Anda di halaman 1dari 16

Tuberkulosis Paru: Peran Radiologi Dalam

Diagnosis dan Manajemen

Tuberkulosis merupakan sebuah masalah kesehatan di seluruh dunia,


termasuk di amerika serikat. Khususnya pada pasien dengan
immunocompromised dan pasien dengan kelompok berisiko tinggi lainnya.
Tuberkulosis digambarkan dalam bentuk aktif dan laten. Penyakit aktif dapat
menjadi primary tuberkulosis, berkembang cepat setelah terinfeksi, atau
postprimary tuberkulosis, berkembang setelah infeksi laten yang lama. Primary
tuberkulosis paling umum pada anak-anak dan pasien dengan
immunocompromised, dengan gejala limfadenopati, konsolidasi paru, dan efusi
pleura.
Postprimary tuberkulosis dapat digambarkan dengan cavitas, konsolidasi,
dan centrilobular nodul. Tuberkulosis milier merupakan penyakit yg menyebar
secara hematogen yang umum terlihat pada pasien dengan immunocompromised,
yang digambarkan dengan nodul milier pada paru dan keterlibatan organ lain.
Prinsip utama untuk menguji tuberkulosis aktif adalah analisis sputum, termasuk
apusan, kultur, dan pengujian amplifikasi asam nukleat. Temuan pada imaging,
khususnya terdapatnya kavitas, dapat mempengaruhi terapi, seperti durasi terapi.
Tuberkulosis laten adalah infeksi tanpa gejala yang dapat menyebabkan
postprimary tuberkulosis di kemudian hari. Pasien yang diduga terjangkin
tuberkulosis laten dapat menjalani pemeriksaan tuberkulin skin test atau uji rilis
interferon- γ. Radiografi thorax berguna untuk membagi tingkatan resiko dan
untuk menilai penyakit aktif yang asimtomatik. Gejala sisa dari tuberkulosis yang
sekarang sudah tidak aktif gambarannya khas seperti opak fibronodular di apikal
dan lapang paru atas. Gambaran radiologi dalam 6 bulan dapat membedakan
tuberkulosis aktif dan inaktif. Penyakit mikobakterial non tuberkulosis kadang-
kadang temuannya seperti tuberkulosis aktif. Pemeriksaan laboratorium
diperlukaan untuk melihat perbedaannya. Kemiripan dalam imaging, klinis, dan
hasil laboratorium penting untuk diagnosis dan manajemen terapi.

Pengantar
Tuberkulosis disebabkan oleh spesies mikobakterium yaitu Mikobakterium
tuberkulosis kompleks. M. Tuberculosis adalah spesies dari sebagian kasus
tuberkulosis, tapi spesies lain yang dapat menyebabkan penyakit yang sama
adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti,
and Mycobacterium canettii. Micobakterium diudara dapat menyebar melalui
droplet yang berjarak 1–5 μm, yang dapat melayang diudara selama beberapa jam
pada saat penderita tuberkulosis aktif batuk, bersin, ataupun berbicara. Tidak
semua individu yang terpapar M.tuberkulosis dapat terinfeksi. Kemungkinan
menular ke individu lain tergantung pada keinfeksiusan dari sumber infeksi,
lingkungan, durasi paparan, dan status kekebalan individu terpapar. Droplet
diudara menyebar melalui inhalasi, dimana droplet menginfeksi makrofag
alveolar. Pada sekitar 5% dari individu yang terinfeksi, sistem imun tidak mampu
untuk mengontrol infeksi awal, dan TB aktif berkembang dalam 1-2 tahun
pertama, kategori ini disebut sebagai TB primer. Pada 5% lain dari individu yang
terinfeksi, sistem kekebalan tubuh efektif dalam mengendalikan infeksi awal,
tetapi mycobacteria akan tetap dorman dan aktif kembali di waktu yang akan
datang, kategori ini disebut sebagai postprimary tuberkulosis atau reaktivasi.
Sisanya 90% dari individu tidak akan mengembangkan gejala dan akan
menyebabkan infeksi hanya pada tingkat subklinis, yang disebut sebagai infeksi
TB laten. Individu-individu tidak menunjukkan gejala dan tidak menular. Pada
infeksi laten, respon host kekebalan tubuh mencegah penyebaran mycobacteria,
Respon imun terhadap mycobacteria memiliki implikasi penting bagi gambaran
klinis dan radiologi dari tuberkulosis.
Tuberkulosis menginfeksi sekitar sepertiga dari penduduk dunia, sehingga
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Sembilan juta orang
terinfeksi dan 1,5 juta orang meninggal karena TBC setiap tahun. Di Amerika
Serikat, tingkat kasus TB aktif adalah tiga kasus per 100 000 pada 2013. Etnis
minoritas secara tidak langsung berpengaruh di Amerika Serikat, di mana 65%
dari kasus TB aktif pada 2013 menjangkit orang asing yang lahir.
Radiologi memainkan peran penting dalam diagnosis dan manajemen
tuberkulosis. Pada artikel ini, gambaran radiologis TB paru dibahas, dengan
penekanan pada peran dalam konteks klinis. Pengujian laboratorium untuk TB
juga ditinjau, untuk panduan ahli radiologi dalam menilai bagaimana temuan
laboratorium dikombinasikan dengan klinis dan temuan radiologi untuk
mendiagnosis tuberkulosis dan mengelola pasien.

Faktor Resiko
Kecurigaan klinis untuk TB dapat meningkat pada pasien dengan berbagai
faktor risiko. Dengan demikian, setiap individu pada peningkatan faktor resiko
yang memenuhi syarat untuk TB ditargetkan pengujian untuk mengidentifikasi
dan mengobati orang-orang dengan infeksi laten, mencegah perkembangan
penyakit aktif, dan mencegah penyebaran lebih lanjut dari tuberculosis. Faktor
risiko untuk TB dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: orang-orang yang
menyebabkan peningkatan risiko paparan tuberkulosis, dan orang-orang yang
meningkatkan risiko pengembangan penyakit aktif, sekalipun seseorang telah
terinfeksi. Individu pada peningkatan risiko paparan termasuk imigran dari daerah
endemik (Asia, Afrika, Rusia, Eropa Timur, dan Amerika Latin), orang-orang
dengan pendapatan rendah dan terbatasnya akses ke perawatan kesehatan,
pengguna narkoba suntikan, orang-orang yang tinggal atau bekerja di pusat
pemukiman beresiko tinggi (rumah jompo, fasilitas pemasyarakatan, dan tempat
penampungan tunawisma), dan petugas kesehatan. Di Amerika Serikat, imigran
dari daerah endemis mewakili peningkatan proporsi kasus TB.
Faktor resiko yang terkait dengan resiko lebih tinggi terjadinya TB aktif
termasuk usia dibawah 4 tahun, penggunaan obat intravena, infeksi baru
tuberkulosis atau konversi tes dalam 2 tahun terakhir, dan imunodefisiensi, seperti
yang dihasilkan HIV/AIDS, transplantasi organ, dan pengobatan dengan obat
imunosupresif. Infeksi HIV adalah yang terkuat faktor resiko yang diketahui
untuk mengembangkan TB aktif, dengan risiko 7% -10% per tahun. Pasien yang
diobati dengan agen biologis, seperti terapi dengan TNF-α inhibitor untuk
gangguan autoimun, memiliki risiko lebih tinggi dari reaktivasi, meningkatnya
penggunaan ini berarti ahli radiologi perlu menilai untuk TB pada populasi pasien
ini. Kondisi lain yang dapat meningkatkan resiko penyakit aktif termasuk diabetes
mellitus, silikosis, gagal ginjal kronis, berat badan rendah, riwayat gastrektomi
atau memotong jejunoileal, penyalahgunaan alkohol atau tembakau, dan
keganasan tertentu (leukemia, karsinoma kepala dan leher, dan karsinoma paru-
paru)

Ciri-Ciri Klinis
Klasifikasi TB paru didasarkan pada faktor-faktor klinis dan radiologis
(Tabel .1) Penyakit aktif dapat bermanifestasi dengan gejala yang awalnya hanya
minimal tapi kemudian berkembang selama beberapa bulan. Gejala khas TB aktif
termasuk batuk produktif, hemoptisis, penurunan berat badan, kelelahan, malaise,
demam, dan berkeringat di malam hari. Dengan adanya gejala yang tidak spesifik
berarti dokter yang merawat pasien ini harus mewaspadai dengan melihat faktor-
faktor resiko. Ahli radiologi dapat membantu dalam diagnosis dengan melakukan
pemeriksaan radiografi, karena kadang-kadang dapat ditemukan tanpa adanya
kecurigaan klinis.
TB ekstra paru dari penyebaran hematogen atau ekstensi langsung dari
organ-organ yang berdekatan yang melibatkan laring, kelenjar getah bening,
pleura, saluran pencernaan, saluran urogenital, sistem saraf pusat, atau tulang.
Kebanyakan TB ekstra paru tidak menular, kecuali tuberkulosis laring. Tidak ada
bukti TB yang dapat dilihat dari radiografi thorax. Individu dengan
immunocompromised dan anak-anak merupakan resiko tertinggi dari penyakit
ekstra paru. Tuberkulosis milier adalah penyakit hematogen yang ditandai dengan
lesi kecil banyak, berukuran 1-3 mm, yang dapat melibatkan beberapa organ
seperti paru-paru, hati, limpa, dan sistem saraf pusat.
Tuberkulosis Aktif
Radiografi memiliki peran penting dalam evaluasi awal pasien yang
diduga menderita TB aktif. Algoritma untuk evaluasi pasien tersebut disajikan
pada Gambar 1. Jika rontgen thorax negatif dan pasien HIV-negatif, tidak
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika rontgen thorax positif untuk temuan
TB aktif atau jika pasien positif HIV, maka pemeriksaan laboratorium untuk TB
aktif harus dilakukan. Untuk pasien HIV-positif, rontgen thorax harus dilakukan,
tetapi hasil rontgen thorax tidak dapat menentukan langkah manajemen terapi,
karena temuan radiografi mungkin normal pada kasus ini, meskipun penyakit
aktif.
Jika TB tidak ditemukan secara klinis namun radiografi atau computed
tomografi (CT) menemukan gambaran TB aktif, maka pemeriksaan lebih lanjut
untuk TB aktif dibenarkan. Terlepas dari indikasi, setiap temuan radiologis yang
meningkatkan kemungkinan TB aktif harus meminta komunikasi langsung dengan
pemberi rujukan, sehingga pasien dapat ditempatkan dalam isolasi pernapasan
sampai hasil negatif dari sputum pewarnaan diperoleh. Personil pencegahan
infeksi juga harus diberitahu, untuk memastikan bahwa pasien dengan TB aktif
dan kontak dekat mereka dikelola dengan tepat.
TB primer menunjukkan temuan radiologis yang mencakup limfadenopati,
konsolidasi, efusi pleura, dan nodul milier. TBC Postprimary menunjukkan
konsolidasi yang dominan di apikal dan zona paru bagian atas, nodul, dan
kavitasi. Secara tradisional, tuberkulosis primer dianggap sebagai penyakit masa
kanak-kanak, dan TBC postprimary diyakini sebagai reaktivasi infeksi laten pada
orang dewasa. Namun, pemahaman yang benar menjadikan gagasan tersebut tidak
akurat. Karena terapi yang lebih efektif dan prevalensi menurun tuberkulosis di
negara-negara maju, 23% -34% dari kasus tuberkulosis dewasa di negara maju
sebenarnya tuberkulosis primer. Berkenaan dengan tuberkulosis postprimary,
bukti menunjukkan bahwa pasien di daerah endemik lebih mungkin terinfeksi
oleh strain kedua tuberkulosis dari pengalaman reaktivasi strain sebelumnya yang
terinfeksi. Sebaliknya, reaktivasi menyebabkan sebagian besar kasus tuberkulosis
postprimary di negara-negara maju, meskipun infeksi kedua bertanggung jawab
untuk sebagian kecil dari kasus. Manifestasi klinis dan radiografi tuberkulosis
mungkin terkait faktor host, terutama imunosupresi, daripada mekanisme infeksi.
Secara keseluruhan, meskipun ada beberapa bentuk yang berbeda dari TB aktif,
itu lebih penting untuk membedakan antara aktif dan laten tuberkulosis (Tabel 1)
daripada membedakan antara tuberkulosis primer dan postprimary.
Tuberkulosis Primer
Limfadenopati. Limfadenopati mediastinum dan hilus adalah manifestasi
radiologis yang paling umum pada tuberkulosis primer. Limfadenopati pada TB
biasanya menunjukkan atenuasi pusat rendah dengan peningkatan pelek perifer
kontras- gambaran CT (Gambar 2). Temuan yang disebabkan nekrosis caseous
sentral dengan jaringan inflamasi perifer granulomatosa (Gambar 3). Diagnosis
limfadenopati nekrotik termasuk mikobakteri nontuberculous infeksi, limfoma,
dan karsinoma metastatik. Limfadenopati terlihat pada 83%-96% dari kasus
pediatrik tuberkulosis primer dan 10%-43% dari kasus orang dewasa dan biasanya
melibatkan paratrakeal kanan dan kelenjar hilus getah bening (Gambar 4). Dalam
populasi anak, mediastinum dan hilus limfadenopati mungkin satu-satunya
temuan radiologis. Pada resolusi limfadenopati, kalsifikasi kelenjar getah bening
berukuran normal mungkin tetap.
Penyakit parenkim. –Penyakit parenkim yang paling sering
bermanifestasi sebagai konsolidasi digambarkan sebagai daerah opak dalam
daerah segmental atau lobar (Gambar 4). Tidak ada predileksi lobar kuat dalam
tuberkulosis primer. Kavitasi terjadi pada sebagian kecil pasien dengan TB primer
29% dalam satu seri, dan ketika kavitasi terjadi, itu dikenal sebagai penyakit
primer progresif. Kavitasi ini terjadi dalam konsolidasi yang ada dan dengan
demikian tidak menunjukkan gambaran pada lapang atas paru, berbeda dengan
penyakit postprimary. Penyakit parenkim sering muncul mirip dengan pneumonia
bakteri, namun keberadaan limfadenopati dapat menjadi petunjuk yang mengarah
ke TB primer. Resolusi konsolidasi paru umumnya lambat, kira-kira selama 2
tahun; dan dalam banyak kasus, kekeruhan sisa terlihat. Setelah resolusi, parenkim
residu jaringan parut dapat dilihat di lokasi konsolidasi sebelumnya pada 15%-
18% pasien dan dirujuk ke sebagai fokus Ghon, atau Ghon tubercle
Efusi pleura. -Efusi pleura terlihat pada sekitar 25% kasus tuberkulosis
primer pada orang dewasa, dengan sebagian besar efusi seperti menjadi unilateral
(Gambar 5). Efusi pleura jarang pada anak-anak dan hanya mungkin muncul pada
6% -11% kasus anak, dengan peningkatan prevalensi dengan usia. Efusi pleura
juga jarang pada penyakit postprimary (sekitar 18% kasus). Efusi pleura TB
biasanya hasil dari hipersensitivitas terhadap protein TB, daripada infeksi pleura
frank; dan karena itu, isolasi M. tuberculosis dari cairan pleura jarang terjadi.
Pemeriksaan sitologi cairan pleura biasanya mengungkapkan dominasi limfosit;
Studi cairan tertentu, seperti menentukan tingkat cairan adenosin deaminase,
penanda monosit dan makrofag, berguna dalam diagnosis efusi tuberkulosis. Jika
hasil analisis cairan yang tidak definitif, penambahan biopsi pleura dapat
meningkatkan hasil diagnostik pada pasien ini. Spesimen pleura dapat diperiksa
untuk granuloma pada pemeriksaan histopatologi dan dapat dibudidayakan untuk
organisme. Tuberkulosis empiema biasanya terlokalisasi dan berhubungan dengan
penebalan dan peningkatan pleura, temuan yang mewakili keterlibatan pleura. Jika
tidak cepat diobati, tuberkulosis empiema berkomplikasi menjadi bronkopleural
fistula atau ekstensi ke dinding dada (empiema necessitatis) (Gambar 6). Airfluid
level dalam sebuah empiema dengan tidak adanya instrumentasi adalah sugestif
dari fistula bronkopleural. Setelah pengobatan dan penyembuhan, sisa penebalan
pleura dengan kalsifikasi dapat muncul, berpotensi menyebabkan fibrothorax.
Penyakit saluran napas. - Keterlibatan dinding bronkus dapat terlihat pada
tuberkulosis primer dan postprimary, meskipun lebih sering terlihat pada kasus
lama. Stenosis bronkus terjadi pada 10% -40% dari pasien dengan TB aktif dan
karena ekstensi langsung dari limfadenitis TB dengan cara endobronkial atau
diseminasi limfatik. Fitur radiografi utama pada saluran napas proksimal terlibat
secara tidak langsung, termasuk segmental atau lobar atelektasis (Gambar 7a),
lobar hiperinflasi, impaksi berlendir, dan pneumonia post obstruktif. Pada CT,
keterlibatan saluran napas dapat bermanifestasi sebagai penyempitan segmen
panjang dengan penebalan dinding tidak teratur, obstruksi lumen, dan kompresi
ekstrinsik (Gambar 7b, 8).
Tuberkulosis Milier
Hasil penyebaran hematogen pada tuberkulosis milier, terutama pada
pasien immunocompromised dan anak. Penyakit miliaria dapat terjadi pada
tuberkulosis primer atau postprimary. Dalam TB primer, penyakit miliaria sering
bermanifestasi sebagai akut, penyakit parah dengan kematian yang tinggi.
Tuberkulosis milier merupakan penyakit yang tidak terduga gejalanya, seperti
demam yang tidak diketahui penyebabnya atau gagal berkembang, dan angka
kematian yang relatif tinggi. Pada radiografi thorax atau CT scan, penyakit milier
digambarkan dengan difus nodul 1-3 mm dalam distribusi acak (Gambar 9).
Tuberkulosis milier penyebarannya melalui hematogen, seperti yang ditunjukkan
oleh temuan dari nodul milier berpusat pada pembuluh darah kecil (Gambar 10).
Postprimary Tuberkulosis
TB Postprimary biasanya merupakan hasil reaktivasi aktif dari infeksi M.
Tuberculosis tetapi bisa juga terjadi akibat infeksi kedua dengan strain yang
berbeda, terutama di daerah endemik. Dominasi bagian apikal dan lapang atas
paru mungkin berhubungan dengan drainase limfatik relatif berkurang dan
meningkatkan tekanan oksigen di wilayah ini, faktor-faktor yang memfasilitasi
replikasi basiler. Pasien biasanya mengalami demam berbahaya, batuk, penurunan
berat badan, dan berkeringat di malam hari. Sebuah rontgen thorax biasanya
diperoleh untuk mengevaluasi temuan penyakit aktif. CT thorax mungkin berguna
dalam mengidentifikasi TB aktif bahkan jika radiografi thorax negatif,
mwalaupun CT thorax bukan merupakan standar.
Konsolidasi dan Kavitasi
Tambal sulam, buruknya konsolidasi di tepi merupakan gambaran awal
dan konsisten tuberkulosis postprimary (Gambar 11). Konsolidasi dan kavitasi
memiliki kecenderungan yang kuat pada segmen apikal dan posterior lobus atas
serta segmen lobus superior yang lebih rendah pada tuberkulosis postprimary.
Keterlibatan kecil dari basis paru-paru merupakan langka dan terlihat hanya
sekitar 5% kasus tuberkulosis postprimary. Dalam 3% -6% dari kasus TB
postprimary, nodul noncalcified dikenal sebagai tuberculoma (mulai dari 5 mm
sampai 40 mm dalam dimensi terbesar) mungkin merupakan manifestasi
dominan; tuberkuloma ini biasanya soliter dan dapat terjadi dengan nodul satelit
kecil. Dalam TB postprimary, kavitasi merupakan temuan umum, terlihat pada
20% -45% dari pasien pada radiografi thorax. Kavitas bisa beberapa sentimeter
dalam dimensi terbesar dan dapat mengembangkan dinding tebal dan tidak teratur
(Gambar 12, 13). Lesi kavitas sering terlihat dalam bidang konsolidasi dan
mungkin multifokal (Gambar 11b). Kavitas sisa dapat bertahan setelah
pengobatan, temuan itu merupakan predisposisi dari superinfeksi bakteri,
pembentukan misetoma, atau erosi dari pembuluh darah yang berdekatan sehingga
hemoptisis (Gambar 14) (16). Kehadiran air-fluid level dalam kavitas mungkin
terkait dengan TB itu sendiri atau superinfeksi bakteri.
Nodul Sentrilobular
TB aktif sering dikaitkan dengan cabang bronkial, yang menyebabkan
penyebaran endobronkial. Secara histologis, nekrosis kaseosa dan radang
granulomatosa mengisi bronkiolus pernapasan dan saluran alveolar (Gbr 15).
Histologis ini memunculkan gambaran radiologis sebagai nodul centrilobular dan
tree-in-bud sign (Gambar 16). Pada CT, nodul centrilobular terlihat di sekitar 95%
dari kasus TB aktif. Tidak seperti lesi kavitas dan konsolidasi, nodul centrilobular
dapat dilihat di lobus yang lebih rendah, jauh dari lesi kavitas. Keterlibatan
saluran udara dan pleura jarang ditemukan pada postprimary TB daripada di TB
primer tetapi menunjukkan hasil yang sama dalam gambaran radiologis.
Tuberkulosis pada Pasien dengan Immunocompromised
Pasien immunocompromised berada pada risiko lebih tinggi terkena
tuberkulosis primer dan postprimary. Misalnya, pasien HIV-positif dengan infeksi
TB laten 20-30 kali lebih mungkin untuk terjangkit TB aktif, jika dibandingkan
dengan pasien HIV-negatif. Meskipun sebagian besar kasus TB pada individu
immunocompromised terkait dengan reaktivasi TB laten, radiologis dan
manifestasi klinis lebih mirip dengan tuberkulosis primer (yaitu, dengan
konsolidasi dan limfadenopati) (Gambar 17a). Pada pasien imunosupresi parah
dengan TB paru, radiografi thorax mungkin normal 10%-40% dari keseluruhan
waktu. Tuberkulosis milier juga terjadi pada tingkat yang lebih tinggi pada pasien
dengan imunosupresi berat. Pengobatan pasien dengan infeksi HIV dengan
menggunakan terapi antiretroviral pada pasien terinfeksi TB dapat mengakibatkan
sebuah pandangan memburuknya penyakit paru, entitas yang dikenal sebagai
reconstitution inflammatory syndrome. Fenomena ini mencerminkan respon imun
tertunda dan sering kuat untuk infeksi sebelumnya subklinis dan mempengaruhi
10% -25% dari pasien dengan AIDS, biasanya dalam waktu 60 hari setelah mulai
terapi antiretroviral. Tuberkulosis terkait reconstitution inflammatory syndrome
lebih banyak dijumpai dengan jumlah CD4 kurang dari 50 / uL tetapi dapat terjadi
bahkan pada pasien dengan jumlah CD4 lebih dari 200 / uL. Sebagai
tambahannya M. tuberculosis kompleks, agen infeksi lain seperti atypical
mycobacteria dapat mengakibatkan kekebalan reconstitution inflammatory
syndrome. Tuberkulosis terkait reconstitution inflammatory syndrome sering
menunjukkan memburuknya limfadenopati dan konsolidasi paru dan / atau nodul
(Gambar 17). Pengobatan pasien tuberkulosis dengan reconstitution inflammatory
syndrome menggunakan terapi obat antituberkulosis. Pada kasus yang parah,
terapi kortikosteroid dapat digunakan, atau terapi antiretroviral dosis tinggi dapat
tidak dilanjutkan.
Tuberkulosis pada Anak
Manifestasi TB pada pasien anak berbeda dari TB pada dewasa. bentuk
umum sebagian besar TB aktif pada anak-anak adalah penyakit utama.
Kemungkinan mengembangkan TB aktif menurun dengan usia. anak-anak yang
lebih tua dan remaja dengan TB aktif lebih mungkin untuk menunjukkan pola
seperti penyakit pada orang dewasa, tuberkulosis postprimary menjadi lebih
umum dari tuberkulosis primer. Diagnosis tuberkulosis dapat menjadi tantangan
pada anak-anak. Konfirmasi bakteriologis jarang terjadi pada anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa karena frekuensi kavitasi dan jumlah penurunan
bakteri yang lebih rendah. Tanpa kultur positif, riwayat orang dewasa yang
terinfeksi sering penting dalam menegakkan diagnosis. Pendekatan diagnostik
untuk anak yang diduga menderita TB harus mencakup mendapatkan riwayat dan
melakukan pemeriksaan fisik, tes HIV, tuberkulin tes kulit, interferon-γ release
assay, kultur, dan gambaran radiologis. Dalam banyak kasus, terapi empiris harus
dimulai dengan diagnosis dianggap yang didasarkan pada temuan klinis dan
gambaran radiologis tanpa konfirmasi laboratorium; pengobatan mungkin dipandu
dari hasil kultur sumber paparan dewasa.
Hilus dan limfadenopati mediastinum adalah ciri radiologis TB pada anak
dan dapat terlihat pada pasien tanpa gejala (Gambar 2). Sebelumnya pada masa
kanak-kanak (usia 0-3 tahun), hampir 50% kasus dapat bermanifestasi sebagai
limfadenopati yang terisolasi, dibandingkan dengan hanya 9% pada kasus di usia
selanjutnya (usia 5-14 tahun). Kompresi ekstrinsik dari bronkus yang berdekatan
dapat menyebabkan gejala yang terkait dengan kompresi jalan napas atau
pneumonia post obstruktif.

Evaluasi Laboratorium dari Tuberkulosis Aktif


Hal ini penting bagi ahli radiologi untuk memiliki pemahaman dasar
tentang pengujian laboratorium pada pasien yang diduga menderita tuberkulosis
dan untuk mengintegrasikan temuan laboratorium yang relevan dan konteks
klinis, mengoptimalkan koordinasi dengan pemberi rujukan untuk memberikan
perawatan pasien yang terbaik. Keterbatasan uji laboratorium dalam bentuk positif
palsu dan negatif palsu harus dipertimbangkan dalam membuat diagnosis
diferensial. Sensitivitas dan spesifisitas dari tes laboratorium yang relevan
diringkas dalam Tabel 2.
Pasien yang diduga menderita TB aktif harus ditempatkan dalam ruang
isolasi. Evaluasi laboratorium dimulai dengan menampung dahak untuk BTA dan
kultur (Gambar 1). Tiga sampel dahak berturut-turut harus diperoleh pada interval
8-24 jam, sebaiknya di pagi hari. Hasil smear sputum biasanya tersedia dalam
waktu 1 hari. Jumlah basil diidentifikasi pada berkorelasi smear dengan tingkat
keinfeksiusan pasien. Dalam kasus di mana pasien tidak dapat menghasilkan
dahak, dahak dahak dapat dirangsang dengan pemberian saline hipertonik
nebulasi. Pada anak-anak, sputum yang tertelan, pencucian lambung diperoleh di
pagi hari dengan aspirasi nasogastrik memiliki hasil diagnostik sekitar 40% pada
mereka dengan tanda-tanda radiografi penyakit paru. Jika sputum tidak dapat
diperoleh, bronkoskopi adalah langkah berikutnya dalam evaluasi. Dalam kasus
TB paru dahak BTA-negatif, mencuci bronkial memiliki sensitivitas 73% dan nilai
prediksi negatif 93%. Selain itu, jika ada limfadenopati mediastinum, USG
endobronchial –dengan transbronchial aspirasi jarum dapat membantu untuk
diagnosis.
Pewarnaan
Setelah sampel dahak diperoleh, diproses dengan menggunakan metode
pewarnaan asam-cepat. Mikobakteri memiliki dinding yang kaya lipid sel (kaya
akan asam mycolic) yang mengikat dasar pewarna fuchsin, dan pewarnaan ini
tahan terhadap penghapusan dengan asam dan alkohol. Oleh karena itu,
mikobakteri ini disebut AFB ( Gambar 18). Beberapa teknik pewarnaan asam-
cepat yang tersedia, seperti lebih tua pewarnaan Ziehl-Neelsen dan fluorescence
yang lebih baru dengan meningkatkan sensitivitas. Dengan catatan, pewarnaan
asam-cepat terjadi di kedua M.tuberculosis kompleks dan nontuberculous
mycobacteria, serta sejumlah organisme bakteri lainnya, termasuk organisme
Nocardia. Sensitivitas smear untuk AFB dengan tiga spesimen sputum
ekspektorasi berturut-turut adalah 68%-72% pada pasien dengan kultur TB positif
(48-50) dan 62% pada pasien HIV-positif. Dengan demikian, konteks klinis dan
gambaran radiologi ini penting untuk menentukan kebutuhan untuk terapi
antituberkulosis empiris, dibandingkan dengan menunggu konfirmasi kultur.
Isolasi pernapasan dapat disimpulkan setelah tiga negatif berturut-turut
mencoreng untuk AFB, bahkan ketika hasil kultur yang tertunda.
Kultur
Kultur dapat mendeteksi sedikitnya 10 mycobacteria per mililiter sampel,
sedangkan setidaknya 5000 mycobacteria per mililiter diperlukan untuk BTA
positif. Secara tradisional, media kultur padat dapat memakan waktu selama 6
minggu untuk pertumbuhan mikobakteri untuk dideteksi, sedangkan penggunaan
media kultur cair dapat mempersingkat waktu ini untuk 2 minggu. Setelah
pertumbuhan terdeteksi, spesies mikobakteri dapat diidentifikasi, yang
memungkinkan perbedaan M.tuberculosis dari mikobakteri nontuberculous
lainnya.
Kultur mikobakteri tetap menjadi standar acuan untuk mendiagnosis TB
aktif, dengan sensitivitas 80% -85% dan spesifisitas 98%. Dalam 10% kasus
dewasa, konfirmasi tidak pernah didirikan dengan temuan kultur. Tingkat
konfirmasi kultur bahkan lebih rendah pada anak-anak, sekitar 28%. Dengan
demikian, penilaian klinis harus digunakan dalam mengobati secara empiris
pasien dengan kultur negatif. Kultur harus diperoleh setiap bulan sampai dua hasil
negatif berturut-turut diperoleh, yang dikenal sebagai konversi kultur. Konversi
kultur merupakan peristiwa penting dalam memantau respon pengobatan dan
mempengaruhi panjang dan jenis pengobatan.
Studi kultur juga penting dalam menentukan kerentanan obat organisme.
Di negara berkembang, strain multi drug resistance yang resisten terhadap terapi
isoniazid rifampisin dan extensively drug resistance yang resisten terhadap terapi
obat isoniazid, rifampisin, fluorokuinolon, kemudain salah satu obat
antituberculous suntik muncul. Meskipun gambaran radiografi tidak dapat
digunakan untuk membedakan strain resisten, obat-resistan secara luas, dan strain
rentan tuberkulosis, setidaknya satu kelompok peneliti telah menyarankan bahwa
secara ekstensif TB yang resistan terhadap obat memiliki temuan parenkim lebih
luas daripada multidrug-resistant tuberculosis
Uji Amplifikasi Asam Nukleat
Uji amplifikasi asam nukleat adalah tes molekul yang dapat dengan cepat
mendeteksi materi genetik mikobakteri tuberkulosis dari sampel dahak dalam
waktu 48 jam. Menurut pedoman saat ini, setidaknya satu spesimen respirasi dari
pasien yang diduga menderita TB aktif harus diuji dengan tes amplifikasi asam
nukleat, bersamaan dengan BTA (Gambar 1). Jika kedua nukleat tes amplifikasi
asam dan hasil BTA temuan positif, kombinasi ini cukup untuk konfirmasi
tuberkulosis, dan pengobatan harus dimulai. Perhatikan bahwa uji amplifikasi
asam nukleat tidak dapat digunakan untuk mengikuti respon klinis terhadap
pengobatan, karena uji juga dapat mendeteksi M.tuberkulosis yang tidak aktif.
Tuberkulosis Laten
TB laten adalah istilah yang agak luas yang apabila digunakan dalam
diskusi pengobatan pasien, dapat mencakup infeksi TB laten dan sebelumnya
(tidak aktif) TBC, sebagaimana didefinisikan dalam Tabel 1. didefinisikan Lebih
sempit, infeksi laten mengacu pada temuan positif pada tes laboratorium skrining
dengan tidak adanya bukti radiografi atau klinis penyakit aktif. Menurut definisi,
Penyakit (tidak aktif) sebelumnya menunjukkan bukti radiografi atau klinis
tuberkulosis sebelumnya tetapi tidak ada bukti tuberkulosis aktif (Tabel 1).
TBC tidak aktif ditandai dengan perubahan fibronodular stabil, termasuk
jaringan parut (fibrosis peribronchial, bronkiektasis, dan distorsi arsitektur) dan
kekeruhan nodular di apikal dan paru bagian atas zona (Gambar 19). Perubahan
fibronodular dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena tuberkulosis yang
reaktivasi. Sebaliknya, granuloma kalsifikasi (Gambar 20, 21) dan kelenjar getah
bening kalsifikasi berhubungan dengan risiko yang sangat rendah dari reaktivasi
dan sering terlihat pada penyakit granulomatosa lain, seperti infeksi jamur
endemik dan sarkoidosis. Kavitas tuberkulosis yang telah membaik dapat bertahan
setelah penyakit aktif usai dan dapat berkomplikasi menjadi hemoptisis, infeksi
bakteri, atau misetoma.
Algoritma untuk evaluasi TB laten disajikan pada Gambar 22. Sebagai
algoritma menunjukkan, untuk pasien yang diduga menderita TB laten, tes awal
yang paling tepat adalah baik tes kulit tuberkulin atau uji kadar interferon-γ.
Pasien asimtomatik dengan hasil positif pada tes skrining TB harus menjalani
radiografi thorax. Untuk mengevaluasi keberadaan TB aktif atau tidak aktif (Tabel
3). Jika rontgen thorax menunjukkan temuan normal atau menunjukkan
granuloma kalsifikasi, pasien bisa saja diobati untuk TB laten, tergantung pada
adanya faktor risiko untuk reaktivasi. Pengobatan pasien dengan TB laten
biasanya terapi obat tunggal dengan isoniazid atau rifampin. Jika rontgen dada
menunjukkan perubahan fibronodular, pengobatan pasien dengan TB laten tepat
jika temuan ini telah stabil selama minimal 6 bulan atau jika hasil pemeriksaan
tuberkulosis aktif negatif. Jika stabilitas 6 bulan tidak dapat digunakan, misalnya,
karena kurangnya pemeriksaan sebelumnya, klinis dan laboratorium evaluasi
kemudian lebih lanjut untuk TB aktif diperlukan. Pasien dengan temuan radiografi
samar-samar, seperti nodul tidak jelas atau kavitasi dipertanyakan, yang stabilitas
6 bulan tidak dapat digunakan, harus sama menjalani evaluasi lebih lanjut untuk
TB aktif. CT Thorax dapat membantu untuk karakterisasi yang lebih baik dari
temuan radiografi, terutama ketika tidak ada hasil pencitraan sebelum tersedia.
Jika foto toraks menunjukkan rongga atau konsolidasi sugestif TB aktif, pasien
harus menjalani klinis dan laboratorium evaluasi lebih lanjut. Jika hasil
pemeriksaan yang positif, terapi empat obat awal untuk TBC aktif diperlukan,
bukan terapi obat tunggal untuk TB laten.
Temuan insidental radiografi perubahan fibronodular (granuloma tidak
hanya kalsifikasi) harus menjamin tes untuk infeksi, jika pasien tidak memiliki
riwayat pengobatan antituberkulosis. Jika tes untuk infeksi positif, pasien ini harus
dikelola sesuai dengan algoritma untuk evaluasi untuk TB laten (Gambar 22).
Kadang-kadang, pasien berisiko tinggi dengan hasil tes normal dapat memulai
terapi untuk TB laten, misalnya, jika paparan terakhir untuk TB adalah baru-baru
ini (dalam 8-10 minggu terakhir). Radiografi thorax yang penting dalam evaluasi
dan risiko stratifikasi pasien yang diduga menderita TB laten atau tidak aktif.
laporan radiologi harus menjelaskan apakah radiografi menunjukkan sepenuhnya
temuan normal, menunjukkan kalsifikasi granuloma, menunjukkan jaringan parut
fibronodular (mencatat durasi stabilitas), atau menunjukkan temuan bahwa
meningkatkan keperdulian untuk TB aktif. Sebuah template sampel untuk laporan
radiologi ditunjukkan pada Tabel 4. Penting untuk diingat bahwa setiap
menemukan peningkatan kemungkinan TB aktif harus komunikasi yang cepat
dengan pemberi rujukan dan penempatan pasien di ruang isolasi pernapasan,
seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Test untuk Infeksi


Pengujian untuk TB laten disarankan untuk satu individu tanpa gejala, tapi
yang berisiko tinggi terpapar atau reaktivasi, dan individu dengan temuan
radiografi insidental sugestif TB aktif. Individu asimtomatik tanpa faktor risiko
umumnya tidak diuji. Pengujian ini penting karena pasien dengan TB laten
berisiko untuk mengembangkan TB aktif kemudian: resiko sekitar 0,1% per tahun
untuk pasien sehat dengan radiografi thorax normal, dan sampai 10% per tahun
pada pasien dengan infeksi HIV. Sejumlah tes yang berbeda tersedia; sensitivitas
dan spesifitas dari tes ini dirangkum dalam Tabel 5.
Tuberkulin Skin Test
Tes yang paling umum digunakan untuk TB laten adalah tes kulit
tuberkulin, juga dikenal sebagai purified protein derivative (PPD) atau tes
Mantoux. Sebuah dosis protein yang diekstrak dari M.tuberculosis disuntikkan
intradermal, dan respon imun cell-mediated hypersensitivity dipasang terhadap
protein bakteri. Ukuran indurasi yang dihasilkan diukur pada 48-72 jam.
Tergantung pada faktor-faktor resiko pasien, ambang batas ukuran yang berbeda
dari indurasi yang digunakan, dengan trade-off antara sensitivitas dan spesifisitas.
Ambang batas lebih dari 5 mm indurasi digunakan untuk resiko sangat tinggi,
seperti seorang pasien dengan temuan radiografi tuberkulosis sebelumnya, mereka
dengan kontak terakhir dengan orang dengan TB menular, dan pasien
immunocompromised dengan infeksi HIV, transplantasi organ, atau terapi dengan
obat imunosupresif, seperti terapi kortikosteroid berkepanjangan atau terapi
dengan TNF-α inhibitor. Pada pasien dengan risiko tinggi, seperti imigran dari
daerah endemik, penyalahguna narkoba, orang-orang dengan paparan di rangkaian
padat berisiko tinggi, orang-orang dengan kondisi medis tertentu, dan pasien anak
tertentu, ambang batas lebih dari 10 mm indurasi digunakan. Dengan tidak adanya
faktor resiko, ambang batas lebih dari 15 mm indurasi digunakan. Reaksi positif
palsu untuk tes kulit tuberkulin dapat terjadi karena paparan mikobakteri
nontuberculous. Selain itu, vaksinasi dengan vaksin BCG pada anak usia dapat
menyebabkan tes positif kulit tuberkulin berlangsung di beberapa individu,
terutama jika mereka divaksinasi setelah usia 1 tahun. Reaksi negatif palsu dapat
terjadi pada pasien dengan infeksi TB baru-baru ini dalam 8-10 minggu terakhir,
pada bayi kurang dari 6 bulan, pada mereka dengan baru-baru ini virus vaksinasi,
dan pada pasien immunocompromised. Tuberkulin tes positif seorang pasien dapat
kembali ke negatif dengan waktu, pada tingkat sekitar 5% per tahun setelah
paparan awal. Akibatnya, sebagian besar penduduk lanjut usia akan memiliki
reaksi negatif meskipun paparan sebelumnya untuk tuberkulosis. Pada pasien ini,
tes ulang dilakukan 1-3 minggu kemudian umumnya akan terhutang positif
dengan “booster phenomenon”.

Interferon-γ Rilis Tes


Sebuah alternatif untuk tes kulit tuberkulin untuk evaluasi pasien yang
diduga menderita TB laten adalah interferon-γ release test; dua versi interferon-γ
release test saat ini disetujui di Amerika Serikat (QuantiFERON-TB Gold In-
Tube; and T-SPOT.TB) darah seorang pasien yang terkena M.tuberculosis, dan
interferon-γ yang dihasilkan respon imun. Dibandingkan dengan tes kulit
tuberkulin, interferon-γ rilis tes hanya memerlukan satu kunjungan untuk
melakukan tes, dengan hasil yang tersedia dalam waktu 24 jam. Seperti dengan tes
kulit tuberkulin, reaksi negatif tidak bisa benar-benar menyingkirkan infeksi
tuberkulosis. Data terbatas yang tersedia berkaitan dengan penggunaan interferon-
γ melepaskan tes pada individu immunocompromised (misalnya, orang-orang
dengan infeksi HIV) yang menunjukkan bahwa mungkin ada peningkatan negatif
palsu atau hasil tak tentu. Interferon-γ tes rilis tidak bereaksi silang dengan
vaksinasi BCG atau dengan sebagian besar strain mycobacteria nontuberculous
Skrining Test pada Pasien dengan TB Aktif
Penting untuk dicatat bahwa tes kulit tuberkulin dan interferon-γ rilis tes
tidak dirancang untuk mengevaluasi pelajaran untuk TB aktif. Sensitivitas kedua
tes terbatas untuk TB aktif, terutama karena waktu yang dibutuhkan untuk respon
kekebalan yang dimediasi sel berkembang setelah infeksi awal. Meskipun hasil
positif dari tes ini mendukung diagnosis TB aktif, hasil positif tidak harus
digunakan sendiri untuk diagnosis. Sebuah hasil negatif dari tes ini, seperti yang
dibahas, tidak terkecuali TB. Jadi, meskipun banyak ahli dapat
mempertimbangkan penggunaan tes skrining pada kasus yang dicurigai TB aktif
sebagai bantuan diagnostik, tes tersebut tidak bisa diharapkan dapat memberikan
jawaban pasti.
Peran Radiografi dalam Diagnosis dan Manajemen
Radiografi memainkan peran penting dalam diagnosis dan pengobatan TB
aktif. Rontgen thorax umumnya diperoleh pada saat diagnosis; biasanya,
pandangan PA tunggal memadai. Tampilan yang disesuaikan, seperti pandangan
lordotic atau radiografi dual-energi dengan pengurangan tulang, dapat
meningkatkan gambaran apeks paru-paru. Temuan radiografi sugestif TB aktif,
apakah itu secara klinis dicurigai atau tidak, harus segera komunikasi langsung
dengan pemberi rujukan dan penempatan pasien di isolasi pernapasan sampai
sampel dahak negatif diperoleh.
Pengobatan pasien dengan TB aktif memiliki dua fase: fase inisiasi, juga
dikenal sebagai bakterisida atau fase intensif, dan fase lanjutan, juga dikenal
sebagai fase sterilisasi. Fase bakterisida biasanya berlangsung selama 2 bulan dan
membutuhkan administrasi dari rejimen empat-obat isoniazid, rifampisin,
etambutol, dan pirazinamid. Lama fase lanjutan dapat bervariasi, tergantung pada
risiko kekambuhan pasien. Isoniazid dan rifampisin biasanya diberikan bersama-
sama di fase lanjutan.
Sebuah algoritma pengobatan tuberkulosis aktif, menyoroti peran
radiografi dalam manajemen, ditunjukkan pada Gambar 23. Pasien dengan TB
aktif yang memiliki kavitasi pada radiografi thorax awal dan pada penyelesaian
fase memulai pengobatan, masih menunjukkan budaya tuberkulosis 2 bulan
positif berada pada resiko tinggi kambuh dan harus melanjutkan terapi untuk total
9 bulan. Dengan demikian, pemeriksaan yang cermat dari radiografi dada awal
harus dibuat untuk penyakit dengan kavitas (Gambar 11a, 14a). Meskipun CT dua
kali lebih sensitif seperti radiografi thorax dalam mendeteksi rongga dan mungkin
berguna dalam meningkatkan kecurigaan untuk TB aktif, keputusan tentang
panjang pengobatan di algoritma ini didasarkan pada adanya kavitas pada rontgen
thorax, bukan pada gambar CT. Pasien tanpa kavitasi pada radiografi thorax awal
dan pasien dengan negatif kultur 2 bulan mungkin memerlukan terapi untuk total
hanya 6 bulan. Sebuah rontgen thorax harus diperoleh pada semua pasien pada
selesainya pengobatan untuk membangun dasar baru (Gambar 24).
Ketika pengobatan diindikasikan untuk TB laten, regimen pengobatan
utama adalah 9 bulan terapi dengan isoniazid. Jika pasien negatif HIV dan jika
rontgen thorax menunjukkan temuan normal, maka 6 bulan terapi dengan
isoniazid mungkin cukup. Untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi terapi
isoniazid atau telah terkena isoniazid tahan M.tuberculosis, 4 bulan terapi
rifampisin dianjurkan. Hasil studi baru telah menunjukkan bahwa terapi mingguan
dengan isoniazid dan rifapentin selama 3 bulan adalah alternatif yang dapat
diterima pada pasien tertentu.
Micobacterium non-tuberculosa
Mikobakteri Nontuberculous adalah kelompok beragam spesies
mikobakteri selain M.tuberculosis kompleks, yang terdapat di lingkungan,
termasuk tanah dan air. Penyakit mikobakterium nontuberculous di paru-paru
yang paling sering dilihat dengan Mycobacterium avium kompleks-juga disebut
sebagai Mycobacterium avium-intracellulare kompleks-dan Mycobacterium
kansasii. Prevalensi penyakit mikobakteri nontuberculous paru adalah dua sampai
tiga kali lipat dari tuberkulosis. Nontuberculous menggambarkan mikobakterium
sebagai penyakit dalam dua bentuk utama: klasik (kavitas) dan nonclassic
(bronchiectatic). Klasik (kavitas) infeksi mikobakterium nontuberculous dapat
memiliki penampilan dan manifestasi klinis tidak bisa dibedakan dari tuberkulosis
postprimary; Infeksi mikobakterium nontuberculous klasik ditandai dengan lobus
atas cavitary lesi dan sentrilobular dan treein-bud nodul (Gambar 25). Gambaran
lobus atas sering juga digambarkan. Infeksi mikobakterium nontuberculous klasik
paling sering mempengaruhi pria usia lanjut dengan penyakit kronis paru
(biasanya, emfisema). Bila dibandingkan dengan tuberkulosis, infeksi
mikobakterium nontuberculous klasik cenderung berkembang lebih lambat, dan
rongga cenderung lebih kecil dengan tipis dinding. Namun, tumpang tindih
substansial ada antara manifestasi dari infeksi mikobakteri TB dan
nontuberculous. Kedua jenis infeksi menghasilkan AFB pada smear, dan dengan
demikian dahak diperlukan untuk diagnosis definitif. Sebaliknya, nonclassic
(bronchiectatic) nontuberculous memanifestasikan infeksi mikobakteri sebagai
bronkiektasis kronis dan bronkiolitis dengan pertengahan untuk menurunkan zona
paru dominasi. Bentuk infeksi mikobakterium nontuberculous ini paling sering
terlihat pada wanita lansia tanpa faktor predisposisi. Hal ini umumnya tidak salah
untuk TB, mengingat distribusi zona midlung dan bronkiektasis. Namun, jika ada
lebih bronkiolitis dari bronkiektasis, infeksi ini bisa meniru aktif TBC
postprimary. Kurangnya dominasi lapang paru atas harus membantu membedakan
dua entitas ini.
Pada pasien immunocompromised, temuan klinis dan radiologis infeksi
mikobakteri nontuberculous tidak spesifik dan mungkin tumpang tindih dengan
orang-orang tuberkulosis atau infeksi disebarluaskan lainnya. Gejala umum
termasuk demam, penurunan berat badan, kelelahan, dan batuk. Disebarluaskan
infeksi mikobakteri nontuberculous terjadi terutama pada pasien AIDS dengan
jumlah CD4 kurang dari 70/uL, mempengaruhi kelenjar sumsum tulang, hati,
limpa, dan kelenjar getah bening. Limfadenopati, khususnya jenis nekrotik, adalah
temuan yang paling sering di imaging (Gambar 26). Temuan paru mungkin
termasuk nodul centrilobular (Gambar 26), micronodules miliaria, dan kavitasi.
AFB dapat ditunjukkan dari dahak dan sampling kelenjar getah bening (Gambar
27).
Tidak seperti M.tuberculosis, mikobakterium nontuberculous dapat
menjajah saluran udara manusia. Pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis,
budaya positif palsu disebabkan oleh adanya koloni mikobakterium dapat
menyesatkan. Dengan demikian, pedoman merekomendasikan mendapatkan
setidaknya tiga sampel sputum, dengan dua kultur dahak positif atau kultur positif
tunggal dari cairan lavage bronchoalveolar atau biopsi paru-paru untuk
menetapkan diagnosis. Tanpa penyakit cavitary, hasil diagnosis adalah lebih
rendah, sehingga negatif palsu dapat menunda diagnosis. Berkepanjangan terapi
antibiotik, biasanya sampai setidaknya 1 tahun setelah dahak negatif, perlu untuk
membasmi infeksi mikobakteri nontuberculous. Untuk infeksi M.avium kompleks,
terapi triple dengan rifampisin (atau rifabutin), azitromisin (atau klaritromisin),
dan etambutol digunakan. Untuk M.kansasii infeksi, terapi kombinasi dengan
rifampisin, isoniazid, dan etambutol digunakan. Pasien dengan respon yang tidak
lengkap terhadap terapi medis dapat mengambil manfaat dari reseksi bedah.

Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
kedua negara, negara berkembang dan negara maju. Radiologists harus sudah
lazim dengan temuan gambaran radiologis dari tb paru. Kesadaran faktor resiko
tertentu, seperti kerentanan terhadap paparan, perubahan imunitas, usia pediatrik,
dan komorbiditas, yang dapat mempengaruhi kemungkinan dan munculnya
penyakit sangat penting. Tidak kalah penting adalah untuk tetap waspada terhadap
peran dan keterbatasan uji laboratorium, selama radiografi dan evaluasi klinis,
dalam rangka pengembangan diagnosis.
Pada pasien dengan temuan tes kulit tuberkulin postif atau uji interferon-
gama, memainkan peranan yang penting dalam pencitraan stratifikasi resiko
dengan membantu untuk membedakan infeksi laten , penyakit sebelumnya yang
tidak aktif/inaktif , dan penyakit yang aktif. Temuan gambaran radiologi, seperti
adanya kavitasi, mempengaruhi keputusan pengobatan , seperti panjang dari
program terapi untuk penyakit yang aktif.
Infeksi mycobacterium nontb dapat meniru temuan tb paru dan sering
mempengaruhi imunosupressed dari pasien yang juga beresiko untuk tb.
Membdakan mycobacterium tb dan non tb sangat penting, karena pengobatannya
berbeda. Radiologist harus sudah lazim dengan hasil temuan gambaran radiologi
tb paru, gejala klinis, faktor resiko, uji laboratorium, dan algoritma terapi, untuk
berkontribusi lebih efektif pada perawatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai