Pengolahan Air Lindi Sampah Kota Dengan Sistem Koagulasi Fix
Pengolahan Air Lindi Sampah Kota Dengan Sistem Koagulasi Fix
OLEH :
SISKA APRIYANI
E2A151026
Pendahuluan
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, jumlah sampah yang dihasilkan
oleh kegiatan perkotaan bertambah dari waktu ke waktu. Jenisnya pun semakin beragam. Oleh karena
jumlah dan volume sampah yang besar serta jenisnya yang beranekaragam, maka jika tidak dikelola
dengan benar, sampah perkotaan akan menimbulkan dampak negatif berupa permasalahan lingkungan
yang kompleks, seperti pencemaran air, tanah dan udara. Salah satu masalah yang cukup serius adalah
adanya air lindi sampah. Menurut Wahyu Purwanto (2006), lindi (leachate) adalah limbah cair yang
timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi
terlarut atau merupakan hasil proses dekomposisi sampah berbentuk cair yang berwarna coklat kehijauan
dan merupakan pencemar potensial ke lingkungan apabila TPA tidak dikelola secara maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh lindi diperlukan suatu metode pengolahan
limbah yang inovatif, murah, dan efektif sebelum limbah cair tersebut dibuang ke lingkungan. Metode
biofilter dan wetland merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi parameter-
parameter pencemar yang ada di air lindi. Dengan mengkombinasikan kedua metode pengolahan ini
diharapkan efluen yang dihasilkan dapat sesuai dengan baku mutu air.
ISI
A. Lindi (Leachate)
Air l indi ( leachate) adalah cairan yang dikeluarkan dari sampah akibat proses
degradasi biologis (Irmanto,2012). Lindi bersifat toksik karena adanya zat pengotor dalam timbunan yang
mungkin berasal dari buangan limbah industri, debu, lumpur hasil pengolahan limbah, limbah rumah
tangga yang berbahaya, atau dari dekomposisi yang normal terjadi pada sampah (Diah dan Mardiyanto,
2012). Menurut Ali (2011), Adanya Air lindi yang berada di permukaan tanah dapat menimbulkan polusi
2
1. Air permukaan yang terpolusi oleh air lindi dengan kandungan zat organik tinggi, pada proses
penguraian secara biologis akan menghabiskan kandungan oksigen daam air dan akhirnya seluruh
kehidupan dalam air yang tergantung oleh keberadaan oksigen terlarut akan mati.
2. Air tanah yang terpolusi oleh air lindi dengan konsentrasi tinggi, polutan tersebut akan berada dan
tetap ada pada air tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama, karena terbatasnya oksigen terlarut
sehingga sumber air yang berasal dari air tanah tidak sesuai lagi untuk air bersih.
Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang mengandung bahan-
bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik. Menurut Tchobanoglous (1993) dalam
Hadiwidodo et al. (2012), air lindi mempunyai komposisi berupa sisa makanan (organik), kayu dan
kertas, plastik dan karet, kain dan tekstil serta komponen logam yang terlarut dalam air lindi. Senyawa
lignin pada limbah kayu merupakan salah satu senyawa yang ada pada air lindi yang memiliki struktur
kimia yang sangat kompleks dan sulit didegradasi oleh bakteri hidrolitik sehingga kemungkinan makanan
yang dihasilkan pada fase hidrolisis untuk diteruskan ke proses acidogenesis dan acetogenesis berkurang.
3
NO3 (Nitrit) mg/liter 0,1 _ 50
NO2 (Nitrat) mg/liter 0 _ 25
P-Total mg/liter 0,1 _ 30
PO4 mg/liter 0,3 _ 25
Ca mg/liter 10 _ 2500
Mg mg/liter 50 _ 1150
Na mg/liter 50 _ 4000
K mg/liter 10 _ 2500
SO4 mg/liter 10 _ 1200
Cl mg/liter 30 _ 4000
Fe mg/liter 0,4 _ 2200
Zn mg/liter 0,05 _ 170
Mn mg/liter 0,4 _ 50
CN mg/liter 0,04 _ 90
Aoxa µg/liter 320 _ 3500
Phenol mg/liter 0,04 _ 44
As µg/liter 5 _ 1600
Cd µg/liter 0,5 _ 140
Co µg/liter 4 _ 950
Ni µg/liter 20 _ 2050
Pb µg/liter 8 _ 1020
Cr µg/liter 300 _ 1600
Cu µg/liter 4 _ 1400
Hg µg/liter 0,2 _ 50
Sumber : Balai laboratorium Kesehatan Surabaya (2005) dalam Ali (2011)
Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang
sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk
didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik
yang sulit terurai tinggi. Selain itu sulinda (2004) dalam ali (2011) menyatakan bahwa proses penguraian
bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroorganisme aerobik dan anaerobik pada
lokasi pembuangan sampah dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air lindi.
Selain itu, zat toksik seperti logam berat juga terdapat pada air lindi. Menurut Saleh (2012), zat
toksik dapat menyebabkan kegagalan pada proses penguraian limbah pada proses anaerobik. Logam berat
yang ditemukan dalam air limbah dari industri dapat menghambat penguraian limbah anaerobik.
Mengingat karakteristik sampah di Indonesia yang sangat bervariasi dan tidak optimalnya pemisahan
antara limbah B3 dan domestik, maka air lindi akan mengandung bahan-bahan beracun.
Air lindi yang berasal dari timbunan sampah yang masih baru, biasanya ditandai oleh
kandungan asam lemak volatile dan rasio BOD dan COD yang tinggi, sementara air lindi dari timbunan
sampah yang lama akan mengandung BOD, COD dan konsentrasi pencemar yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan karena dari timbunan sampah yang masih baru, biodegradasi umumnya berlangsung cepat
4
yang ditandai dengan kenaikan produksi asam dan penurunan pH air lindi yang mengakibatkan
kemampuan pelarut bahan-bahan pada sampah oleh air menjadi tinggi. Perbandingan BOD dengan COD
pada timbunan sampah yang masih baru akan berkisar 0,4 % sampai 0,8 %, nilai akan lebih besar pada
Salah satu metode pengolahan yang bisa digunakan dalam upaya untuk menurunkan kadar
pencemar hingga pada level yang tidak membahayakan kesehatan manusia adalah dengan kombinasi
Metode biofilter merupakan sistem yang menggunakan reaktor dimana mikroorganisme yang
digunakan dan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada media (Joko
et.al., 2004). Biofilter yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur
menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara teratur
maupun acak didalam suatu biofilter (Hadiwidodo et.al., 2012). Adapun fungsi dari media penyangga
yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang akan melapisi permukaan media
membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm). Menurut Marilsa (2012), Biofilm adalah
kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri, yang melekat di suatu permukaan dan diselimuti oleh
pelekat karbohidrat yang dikeluarkan oleh bakteri. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah,
misalnya senyawa organik (BOD, COD), amonia,fosfor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau
film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan
oksigen yang terlarut di dalam air limbah , senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme
yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan diubah menjadi biomassa. Media
biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan organik seperti dalam bentuk jaring, bentuk
butiran tak teratur, bentuk paparan, dan bentuk sarang tawon. Selain itu, juga dapat digunakan media dari
bahan anorganik seperti batu pecah, kerikil, batu marmer, dan batu tembikar.
Biofilter memiliki kelebihan utama yaitu membentuk biofilm sebagai tempat hidup bakteri dan
menahan bakteri sehingga tidak ikut keluar bersama efluen. Said dan wahjono (1999) dalam Bernadette
5
(2012), menyatakan beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerob-aerob
antara lain: pengelolaannya mudah, biaya operasinya rendah, lumpur yang dihasilkan relatif sedikit
(dibanding proses lumpur aktif), suplai udara untuka aerasi relatif kecil, dapat digunakan untuk air limbah
dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat menghilangkan tersuspensi (SS) dengan baik.
Metode wetlands merupakan sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana terjadi aktivitas
pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer gas, adsorpsi, pengolahan kimiawi dan biologis (Risnawati dan
Damanhuri, 2013). Metode wetlands ini dipilih sebagai proses pengolahan lanjutan setelah biofilter
karena biayanya relatif murah, mudah, memiliki kemampuan untuk memperbaiki kualitas air dan
mengurangi efek berbahaya dari limbah, menyumbang upaya konservasi air, penyediaan keragaman
habitat dan satwa liar, dan menambah nilai estetika lingkungan tetapi kemampuan terbatas hanya untuk
mengolah limbah dengan nilai COD yang tidak terlalu tinggi (maksimal 1.000 mg/L) (Anna, 2013).
Kemampuan Constructed wetlands untuk pengolahan air limbah, terutama didaerah tropis sangat tinggi.
Pengurangan BOD dengan menggunakan proses ini bisa mencapai 65-85% (Nugroho, 2010).
Pada umumnya tumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang larut dalam air maupun dalam
tanah melalui akarnya baik sebagai bahan nutrisi untukpertumbuhannya maupun unsur lain yang
merupakan bahan pencemar. Tumbuhan air memberi tempat sebagai medium bagi mikrobia untuk
melekat dan tumbuh pada akar dan batangnya yang berfungsi mengurai senyawa organic yang terkandung
dalam limbah cair. Secara alami mikrobia pathogen perusak akan terhambat pertumbuhannya karena
adanya panas yang dihasilkan oleh tumbuhan air (Sutanto, 2015). Beberapa jenis tanaman air dikatakan
mampu menurunkan kadar Biological Oxygen Demand (BOD),Chemical Oxygen Demand (COD), Total
Suspended Solid (TSS), Phospat dan lain –lain (Rachmaulin dan Mangkoediharjo, 2013). Diantara
tanaman air tersebut adalah : Bambu air, Melati Air, Canna, Papyrus, bambu air, teratai dan lain – lain.
Dari beberapa hasil penelitian tentang penggunaan metode pengolahan biofilter atau constructed
wetland saja diketahui bahwa kedua metode tersebut memiliki kemampuan yang belum maksimal dalam
mengolah lindi. Kandungan organik lindi (COD) yang tinggi (dapat mencapai 10.000 mg/L) menjadi
6
masalah ketika lindi tersebut diolah, karena pengolahan tersebut tidak mampu mengolah lindi dengan
efisiensi 100% (Risnawati dan Damanhuri, 2013). Nilai COD ini masih harus diolah dengan pengolahan
lanjutan sehingga kualitas efluen lindi memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air. Kemampuan
Constructed Wetlands terbatas dalam mengolah lindi dengan konsentrasi pencemar yang tinggi, maka
diperlukan pengolahan pendahuluan sebelum lindi tersebut diolah menggunakan Constructed Wetlands.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Bernadette, et al (2012) pengolahan air lindi dengan metode
kombinasi anaerob-aerob memiliki efisiensi yang lebih baik dibandingkan pengolahan hanya dengan
metode aerob atau anaerob saja. jika proses pengolahan digabungkan menjadi anaerob-aerob, efisiensi
penyisihan menjadi paling besar yaitu BOD5 sebesar 65% dengan range influen sebesar 400-640 mg/L,
COD 29,21 % dengan range influen sebesar 2944-3104 mg/L dan TSS 39,50% untuk range influen 595-
680 mg/L. Di sini terlihat bahwa kemampuan biofilter anaerob-aerob hanya mampu menurunkan
kandungan BOD5 kurang dari 70%. Effluen yang dihasilkan masih belum memenuhi baku mutu air untuk
di buang ke badan air. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan lanjutan. Salah satu metode yang bisa
dilakukan adalah dengan metode pengolahan menggunakan taman tanaman air atau construcred wetlands
wetland maka air efluen yang dihasilkan diharapkan sesuai dengan baku mutu untuk dibuang ke badan
air.
7
Gambar Constructd wetlands tipe Free water Surface
Proses pengolahan lindi dengan reaktor biofilter dapat dijelaskan sebagai berikut (Bernadette et
1. Air lindi dimasukkan ke dalam bak efluen yang sebelumnya telah disaring terlebih dahulu
2. Dari bak influen, air lindi dialirkan secara gravitasi ke dalam bak anaerob. Debit influen diatur
8
3. Pada bak anaerob, senyawa organik pada air lindi yang masuk akan diuraikan oleh mikroorganisme
pada biofilm yang melekat pada media biofilter dengan waktu tinggal yang sudah ditentukan dan
4. Bak aerasi berguna untuk melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen
terlarut dalam air dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu
pengadukan air
5. Setelah mengalami proses aerasi, air lindi mengalir secara gravitasi menuju bak aerob. Pada bak
aerob ini juga terjadi penguraian oleh mikroorganisme secara aerob menggunakan oksigen dengan
6. Setelah dari bak aerob. Air lindi akan keluar melalui saluran outlet dan ditampung dalam bak efluen.
7. Air dari bak efluen ini tidak langsung dibuang kebadan air tetapi masuk ke dalam pengolahan
metode constructed wetland tipe SSF-Wetlands atau sistem pengolahan limbah lahan basah aliran
bawah permukaan. Di dalam sistem ini terdapat aktivitas mikroganisme maupun tanaman dalam
penyediaan oksigen.
8. Setelah 5-7 hari dalam kolam constructed wetland, air telah dapat dialirkan ke badan sungai
Kesimpulan
Metode kombinasi biofilter anaerob-aerob dan constructed wetland merupakan salah satu metode
yang dapat digunakan untuk mengurangi bahan pencemar pada air lindi. Metode ini cukup efisien untuk
mengolah air lindi yang mengandung kandungan senyawa organik yang tinggi dan kadar COD yang
mencapai 10.000 mg/L. Air efluen yang dihasilkan dapat langsung dibuang ke badan air tanpa
Daftar Pustaka
Ali, Munawar. 2011. Rembesan air lindi (leachate) Dampak pada tanaman pangan dan kesehatan.
https://core.ac.uk/download/files/458/16662761.pdf (diakses Maret 2016)
9
Anna dan Wibisono, G. 2013. Pengolahan Limbah Domestik dengan Teknologi Taman Tanaman Air
(Constructed Wetlands). Indonesian Green Technology Journal Vol. 2, No. 2, 2013: 70-77.
http://igtj.ub.ac.id/index.php/igtj/article/viewFile/117/110 (diakses maret 2016)
Bernadette et al. 2012. Studi Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Penyisihan Parameter BOD5, COD dan
TSS Lindi Menggunakan Biofilter Secara Anaerob-Aerob. Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/40915/1/Jurnal_TA_Bernadette_N.P.docx. (diakses maret 2016)
Diah, Nuke dan mardiyanto. 2013. Penelitian Pengolahan Air Kolam Penampungan Lindi dengan
Granular Filter karbon Aktif Pada Tipe Reaktor Vertikal. digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-11073-Paper.pdf (diakses Maret 2016)
Hadiwidodo et al. 2012. Pengolahan Air Lindi dengan Proses Kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob dan
Wetland. Jurnal Presipitasi Vol.9, No.2 september 2012: 84-95.
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/presipitasi/article/viewFile/4931/4468. (diakses maret
2016)
Hardianto, N dan Huboyo. 2009. Evaluasi Instalasi Pengolahan Lindi Tempat Pembuangan Akhir Putri
Cempo Kota Surakarta. Jurnal Presipitasi, Vol. 6 No.1 Maret 2009; 52-56.
http://www.lingkungan.ft.undip.ac.id/ (diakses Maret 2016)
Herlambang, A. 2003. Proses denitrifikasi dengan sistem biofilter untuk pengolahan air limbah yang
mengandung nitrat. Jurnal Teknologi Lingkungan,Vol. 4 no. 1, tahun 2003: 46-55.
ejurnal.bppt.go.id
Idaman, Nusa. 2007. Teknologi Biofilter Anaerob-aerob Tercelup untuk pengolahan Air Limbah
Domestik. Direktorat Teknologi Lingkungan, BPTP.
http://www.iaea.org/inis/collection/NCLCollectionStore/_Public/40/004/40004019.pdf (diakses
maret 2016)
Made, Desak dan Sugito.2013. Penurunan TSS dan Phospat Air Limbah Puskesmas Janti Kota Malang
dengan wetland. Jurnal Teknik Waktu Vol. 11, No. 01, Januari 2013: 93-101.
digilib.unipasby.ac.id/download.php?id=631 (diakses Maret 2016)
Marlisa, D. F. 2012. Potensi Fito-biofilm dalam Penurunan Kadar BOD dan COD pada Limbah Domestik
dengan Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica) Media Biofilter Sarang Tawon (Studi kasus:
Perumahan Graha Mukti, Tlogosari Semarang). Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.1, No.1, tahun
2012. ejournal-s1.undip.ac.id (diakses Maret 2016
Nayono, S. E. 2010. Metode Pengolahan air limbah alternatif untuk Negara berkembang. INERSIA.
eprints.uny.ac.id (diakses maret 2016)
Purwanta, Wahyu. 2007. Tinjauan Teknologi Pengolahan Leachate di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Perkotaan. JAI, Vol. 2, No. 1, tahun 2007 : 57-63.
ejurnal.bppt.go.id/index.php/JAI/article/download/127/65 (diakses Maret 2016)
10
Rachmaulin, sity dan Mangkoediharjo. 2013. Pengaruh Waktu Pemaparan Dan Jumlah Tumbuhan
Terhadap Efisiensi Pengolahan Lindi Tpa Sidoarjo Menggunakan Scirpus Grossus. Jurnal Teknik
Pomits Vol. 2, No. 1, (2013): 1-4. (diakses maret 2016)
Rismawati dan Tri Damanhuri. 2013. Penyisihan logam pada lindi menggunakan constructed wetland.
Teknik Lingkungan, Institute Teknologi Bandung.
www.ftsl.itb.ac.id/kk/air_waste/wp.../PI_SW5_Imas_15305079.pdf (diakses Maret 2016)
Riza Primadani, Alloysius .2012. Studi pengaruh waktu tinggal dan pengolahan ganda terhadap
parameter amoniak, nitrit dan nitrat lindi dengan biofilter sistem anaerob-aerob. Thesis
:Universitas Diponegoro. eprints.undip.ac.id/40865/ (diakses Maret 2016)
Saleh, Chairil. 2012. Studi Perencanaan Instalasi Pengolahan Limbah Lindi sebagai Kontrol Pemenuhan
Baku Mutu sesuai dengan Kepmen 03/91 (Studi Kasus pada TPA Supit Urang Malang). Media
teknik Sipil, Vol. 10 no. 2, Agustus 2012 : 87-94.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jmts/article/viewFile/1782/3094 (diakses Maret 2016)
Suprihatin, Hasti. 2014. Penurunan Konsentrasi BOD Limbah Domestik dengan menggunakan sistem
wetland dengan Tanaman Bintang Air (cyprus alternitolius). Jurnal dinamika Lingkungan
Indonesia Vol. 1 No.2, Tahun 2014 hal: 80-87.
ejournal.unri.ac.id/index.php/DL/article/download/2301/2267 (diakses maret 2016)
Susanto et al. 2011. Pengolahan Lindi (Leachate) dari TPA dengan sistem Koagulasi-Biofilter Anaerobik.
Jurnal Teknologi Lingkungan vol.5, No.3, tahun 2011: 167-173.
ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/550/380 (diakses maret 2016)
Sutanto, haryati. 2015. Studi Pengolahan Air Limbah Industri Jasa Laundry menggunakan Kombinasi
Biofilter dan Tanaman Bambu Air. http://ukdw.ac.id/repository/index.php/repo/get_file/256
11