Kajian filsafat mungkin terdengar abstrak untuk sebagian besar masyarakat. Ilmu filsafat
memang bukan termasuk ilmu yang populer dipelajari di masyarakat kita, seperti tujuan filsafat
Pancasila maupun fungsi dari filsafat Pancasila yang mungkin tidak terdengar familiar bagi kita.
Di dalamnya terdapat istilah ontologi, epistemologi dan aksiologi yang bertindak sebagai basis
atau ilmu dasar dari kajian filsafat ini. Apakah itu ontologi, epistemologi dan aksiologi? Di
artikel kali ini kita akan mempelajari lebih jauh tentang pengertian serta contoh kasus ontologi,
epistemologi dan aksiologi untuk mempermudah pemahaman kita semua. Simak terus, ya!
Pada awalnya, kajian filsafat lahir di Andalusia, yang lebih dikenal dengan Yunani, dimana di
sinilah lahir para filsuf hebat, seperti Plato, Thucydides dan Aristoteles yang selanjutnya menjadi
inspirasi bagi para filsuf di belahan bumi lainnya. Di dalam kajian filsafat, terdapat ilmu dasar
yang digunakan, yang dikenal dengan istilah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Apakah itu?
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, dari kata onto yang berarti ada dan logos yang berarti ilmu.
Maka, Ontologi diartikan sebagai ilmu yang membahas mengenai keberadaan. Ontologi sendiri
adalah cabang dari ilmu filsafat tentang sifat (wujud) atau fenomena yang ingin diketahui
manusia. Dalam pengertian lain juga disebutkan bahwa ontologi filsafat membahas tentang
hakikat filsafat dan struktur filsafat. Struktur filsafat adalah cabang-cabang filsafat serta teori
yang ada di dalam setiap cabang tersebut.
Sementara itu, epistemologi juga merupakan cabang filsafat yang mempelajari asal, sifat,
metode,dan batasan pengetahuan manusia. Epistemologi sering dikenal sebagai teori
pengetahuan. Kata ini juga berasal dari bahasa Yunani, dari kata episteme yang berarti cara dan
logos yang berarti ilmu. Maka, secara keseluruhan epistemologi bisa berarti ilmu tentang
bagaimana cara seorang ilmuwan membangun ilmunya.
Dalam epistemologi, persoalan-persoalan yang dibahas adalah tentang apa yang dimaksud
dengan pengetahuan, bagaimana seseorang bisa mengetahui sesuatu, bagaimana cara
memperoleh pengetahuan, bagaimana cara menilai validitas, serta apa perbedaan antara
pengetahuan apriori dan pengetahuan apoteriori. Tidak hanya itu, epistemologi juga membahas
perbedaan yang ada antara kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan,
gagasan, kebenaran, kepastian dan kebolehjadian.
Selanjutnya, cabang ketiga dari kajian filsafat adalah aksiologi. Aksiologi juga berasal dari
bahasa Yunani, dari kata axios yang berarti nilai dan logos yang berarti ilmu. Maka, dari
penggabungan dua kata ini, aksiologi berarti ilmu tentang nilai. Dengan aksiologi, kita
mempelajari tentang apa guna dari ilmu pengetahuan yang didapatkan atau nilai-nilai yang kita
peroleh dari sebuah ilmu pengetahuan, seperti misalnya nilai-nilai yang terkandung dalam
sumpah pemuda. Ada tiga bagian yang menyusun aksiologi, yaitu moral conduct, aesthethic
expression, dan socio-political.
Oleh karena itu, aksiologi merupakan cabang dari kajian filsafat yang berhubungan dengan etika,
estetika dan agama. Dari pengertian ketiga cabang kajian filsafat di atas, kita bisa mengetahui
bahwa ketiga cabang ilmu ini saling melengkapi satu sama lain. Jika ontologi mempelajari
hakikat keberadaan sesuatu atau fenomena apa yang ingin diketahui oleh manusia, maka
epistemologi akan mempelajari bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang fenomena
tersebut.
Selanjutnya, aksiologi akan menjelaskan mengenai guna atau fungsi dari pengetahuan yang
diperoleh itu. Jika dalam koridor ilmu pengetahuan pendidikan kewarganegaraan, mungkin kita
bisa memahami ontologi, epistemologi, dan aksiologi dengan dengan melihat bagaimana
Pancasila sebagai ilmu pengetahuan, misalnya bagaimana kita mengenali Pancasila, apa fungsi
Pancasila hingga bagaimana kita mempelajari bahwa sesuatu yang kita lihat adalah Pancasila.
Contoh kasus dari ontologi, epistemologi dan aksiologi sebenarnya cukup sering kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, dikarenakan kebanyakan dari kita tidak familier
dengan kajian filsafat, maka contoh-contoh tersebut sering luput dari perhatian kita. Maka,
dengan pembahasan kali ini kita akan bisa lebih mengenali contoh kasus ontologi, epistemologi
dan aksiologi yang banyak ada di sekitar kita dan sangat mudah untuk kita terapkan sebagai
pemikiran filsafat sederhana. Contoh dari ontologi, misalnya ontologi rumah. Di zaman
sekarang, begitu banyak model dan bentuk dari rumah.
Bahkan, sudah sangat umum rumah yang kita tempati saat ini bukan lagi berupa rumah yang
berdiri menginjak tanah seperti yang biasa ada sejak zaman dahulu, melainkan berupa rumah
susun ataupun apartemen yang dibangun bertingkat di sebidang lahan tertentu. Menurut Plato,
realitasnya adalah ide atau gambaran yang membuat kita selalu mengenali tentang rumah. Di
tengah begitu banyak bentuk atau model-model rumah, namun ide tentang rumah ini yang
membuat kita tetap mengenali bahwa apa yang kita lihat adalah rumah meskipun dari segi
bentuknya sudah banyak berubah.
Kita akan tetap mengenalinya sebagai rumah dimana sebuah keluarga pulang dan berkumpul
serta menjadi tempat tujuan untuk pulang. Contoh lain dari ontologi adalah ontologi tentang
sahabat kita. Kita mungkin memiliki seorang sahabat yang kita kenal sejak sekolah dasar. Setelah
kita lama berpisah, kita bertemu kembali 15 tahun kemudian dalam sebuah acara. Saat bertemu
kembali, kita mungkin melihat adanya perubahan fisik dari sahabat kita itu, seperti terlihat lebih
tua, lebih tinggi, lebih gemuk, dan perubahan-perubahan lain yang mungkin terjadi secara fisik.
Namun, terlepas dari perubahan fisiknya, tetap ada sesuatu yang tidak berubah dari sahabat kita
tersebut. Sesuatu yang tidak berubah itulah membuat kita tetap bisa mengenali dan mengetahui
bahwa dia masih sahabat kita yang sama. Hal inilah yang disebut dengan ontologi dari sahabat
kita. Selanjutnya, adalah contoh kasus dari epistemologi. Sebelumnya sudah dibahas bahwa
epistemologi ini adalah cara manusia dalam memperoleh sebuah ilmu pengetahuan. Maka, jika
kita membahas mengenai rumah yang sebelumnya, maka pertanyaannya adalah bagaimana kita
bisa mengetahui bahwa sesuatu tersebut disebut sebagai rumah.
Apa saja yang kita lihat sehingga kita mengetahui bahwa benda yang sedang kita lihat adalah
benar-benar rumah. Misalnya, melihat dari fungsinya, lokasinya, atau tolak ukur lainnya.
Demikian halnya ketika kita bertemu dengan sahabat kita semasa sekolah dasar. Dengan cara apa
kita bisa mengenali bahwa seseorang yang kita temui itu adalah sahabat kita di masa sekolah
dasar 15 tahun yang lalu. Apakah dari selera humornya yang masih sama, dari cara dia makan,
dari aspek-aspek identitas sosial yang dia miliki atau sifat-sifat lain yang kita kenali ada pada
sahabat kita di masa sekolah dasar dan masih ada hingga saat ini.
Epistemologi dari sahabat kita ini adalah bagaimana cara kita mengetahui bahwa orang yang kita
temui ini adalah orang yang sama dengan yang ada ingatan kita sejak 15 tahun lalu. Pada
awalnya, kita akan menangkap keberadaan dan pengetahuan tentang rumah dan sahabat kita
melalui panca indera yang kita punya. Informasi yang kita tangkap melalui panca indera itu
selanjutnya akan dianalisa oleh otak atau akal yang kita miliki. Akal yang akan
mengklasifikasinya informasi yang kita terima menjadi sebuah ilmu pengetahuan mengenai
rumah dan sahabat kita. Inilah yang menjadi contoh kasus sederhana mengenai epistemologi
dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, bagaimana dengan aksiologi? Apa contoh kasus aksiologi dalam kehidupan sehari-hari?
Jika kita ingat di pembahasan awal, aksiologi membahas tentang manfaat dari ilmu pengetahuan
yang kita peroleh. Ranah dari aksiologi ini sendiri adalah tentang etika dan estetika. Maka,
dengan aksiologi kita bisa memilah apakah ilmu pengetahuan yang kita peroleh tersebut
bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi kita. Maka, jika kita masih membahas mengenai ilmu
pengetahuan tentang rumah seperti sebelumnya, maka dengan aksiologi kita mencoba untuk
mengetahui apakah rumah memberi manfaat atau tidak untuk kehidupan kita sehari-hari.
Misalnya, dengan kita mengetahui bahwa sesuatu itu adalah rumah, kita bisa lebih mudah untuk
menentukan dimana kita akan tinggal, tempat seperti apa yang nyaman untuk kita dan kita bisa
mengenali bahwa rumah itu adalah komponen yang penting untuk kebahagiaan keluarga kita
sehari-hari. Atau, jika kita membahas tentang sahabat, dengan aksiologi kita mengetahui apakah
dengan kita masih mengenali sahabat lama kita memberi manfaat untuk kita. Misalnya, kita bisa
menjalin kembali persahabatan yang telah lama berpisah, menjalin silaturahmi, atau menghibur
diri dengan bernostalgia bersama sahabat.
Dalam pendidikan kewarganegaraan, contoh kasus aksiologi ini akan mudah kita pelajari dari
manfaat budaya politik dalam kehidupan sehari-hari, atau manfaat-manfaat lain yang kita
temukan dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Contoh kasus ontologi, epistemologi dan
aksiologi yang disebutkan di atas mungkin merupakan contoh kasus yang dapat kita temukan
sehari-hari dalam bentuk yang paling sederhana. Masih ada banyak lagi contoh kasus lainnya
yang sedikit lebih kompleks dan membutuhkan kajian atau pemikiran yang lebih mendalam,
misalnya saja kita bisa mencoba merenungi bagaimana ontologi, epistemologi dan aksiologi
yang ada dalam contoh filsafat Pancasila.
Bahkan, di dalam implementasi nilai-nilai Pancasila pun terdapat landasan ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Akan tetapi, dengan memahami contoh kasus yang paling sederhana
ini diharapkan kita bisa lebih mudah memahami apa yang dimaksud dengan ontologi,
epistemologi dan aksiologi dalam kajian ilmu filsafat. Semoga artikel kali ini bermanfaat untuk
menambah wawasan kita, ya!