Anda di halaman 1dari 90

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

FAKTOR-FAKTOR SANITASI YANG MEMPENGARUHI


KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI RW 12 RT 03
DAN RT 04 PUSKESMAS KELURAHAN
GROGOL SELATAN
TAHUN 2015

Skripsi Keperawatan ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan

Oleh :
AMELIA
12344556

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2015

1
LEMBAR PERSETUJUAN

i
LEMBAR PENGESAHAN

ii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA PROGRAM
KEPERAWATAN

Riset, Februari 2015


SYAFITRI DHARMANELI
Faktor-Faktor Sanitasi Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita Di
Rw 12 Rt 03 Dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan

VII + 79 Halaman + 15 Tabel +5 Lampiran

ABSTRAK

Diare adalah penyakit yang sering menyerang bayi dan balita. Mereka rentan
terkena diare karena proses pencernaannya belum berkembang secara optimal,
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor sanitasi yang
mempengaruhi kejadian diare di wilayah binaan Puskesmas Kelurahan Grogol
Selatan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 87
responden (total sampling), instrumen menggunakan kuesioner. Hasil penelitian
menunjukan kejadiaan diare di wilayah Puskesmas Grogol Selatan sebanyak 53
responden (60.9%). Faktor sanitasi yang mempunyai pengaruh bermakna adalah
penyediaan air bersih (p-value=0,005), air minum (p-value =0,005), ketersediaan
jamban (p-value =0,005), hygiene perorangan (p-value =0,005), pembuangan
sampah (p-value=0,005) dengan kejadian diare. Berdasarkan hasil penelitian
perawat diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang personal
hygiene yang baik dan benar, cara menggunakan jamban sehat, dan cara
pengolahan air minum yang benar, sebagai salah satu intervensi keperawatan
untuk mengurangi angka kejadian diare

Kata kunci : Penyediaan air bersih, air minum, pembuangan sampah,


ketersediaan jamban, hygiene perorangan, kejadian diare.
Daftar pustaka : 15 (2005-2014)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA PROGRAM


KEPERAWATAN

iii
Research, Februari 2015
SYAFITRI DHARMANELI
Sanitation Factors That Affect The Incident Of Diarrhea On Toddlers At Rw
12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan

VII + 79 Page + 15 Tabel + 5 Appendix

ABSTRACT

Diarrhea is a common illness on infants and toddlers as they are vulnerable


because of their digestive tract has not optimized yet. This research aims to
identify sanitation factors which affect the incident of diarrhea on toddlers at RW
12 RT 03 and RT 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan. These results indicate
the results of occurrence of diarrhea at Rt 03 and Rt 04 of 53 respondents
(60.9%). This study used cross-sectional design with 87 respondents as sampels.
The sampling used for this study was total sampling. Next the result indicates a
significant correlation between supply of clean water (p-value=0,005), drinking
water (p-value=0,005), avaibility of latrines (p-value=0,005), personal hygiene (p-
value=0,005), waste disposal (p-value=0,005) with incident of diarrhe on toddlers.
Based on this results, nurses are expected to provide health education about
personal hygiene, how to use healty latrines And how to processing water can be
use , as for the further study need to coverage more factors about environmental
sanitation on incident of diarrhea on toddlers.

Keywords : supply of clean water, drinking water, waste disposal, avaibility of


latrine, personal hygiene, incident of diarrhea on toddlers.

Bibliography : 15 books (2004-2014)

SURAT PERNYATAAN

iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia yang tiada hentinya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul “Faktor-Faktor Sanitasi yang Mempengaruhi Kejadian pada Balita
Diare di RW 12 RT 03 dan RT 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014”. Pembuatan penelitian bertujuan untuk memenuhi tugas akhir yang
diberikan di semester ganjil tahun ajaran 2013/2014.
Adapun garis besar isi penelitian meliputi pendahuluan, isi, serta
kesimpulan. Selesainya penyusunan penelitian ini tidak terlepas dari rahmat dan
hidayah Tuhan YME, kami selaku peneliti juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Dr. dr. Mardjo Soebiandono, SpB selaku Direksi PERTAMEDIKA dan
Pembina Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA.
2. Dr. Dany Amrul Ichdan, SE, MSc selaku Ketua Pengurus Yayasan
Pendidikan PERTAMEDIKA.
3. Muhammad Ali, SKM., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA.
4. Wasijati, S.Kp. MSi selaku Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA
5. Rumiarti, SKp, MARS selaku pembimbing yang sabar, baik, dan ramah
serta bersemangat untuk membimbing.
6. Para Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA
7. Kepada Bapak Muchayar, S.Pd yang telah memberikan semangat, saran,
dan masukan dalam pembuatan skripsi ini.
8. Ka Puskesmas Kel. Grogol Selatan dr. Sri Evi Astuti Nasution yang telah
memberikan izin untuk dapat meneliti di puskesmas kel. Grogol Selatan.
9. Kepada Ketua RW 12 yang telah memberikan izin sekaligus membantu
saya dalam penelitian ini.
10. Kepada Ketua RT 03 dan RT 04 yang telah memberikan izin kepada saya
untuk dapat meneliti di lingkungan sekitar RT 03 dan 04.
11. Kepada Masyarakat RT 03 dan RT 04 yang bersedia membantu saya untuk
menjadi responden dan membantu saya untuk mendapatkan data dalam
penelitian saya.

vi
12. Kepada kedua Orang Tua saya tercinta Bapak Yuski Putra dan Ibu Nefialis
yang memberikan support materil dan mental dalam mendidik saya serta
doa’anya untuk kelancaran kuliah saya.
13. Kepada Keluarga Besar saya yang tidak bisa saya persebutkan satu-satu
yang telah memberikan semangat serta dukungan besar untuk kelancaran
pembuatan Skripsi ini.
14. Kepada ke tiga adik saya (Fia, Ari, dan Alya) yang membantu
menyenangkan hati dikala stress dalam pembuatan skripsi ini.
15. Kepada para Sahabat saya yang turut serta membimbing dan mendukung
saya dalam pembuatan skripsi ini.
16. Kepada mahasiswa dan mahasiswi S1 Reg IV yang saya cintai dan saya
banggakan, yang sama-sama berjuang dalam pembuatan skripsi.
17. Kepada teman sekelompok saya Novi Puji Prastiwi dan Windy Septiani
Putri yang bersama-sama berjuang dalam penyusunan dan bimbingan
bersama.
18. Kepada sahabat tercinta saya Nur Rhohmaniawati yang telah memberikan
saya semangat yang tiada hentinya.
19. Kepada sepupu saya tersayang Rismala Sari Ramadhany yang bersama-
sama jatuh bangun dan berjuang, serta memberikan support kepada saya
dalam pembuatan skripsi ini.
20. Kepada Rifki Fadli Alumni S1 Reg 1 yang telah memberikan bantuan dan
support dalam pembuatan skripsi ini.
21. Kepada Para Alumni STIKes PERTAMEDIKA yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu namanya yang telah memberi dukungan, bantuan,
serta memberikan banyak kritik dan saran kepada saya dalam pembuatan
skripsi ini.

Tak ada manusia yang sempurna, demikian juga dengan penelitian “Faktor-
Faktor Sanitasi Yang Mempengaruhi Kejadian Pada Balita Diare di Rw 12 RT 03
Dan RT 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2014” ini, peneliti
memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penelitian ini.
Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran untuk mencapai kesempurnaan
penelitian saya. Semoga apa yang peneliti tuliskan dalam penelitian ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak.

vii
Jakarta, Februari 2015

Peneliti

viii
ix
DAFTAR ISI

cover
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................ii

ABSTRACT.........................................................................................................................iv

SURAT PERNYATAAN...........................................................................................................v

KATA PENGANTAR........................................................................................................vi

DAFTAR ISI......................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4

Latar Belakang Masalah.................................................................................................4

Perumusan Masalah.......................................................................................................8

Tujuan Penelitian...........................................................................................................9

Tujuan Umum................................................................................................................9

Tujuan Khusus...............................................................................................................9

Manfaat Penelitian.......................................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................11

Teori dan Konsep Terkait.............................................................................................11

Pengertian Diare...........................................................................................................11

Jenis-jenis Diare...........................................................................................................12

Etiologi Diare..............................................................................................................12

Tanda dan Gejala Diare................................................................................................14

Penatalaksanaan Diare.................................................................................................15

Komplikasi Diare.....................................................................................................16

Pencegahan Diare.....................................................................................................17

1
Penyediaan Air Bersih..................................................................................................23

Pengolahan Air Minum................................................................................................25

Ketersediaan Jamban....................................................................................................29

Higiene perorangan......................................................................................................31

Pembuangan Sampah...................................................................................................32

Penelitian Terkait.........................................................................................................34

Kerangka Teori.............................................................................................................36

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, & HIPOTESIS.............37

Kerangka Konsep.........................................................................................................37

Definisi Operasional.....................................................................................................38

Hipotesis......................................................................................................................44

BAB VI............................................................................................................................67

PEMBAHASAN..............................................................................................................67

Interpretasi dan diskusi................................................................................................67

1. Hasil interpretasi univariat..............................................................................67

b. Sumber air bersih.................................................................................................67

c. Pengolahan Air minum........................................................................................68

d. Ketersediaan jamban...........................................................................................69

e. Personal hygiene..................................................................................................70

f. Pembuangan sampah..........................................................................................71

g. Diare.....................................................................................................................72

2. Interpretasi bivariat.............................................................................................73

a. Sumber air bersih dengan kejadian diare............................................................73

b. Air minum dengan kejadian diare.......................................................................74

c. Ketersediaan jamban dengan kejadian diare......................................................76

d. Personal hygiene dengan kejadian diare.............................................................78

2
e. Pembuangan sampah dengan kejadian diare.....................................................79

A. Keterbatasan Penelitian.....................................................................................80

2. Keterbatasan instrumen penelitian.....................................................................81

3. Keterbatasan populasi dan sampel penelitian....................................................81

BAB VII...........................................................................................................................82

PENUTUP.......................................................................................................................82

Simpulan......................................................................................................................82

Saran............................................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................84

3
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu
strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan semua rakyat
sehat adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan,
yang berarti setiap upaya program harus mempunyai kontribusi positif
terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai
acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat”,
yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya
pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif)
dibandingkan upaya penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Salah satu program pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah


adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan salah
satu diantaranya adalah penyakit diare. Pemerintah juga telah menetapkan
suatu kebijakan yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian
dan penanggulangan KLB diare yaitu melaksanakan tata laksana penderita
diare yang sesuai standar dan mengembangkan jejaring lintas sektor dan
lintas program.

Penyakit diare tidak hanya terdapat di negara-negara berkembang atau


terbelakang saja, akan tetapi juga dijumpai di negara industri bahkan di
negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja di negara maju kejadian diare
karena infeksi jauh lebih kecil. Diare di negara berkembang banyak
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus,
parasit,protozoa, dan penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai
semua kelompok umur dan berbagai golongan sosial, baik di negara maju

4
maupun di negara berkembang, dan erat hubungannya dengan kemiskinan
serta lingkungan yang tidak higienis.

Penyakit diare merupakan salah satu dari penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan kejadian sakit dan
3-5 juta kematian setiap tahunnya. Masih tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat diare dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor
lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan
perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan angka kejadian diare. Di negara berkembang yang keadaan
sanitasinya masih belum memadai, penyakit diare merupakan penyakit yang
ditularkan melalui air dan makanan serta mempunyai prevalensi yang cukup
tinggi. Selain menimbulkan masalah yang bersifat endemis sering pula
melanda masyarakat dalam bentuk wabah disertai dengan sejumlah kematian.

Berdasarkan laporan (WHO 2011) diare masih tetap menjadi salah satu
penyebab utama kematian anak secara global di seluruh dunia. Dari semua
kematian yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun 14,0% diakibatkan
oleh diare. Kejadian diare pada anak balita erat kaitannya dengan sanitasi
lingkungan, perilaku hidup, makanan yang terkontaminasi, dan sumber air
yang tercemar. Peningkatan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk
perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan melalui
kegiatan peningkatan sanitasi, dasar kondisi fisik dan biologis yang tidak baik
termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan.

Menurut WHO (World Health Organization) 2004 penyakit diare menempati


urutan ketujuh dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian dengan
Proportional Mortality Rate (PMR) 3,2%. Kematian akibat diare ini sebagian
besar terjadi di Afrika dengan Proportional Mortality Rate 39% dan juga di
Asia Tenggara dengan Proportional Mortality Rate 24%.6. Survei Kesehatan
Nasional tahun 2005-2006 di India melaporkan prevalensi diare pada anak
usia di bawah 3 tahun 10,38%. Sementara hanya 68,7 % dari kasus yang
diberi elektrolit. Tingginya kejadian diare pada negara ini disebabkan karena

5
kekurangan zat gizi sehingga membuat anak lebih rentan terhadap serangan
infeksi.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menyatakan
insidensi diare klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala)
secara nasional 9,0%. Di Indonesia sebanyak 14 provinsi mempunyai insidens
diare di atas insidens nasional, dengan insidens tertinggi terjadi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam 18,9% dan yang terendah di Provinsi DI
Yogyakarta 4,2%. Selain itu, penyakit diare juga menempati urutan pertama
dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian pada balita dengan
Proportional Mortality Rate 25,2%.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, dilaporkan KLB (Kejadian


Luar Biasa) diare terjadi di 15 provinsi dengan Case Fatality Rate (CFR)
2,48%.10 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2009, dilaporkan KLB
diare terjadi di 15 provinsi dengan CFR 1,74%.11 Berdasarkan Profil
Kesehatan Indonesia 2010, bahwa KLB diare terjadi di 11 provinsi dengan
CFR 1,74%.12 Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) KLB
2009-2010 secara keseluruhan, provinsi yang sering mengalami KLB diare
pada tahun 2009 adalah Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten dan CFR
tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara (20,0%) sedangkan pada tahun 2010
provinsi yang lebih sering mengalami KLB diare adalah provinsi Sulawesi
Tengah dan Banten akan tetapi CFR tertinggi terjadi pada provinsi Lampung
(33,0%).13 Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Pada tahun 2000 Insidens Rate (IR) penyakit diare 301/1.000 penduduk,
tahun 2003 naik menjadi
374/1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1.000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1.000 penduduk.

Sanitasi dasar meliputi penyehatan air bersih, penyehatan pembuangan


kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan /
limbah, pengawasan sanitasi tempat umum dan penyehatan makanan dan

6
minuman. (Hiswani, 2003). Pada umumnya keadaan lingkungan fisik dan
biologis pemukiman penduduk di Indonesia belum baik, hal ini berakibat
masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit.
Salah satu penyakit terbanyak yang disebabkan oleh buruknya sanitasi di
lingkungan masyarakat adalah diare, yaitu buang air besar yang tidak normal
berbentuk tinja encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Hiswani,
2003).

Sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor yang penting terhadap


terjadinya diare dimana interaksi antara penyakit, manusia, dan faktor-faktor
lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam
penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan, enterobakteri, parasit usus,
virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik dibuktikan pada
berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai penyebab penyakit diare
(Suharyono, 2008).

Diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini
disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian terutama
pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
(Depkes RI, 2002). Penyakit diare ditularkan secara fecal-oral melalui
makanan dan minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja
penderita (Depkes, 2000).

Berdasarkan data yang saya dapat dari Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan,
penderita diare pada bulan Januari hingga Juni 2014 menunjukan jumlah yang
cukup tinggi. Di Rw 12 termasuk salah satu lingkungan yang cukup tinggi
jumlah penderita yang menderita diare, tercatat 38,80% yang datang berobat
antara bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2014 karena menderita diare.
Survey dilakukan untuk melihat kondisi langsung lingkungan Rw 12
khususnya Rt 03 dan Rt 04 dilihat dari lingkungan tempat tinggal juga sangat
mendukung terjadinya diare, dikarenakan lingkungan di Rw 12 sangat kotor,
tidak tertata dan padat penduduk. Maka dari itu faktor lingkungan sangat
berperan penting dalam terjadinya diare.

7
Dengan tingginya angka kejadiaan diare ini saya tertarik untuk mengetahui
bagaimana gambaran faktor-faktor santasi pada penderita diare di Rw 12,
yang mempengaruhi kejadian Diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan tahun 2015. Berdasarkan hal tersebut maka saya
mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Sanitasi Yang
Mempengaruhi Kejadian Diare Di Rw 12 Rt 03 Dan Rt 04 Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015”.

Perumusan Masalah
Diare masih tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian anak secara
global. Dari semua kematian yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun
14,0% diakibatkan oleh diare. Kejadian diare pada anak balita erat kaitannya
dengan sanitasi lingkungan, perilaku hidup, makanan yang terkontaminasi,
dan sumber air yang tercemar. Sanitasi lingkungan yang buruk merupakan
faktor yang penting terhadap terjadinya diare dimana interaksi antara
penyakit, manusia, dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan
penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare Berdasarkan
fenomena yang terjadi di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan
Grogol Selatan tahun 2015 maka rumusan masalah penelitian ini adalah
Faktor-Faktor Sanitasi Apa Saja Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Di Rw
12 Rt 03 Dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor sanitasi yang mempengaruhi
kejadian Diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol
Selatan tahun 2015.

Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor sanitasi : sumber air bersih, pengolahan
air minum, ketersediaan jamban, hygine perorangan, dan pembuangan

8
sampah pada masyarakat di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan tahun 2014
b. Untuk mengetahui pengaruh antara Sumber air bersih dengan kejadian
diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan
tahun 2014.
c. Untuk mengetahui pengaruh antara pengolahan air minum dengan
kejadian diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol
Selatan tahun 2014.
d. Untuk mengetahui pengaruh antara ketersediaan jamban dengan
kejadian diare pada balita di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan tahun 2014.
e. Untuk mengetahui pengaruh antara higiene perorangan dengan kejadian
diare pada balita di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan
Grogol Selatan tahun 2014.
f. Untuk mengetahui pengaruh antara pembuangan sampah dengan
kejadian diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol
Selatan tahun 2014.

Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu
Sebagai sumber informasi dan referensi untuk lebih memperhatikan
kesehatan lingkungan dalam pencegahan terjadinya diare terhadap balita.
2. Bagi Lingkungan
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk menjaga lingkungan,
salah satunya dengan cara membuang sampah, menggunakan jamban yang
sehat dengan baik dan benar.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya untuk mengeksplorasi lebih
banyak mengenai faktor-faktor sanitasi.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Teori dan Konsep Terkait


1. Diare

Pengertian Diare
Diare atau penyakit diare (diarrheal diseasse) berasal dari kata diarroia
(bahasa yunani) yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan
abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan
adanya perubahan-perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam
usus, terutama pada keadaan-keadaan dengan gangguan interstinal pada
fungsi digesti, adsorbsi, dan sekresi.

Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung


dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk (2010)
menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih
dari 3 kali sehari, disertai konsistensi yang menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. diare
merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses selain dari frekuensi buang air besar. Sesorang dikatakan diare
bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali
atau lebih, atau buang air besar berair tetapi tidak berdarah dalam waktu
24 jam (Depkes, 2009).

Diare adalah penyakit yang sering menyerang bayi dan balita. Mereka
rentan terkena diare karena proses pencernaannya belum berkembang
secara optimal. Diare adalah penyakit gangguan pencernaan dengan
perubahan pola buang air besar, seperti buang air besar yang sering dan
bentuknya cair.

10
Jenis-jenis Diare
Menurut Suharyono (2008) Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan
waktu serangan (onset), yaitu :
1. Diare Akut
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak
normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau
cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam
waktu kurang dari 2 minggu.
2. Diare Kronik
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan
meningkatnya frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung
berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus menerus
atau berulang, dapat berupa gejala fungsional akibat suatu penyakit
berat. Banyak nama diberikan untuk diare kronik seperti persistent
diarrhea, protracted diarrhea, intractable diarrhea dan lain
sebagainya

Etiologi Diare
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada
kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare
lebih besar dari pada balita yang diberi ASI penuh, dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan
pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan.
Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama
berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar
oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar
dan kuman akan berkembang biak.

4. Menggunakan air minum yang tercemar.


5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak

11
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan
bahwa tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan


enam besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang
disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap
adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri,
misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan
aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen
dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris,
Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica,
Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi,
(4) keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan
b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik,
ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5) Imunodefisiensi dan (6)
sebab-sebab lain (Widaya, 2004).

Tanda dan Gejala Diare


Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan
klasifikasi diare sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Diare

Tanda / gejala yang tampak Klasifikasi

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda Diare dengan dehidrasi

12
berikut :
1. Letargis atau tidak sadar
2. Mata cekung
3. Tidak bisa minum atau malas berat
minum
4. Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat

Terdapat dua atau lebh tanda-tanda


berikut :
1. Gelisah, rewel, atau mudah
marah Diare dengan dehidrasi
2. Mata cekung ringan/sedang
3. Haus, minum dengan lahap
4. Cubitan kulit perut kembalinya
lambat.

Tidak ada tanda-tanda untuk


diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat Diare tanpa dehidrasi
atau ringan/sedang

Diare selama 14 hari atau lebih disertai


Diare presisten berat
dengan dehidrasi

Diare selama 14 hari atau lebih tanpa


Diare presisten
disertai tanda dehidrasi

Terdapat darah di dalam tinja (berak


Disentri
bercampur darah)

Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan penderita diare adalah sebagai berikut :
1) Mencegah terjadinya dehidrasi
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan
bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin,
kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.

13
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
2) Mengobati dehidrasi
Sebaiknya penderita harus dibawa ke petugas kesehatan bila terjadi
dehidrasi dan tidak mengalami perbaikan dalam waktu 3 hari serta
mengalami hal-hal sebagai berikut.
a) Diare terus-menerus
b) Muntah berulang
c) Sangat kehausan
d) Tidak mau makan dan minum seperti biasa
Anak-anak dengan diare berat dan tidak diobati biasanya meninggal
bukan karena infeksinya tetapi karena kehilangan cairan dan elektrolit
yang sangat banyak (misalnya, sodium, potassium, kalium, dan basa)
dari buang air besarnya.
3) Memberikan makanan
Pada saat anak mengalami diare sebaiknya memberikan makanan
yang banyak kepada si anak untuk mencegah malnutrisi. Hal-hal
yang perlu dilakukan adalah :
a) Teruskan pemberian air susu ibu sesering mungkin.
b) Bila anak tidak minum air susu ibu maka berikan susu yang
biasa digunakan.
c) Bila anak sudah berumur 6 bulan atau lebih, atau telah
mendapatkan makanan padat, anak harus diberikan : sereal
atau campuran makanan yang mengandung tepung dan jus
buah segar atau pisang untuk menambah kalium.
d) Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
berikan makanan tambahan setiap hari selama dua minggu.

Komplikasi Diare
Menurut Suriyadi dan Yuliani (2005), akibat diare dan kehilangan
cairan serta elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi sebagai berikut dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik,
isotonik, hipertonik), hipokalemia, hipokalsemia, cardiac dysrhythmias
akibat hipokalemi dan hipokalsemi, hiponatremia, syok hipovolemik,
dan asidosis.
1) Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi, yaitu :

14
2) Dehidrasi : ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, dan
hipertonik.
3) Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang
(keluarnya elektrolit melalui tinja)
4) Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala
meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
5) Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
6) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
7) Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
8) Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang,
pengeluaran bertambah).

Pencegahan Diare
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
1) Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu
penting:
a) sebelum makan
b) setelah buang air besar
c) sebelum memegang bayi
d) setelah menceboki anak
e) sebelum menyiapkan makanan
2) Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain
dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau
proses klorinasi.
3) Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar
serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);
4) Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya
menggunakan jamban dengan tangki septik.

Pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada


masa pre patogenesis dengan tujuan untuk menghilangkan faktor risiko
terhadap diare. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam
pencegahan primer yaitu :
1) Pemberian ASI

15
Ibu sebaiknya hanya memberikan air susu ibu untuk bayi mereka
selama 4-6 bulan pertama, dan kemudian dilanjutkan dengan
pemberian ASI sampai 2 tahun atau lebih, sambil memberikan
makanan tambahan. Di negara-negara berkembang, bayi yang
mendapat ASI mempunyai angka kesakitan dan kematian yang
secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan
susu formula. Semua imunoglobulin terdapat dalam ASI dengan
kadar tertinggi dalam kolostrum. Imunoglobulin kolostrum
manusia mengandung kadar immunoglobulin A sekresi (S.IgA)
tinggi sekali sedangkan IgG, dan IgM relatif rendah. Kolostrum
mengandung kadar S.IgA yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang lain. Fungsi utama S.IgA yang diduga disintesis setempat
dalam kelenjar payudara adalah untuk melindungi mukosa usus
terhadap invasi bakteri dan protein asing. Hal ini ditemukan
terhadap Rotavirus dan V.cholera. Imunisasi pasif yang diperoleh
bayi dari ASI akan memberikan perlindungan bayi sampai sistem
imun mukosa yang dibentuk sendiri sudah cukup. ASI mempunyai
khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya.

2) Pemberian Makanan Pendamping ASI


Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada
masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab
perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan
meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan. Ada beberapa saran yang
dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI
yang lebih baik yaitu :
a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak sudah berumur 6
bulan tetapi masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan
macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih.

16
Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak
berumur 1 tahun , memberikan semua makanan yang dimasak
dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI
bila mungkin.
b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur
dan biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu,
telur, ikan, daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi
anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

4) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa


makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak.

5) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup


Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
fecal-oral. Kuman tersebut ditularkan ketika masuk ke dalam mulut
melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang
terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko menderita
diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko
terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih
dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya
sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Ambil air dari sumber air yang bersih
b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
gunakan gayung khusus untuk mengambil air
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk
mandi anak-anak
d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air
yang bersih dan cukup

17
6) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare.

7) Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan
dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

8) Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya.
Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus
dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan keluarga :
a) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
b) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah
di jangkau olehnya.
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja
seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci
tangan dengan sabun.

9) Pemberian Imunisasi Campak


Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk
mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang
sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi

18
campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah
imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention), Pencegahan sekunder


meliputi diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pada pencegahan
sekunder, sasarannya adalah mereka yang terkena penyakit diare.
Upaya yang dilakukan adalah:
1) Segera setelah diare, berikan penderita lebih banyak cairan
daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan yang
dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin)
dan kalau tidak ada berikan air matang.
2) Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan
padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
3) Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk mencegah kurang gizi.
Teruskan pemberian ASI bagi anak yang masih menyusui dan bila
anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan.
4) Segera bawa anak kepada petugas kesehatan bila tidak membaik
dalam 3 hari atau menderita hal berikut yaitu buang air besar cair
lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan
atau minum sedikit, dengan atau tinja berdarah.
5) Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain,
maka berikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap
mengutamakan rehidrasi.

Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention), sasaran pencegahan tertier


adalah penderita penyakit diare dengan maksud jangan sampai
bertambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang
dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi dan kematian. Kematian
akibat diare disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan
dan garam dari tubuh. Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan
memperburuk keadaan gizi yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi
karena selama diare biasanya penderita susah makan dan tidak merasa
lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada sama sekali.
Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tertier ini adalah:
1) Pengobatan dan perawatan diare dilakukan sesuai dengan derajat
dehidrasi. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan oleh petugas

19
kesehatan dengan menggunakan tabel penilaian derajat dehidrasi.
Bagi penderita diare dengan dehidrasi berat segera diberikan cairan
intarvena dengan Ringer Laktat.
2) Berikan makanan secukupnya selama serangan diare untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat
dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
3) Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan
selama dua minggu untuk membantu pemulihan penderita.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa
benda hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk
manusialainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi
diantara elemen – elemen yang ada di alam (Soemirat, 2004).

Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan WHO dengan


penyelidikan – penyelidikan di seluruh dunia dimana didapatkan hasil
bahwa angka kematian (Mortality), angka kesakitan (Morbidity) yang tinggi
serta seringnya terjadi epidemi, terdapat di tempat yang sanitasi
lingkungannya yang buruk, yaitu tempat dimana terdapat banyak lalat,
nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah
tangga dan perumahan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi rendah.
Sebaliknya di tempat – tempat yang kondisi sanitasi lingkungannya baik,
angka kematian dan kesakitan juga rendah (Entjang, 2000).

Sedangkan menurut pengertian umum, sanitasi adalah pencegahan


penyakit dengan mengurangi atau mengendalikan faktor – faktor
lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai penularan penyakit.
Pengertian lain dari sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit melalui
pengendalian faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan
penyakit

Menurut Entjang (2000) bahwa sanitasi lingkungan adalah pengawasan


lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi
kesehatan manusia, dimana lingkungan berguna ditingkatkan dan
diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Pada

20
prinsipnya usaha sanitasi bertujuan untuk menghilangkan sumber – sumber
makanan (Food Presences), tempat perkembangbiakan (Breeding Places)
yang sangat dibutuhkan vector dan binatang pengganggu. Sanitasi
lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap factor – factor
lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan
atau upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci
tangan dalam memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan
tempat sampah untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan
lingkungan, membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam
memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air minum yang
memenuhi syarat kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat yang terdiri dari :

Penyediaan Air Bersih


Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia akan
lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan
makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari
air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 % berat badan terdiri dari air, untuk
anak-anak sekitar 65 % dan untuk bayi sekitar 80%. Air dibutuhkan oleh
manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan antara lain: diminum,
masak, mandi, mencuci dan pertanian.

Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan


air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60 liter per hari.
Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air
harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan
penyakit bagi manusia.

Penyediaan air untuk rumah tangga bisa tergolong penyediaan air bersih
dan bisa juga penyediaan air minum. Rumah tangga yang mencukupi

21
kebutuhan airnya dari sumur atau sumber - sumber lainnya termasuk
penyediaan air bersih. Tetapi untuk perumahan/pemukiman yang
kebutuhan airnya dicukupi dari Perusahaan Air Minum yang diusahakan
oleh baik Pemerintah maupun Badan Hukum yang lain, maka termasuk
penyediaan air minum, karena kualitas air yang didistribusikan telah
memenuhi syarat sebagai air minum. M. (Sarudji.D,2006).

Persyaratan untuk penyediaan air bersih yang mengusahakan dari sumur


sendiri perlu memperhatikan kualitas air sumurnya dengan selalu
memperhatikan kontruksi sumur, sumber pencemar dan cara pengolahan
sebelum dikonsumsi. Sedangkan untuk yang bersumber dari PDAM, perlu
diperhatikan back siphonage dan cross conection. (Sarudji. D, 2006)
Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, perhatian air
dikaitkan sebagai faktor pemindah/penularan penyakit atau sebagai
vehicle. Dalam hal ini E.G. Wagne r menggambarkan bahwa air berperan
dalam menularkan penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan. Air
membawa penyebab penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian
sampai ke tubuh orang lain melalui makanan, dan minuman. Air juga
berperan untuk membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-
bahan toksik yang terkandung didalamnya. (Sarudji. D, 2006) Penyakit-
penyakit yang biasanya ditularkan melalui air adalah Thypus abdominalis,
Cholera, Dysentri basiler, Diare, Poliomyelitis, Dysentri amoeba,
penyakit-penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris, parasit yang
menggunakan air untuk daur hidupnya seperti Schistosoma mansoni .
(Sarudji.D, 2006).

Pengolahan Air Minum


a. Pengertian Air Minum

Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia.


Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak
berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung
mikroorganisme yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat.
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa

22
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
di minum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002).

Air Minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat–syarat kesehatan


dan dapat diminum. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari–hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak lebih dahulu.
(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990)
(Sarudji. D, 2006). Air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif (Sarudji. D, 2006).
a. Persyaratan Kuantitatif: Di Indonesia konsumsi air untuk daerah
perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah pedesaan
sekitar 60 liter/orang/hari. (Sarudji. D, 2006).
b. Persyaratan Kualitatif. (Sarudji. D, 2006)

Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat
risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli)
atau zat-zat berbahaya. Bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga
100 °C, namun banyak zat berbahaya, terutama logam, yang tidak dapat
dihilangkan dengan cara ini.

Saat ini terdapat krisis air minum di berbagai negara berkembang di dunia
akibat jumlah penduduk yang terlalu banyak dan pencemaran air. Minum
air putih memang menyehatkan, tetapi kalau berlebihan dapat
menyebabkan hiponatremia yaitu ketika natrium dalam darah menjadi
terlalu encer.

Air minum harus steril (steril = tidak mengandung hama penyakit apapun).
Sumber-sumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan
khususnya tidak terlindung sehingga air tersebut tidak atau kurang
memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih
dahulu. Pengolahan air untuk diminum dapat dikerjakan dengan 2 cara,
berikut:
1) Menggodok atau mendidihkan air, sehingga semua kuman¬kuman
mati. Cara ini membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat
dilakukan secara besar-besaran.

23
2) Dengan menggunakan zat-zat kimia seperti gas chloor, kaporit, dan
lain-lain. Cara ini dapat dilakukan secara besar¬besaran, cepat dan
murah.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya
diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidaknya
diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus
mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1) Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak
berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga
dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi
persyaratan fisik ini tidak sukar.
2) Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala
bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air
minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa
sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air
terdapat kurang dari 4 bakteri E. coli maka air tersebut sudah
memenuhi syarat kesehatan.
3) Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam
jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat
kimia didalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada
manusia. Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan
maka air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam adalah
dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga
persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-
kotoran terutama kotoran manusia dan binatang. Oleh karena itu mata
air atau sumur yang ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan
dan perlindungan agar tidak dicemari oleh penduduk yang
menggunakan air tersebut.

b. Sumber-sumber Air Minum

24
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-
sumber air ini, sebagai berikut:
1) Air hujan
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum, tetapi
air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar
dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium
didalamnya.
2) Air sungai dan danau
Air sungai dan danau berdasarkan asalnya juga berasal dari air
hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau
danau. Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan.
Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau
tercemar oleh berbagai macam kotoran, maka bila akan dijadikan
air minum harus diolah terlebih dahulu.
3) Mata air
Air yang keluar dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul
secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini bila belum
tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung.
Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar maka
alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.
4) Air sumur
Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah,
sehingga disebut sebagai air tanah. Air berasal dari lapisan air di
dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari
permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda.
Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan
tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena
kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena
itu perlu direbus dahulu sebelum diminum. Air sumur dalam yaitu
air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya
dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu,
sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk
dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses
pengolahan).
5) Air Hujan

25
Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui
penampungan air hujan. Tiap-tiap keluarga dapat melakukan
penampungan air hujan dari atapnya masing-masing melalui aliran
talang. Pada musim hujan hal ini tidak menjadi masalah tetapi pada
musim kemarau mungkin menjadi masalah. Untuk mengatasi
keluarga memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih
besar agar mempunyai tandon untuk musim kemarau.

Penyediaan air minum yang tidak layak dan adekuat merupakan


penyebab dari masih tingginya penyakit yang ditularkan melalui
air, terutama diare. Penyakit ini sering menyebabkan kejadian luar
biasa di masyarakat, serta menjadi penyakit penyebab kematian
utama pada balita. Studi ini merupakan analisis lanjut data riset
kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh penyediaan air minum terhadap kejadian diare pada
balita. Sebagai sampel adalah seluruh balita di Indonesia yang
terpilih sebagai sampel Riskesdas 2007 dan mempunyai data
lengkap tentang penyediaan air minum. Sebagai variabel dependen
adalah diare pada balita, sedangkan sebagai variabel independen
adalah jumlah pemakaian air, kualitas fisik air, kemudahan
memperoleh air, jenis sarana, pemilikan jamban, jenis jamban,
perilaku cuci tangan ibu, pendidikan ibu, pekejaan ibu, jumlah
balita, umur dan jenis kelamin balita.

Ketersediaan Jamban
Jamban atau sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat adalah
upaya penyehatan lingkungan pemukiman. Sarana jamban yang tidak
saniter berperan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang
harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap keluarga. Pembuangan kotoran
yang baik harus dibuang kedalam tempat penampungan kotoran yang
disebut jamban. Upaya penggunaan jamban berdampak besar bagi

26
penurunan resiko penularan penyakit. Setiap anggota keluarga harus buang
air besar di jamban. Beberapa hal harus diperhatikan keluarga :
a. Jamban keluarga berfungsi baik dan dipakai semua anggota keluarga.
b. Siramlah jamban dengan air sampai bersih setiap menggunakan
jamban.
c. Bersihkan jamban dengan alat pembersih jamban bagi semua anggota
keluarga secara bergiliran minimal 2- 3 kali seminggu.
d. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak pergi ketempat buang air
besar sendiri, hendaknya dilakukan jauh dari rumah, lebih kurang 10
meter dari sumber air, atau dikebun tempat bermain anak dengan
menggali tanah dan menutupnya kembali, lalu dibersihkan, jangan
biarkan kotoran menempel dianus anak, dan hindari tanpa alas kaki.

Tinja bayi dapat menularkan penyakit pada anak dan orang tuanya. Tinja
bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Yang harus diperhatikan
keluarga :
a. Kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang kejamban
b. Bantu anak buang air besar ditempat bersih dan mudah dijangkau anak
c. Bersihkan jamban bila anak buang air besar dan cuci tangannya
dengan sabun
d. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak
seperti dalam lubang atau dikebun kemudian ditimbun tanah.

Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih
rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri
dibandingkan dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi
prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah
tanpa akses air bersih dan yang memakai fasilitas kakus di
sungai/kolam/danau (18,4%).

Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya memiliki beberapa


pilihan akses yang digunakan secara bergantian, sebelum dialirkan ke
sungai. Khusus bagi masyarakat rural dan peri-urban, meski memiliki
toilet di rumah, mereka juga masih memanfaatkan “toilet terbuka” seperti
sungai atau empang. Masyarakat peri-urban menjadikan kepraktisan dan
norma umum (semua orang melakukannya) sebagai alasan utama untuk
menyalurkan kotorannya ke sungai. Tidak heran, sungai-sungai di

27
Indonesia bisa disebut sebagai jamban raksasa karena masyarakat
Indonesia umumnya menggunakan sungai untuk buang air. Masyarakat
urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit atau rumah-rumah
petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan besar untuk
membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki
jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi
pembatas semen. Kala hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air
hujan masuk ke dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang
memudahkan terjadinya diare (Hiswani, 2003).

Higiene perorangan
Higiene perorangan atau yang sering disebut sebagai Personal Hygiene
adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan
dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wahit Iqbal,
2008). Laporan Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan
mengatakan bahwa KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah
penderita dan kematian yang banyak. Rendahnya cakupan higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko terjadinya
KLB diare. Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang
sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan
memengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri
sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit,
masalah kebersihan biasanya kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena
kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika
hal tersebut dibiarkan terus dapat memengaruhi kesehatan secara umum.

Menurut Tarwoto (2004) personal hygiene adalah suatu tindakan untuk


memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
dan psikis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini
diperlukan baik pada orang sehat maupu pada orang sakit. Praktik personal
hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan
garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi Dengan
implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu anggota keluarga

28
untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan
pasien (Potter & Perry, 2006).

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara
perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan
perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan
perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan
kesehatan ( Potter, 2005).

Pembuangan Sampah
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu
sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak
mempunyai nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang No.18 tentang
Pengelolaan Sampah menyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat.

Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan


sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena berdampak pada
sisi kehidupan terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Bandung, Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan terus ada
dan tidak akan berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya
akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan
banyaknya sampah-sampah dikota besar yang berpenduduk padat.

Permasalahan ini akan timbul ketika sampah menumpuk dan tidak dapat
dikelola dengan baik. Tempat sampah (bahasa Inggris: waste container)
adalah tempat untuk menampung sampah secara sementara, yang biasanya
terbuat dari logam atau plastik. Di dalam ruangan, tempat sampah
umumnya disimpan di dapur untuk membuang sisa keperluan dapur seperti
kulit buah atau botol. Ada juga tempat sampah khusus kertas yang
digunakan di kantor. Beberapa tempat sampah memiliki penutup pada
bagian atasnya untuk menghindari keluarnya bau yang dikeluarkan
sampah. Kebanyakan harus dibuka secara manual, namun saat ini sudah
banyak yang menggunakan pedal untuk memudahkan membuka tutup

29
tempat sampah. Tempat sampah dalam ruangan umumnya dilapisi kantong
untuk memudahkan pembuangan sehingga tidak perlu memindahkan
tempat sampah ketika sudah penuh, cukup dengan membawa kantong yang
melapisi tempat sampah lalu menggantinya dengan yang baru.

Hal ini memudahkan pembuangan sampah. Beberapa tempat umum seperti


taman memiliki tempat sampah yang ditempatkan di sisi sepanjang jalan
yang secara frekuentif dapat ditemukan di sisi sepanjang jalan. Hal ini
untuk menghindari kebiasaan membuang sampah sembarangan yang dapat
mengganggu keindahan dan kesehatan lingkungan serta etika sosial.

Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan


metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu
kesehatan lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang
harus dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid waste
(pembuangan sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir)
(Sarudji. D,2006).

Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu


diperhatikan adalah: (Sarudji. D, 2006)
c. Penyimpanan setempat
(onsite storage) Penyimpanan sampah setempat harus m enjamin
tidak bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya
serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer
sampah harus mendapatkan perhatian.
d. Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga
tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh
pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola
apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya. Keberlanjutan dan
keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan
jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman. Sampah terutama
yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat
dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama
penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera
Diare dan Dysentri (Hiswani, 2003).

30
Penelitian Terkait
Purba (2012) faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada
anak balita di wilayah kerja puskesmas matiti kecamatan doloksanggul
kabupaten humbang hasundutan. Jenis penelitian adalah observasional
analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh anak balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti dan
sampelnya diambil secara purposive yaitu seluruh anak balita yang tinggal
di Desa Bonanionan yang berjumlah 113 orang. Hasil analisis bivariat
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi (p = 0,003;
RP = 2,138), pekerjaan ibu (p = 0,019; RP = 0,543), penyediaan air bersih
(p = 0,016; RP = 1,849), dan ketersediaan jamban (p = 0,016; RP = 1,877)
dengan kejadian diare pada anak balita, dan tidak ada hubungan antara
umur anak balita (p = 0,440; RP = 1,225), jenis kelamin (p = 0,424; RP =
1,230), ASI eksklusif (p = 0,388; RP = 1,443), status imunisasi campak (p
= 0,100; RP = 1,686), pendidikan ibu (p = 0,084; RP = 0,518), sanitasi
lingkungan (p = 0,364; RP = 1,270), dan higiene perorangan (p = 0,960;
RP = 1,017) dengan kejadian diare pada anak balita.

Amzal (2003) faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada


balita di Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu balita (p=0,000), umur balita (p=0,000), pemberian ASI dan
MP-ASI/PASI (p=0,000), status gizi balita (p=0,000), status imunisasi
balita (p=0,000), sanitasi lingkungan (p=0,009), ketersediaan jamban
(p=0,000), penggunaan air bersih (p=0,000), hygiene perorangan
(p=0,000) dengan kejadian diare dan tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian diare (p=0,115).

Kasman (2003) faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare


pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tengan kota padang
sumatera barat tahun 2003. Dilakukan penelitian observasional analitik
dengan desain cross sectional, diambil sampel sebanyak 207 balita dengan
teknik multi stage sampling. Dari penelitian ada hubungan yang signifikan
pekerjaan ibu (p=0,033), pendidikan ibu (p=0,000), pengetahuan ibu

31
(p=0,000), umur balita (p=0,022), pemberian ASI/MP-ASI )p=0,000),
sanitasi lingkungan (p=0,000), penyediaan air bersih (p=0,000), hygiene
perorangan (p=0,000), jamban sehat (p=0,048).

farah lauziah (2012) hubungan penyediaan air minum dan perilaku higiene
ibu dengan kejadian diare pada balita di kelurahan sugihwaras, kecamatan
pemalang kabupaten pemalang. Diare terjadi pada sebagian besar
masyarakat terutama di negara berkembang. Pada tahun 2010 kejadian luar
biasa (KLB) diare terjadi di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak
4204 orang, jumlah kematian sebanyak 723 orang dengan CFR sebesar
1,74%. Jumlah kasus diare di Kabupaten Pemalang tahun 2010 tercatat
sebanyak 20.748 kasus dengan IR sebesar 14,87. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan penyediaan air minum dan perilaku hygiene
ibu dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sugihwaras,
Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik


observasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah populasi
sebanyak 817 balita dan jumlah sample sebanyak 90 balita. Analisis data
meliputi analisis univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan
proporsi serta analisis bivariat untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
faktor risiko dengan kejadian diare. Hasil analisis bivariat menunjukkan
ada hubungan sumber air minum (p=0,005), praktik mencuci botol susu
(p=0,001), kebiasaan mencuci tangan (p=0,007) dengan kejadian diare.
Tidak ada hubungan antara risiko pencemaran terhadap sumber air dan
kebiasaan merebus air dengan kejadian diare pada balita.

Kerangka Teori

Kejadian diare
1. Jenis diare :
- Diare akut
- Diare klronik
2. Etiologi diare
3. Tanda gejala
diare
4. Penatalaksanaan
diare 32
5. Komplikasi diare
6. Pencegahan
diare
Faktor-faktor
sanitasi

1. Sumber air bersih


2. Pengolahan air minum
3. Ketersediaan jamban
4. Personal higiene
5. Pembuangan sampah
Baik Buruk

Sumber : Suharyono (2008), Entjang (2000), Widaya (2004), Nursalam (2005),


Yuliani (2005),

Skema 2.2 Kerangka Teori

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, & HIPOTESIS

Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana seorang peneliti meyusun teori atau menghubungkan berbagai
factor yang telah diidentifikasi secara logis dan dianggap penting untuk
dijadikan sebagai suatu masalah. Dengan kata lain, kerangka konsep terdiri
dari variabel-variabel yang saling berhubungan satu sama lain (Sugiyono,
2009). Penyusunan kerangka konsep akan membantu kita dalam membuat
atau merumuskan suatu hipotesis dan dapat membantu peneliti dalam

33
menghubungan hasil penemuan dengan teori yang dapat diamati dan diukur
melalui variabel (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka tentang kejadian diare


diperoleh variabel-variabel yang berperan dalam kaitannya dengan
keberadaan diare. Dalam hal ini, maka peneliti akan menentukan kerangka
konsep penelitian dengan variabel-variabel yang telah didapat yaitu variabel
bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen).

Variabel bebas (variabel independen) merupakan variabel yang menjadi sebab


atau variabel yang mempengaruhi timbulnya variabel dependen (variabel
terikat). Sedangkan variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau akibat dari variabel bebas. Variabel terikat (dependen)
disebut juga variabel tergantung, karena variabel ini dipengaruhi atau
tergantung pada variabel bebas yang mempengaruhi terhadap suatu
perubahan (Notoatmodjo, 2012).

Dalam penelitian ini variabel independennya adalah Sumber air bersih, Air
minum, Ketersediaan jamban, Personal hygiene dan Pembuangan sampah .
Sedangkan variabel dependennya adalah kejadian Diare. adapun kerangka
konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Indipenden Variabel Dependen

1. Sumber air bersih


2. Pengolahan Air minum Kejadian diare
3. Ketersediaan jamban
4. Personal higiene
Skema 3.1 Kerangka Konsep
5. Pembuangan sampah

34
Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala


NO CaraUkur Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur

1 Penyediaan keadaan Kuesioner Pengukuran 1. Buruk : Nominal


air bersih penggunaan dilakukan jika
dan dengan sistem responden
pengolahan skoring dan mendapat
air bersih pembobotan. nilai dari cut
untuk Jumlah of point
kebutuhan pertanyaan ada (median :
konsumsi 5 buah. <7.00)
sehari-hari. Jawaban A 2. Baik : jika
diberi nilai 1 responden
dan jawaban B mendapat
diberi nilai 2. nilai dari cut
of point
(median :
≥7.00)

2 Pengolahan Proses kuesioner Pengukuran 1. Buruk : Nominal


Air minum dimana dilakukan jika
mengubah air dengan sistem responden
dari sumber skoring dan mendapat
air yang pembobotan. nilai dari cut
didapat Jumlah of point
dengan pertanyaan ada (mean=
melalui 5 buah. <6,95)
tahapan Jawaban A 2. Baik : jika
pengolahan diberi nilai 1 responden
untuk dan jawaban B mendapat
menghilangk diberi nilai 2. nilai cut of
an kuman point (mean=
agar dapat di ≥6,95)

35
konsumsi.

3. Ketersediaan ada tidaknya Kuesioner Pengukuran 1. Buruk : Nominal


jamban sarana dilakukan jika
pembuangan dengan sistem responden
air besar bagi skoring dan mendapat
keluarga pembobotan. nilai cut of
yang Jumlah point (mean=
memenuhi pertanyaan ada <8,52)
syarat 6 buah. 2. Baik : jika
kesehatan. Jawaban A responden
diberi nilai 1 mendapat
dan jawaban B nilai cut of
diberi nilai 2. point (mean=
≥8,52)

4 Diare Buang air Kuesioner Pengukuran 1. iya : jika Nominal


besar dengan dilakukan responden
frekuensi dengan sistem mendapat
lebih dari 3 skoring dan nilai cut of
kali dan pembobotan. point
konsistensi Jumlah (median=
encer. pertanyaan ada ≥8.00)
6 buah. 2. tidak : jika
jawaban Iya responden

36
diberi nilai 1, mendapat
jawaban Tidak nilai cut of
diberi nilai 2 point
(median=
<8.00)

5 Personal tingkat Kuesioner Pengukuran 1. Buruk : Nominal


Higiene kebersihan dilakukan jika
individu/resp dengan sistem responden
onden dalam skoring dan mendapat
menjalankan pembobotan. nilai cut of
aktivitas Jumlah point (mean=
sehari-hari pertanyaan ada <5,73)
4 buah. 2. Baik : jika
Jawaban A responden

37
diberi nilai 1, mendapat
jawaban B nilai cut of
diberi nilai 2. point (mean=
≥5,73)

6 Pembuangan Tempat Kuesioner Pengukuran 1. Buruk : Nominal


sampah sesuatu dilakukan jika
barang atau dengan sistem responden
benda yang skoring dan mendapat
tidak terpakai pembobotan. nilai cut of
kedalam Jumlah point (mean=
tempat pertanyaan ada <7,01)
sampah 5 buah. 2. Baik : jika
Jawaban A responden
diberi nilai 1, mendapat
jawaban B nilai cut of

38
diberi nilai 2. point (mean=
≥7,01)

Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai adanya hubungan antara
variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil
penelitian. Di dalam penyataan hipotesis terkandung variabel yang akan
diteliti dan hubungan antar variabel-variabel tersebut. Pernyataan hipotesis
mengarahkan peneliti untuk menentukan desain penelitian, tekhnik pemilihan
sampel, pengumpulan dan metode analisis data.
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare di di
Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014.
Ha : Ada pengaruh antara pengolahan air minum dengan kejadian diare di
Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014.
Ha : Ada pengaruh antara ketersediaan jamban dengan kejadiaan diare di Rw
12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2014.
Ha : Ada pengaruh antara ketersediaan jamban dengan kejadiaan diare di Rw
12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2014.

39
Ha : Ada pengaruh antara pembuangan sampah dengan kejadiaan diare di Rw
12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2014.
Ho : Tidak ada pengaruh antara penyediaan air bersih dengan kejadiaan diare
di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014.
Ho : Tidak ada pengaruh antara air minum dengan kejadiaan diare di Rw 12
Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2014.
Ho : Tidak ada pangaruh antara ketersediaan jamban dengan kejadiaan diare
di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014.
Ho : Tidak ada pengaruh antara ketersediaan jamban dengan kejadiaan diare
di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014.
Ho : Tidak ada pengaruh antara pembuangan sampah dengan kejadiaan diare
di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan Tahun
2014.

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalan
penelitian. Desain penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan dan hipotesis
penelitian. Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk
melaksanakan penelitian. Pola desain penelitian dalam setiap disiplin ilmu
memiliki khas masing-masing, namun prinsip-prinsip umumnya memiliki
banyak kesamaan. Desain penelitian memberikan gambaran tentang
prosedur untuk mendapatkan informasi atau data yang diperlukan untuk
menjawab seluruh pertanyaan penelitian.

Pada penelitian dengan judul faktor-faktor sanitasi yang mempengaruhi


kejadian diare di Rw 12 Rt 03 dan RT 04 Puskesmas Kelurahan Grogol
Selatan tahun 2014 maka peneliti ingin menggunakan jenis penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Deskriptif
merupakan penelitian yang bertujuan memaparkan variabel penelitian
secara deskriptif tanpa melakukan analisa hubungan antar variabel yang
diteliti. Sedangkan analitik adalah penelitian yang bertujuan mencari
hubungan antar variabel yang diteliti. Dengan pendekatan Cross Sectional.
Cross Sectional adalah desain penelitian analitik yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antar variable dimana variabel independen dan
variabel dependen diidentifikasi pada satu satuan waktu dan dimana
pengumpulan data antara variabel dependen (variabel terikat) dengan
variabel independen (variabel bebas) dilakukan secara bersama-sama
(Dharma, 2011).

B. Populasi, sample, dan teknik pengambilan sample

1. Populasi
Populasi disebut juga universe adalah sekelompok individu atau objek
yang memiliki karakteristik yang sama, misalnya memiliki usia / jenis

41
kelamin/pekerjaan/status sosial/golongan darah (A,B,AB, dan O) yang
sama. Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia;
klien) yang mempengaruhi kriteria yang telah di tetapkan. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Balita Rw 12 Rt 03
dan Rt 04 sebanyak 87 Balita.
2. Sample
Sample adalah sebagian kecil populasi yang digunakan dalam uji untuk
memperoleh informasi statistik mengenai keseluruhan populasi.
Penelitian hampir selalu membutuhkan sampel. Keterbatasan dan
sarana, tenaga, dan waktu kerap menyebabkan kita tidak dapat meneliti
seluruh populasi, dan sebagai gantinya kita mengambil sampel untuk di
teliti. Sampel yang digunakan adalah Total Sampling atau seluruh
populasi yaitu masyarakat Rw 12 yang memiliki balita dengan jumlah
87 orang.
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria di mana subjek penelitian
mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.
Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan
kriteria inklusi (Nursalam, 2003).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1) Wanita yang sudah menikah
2) Memiliki balita laki-laki atau perempuan
3) Responden bisa membaca dan menulis.
4) Bersedia menjadi responden.
b. Responden bertempat tinggal di lingkungan Rw 12, Rt 03 dan Rt
04Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria di mana subjek penelitian


tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1) Responden tidak bisa membaca dan menulis
2) Tidak memiliki balita laki-laki atau perempuan
3) Responden belum menikah
4) Tidak bersedia menjadi responden
5) Responden bukan warga Rw 12, Rt 03 dan Rt 04

3. Teknik pengambilan sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah probability
sampling, pengambilan sampel secara rendom adalah pengambilan

42
sampel yang memberikan kesempatan/peluang yang sama kepada setiap
individu dalam populasi tersebut untuk menjadi sampel penelitian. Jika
ada sebagian individu dalam populasi yang memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk menjadi sampel dibandingkan dengan individu
lainnya. Untuk melakukan random sampling dari suatu populasi, maka
peneliti memulai dengan membuat kerangka sampel digunakan dengan
cara membuat daftar setiap anggota populasi.

4. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan.

5. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 bulan Februari tahun 2015.

6. Etika Penelitian
Penelitian dalam melakukan penelitian menekankan masalah etika
seperti :
a. Informed concent
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responen penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan (informed concent). Informed concent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari informed
concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya apabila subjek bersedia maka mereka harus
menanda tangani lembar persetujuan dan jika responden dan jika
responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak
responden.
b. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality merupakan masalah etika dengan menjamin
kerahasiaan dari hasil penelitian, baik informasi maupunn masalah-
masalah lainnya Informasi yang telah dikumpulkan dijamin

43
kerahasiaan oleh peneliti seluruh data yang didapat hanya
digunakan untuk penelitian.
c. Privacy
Identitas atau segala bentuk hal yang menyangkut responden tidak
akan diketahui oleh orang lain sehingga responden dapat secara
bebas menjawab kuesioner tanpa rasa takut.
d. Anomity (tanpa nama)
Pengisian kuesioner, peneliti memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menulis kode saja pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan.

Alat pengumpulan data/ Instrumen


penelitian
Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Kuesioner berisi 31 item
pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan keadaan yang
ada pada lahan penelitian. Terdiri dari 6 variabel dimana masing-masing
variabel berbeda jumlah pertanyaannya. Pada variabel diare terdapat 6
butir pertanyaan dengan menggunakan skala gutmann, dalam penggunaan
skala ini responden hanya memilih dua jawaban yaitu iya atau tidak, untuk
jawaban iya diberi skor 2 dan tidak diberi skor 1. Pada variabel penyediaan
air bersih terdapat 5 butir pertanyaan, dalam menjawab responden hanya
memilih salah satu jawaban dari dua jawaban yang disediakan peneliti,
yaitu A dan B dengan pembobotan skoring A diberi nilai 2 dan untuk
jawaban B diberi nilai 1. Pada variabel air minum terdapat 5 butir
pertanyaan dalam menjawab responden hanya memilih salah satu jawaban
dari dua jawaban yang disediakan peneliti, yaitu A dan B dengan
pembobotan skoring A diberi nilai 2 dan untuk jawaban B diberi nilai 1.

Pada variabel ketersediaan jamban terdapat 6 butir pertanyaan, dalam


menjawab responden hanya memilih salah satu jawaban dari dua jawaban
yang disediakan peneliti, yaitu A dan B dengan pembobotan skoring A
diberi nilai 2 dan untuk jawaban B diberi nilai 1. Pada variabel personal
hygiene terdapat 4 butir pertanyaan dalam menjawab responden hanya

44
memilih salah satu jawaban dari dua jawaban yang disediakan peneliti,
yaitu A dan B dengan pembobotan skoring A diberi nilai 2 dan untuk
jawaban B diberi nilai 1. Pada variabel pembuangan sampah terdapat 5
butir pertanyaan dalam menjawab responden hanya memilih salah satu
jawaban dari dua jawaban yang disediakan peneliti, yaitu A dan B dengan
pembobotan skoring A diberi nilai 2 dan untuk jawaban B diberi nilai 1.

Instrumen Penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Data yang
diperoleh dari suatu pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai
bukti (evidence) dari suatu penelitian. Sehingga instrumen atau alat ukur
merupakan bagian yang penting dalam suatu penelitian. Kesalahan dalam
pemilihan dan pembuatan instrumen menghasilkan data yang tidak
menggambakan kondisi sebenarnya dari apa yang diteliti.

Instrumen yang digunakan adalah menggunakan skala gutmann yaitu


dalam skala ini hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara
pasti buruk. Item yang pasti disenangi, disukai, yang baik, diberi tanda
negatif (-).

7. Prosedur pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan di tempat penelitian dengan prosedur sebagai


berikut:
1. Prosedur Administratif
a. Proposal disetujui oleh koordinator mata ajar dan pembimbing
riset, kemudian mengajukan surat izin ke pihak STIKes
PERTAMEDIKA untuk melakukan penelitian dan pengambilan
data
b. Menyerahkan surat perizinan ke bagian administrasi STIKes
PERTAMEDIKA
c. Peneliti menyerahkan surat perizinan penelitian kepada kepala
kelurahan kebayoran lama
d. Peneliti menyerahkan surat permohonan kepada Ka Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan untuk memperoleh data awal.
e. Peneliti menyerahkan surat permohonan kepada ketua Rw 12 untuk
perizinan penelitiankan

45
f. Peneliti menyerahkan surat permohonan penelitian kepada ketua Rt
03 dan Rt 04.

2. Prosedur Teknis
a. Meminta bantuan kepada Ketua Rw 12 dan Rt 03 dan Rt 04 untuk
menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kepada calon responden
sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan
b. Melakukan pendekatan terhadap calon responden dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu dan memberikan penjelasan.
Peneliti akan menjelaskan tujuan, manfaat, serta menjamin
kerahasian identitas responden dan dan hasil kuesioner. Bagi calon
responden yang bersedia, diberikan lembar informed consent untuk
dibaca dan ditandatangani.
c. Selama pengisian kuesioner, peneliti memberikan kesempatan
kepada responden untuk bertanya dan peneliti mendampingi
responden selama pengisian kuesioner berlangsung.
d. Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk menjawab
kuesioner.

3. Uji coba kuesioner sebagai alat ukur


a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur yang
digunakan untuk mengukur ketepatan alat ukur. Uji validitas dan
reliabilitas alat dilakukan dengan uji coba kuesioner. Tujuannya
untuk mengetahui sejauh mana ketepatan alat ukur tersebut dalam
mengukur hasil (Notoatmodjo, 2010). Data dikatakan valid apabila
nilai setiap
pernyataan lebih besar dari tabel r untuk 30 responden yaitu 0,361
dengan menggunakan rumus product moment (Susanto, 2010) :

46
r =

r = Koefisien korelasi
n = jumlah subjek/sampel
x = nilai variabel bebas
y = nilai variabel terikat

Pada penelitian ini peneliti mengambil 30 responden sebagai


sampel uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Selama dilakukan uji
validitas didalam kuesioner terdapat 33 pertanyaan yang terdiri dari
6 variabel dengan masing-masing berbeda jumlah pertanyaannya.
Pertanyaan variabel diare terdiri dari 8 pertanyaan, variabel
penyediaan air bersih terdapat 5 pertanyaan, variabel air minum
terdapat 5 pertanyaan, variabel ketersediaan jamban terdapat 6
pertanyaan, variabel personal hygiene terdapat 4 pertanyaan dan
untuk variabel pembuangan sampah terdapat 5 pertanyaan. setelah
dilakukan uji validitas terdapat 2 pertanyaan yang tidak valid. Soal
yang tidak valid terdapat pada variabel diare yaitu pertanyaan
nomor 1 dan pertanyaan nomor 2, sehingga soal tersebut tidak
dipergunakan dalam penelitian, maka dari itu peneliti membuang
soal yang tidak valid. Jumlah pertanyaan yang valid pada kuesioner
ada 31 pertanyaan yang nantinya soal ini akan dipergunakan untuk
penelitian. Dari hasil yang didapat pada uji validitas ini adalah
untuk variabel penyediaan air bersih didapatkan hasil validitas
0,590-0,966, pada variabel pengolahan air minum didapatkan hasil
0,388-0,723, pada variabel diare didapatkan hasil validitas 0,657-
0,894, pada variabel personal hygiene didapatkan hasil validitas
0,442-0,678, pada variabel ketersediaan jamban didapatkan hasil
validitas 0,441-0,773, sedangkan untuk variabel pembuangan
sampah didapatkan hasil 0,531-0,882.

47
b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu


alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas
menggunakan metode alpha cronbach’s. Metode alpha cronbach’s
adalah metode yang digunakan untuk pengujian reliabilitas suatu
tes atau angket yang jawaban berupa dua atau lebih pilihan
(Dharma, 2011).

Rumus :

Keterangan:
r = koefisien reliabilitas instrument (cronbach alpha)
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= total varians butir
= total varians

Kaidah keputusan:
1. jika hasil r hitung > r table. Berarti reliable
2. jika hasil r hutung < r table berarti tidak reliable

Berdasarkan uji reliabilitas yang didapat adalah untuk variabel


penyediaan air bersih dengan nilai reliabilitas 0,898, pada variabel
pengolahan air minum didapatkan nilai reliabilitasnya 0,739, pada
variabel diare didapatkan nilai reliabilitas 0,851, pada variabel
personal hygiene 0,734, pada variabel ketersediaan jamban didapatkan
hasil reliabilitas 0,847, dan untuk variabel pembuangan sampah
didapatkan hasil reliabilitas 0,878 yang atinya keseluruhan variabel
hasil reliabilitas r hitung > r table, berarti reliabilitas baik.

48
8. Teknik analisis data

1. Teknik pengolahan Data


a. Editing
Editing adalah untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti melakukan pemeriksaan atas
kelengkapan pengisian lembaran observasi sudah sesuai dengan yang
diharapkan atau tidak lengkap, jelas dan relevan.
b. Coding
Coding adalah kegiatan untuk pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Peneliti memberikan
kode atau lambang tertentu (pengodean data) untuk memudahkan
pengolahan data.
c. Entry data
Entry data adalah kegiatan untuk memasukan data kedalam alat
elektronik yaitu komputer. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
program komputer SPSS 16.0 for windows.
d. Cleaning data
Cleaning data adalah kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di
entry untuk diperiksa kembali kebenarannya melalui melihat missing,
variasi dan konsistensi.

2. Analisa Data
Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna
sehingga dapat dipahami. Para peneliti berpendapat bahwa tidak ada cara
yang paling benar secara absolut untuk mengorganisasi, menganalisis, dan
menginterpretasikan data karena itu, maka prosedur analisis data dalam
penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian. Untuk memudahkan
dalam analisa data metode yang digunakan adalah metode statistik.

Statistika adalah serangkaian metode yang dipakai untuk mengumpulkan,


menganalisa, menyajikan dan memberi makna, data. Metode statistik
mempermudah para pengambil keputusan memahami informasi mana
yang harus dimanfaatkan, agar keputusan mereka tepat. Tahapan langkah
saat menggunakan analisa data statistik adalah :
a. Menentukan masalah (untuk menjadi obyek pengamatan/penelitian)
b. Mengumpulkan data
c. Melakukan analisa
d. Menyajikan hasil

49
3. Analisa Univariat
Analisis univariat menjelaskan karakteristik setiap variabel penelitian.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Data pengetahuan
diukur, dikumpulkan dan di analisa sesuai desain penelitian, data numerik
univariat digunakan nilai mean, median, modus dan standar deviasi
(Notoatmodjo, 2010).

rumus median : Me = b + p

keterangan:
b = tepi batas bawah kelas median
p = panjang kelas/interval
F = jumlah frekuensi sebelum kelas median
f= frekuensi kelas median
n= jumlah seluruh frekuensi

4. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan. Analisis bivariat menghasilkan hubungan antara satu
variabel independen dan satu variabel dependen. Analisis bivariat
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu membandingkan distribusi silang
antara dua variabel tersebut, melihat hasil uji statistik yang dapat
disumpulkan adanya hubungan yang bermakna atau tidak bermakna antara
variabel dependen dan independen, dan menganalisis keeratan hubungan
dua variabel yang diuji.
Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Chi square atau kai kuadrat
digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel
(Notoatmodjo, 2010), (Sutanto, 2010).

Rumus :

X2 = ∑

Keterangan:
X2= statistik chi squer
O= frekuensi hasil observasi

50
E= frekuensi yang diharapkan

Untuk menentukan derajat kebebasan (degree of freedom) dengan


menggunakan rumus
df= (b-1) (k-1)
Keterangan :
b= jumlah baris
k= jumlah kolom

51
BAB V

HASIL PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor sanitasi yang


mempengaruhi kejadian Diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas Kelurahan
Grogol Selatan tahun 2014. Jumlah populasi balita dalam penelitian ini
sebanyak 87 balita. Jadi pengambilan data terhadap balita menggunakan total
sampling sebanyak 87 Balita. Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran
kuesioner/angket. Hasil penelitian telah dianalisa dalam 2 bagian, yaitu : 1)
Analisa univariat yang menggambarkan distribusi frekuensi. 2) Analisa bivariat
untuk melihat hubungan antara variabel bebas (independen) dan variabel
terikat (dependen).

A. Analisa Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini akan melihat distribusi frekuensi dari
seluruh variabel sanitasi meliputi : Sumber Air Bersih, Air Minum,
Ketersediaan Jamban, Personal Hygiene, dan Pembuangan Sampah.
1. Variabel Indipenden

Tabel 5.1
Sumber Air Bersih di wilayah RT 03 dan RT 04 Kelurahan Grogol Selatan
Jakarta Selatan Tahun 2015

sumber air bersih Jumlah Persen (%)


1. Baik 42 48.3
2. Buruk 45 51.7

Jumlah 87 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan bahwa sumber air bersih di wilayah Rt 03 dan
Rt 04 memiliki sumber air bersih yang baik sebanyak 42 responden (48.3%)
sedangkan yang memiliki sumber air yang buruk sebanyak 45 responden (51.7
%).

Tabel 5.2

52
Air Minum di wilayah RT 03 dan RT 04 Kelurahan Grogol Selatan Jakarta
Selatan Tahun 2015

Air minum Jumlah Persen (%)


1. Baik 43 49.4
2. Buruk 44 50.6

Jumlah 87 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukan bahwa air minum di wilayah Rt 03 dan Rt 04


memiliki air minum yang baik sebanyak 43 responden (49.4%), sedangkan yang
memiliki air minum yang buruk sebanyak 44 responden (50.6 %).

Tabel 5.3
Ketersediaan Jamban di wilayah RT 03 dan RT 04 Kelurahan Grogol
Selatan Jakarta Selatan Tahun 2015

Ketersediaan jamban Jumlah Persen (%)


1. Baik 46 52.9
2. Buruk 41 47.1

Jumlah 87 100,0

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukan bahwa ketersediaan jamban di Rt 03 dan Rt 04


memiliki ketersediaan jamban yang baik sebanyak 46 responden (52.9%),
sedangkan yang memiliki ketersediaan jamban yang buruk sebanyak 41
responden (47.1%).

Tabel 5.4
Personal Hygiene di wilayah RT 03 dan RT 04 Kelurahan Grogol Selatan
Jakarta Selatan Tahun 2015

Personal hygiene Jumlah Persen (%)


1. Baik 45 51.7

53
2. Buruk 42 48.3

Jumlah 87 100,0
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukan bahwa personal hygiene di Rt 03 dan Rt 04
memiliki personal hygiene yang baik sebanyak 45 responden (51.7%), sedangkan
yang memiliki personal hygiene yang buruk sebanyak 42 responden (48.3%).

Tabel 5.5
Pembuangan Sampah di wilayah RT 03 dan RT04 Kelurahan Grogol Selatan
Jakarta Selatan Tahun 2015

Pembuangan sampah Jumlah Persen (%)


1. Baik 52 59.8
2. Buruk 35 40.2

Jumlah 87 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukan bahwa pembuangan sampah di Rt 03 dan Rt 04


memiliki pembuangan sampah yang baik sebanyak 52 responden (59.8%),
sedangkan yang memiliki pembuangan sampah yang buruk sebanyak 35
responden (40.2%).

2. Variabel Dependen

Tabel 5.6
kejadian Diare di wilayah RT 03 dan RT 04 Kelurahan Grogol Selatan
Jakarta Selatan Tahun 2015

Diare Jumlah Persen (%)


1. terjadi 53 60.9
2. Tidak terjadi 34 39.1

Jumlah 87 100,0

54
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukan bahwa kejadiaan diare di Rt 03 dan Rt 04
sebanyak 53 responden (60.9%), sedangkan yang tidak terjadi diare sebanyak 34
responden (39.1%).

55
B. Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel-


variabel independen yaitu: sumber Air Bersih, air minum, ketersediaan
jamban, Personal Higiene, dan Pembuangan Sampah (independen) dengan
diare (dependen).
Untuk menentukan hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen digunakan uji statistik chi-square, dengan tingkat kemaknaan
(level of sifnificance) 5%. Dengan ketentuan sebagai berikut: hubungan
dikatakan bermakna jika p-value < 0,05 dan tidak bermakna jika p-value
>0,05.

Tabel 5.7
Pengaruh antara sumber air bersih dengan kejadian diare RT 03 dan RT 04
Kelurahan Grogol Selatan Jakarta Selatan Tahun 2015

Kejadian diare

Terjadi Tidak Total OR (95%


Sumber air p-value
terjadi CI)
bersih
N % N % N %

Baik 17 40.5% 25 59.5% 42 100.0 0.170 0.005


(0.065-
Buruk 36 80.0% 9 20.0% 45 100.0 0.442)

Jumlah 53 60.9% 34 39.1% 87 100.0

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.7 antara sumber air bersih dengan kejadian diare
diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (40.5%) sumber air bersih baik terjadi diare.
Sedangkan diantara sumber air bersih yang buruk, ada 36 (80.0%) yang terjadi
diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value 0,005 (p-value <
0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sumber
air bersih dengan kejadian diare.

Tabel 5.8

56
Pengaruh antara air minum dengan kejadian diare RT 03 dan RT 04
Kelurahan Grogol Selatan Jakarta Selatan Tahun 2015

Kejadian diare

Terjadi Tidak Total OR (95%


Air minum p-value
terjadi CI)

N % N % N %

Baik 17 39.5% 26 18.2% 43 100.0 0.145 0.005


(0.055-
Buruk 36 81.8% 8 20.0% 44 100.0 0.387)

Jumlah 53 60.9% 34 39.1% 87 100.0

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.8 antara air minum dengan kejadian diare
diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (39.5%) air minum baik terjadi diare.
Sedangkan diantara sumber air bersih yang buruk, ada 36 (81.8%) yang terjadi
diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value 0,005 (p-value <
0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara air
minum dengan kejadian diare.

Tabel 5.9
Pengaruh antara Ketersediaan jamban dengan kejadian diare RT 03 dan RT
04 Kelurahan Grogol Selatan Jakarta Selatan Tahun 2015

Kejadian diare p-value

57
Terjadi Tidak Total
Ketersedian terjadi OR (95%
jamban CI)
N % N % N %

Baik 17 37.0% 29 63.0% 46 100.0 0.081 0.005


(0.0270.247)
Buruk 36 87.8% 5 12.2% 41 100.0

Jumlah 53 60.9% 34 39.1% 87 100.0

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.9 antara ketersediaan jamban dengan kejadian
diare diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (37.0%) ketersediaan jamban baik terjadi
diare. Sedangkan diantara ketersediaan jamban yang buruk, ada 36 (87.8%) yang
terjadi diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value 0,005 (p-
value < 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
ketersediaan jamban dengan kejadian diare.

Tabel 5.10
Pengaruh antara personal hygiene dengan kejadian diare RT 03 dan RT 04
Kelurahan Grogol Selatan Jakarta Selatan Tahun 2015

Kejadian diare

Terjadi Tidak Total


Personal OR (95% CI) p-value
terjadi
hygiene
N % N % N %

58
Baik 19 42.2% 26 57.8% 45 100.0 0.172 0.005
(0.065-0.454)
Buruk 34 81.0% 8 19.0% 42 100.0

Jumlah 53 60.9% 34 39.1% 87 100.0

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.10 antara personal hygiene baik dengan kejadian
diare diperoleh bahwa ada sebanyak 19 (42.2%) personal hygiene terjadi diare.
Sedangkan diantara personal hygiene yang buruk, ada 34 (81.0%) yang terjadi
diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value 0,005 (p-value <
0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
personal hygiene dengan kejadian diare.

Tabel 5.11
Pengaruh antara pembuangan sampah dengan kejadian diare RT 03 dan RT
04 Kelurahan Grogol Selatan Jakarta Selatan Tahun 2015

Kejadian diare

Terjadi Tidak Total


Pembuangan OR (95% CI) p-value
terjadi
sampah
N % N % N %

59
Baik 21 40.4% 31 59.6% 52 100.0 0.064 0.005
(0.017-0.235)
Buruk 32 91.4% 3 8.6% 35 100.0

Jumlah 53 60.9% 34 39.1% 87 100.0

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.11 antara pembuangan sampah baik dengan
kejadian diare diperoleh bahwa ada sebanyak 21 (40.4%) pembuangan sampah
terjadi diare. Sedangkan diantara pembuangan sampah yang buruk, ada 32
(91.4%) yang terjadi diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value
0,005 (p-value < 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare.

60
BAB VI

PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian yang
diawali : 1) membahas tentang hasil penelitian, 2) mengenai keterbatasan
penelitian.

Interpretasi dan diskusi


Hasil penelitian ini telah disampaikan secara jelas mengenai seluruh
gambaran variabel bebas maupun variabel terikat. Pada kesempatan ini
peneliti membahas satu persatu variabel yang dimaksud.
1. Hasil interpretasi univariat
b. Sumber air bersih

Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu


yang memiliki anak balita yang berjumlah 87 orang. Dimana seperti
yang terlihat pada tabel 5.1 bahwa menunjukan sumber air bersih di Rt
03 dan Rt 04 memiliki sumber air bersih yang baik sebanyak 42
responden (48.3%), sedangkan yang memiliki sumber air yang buruk
sebanyak 45 responden (51.7 %). Dalam hal ini E.G. Wagne r
menggambarkan bahwa air berperan dalam menularkan penyakit-
penyakit saluran pencernaan makanan. Air membawa penyebab
penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke tubuh
orang lain melalui makanan, dan minuman. Air juga berperan untuk
membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-bahan
toksik yang terkandung didalamnya. (Sarudji. D, 2006) Penyakit-
penyakit yang biasanya ditularkan melalui air adalah Thypus
abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare, Poliomyelitis, Dysentri
amoeba, penyakit-penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris,
parasit yang menggunakan air untuk daur hidupnya seperti
Schistosoma mansoni . (Sarudji.D, 2006).

Dari hasil penelitian yang menunjukan sumber air bersih yang baik
sebanyak 42 responden dikarenakan sumber air bersih memadai,

61
cukup, dan jarak dengan kali pesanggrahan jauh maka air untuk
digunakan oleh masyarakat sekitar untuk dipergunakan sehari-hari,
sedangkan sumber air bersih yang buruk sebanyak 45 responden
dikenakan letak rumah yang berdekatan dengan kali pesanggrahan
yang membuat sumber air bersih dilingkungan ini tidak baik untuk
dipergunakan, dan banyak dari masyarakat untuk membeli air bersih
untuk digunakan sehari-hari seperti mencuci pakaian, membersihkan
alat makan dan lain-lain.

c. Pengolahan Air minum


Berdasarkan hasil analisis tabel 5.2 menunjukan bahwa pengolahan air
minum di wilayah Rt 03 dan Rt 04 memiliki air minum yang baik
sebanyak 43 responden (49.4%), sedangkan yang memiliki air minum
yang buruk sebanyak 44 responden (50.6 %). Penyediaan air minum
yang tidak layak dan adekuat merupakan penyebab dari masih
tingginya penyakit yang ditularkan melalui air, terutama diare.
Penyakit ini sering menyebabkan kejadian luar biasa di masyarakat,
serta menjadi penyakit penyebab kematian utama pada balita. Studi
ini merupakan analisis lanjut data riset kesehatan dasar (Riskesdas)
2007 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penyediaan air
minum terhadap kejadian diare pada balita.

Dari hasil yang didapatkan pada penelitian ini bahwa yang memiliki
air minum yang baik sebanyak 43 responden karena banyak dari
masyarakat ini membeli air minum untuk konsumsi dari agen-agen
yang menawarkan penjualan air bersih untuk konsumsi, maka dari itu
masyarakat banyak memilih untuk memberli dikarenakan sumber air
tidak bisa digunakan sepenuhnya untuk konsumsi.

Hasil yang didapat untuk air minum yang buruk sebanyak 44


responden karena letak wilayah masyarakat yang dekat dengan kali
pesanggarahan membuat sumber air minum disini tidak layak untuk di
oleh dan dikonsumsi untuk masyarakat, ditambah lagi dengan
masyarakat yang memiliki jamban yang menggunakan septic tank

62
tetapi tidak diberikan pembatas semen yang menyebabkan air di septic
tank terserap oleh tanah juga mempengaruhi sumber air minum yang
akan di ambil untuk diolah oleh masyarakat sebagai konsumsi sehari-
hari

d. Ketersediaan jamban
Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu
yang memiliki anak balita yang berjumlah 87 orang. Berdasarkan
tabel 5.3 menunjukan bahwa ketersediaan jamban di Rt 03 dan Rt 04
memiliki ketersediaan jamban yang baik sebanyak 46 responden
(52.9%), sedangkan yang memiliki ketersediaan jamban yang buruk
sebanyak 41 responden (47.1%). Menurut laporan SDKI 2007 dapat
diketahui bahwa persentase diare lebih rendah pada anak yang
tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri dibandingkan dengan
yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare
paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air
bersih dan yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau
(18,4%).

Masyarakat urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit


atau rumah-rumah petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai
lahan besar untuk membangun septic tank. Karena itu, mereka
biasanya tak memiliki jamban. Jika kemudian mereka memiliki
sumur, umumnya tidak diberi pembatas semen. Kala hujan tiba,
kotoran yang ada di tanah terbawa air hujan masuk ke dalam sumur.
Air yang sudah terkontaminasi inilah yang memudahkan terjadinya
diare (Hiswani, 2003).

Hasil penelitian ketersediaan jamban jamban yang baik sebanyak 46


responden hal ini didukung dengan beberapa jamban sudah
memenuhi kriteria diantaranya tempat yang tertutup, toilet yang
bersih, dan adanya tempat penampungan air yang baik dan bersih.
Namun dari hasil ketersediaan jamban yang buruk sebanyak 41
responden dikarenakan fasilitas jamban yang kurang memadai, letak
jamban yang berada diluar rumah, cara penggunaan jamban yang

63
kurang baik yang dapat menimbulkan penyakit diare. Penggunaan
jamban secara bersamaan dan dengan fasilitas seadanya juga dapat
mnimbulkan penyakit diare karena kondisi jamban yang kotor dan
bau.
e. Personal hygiene
Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu
yang memiliki anak balita yang berjumlah 87 orang. Berdasarkan
tabel 5.4 menunjukan bahwa personal hygiene di Rt 03 dan Rt 04
memiliki personal hygiene yang baik sebanyak 45 responden
(51.7%), sedangkan yang memiliki personal hygiene yang buruk
sebanyak 42 responden (48.3%). Laporan Subdit Pengendalian Diare
dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare masih
sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak.

Rendahnya cakupan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan


sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare. Dalam kehidupan
sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan dan
psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai
individu dan kebiasaan.

Hasil penelitian bahwa personal hygiene yang baik sebanyak 45


responden memiliki kebiasaan personal hygiene yang baik seperti
mencuci tangan setelah menggunakan jamban, mencuci tangan
setelah bermain pada balita, mencuci tangan sebelum menyuapi
balita. Banyak dari masyarakat juga tahu dan mengerti pengetahuan
akan pentingnya personal hygiene dalam kehidupan sehari-hari. Pada
hasil penelitian yang menunjukan personal hygiene yang buruk
sebanyak 42 responden, dalam hal ini masyarakat masih kurang
peduli, walaupun banyak diantaranya yang sudah tahu dan paham
mengenai personal hygiene tapi belum dapat mengaplikasikannya
dengan baik seperti menggunting kuku balita yang sudah panjang,
menggunakan alas kaki saat bermain dan lain-lain. Dari hasil
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti juga mendapatkan banyak

64
diatara ibu-ibu yang kurang peduli terhadap kebersihan diri anaknya,
sehingga dapat berakibat buruk terhadap kesehatan anak.

f. Pembuangan sampah
Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu
yang memiliki anak balita yang berjumlah 87 orang. Berdasarkan
tabel 5.5 menunjukan bahwa pembuangan sampah di Rt 03 dan Rt
04 memiliki pembuangan sampah yang baik sebanyak 52 responden
(59.8%), sedangkan yang memiliki pembuangan sampah yang buruk
sebanyak 35 responden (40.2%). Terjaminnya kebersihan lingkungan
pemukiman dari sampah juga tergantung pada pengumpulan sampah
yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus
kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate
misalnya.

Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke tempat


pengumpulan merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan
pemukiman. Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage)
merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah
satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti
Thypus abdominalis, Cholera Diare dan Dysentri (Hiswani, 2003).

Dari hasil pembuangan sampah yang baik sebanyak 52 responden


memiliki kebiasaan membuang sampah yang baik dengan memiliki
tempat sampah, selalu membersihkan tempat sampah, dan
membuang sampah pada tempatnya. Sedangkan hasil pembuangan
sampah buruk sebanyak 35 responden dikarenakan banyak
diantaranya membuang sampah dikali, dan tidak menggunakan
tempat sampah secara baik dan benar, tidak mencuci tangan setelah
membuang sampah menyebabkan salah satu faktor dari kejadian
diare.

g. Diare
Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu
yang memiliki anak balita yang berjumlah 87 orang. Berdasarkan
tabel 5.6 menunjukan bahwa kejadiaan diare di Rt 03 dan Rt 04

65
sebanyak 53 responden (60.9%), sedangkan yang tidak terjadi diare
sebanyak 34 responden (39.1%).

Diare adalah penyakit yang sering menyerang bayi dan balita.


Mereka rentan terkena diare karena proses pencernaannya belum
berkembang secara optimal. Diare adalah penyakit gangguan
pencernaan dengan perubahan pola buang air besar, seperti buang air
besar yang sering dan bentuknya cair.

Dari hasil kejadian diare pada balita sebanyak 53 responden


merupakan angka yang cukup besar dikarenakan kejadian diare salah
satu penyebabnya adalah menggunakan air minum yang tercemar
dan tidak membuang tinja dengan benar, merupakan salah satu faktor
sanitasi yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya pengolahan
air minum dan ketersediaan jamban. Sedangakan pada hasil tidak
terjadinya diare sebanyak 34 responden menunjukan bahwa ada
beberapa masyarakat yang masih kurang peduli terhadap lingkungan
seperti tidak menggunakan jamban sehat, tidak mencuci tangan
dengan baik dan benar, dan kurang memperhatikan personal hygiene
terutama pada balita sehingga memberikan dampak yang tidak baik
terhadap kesehatan anak yang akan mempengaruhi tumbuh kembang
anak.

2. Interpretasi bivariat
a. Sumber air bersih dengan kejadian diare
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.7 antara sumber air bersih dengan
kejadian diare diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (40.5%) sumber air
bersih baik terjadi diare. Sedangkan diantara sumber air bersih yang
buruk, ada 36 (80.0%) yang terjadi diare. Hasil analisis uji statistik chi
square diperoleh p-value 0,005 (p-value < 0.05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sumber air
bersih dengan kejadian diare.

Hasil tersebut didukung oleh penelitian Purba (2012) yang berjudul


faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak
balita di wilayah kerja puskesmas matiti kecamatan doloksanggul

66
kabupaten humbang hasundutan. Hasil analisis bivariat menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara penyediaan air bersih (p =
0,016; RP = 1,849).

Hasil analisis penelitian yang dilakukan Amzal (2003) dengan judul


faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di
Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
penggunaan air bersih (p=0,000).

Persyaratan untuk penyediaan air bersih yang mengusahakan dari


sumur sendiri perlu memperhatikan kualitas air sumurnya dengan
selalu memperhatikan kontruksi sumur, sumber pencemar dan cara
pengolahan sebelum dikonsumsi. Sedangkan untuk yang bersumber
dari PDAM, perlu diperhatikan back siphonage dan cross conection.
(Sarudji. D, 2006) Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan
lingkungan, perhatian air dikaitkan sebagai faktor pemindah/penularan
penyakit atau sebagai vehicle. Dalam hal ini E.G. Wagne r
menggambarkan bahwa air berperan dalam menularkan penyakit-
penyakit saluran pencernaan makanan. Air membawa penyebab
penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke tubuh
orang lain melalui makanan, dan minuman. Air juga berperan untuk
membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-bahan
toksik yang terkandung didalamnya. (Sarudji. D, 2006). Penyakit-
penyakit yang biasanya ditularkan melalui air adalah Thypus
abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare, Poliomyelitis, Dysentri
amoeba, penyakit-penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris,
parasit yang menggunakan air untuk daur hidupnya seperti
Schistosoma mansoni . (Sarudji.D, 2006).

Dari kedua penelitian sebelumnya dilakukan terdapat perbedaan


antara penelitian ini diantaranya adalah jumlah sampel yang
digunakan sebelumnya lebih banyak dibandingkan dengan penelitian
ini. Hasil yang menunjukan ada pengaruh antara sumber air bersih

67
dengan kejadian diare sangat didukung dengan hasil yang signifikan
pada peneliti sebelumnya juga dan hasil yang didapat dari peneliti ini
juga menunjukan angka yang cukup tinggi dengan hasil 36 responden
(80%) sumber air bersih berpengaruh terhadap kejadian diare.
Persyaratan untuk penyediaan air bersih yang mengusahakan dari
sumur sendiri perlu memperhatikan kualitas air sumurnya dengan
selalu memperhatikan kontruksi sumur, sumber pencemar dan cara
pengolahan sebelum dikonsumsi sehari-hari.

b. Air minum dengan kejadian diare


Hasil penelitian analisis univariat menunjukkan bahwa dari 87 orang
di Rt 03 dan Rt 04 memiliki air minum yang baik sebanyak 43
responden (49.4%), sedangkan yang memiliki air minum yang buruk
sebanyak 44 responden (50.6 %). Sedangkan analisis bivariat dari
hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar 0.005 (p-value<0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara
air minum dengan kejadian diare.

Penyediaan air minum yang tidak layak dan adekuat merupakan


penyebab dari masih tingginya penyakit yang ditularkan melalui air,
terutama diare. Penyakit ini sering menyebabkan kejadian luar biasa di
masyarakat, serta menjadi penyakit penyebab kematian utama pada
balita. Studi ini merupakan analisis lanjut data riset kesehatan dasar
(Riskesdas) 2007 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
penyediaan air minum terhadap kejadian diare pada balita. Sebagai
sampel adalah seluruh balita di Indonesia yang terpilih sebagai sampel
Riskesdas 2007 dan mempunyai data lengkap tentang penyediaan air
minum. Sebagai variabel dependen adalah diare pada balita,
sedangkan sebagai variabel independen adalah jumlah pemakaian air,
kualitas fisik air, kemudahan memperoleh air, jenis sarana, pemilikan
jamban, jenis jamban, perilaku cuci tangan ibu, pendidikan ibu,
pekejaan ibu, jumlah balita, umur dan jenis kelamin balita.

68
Hasil analisis penelitian yang dilakukan Kasman (2003) faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air
dingin kecamatan koto tengan kota padang sumatera barat tahun 2003.
Dilakukan penelitian observasional analitik dengan desain cross
sectional, diambil sampel sebanyak 207 balita dengan teknik multi
stage sampling. Dari penelitian ada hubungan yang signifikan
penyediaan air bersih (p=0,000).

Hasil analisis dari penelitian sebelumnya dengan penelitian ini


menunjukan ada beberapa perbedaan diantaranya jumlah sampel yang
digunakan lebih banyak dan menunjukan pengaruh yang signifikan
antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare. Seperti telah
diketahui juga bahwa Penyediaan air minum yang tidak layak dan
adekuat merupakan penyebab dari masih tingginya penyakit yang
ditularkan melalui air, terutama diare. Dari hasil penelitian ini
menunjukan bahwa yang memiliki air minum yang buruk sebanyak 44
responden (50.6 %) karena dilihat dari kurangnya penggunaan air
yang baik dan cara pengolahan yang belum benar sehingga menunjang
terjadinya diare di wilayah ini. Sedangkan untuk air minum yang baik
sebanyak 43 responden (49.4%) ditunjang dengan sarana sumber air
yang baik makan air yang dapat diolah dan dikonsumsi memadai
sehingga untuk terjadinya kejadiaan diare itu sedikit.

c. Ketersediaan jamban dengan kejadian diare


Berdasarkan hasil analisis tabel 5.9 antara ketersediaan jamban
dengan kejadian diare diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (37.0%)
ketersediaan jamban baik terjadi diare. Sedangkan diantara
ketersediaan jamban yang buruk, ada 36 (87.8%) yang terjadi diare.
Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value 0,005 (p-value
< 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara ketersediaan jamban dengan kejadian diare.

Hasil analisis penelitian yang dilakukan Purba (2012) faktor-faktor


yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah

69
kerja puskesmas matiti kecamatan doloksanggul kabupaten humbang
hasundutan. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan
desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
anak balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti dan
sampelnya diambil secara purposive yaitu seluruh anak balita yang
tinggal di Desa Bonanionan yang berjumlah 113 orang. Hasil analisis
bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
ketersediaan jamban (p = 0,016; RP = 1,877) dengan kejadian diare
pada anak balita.

Hasil analisis serupa yang dilakukan oleh Amzal (2003) dengan judul
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di
Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
ketersediaan jamban (p=0,000).

Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya memiliki


beberapa pilihan akses yang digunakan secara bergantian, sebelum
dialirkan ke sungai. Khusus bagi masyarakat rural dan peri-urban,
meski memiliki toilet di rumah, mereka juga masih memanfaatkan
“toilet terbuka” seperti sungai atau empang. Masyarakat peri-urban
menjadikan kepraktisan dan norma umum (semua orang
melakukannya) sebagai alasan utama untuk menyalurkan kotorannya
ke sungai. Tidak heran, sungai-sungai di Indonesia bisa disebut
sebagai jamban raksasa karena masyarakat Indonesia umumnya
menggunakan sungai untuk buang air. Masyarakat urban di perkotaan
yang tinggal di gang-gang sempit atau rumah-rumah petak di Jakarta
umumnya tidak mempunyai lahan besar untuk membangun septic
tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki jamban. Jika
kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi pembatas
semen. Kala hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air hujan
masuk ke dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang
memudahkan terjadinya diare (Hiswani, 2003).

70
Dari hasil yang didapat masyarakat yang memiliki ketersediaan
jamban yang baik sebanyak 17 (37.0%) menunjukan bahwa banyak
masyarakat yang peduli dan memiliki jamban yang baik, sehat dan
memenuhi syarat sehingga kejadian diare dapat dihindari. Hasil
ketersediaan jamban yang buruk sebanyak 36 (87.8%) menunjukan
bahwa banyak diantara masyarakat yang memiliki jamban yang tidak
sehat diantaranya seperti yang diuraikan oleh teori bahwa Masyarakat
urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit atau rumah-
rumah petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan besar untuk
membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki
jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi
pembatas semen. Kala hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa
air hujan masuk ke dalam sumur, ini terjadi pada diwilayah tempat
penelitian dimana masyarakat yang tidak memiliki septic tank mereka
menggunakan sumur sebagai pengganti sumber air yang digunakan
untuk membersihkan jamban umumnya tidak diberi pembatas semen.
Kala hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air hujan masuk ke
dalam sumur sehingga air yang di dalam sumur tercemar oleh limbah
dari septic tank tersebut.

d. Personal hygiene dengan kejadian diare


Hasil penelitian analisis univariat menunjukkan bahwa dari 87 orang
antara personal hygiene baik dengan kejadian diare diperoleh bahwa
ada sebanyak 19 (42.2%) personal hygiene terjadi diare. Sedangkan
diantara personal hygiene yang buruk, ada 34 (81.0%) yang terjadi
diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-value 0,005 (p-
value < 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara personal hygiene dengan kejadian diare.

Hasil analisis penelitian yang dilakukan Purba (2012) faktor-faktor


yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah
kerja puskesmas matiti kecamatan doloksanggul kabupaten humbang
hasundutan. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan
desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

71
anak balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti dan
sampelnya diambil secara purposive yaitu seluruh anak balita yang
tinggal di Desa Bonanionan yang berjumlah 113 orang. Hasil analisis
bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara higiene
perorangan (p = 0,960; RP = 1,017).

Higiene perorangan atau yang sering disebut sebagai Personal


Hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan
kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan
psikologis (Wahit Iqbal, 2008). Laporan Subdit Pengendalian Diare
dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare masih
sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak.

Rendahnya cakupan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan


sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare. Dalam kehidupan
sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan dan
psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai
individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, masalah kebersihan
biasanya kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap
masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut
dibiarkan terus dapat memengaruhi kesehatan secara umum.

e. Pembuangan sampah dengan kejadian diare


Hasil penelitian analisis univariat menunjukkan bahwa dari 87 orang
antara pembuangan sampah baik dengan kejadian diare diperoleh
bahwa ada sebanyak 21 (40.4%) pembuangan sampah terjadi diare.
Sedangkan diantara pembuangan sampah yang buruk, ada 32 (91.4%)
yang terjadi diare. Hasil analisis uji statistik chi square diperoleh p-
value 0,005 (p-value < 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan
kejadian diare.

Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga


tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh

72
pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola
apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya. Keberlanjutan dan
keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan
jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman. Sampah terutama
yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat
dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama
penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera
Diare dan Dysentri (Hiswani, 2003).

Keadaan wilayah yang digunakan dalama penelitian ini jugas sangat


mendukung terjadinya diare dikarenakan banyak masyarakat yang
membuang sampah sembarang tempat dan banyak juga masyarakat
yang membuang sampah dikali. Personal hygiene disini juga sangat
mendukung karena setelah membuang sampah juga banyak
masyarakat yang jarang untuk mencuci tangan setelah membuang
sampah, dan jarang untuk membersihkan tempat sampah.

A. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitain tersebut masih ada keterbatasan-keterbatasan


yang perlu dilakukan perbaikan pada masa yang akan datang meliputi :
1. Keterbatasan rancangan penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional
bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variable dimana variabel
independen dan variabel dependen diidentifikasi pada satu satuan
waktu dan dimana pengumpulan data antara variabel dependen
(variabel terikat) dengan variabel independen (variabel bebas)
dilakukan secara bersama-sama. Yaitu variabel indipenden yang akan
diteliti adalah penyedian air bersih, air minum, ketersediaan jamban,
hygiene perorangan, dan pembuangan sampah. Sedangkan variabel
dependen yang diteliti adalah kejadian diare. Karena dalam penelitian
ini mengetahui hubungan antar variable dimana variabel independen
dan variabel dependen diidentifikasi pada satu satuan waktu, dan

73
peneliti melakukan melakukan penelitian memerlukan beberapa waktu
untuk menyelesaikan penelitiannya. Terdapat kekurangan dari desain
cross sectional ini diantaranya adalah tidak dapat menentukan
hubungan variabel indipenden dan dependen berdasarkan perjalanan
waktu dan penelitian cross sectionsl memerlukan jumlah sampel yang
cukup besar, terutama jika jumlah variabel yang diteliti banyak.

2. Keterbatasan instrumen penelitian


Karena penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula disini peneliti
menggunakan kuesioner dimana kuesioner ini masih kurang dalam
penggunaan bahasa sehingga responden masih bingung dan masih
sulit untuk memahami pertanyaan yang diberikan.
3. Keterbatasan populasi dan sampel penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total
sampling dengan jumlah 87 sampel. Keterbatasan pada sampel
tersebut perlu adanya penyempurnaan berupa penambahan atau
peningkatan jumlah responden (sampel). Karena populasi yang
digunakan oleh peneliti hanya pada ibu yang memiliki balita artinya
sampel tersebut harus memiliki karakteristik yang sama atau
homogen.

74
BAB VII

PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
Dari tujuan penelitian ini ingin mengidentifikasi faktor-faktor sanitasi yang
mempengaruhi kejadian Diare di Rw 12 Rt 03 dan Rt 04 Puskesmas
Kelurahan Grogol Selatan tahun 2015. Maka di dapat bahwa dari faktor-
faktor yang muncul seperti sumber air bersih pengolahan air minum,
ketersediaan minum, hygiene perorangan, dan pembuangan sampah, oleh
karena itu semua faktor yang muncul ternyata memiliki pengaruh terhadap
kejadiaan diare

Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka dapat diberikan saran-saran
yang bermanfaat bagi para pihak terkait, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Ibu
Dari hasil penelitian ini didapatkan penyediaan air bersih, air minum,
ketersediaan jamban, higiene perorangan, dan pembuangan sampah
terhadap kejadian diare di wilayah Rt 03 dan 04 rata-rata buruk. Maka
dari itu diharapkan bagi ibu-ibu yang memiliki balita diharapkan
untuk peduli akan lingkungan sekitar dengan membuang sampah yang
baik dan benar, sering mencuci tangan sebelum menyuapi anak
makan, rajin untuk membersihkan jamban dengan menggunakan
pembersih jamban, dan mengunakan air yang matang untuk konsumsi
sehari-hari.
2. Bagi lingkungan Rt 03 dan Rt 04
Dari evaluasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lingkungan Rt
03 dan Rt 04 diharapkan kepada seluruh masyarakat agar menjaga
lingkungan dengan cara membuang sampah ditempat yang telah
disediakan, menggunakan jamban sehat dengan baik dan benar, dan
saling mengingatkan antar sesama masyarakat untuk hidup bersih dan
sehat.
3. Peneliti

75
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan bagi penelitian
selanjutnya yang akan mengeksplorasi lebih jauh tentang faktor-faktor
sanitasi mengenai kejadian diare oleh karena itu, penelitian
disarankan:
a. Jumlah sampel pada penelitian harus ditambahkan.
b. Adanya variasi dalam kriteria inklusi pada sampel.
c. Variabel-variabel yang mempengaruhi diare ditambahkan untuk
diteliti.
d. Menambah faktor-faktor yang ada di dalam sanitasi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Macam-macam sumber air.


http://www.airbersih.co.id/. Jakarta 7 November 2014.

Anonim 2012. Penyediaan air bersih. http://www.smallcrab.com/


tanggal 17 november 2014

Anonim. 2014. Pengertian sanitasi lingkungan dan sanitasi industri.


http://publichealth-journal.helpingpeopleideas.com/ tanggal 8
desember 2014.

76
Athena Anwar. 2012. pengaruh akses penyediaan air bersih terhadap
kejadian diare pada balita (analisis lanjut riskesdas 2007).
http://grey.litbang.depkes.go.id/ tanggal 19 februari 2015.

Aziz, A Alimul. (2010). Riset Keperawatan & Teknik Penulisan


Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Budi Sutomo, S.Pd & Dr. Dwi Yanti Anggraini. 2010. Menu Sehat
Alami untuk Batita dan Balita : Demedia.

Budiarto Eko. (2001). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan


Masyarakat. Jakarta : EGC.

Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen Pengolahan dan


Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian. 2009. Konsep
Pedoman Sanitasi dan Hygiene Agroindustri Perdesaan.

Dharma, Kelana Kusuma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan


(Pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta:
Trans Info Media.

Depkes RI. 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi


Ketiga. Ditjen PPM dan PL. Jakarta.

Elisabeth Tarigan : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi


Keluarga Dalam Penggunaan Jamban..., 2008 USU e-Repository ©
2008

Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra


Aditya Bakti

http://eprints.undip.ac.id/38784/1/4375.pdf

77
Hiswani, Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat
Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf. USU Digital
Library, Universitas Sumatera Utara. 2003

Hidayat, A.A.A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

http://karantina.deptan.go.id/hukum/file/diare.pdf . Tanggal 8
november 2014

http://usupress.usu.ac.id.pdf . Analisis Data Untuk Riset Dan


Manajemen. Tanggal 8 November 2014

Kasman. 2003. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Diare Pada Balita Di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tengah
Kota Padang Sumatera Barat Tahun 2003. www.usu.ac.id

Latif, B. 2010. Sanitasi Lingkungan. Ilmu Keperawatan.


http://www.ilmukeperawatan.net/index.php/artikel/13-kesehatan-
masyarak a t/33-sanitasi-lingkungan.html

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Nursalam (2005), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. (Edisi Pertama). Jakarta: Salemba Medica

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi Dua. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta

78
Suharyono. 2008. Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua.
Rineka Cipta. Jakarta

Setyanto. 2008. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan kejadian


Diare Pada Balita Umur 6-24 Bulan di rawat Inap Puskesmas Wirosari
I Kab. Grobongan. Skripsi FKM UNIMUS Semarang http://digilib.
unimus.a c.id

Suriyadi & Yuliani. (2006). Buku pegangan praktik asuhan


keperawatan pada anak, edisi 2. Jakarta: CV. Agung Seto.

Soemirat, Juli. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University


Press. Yogyakarta.
UNICEF and WHO. 2011. Child Info : Monitoring The Sitiation of
Children and Women. Geneva. http://www.
childinfo.org/files/diarrhoea_hires.pdf

Wikipedia. 2014. Air Minum. http://id.wikipedia.org/wiki/Air_minum.


Tanggal 7 November 2014.

wikipedia. 2014. Mencuci tangan dengan sabun.


http://id.wikipedia.org/wiki/Mencuci_tangan_dengan_sabun. Tanggal
7 november 2014

Wikipedia. 2014. Tempat sampah.


http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_sampah tanggal 17 november
2014.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis-Epidemiologi, Penularan,


Pencegahan, dan Pemberantasannya. Penerbit Erlangga. Jakarta

Widaya, W., 2004, Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah untuk


Penanggulangan Diare , disampaikan dalam Seminar Nasional Diare
Perkembangan Terkini dan Permasalahannya, Yogyakarta

Yordani Agus. 2014. Hygiane Sanitasi Makanan.


http://www.bbtklppbjb.freeiz.com/ tanggal 8 November 2014

79
80

Anda mungkin juga menyukai