Anda di halaman 1dari 2

BAHAYA MENGHIRUP DEBU BATU

BARA, PEKERJA TAMBANG RENTAN


TERKENA PNEUMOKONIOSIS
Benarkah paparan debu batu bara berlebih atau dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan pneumokoniosis? Seberapa besar bahayanya bagi pekerja tambang? Bagaimana
pengendaliannya?
Debu batu bara termasuk jenis fibrogenic, yakni jenis debu yang sangat beracun dan dapat merusak
paru-paru serta memengaruhi fungsi atau kerja paru-paru. Bagi pekerja tambang yang setiap harinya
terpapar debu batu bara bisa membahayakan paru-parunya. Terpapar debu batu bara secara berlebih
atau dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan pneumokoniosis.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa para pekerja tambang sangat rentan


mengalami pneumokoniosis. Seperti dilansir depkes.go.id pada 13 November 2015, sebuah riset
menunjukkan, sekitar 9 persen penambang batu bara di Indonesia menderita pneumokoniosis.

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pneumokoniosis merupakan penyakit akibat kerja
(PAK) paling banyak diderita oleh pekerja. Tahun 2013, 30 persen hingga 50 persen pekerja di negara
berkembang menderita pneumokoniosis. Sedangkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan, dari 1 juta kematian pada pekerja, 5 persen di antaranya adalah akibat Pneumokoniosis.

Apa itu pneumokoniosis? Bagaimana penyakit ini bisa membahayakan para pekerja tambang?

Dalam bahasa awam, penyakit akibat paparan debu batubara disebut paru-paru hitam (black lung
disease) atau coal worker's pneumoconiosis(CWP). CWP atau pneumokoniosis batu bara terjadi akibat
terhirupnya debu batu bara secara berlebih atau dalam jangka waktu yang lama.

Risiko pekerja terkena pneumokoniosis tergantung dari berapa lama pekerja tersebut terpapar debu batu
bara. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih dari 10 tahun.

Karena proses sejak terpapar debu hingga muncul gejala butuh waktu bertahun-tahun, sering kali pada
tahap awal penyakit ini tidak bergejala. Maka dari itu, pneumokoniosis batu bara ini sering tidak
terdeteksi. Kebanyakan seseorang baru terdeteksi mengidap pneumokoniosis saat berusia lebih dari 50
tahun.

Pneumokoniosis batu bara dibedakan atas bentuk sederhana (simpleks) dan terkomplikasi (kompleks)
atau Progressive Massive Fibrosis. Pneumokoniosis sederhana terjadi karena inhalasi debu batu bara
saja. Gejalanya hampir tidak ada, sesekali hanya menimbulkan batuk ringan.
Sedangkan, pneumokoniosis terkomplikasi ditandai gejala pernapasan pendek, batuk berdahak yang
cenderung menetap, dahak berwarna hitam, hingga bengkak di kaki dan tungkai.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko pneumokoniosis batu bara, di antaranya:


1. Usia pekerja saat paparan debu pertama kali.
2. Lama berada di tempat kerja.
3. Tipe debu; usia batu bara menentukan risiko terjadinya pneumokoniosis batu bara.
4. Pekerja merupakan perokok aktif.
5. Ukuran debu.
Seberapa besar bahaya pneumokoniosis bagi pekerja tambang?

Debu batu bara termasuk salah satu jenis debu paling berbahaya (respirable dust). Debu berukuran 0.1-
10 mikron mudah terhirup pada saat kita bernapas. Debu berukuran lebih dari 5 mikron akan mengendap
di saluran napas bagian atas. Debu berukuran 3-5 mikron akan menempel di saluran napas bronkiolus,
sedangkan yang berukuran 1-3 mikron akan sampai di alveoli.

Setiap debu batu bara yang masuk ke sistem pernapasan bagian dalam atau paru-paru bagian dalam
tidak bisa dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami, maka debu tersebut akan tinggal
selama-lamanya di dalam paru-paru.

Itulah sebabnya, pneumokoniosis pada pekerja tambang batu bara tidak dapat disembuhkan
(irreversible)karena kerusakan yang ditimbulkan pada paru-paru oleh debu batu bara adalah menetap.
Alternatifnya, penderita hanya dapat mengurangi atau mengontrol gejala, yaitu dengan bronkodilator dan
terapi oksigen.

Seperti dilansir detik.com pada 9 November 2015, Ketua umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran
Okupasi Indonesia, dr Nusye E Zamsiar, MS, SpOk menyatakan, data resmi untuk pneumokoniosis di
Indonesia memang belum ada. Namun dari beberapa penelitian seperti telah disebutkan pada paragraf
sebelumnya, diperkirakan angkanya memang cukup tinggi. Salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah
tindakan preventif.

Bahaya pneumokoniosis batu bara yang tidak dapat dipulihkan kembali, sulitnya deteksi dini, serta tingkat
pajanan debu yang sangat tinggi, mengharuskan manajemen dan pekerja untuk segera melakukan
pencegahan untuk menghindari terjadinya komplikasi yang lebih parah. Berikut tindakan preventif yang
dapat Anda lakukan, di antaranya:

 Mengendalikan paparan debu di lingkungan kerja, misalnya ventilasi dalam tambang harus baik atau
pengambilan/ penambangan batu bara dengan cara basah, yaitu dengan menyemprot jalan permukaan
batu bara yang akan ditambang menggunakan air terlebih dahulu.
 Pekerja menggunakan alat pelindung pernapasan, seperti masker dengan tepat untuk mengurangi
paparan debu selama bekerja.
 Pekerja wajib melakukan pemeriksaan kesehatan rutin berkala dengan rentang waktu 5 tahun sekali
sesuai rekomendasi dari CDC's National Institute for Occupational Safety and Health.
 Kurangi merokok karena konsumsi rokok yang tinggi dapat memperparah kondisi paru-paru.
 Pekerja diberikan vaksinasi terhadap pneumokokus untuk mencegah terjadinya infeksi.

Bila pekerja sudah didiagnosis menderita pneumokoniosis batu bara, artinya pekerja tersebut harus lebih
berhati-hati. Sebab, pneumokoniosisbisa berkembang pada tahap terberatnya menjadi kanker paru.
Pencegahan yang bisa dilakukan, yaitu menghindari paparan langsung atau menjauhi paparan dengan
cara rotasi pekerjaan ke bagian lain yang kadar debu batu baranya lebih rendah dan menggunakan
masker khusus sebagai solusi terakhir yang dapat dilakukan. Segera periksakan diri Anda ke dokter
apabila mengalami gejala sesak dan batuk berkepanjangan untuk menghindari
risiko pneumokoniosis batu bara yang lebih kompleks.

Semoga Bermanfaat, Salam Safety!

Sumber: www.SafetySign.co.id

Anda mungkin juga menyukai