kita mendengar
penggunaan kata yang diringkas. Sehingga menjadi kata yang tidak baku. Contoh seperti di
bawah ini:
a. Ndak tau berasal dari tidak tahu
b. Kadang belajar kadang ndak berasal dari kadang belajar kadang tidak
c. Ndapapa berasal dari tidak apa-apa
d. Njaga adek berasal dari menjaga adek
Bahasa tersebut muncul karena adanya percampuran bahasa Jawa dengan bahasa
Indonesia. Sehingga terjadi pembentukan kata yang diringkas dan menjadi kata tidak baku.

3. Menggunakan kata bermakna kasar.


Anak jalanan di Medoho Permai Kelurahan Sambirejo Kecamatan Gayamsari Kota
Semarang sering tidak sengaja menggunakan kata bermakna kasar. Sehingga pada pandangan
masyarakat menimbulkan kesan negatif. Contoh seperti di bawah ini:
a. Tarungan pitik yang berarti adu ayam yang merupakan tindakan tidak terpuji.
Bahasa tersebut muncul karena adanya penggunaan bahasa Jawa yang memiliki makna
negatif. Sehingga terjadi pembentukan kata yang bermakna kasar.

Bahasa yang digunakan anak di Medoho Permai Kelurahan Sambirejo Kecamatan


Gayamsari Kota Semarang pada umumnya menggunakan bahasa Jawa. Namun ketika ia berada
di sekitar warga baru ia menggunakan bahasa Indonesia medhog. Yaitu bahasa Indonesia yang
dicampur bahasa Jawa, namun penggunaan bahasa Jawa lebih dominan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan bahasa anak jalanan di
Medoho Permai Kelurahan Sambirejo Kecamatan Gayamsari Kota Semarang, ditemukan
simpulkan sebagai berikut. Pertama, karakteristik yang ditemukan dari analisis ini yakni
terjadi umumnya menggunakan bahasa Jawa, menggunakan bentuk ringkas, dan penggunaan
kata-kata kasar. Bahasa yang digunakan anak di Medoho Permai Kelurahan Sambirejo
Kecamatan Gayamsari Kota Semarang pada umumnya menggunakan bahasa Jawa. Namun
ketika ia berada di sekitar warga baru ia menggunakan bahasa Indonesia medhog. Yaitu bahasa
Indonesia yang dicampur bahasa Jawa, namun penggunaan bahasa Jawa lebih dominan.

Anda mungkin juga menyukai