INFERTILITAS PRIA
Pembimbing:
Disusun Oleh:
Edy Hilal
30101306926
INFERTILITAS PRIA
Disusun Oleh:
Edy Hilal
30101306926
Lebih kurang 10-15% istri dari pasangan suami istri atau pasutri yang
berhubungan seksual tanpa mempergunakan alat kontrasepsi belum hamil pada
tahun pertama perkawinan. Kegagalan pasutri dalam memperoleh keturunan itu,
30% disebabkan oleh faktor yang berasal dari suami, 20% disebabkan oleh faktor
yang berasal dari suami dan isteri. Jadi paling sedikit terdapat 50% penyebab
infertilitas yang berasal dari pria.1
Meskipun pada tahun-tahun berikutnya kemungkinan untuk mendapatkan
kehamilan masih tetap ada, tetapi pasutri yang belum berhasil pada saat itu
kemungkinan untuk tetap infertil (mandul) cukup besar sehingga evaluasi medik
harus sudah mulai dilakukan.1
Mengingat kemungkinan infertilitas yang disebabkan oleh isteri juga cukup
besar maka evaluasi infertilitas pada pasutri harus dilakukan secara komprehensif
bersama-sama dengan seorang spesialis ginekologi.1
Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menjadi hamil
setelah paling sedikit selama 1 tahun melakukan hubungan seksual tanpa
perlindungan. Infertilitas menyebabkan masalah pada individual dan sosial untuk
pasangan. Pengobatan pada infertilitas pria merupakan hal yang sulit, khususnya
pada negara berkembang. Pada negara berkembang, pola dari infertilitas berbeda
dengan negara maju. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh WHO telah
menunjukkan 47% wanita dan 30,7% laki-laki menderita infertilitas sekunder dan
karenanya terdapat penyebab yang dapat dilakukan pencegahan pada kasus
infertilitas.2
BAB II
REPRODUKSI FISIOLOGIS PRIA
Anatomi
1) Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada
dua yang masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya
ovoida dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan
volume 15 – 25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur
testis agar tetap stabil.1
Secaa histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri
atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus semminiferus terdapat sel
spermatogonia dan sel Sertoli, sedangkan di antara tubuli seminiferi terdapat
sel Leydig. Sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma,
sedangkan sel Leydig atau disebut sel interstitial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.1
Sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferus testis disimpan
dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah dewasa, sel
spermatozoa bersama-sama dengan getah epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens, vesika seminalis, serta cairan
prostat membentuk cairan semen.1
Testis mendapatkan arah dari beberapa cabang arteri, yaitu 1) arteri
spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis
cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kresmatika yang merupakan
cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul
membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang
mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.1
2) Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput,
korpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis
melalui duktuli deferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri
testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis berhubungan
dengan vasa deferens.1
Sel spermatozoa setelah diproduksi di dalam testis dialirkan ke epididimis.
Disini spermatozoa mengalami maturasi sehingga menjadi motil (dapat
bergerak) dan disimpan di dalam kauda epididimis sebelum dialirkan ke vas
deferens.1
Gambar 1. Anatomi testis dan epididimis
3) Vas deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35
cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di
uretra posterior. Duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) parts
tunika vaginalis, (2) pars skrotalis, (3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum, (5)
pars ampularis. Pars skrotalis ini merupakan bagian yang dipotong dan diligasi
saat vasektomi. Duktus ini terdiri atas otot polos yang mendapatkan persarafan
dari sistem simpatetik sehingga dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma
dari epididimis ke uretra posterior.1
4) Vesikula seminalis
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-bli dan di sebelah kranial dari
kelenjar prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula.
Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.
Cairan ini diantaranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada
sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di
dalam duktus ejakulatorius.1
5) Kelenjar prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Kelenjar ini terdiri dari jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi
dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona preprostatik sfingter, dan zona anterior. Secara
histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma.
Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf,
dan jaringan penyangga yang lain.1
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen
dari cairan semen atau ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius
dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan
semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25%
dari seluruh volume ejakulat.1
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatetik dan parasimpatetik dari
pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut
parasimpatetik dari korda spinalis S2-S4 dan simpatetik dari nervus
hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatetik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatetik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat
ejakulasi. Sistem simpatetik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor
adrenergik-α. Rangsangan simpatetik menyebabkan dipertahankan tonus otot
polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran
kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyebabkan
penyempitan uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih. 1
6) Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang
berada di sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan
fibroelastik tunika albuginea sehingga merupakan suatu kesatuan, sedangkan
di sebelah proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus
penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus yang kemudian menempel pada
rami osis ischii. 1
Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis
hingga muara uretra eksterna. Sebelah proksimal korpus spongiosum dilapisi
oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah
distal sebagai glans penis. Ketiga korpora, yakni dua buah korpora kavernosa
dan sebuah korpus kavernosum dibungkus oleh fasia Buck dan lebih ke
superfisial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan
dari fasia Scarpa. 1
Di dalam setiap korpus yang terbentuk oleh tunika albuginea terdapat
jaringan erektil yang berupa jaringan kavernus (berongga) seperti spon.
Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh
endotelium dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung
darah yang cukup banyak sehingga menyebabkan ketegangan batang penis. 1
Gambar 2. Penis
Terdapat pula mekanisme inhibisi dari testis terhadap sekresi FSH yaitu
adanya hormon yang diproduksi oleh sel Sertoli. Inhibin, sebuah glikoprotein 32-
kD yang disekresi oleh sel Sertoli, menekan sekresi FSH oleh gonadotrop.
Bentukan dari inhibin yang disekresi oleh sel Sertoli, disebut inhibin B, diberikan
nama tersebut karena merupakan komposisi heterodimer dari subunit α dan β dan
memiliki varian B dari subunit β. Inhibin B secara selektif menghambat sekresi
FSH pada gonadrotrop dengan cara menghambat transkripsi dari pengkodean gen
subunit β dari FSH. Penggunaan secara klinis dari inhibin B sebagai sebuah marker
dari kegagalan fungsi testis masih kontroversial. Beberapa penelitian lain
menunjukkan inhibin B dan FSH telah disarankan menjadi prediktor dari
keberadaan sperma pada testis dari laki-laki infertil.3
Gambar 3. Aksis hipotalamus-hipofisis-hipogonad
Hipotalamus
Sebagai pusat terintegrasi dari aksis dari HPG (hipotalamus-hipofisis-
gonad), hipotalamus menerima input neuronal dari banyak pusat otak, termasuk
diantaranya amigdala, talamus, pons, retina, dan korteks, dan sebagai pengerak
denyut untuk sekresi dari hormon pituitari dan gonadal. Secara anatomi,
hipolatamus terhubung dengan kelenjar pituitari dengan sistem vaskular portal dan
jalur neuronal. Dengan menghindari sirkulasi sistemik, sistem vaskular portal
menyediakan mekanisme langsung untuk pengiriman dari hormon hipotalamus ke
anterior pituitari. Dari beberapa hormon hipotalamus yang bekerja pada kelenjar
pituitari, satu diantaranya yang terpenting untuk reproduksi adalah gonadotropin-
releasing atau LH-releasing hormone (GnRH atau LHRH), merupakan sebuah
asam amino peptida yang disekresi dari sel tubuh neuronal di dalam nukleus
preoptik dan arkuata. Sekarang, fungsi yang diketahui dari GnRH adalah untuk
stimulasi dari sekresi dari LH dan FSH dari pituitari anterior. Sekali disekresikan
ke sirkulasi portal pituitari, GnRH memiliki waktu paruh kira-kira 5-7 menit,
sebagian besar dikeluarkan pada aliran pertama melalui pituitari dengan bantuan
internalisasi reseptor atau degradasi enzim. GnRH yang disekresi oleh hipotalamus
dihasilkan dari berbagai macam pengaruh, termasuk efek dari stres, latihan, dan diet
dari pusat yang otak yang lebih tinggi, gonadotropin yang dihasilkan dari pituitari,
dan pengaliran hormon gonadal. Sekresi GnRH berbentuk denyutan. Pola sekresi
memerintahkan pelepasan siklus secara bersamaan dari gonadotropin LH dan FSH
dari pituitari. Frekuensi denyutan ditunjukan bermacam-macam, dari sekali dalam
sejam atau menjadi jarang seperti sekali atau dua kali dalam 24 jam.4
Pituitari anterior
Kelenjar pituitari anterior, berlokasi pada tulang daerah sella tursica dari
kranial, merupakan tempat dari aksi GnRH. GnRH menstimulasi dari produksi dan
pelepasan dari FSH dan LH dengan melalui mekanisme flux-dependent kalsium.
Sensitivitas dari gonadotrop untuk GnRH bervariasi pada pasien dihubungkan
dengan umur dan status hormonal. FSH dan LH merupakan hormon pituitari utama
yang mengatur dari fungsi testis. Mereka berdua merupakan glikoprotein yang
terdiri dari 2 subunit rantai polipeptida, dinamakan α dan β, masing-masing
memiliki pengkodean dengan gen terpisah. Denyutan sekresi dari LH bervariasi
dari 8-16 denyutan dalam 24 jam dan dengan amplitudo yang bervariasi yaitu 1-3
ikatan. Denyutan ini secara umum menggambarkan pelepasan dari GnRH. Kedua
androgen dan estrogen mengatur dari sekresi LH melalui mekanisme umpan balik
negatif. Rata-rata, denyutan FSH terjadi kurang lebih setiap 1,5 jam dan variasi
amplitudo 2%.4
Efek dari FSH dan LH terletak pada gonad. Mereka mengaktivasi dari
adenylate cyclase, dimana mengarah pada peningkatan pada intraselular cAMP.
Pada testis, LH menstimulasi steroidogenesis didalam sel Leydig dengan
menginduksi konversi dari kolesterol ke pregnenolon dan testosteron. FSH
mengikat sel Sertoli dan membran spermatogonial di dalam testis dan merupakan
stimulator utama dari perumbuhan tubulus seminiferus selama perkembangan. FSH
penting untuk inisiasi dari spermatogenesis pada pubertas. Pada orang dewasa,
peran fisiologis utama dari FSH adalah menstimulasi terbentuknya sperma secara
normal selama spermatogenesis.4
Testis
Virilitas dan fertilitas dari pria nomal membutuhkan kolaborasi dari testis
eksokrin dan endokrin. Kedua unit tersebut berada dibawah kendali dari aksis HPG.
Kompartemen interstitial terdiri dari sel Leydig yang bertanggung jawab untuk
steroidogenesis. Tubulus seminiferus memiliki fungsi eksokrin dengan
spermatozoa sebagai produknya.4
- Testis endokrin
Produksi testosteron pada pria normal berkisar 5g/hari, dan sekresi terjadi
dalam cara yang basah, iregular dan pulsatil. Pada pria normal, 2% dari
testosteron tidak terikat atau bebas dan merupakan fraksi aktif secara
biologi. Sebagian sisanya berikatan dengan albumin atan sex hormone
binding globulin (SHBG) didalam darah. SHBG dapat juga berikatan
dengan estradiol didalam darah perifer, tetapi afinitas ikatan lebih rendah
daripada testosteron. Beberapa kondisi patologik dapat mengubah level
SHBG dan sebagai konsekuensinya mengubah jumlah testosteron yang aktif
yang tersedia untuk jaringan. Testosteron dimetabolisme menjadi 2
metabolit aktif utama di dalam jaringan target: 1) androgen utama
dihydrotestosteron (DHT) dari aksi dari 5α-reduktase dan 2) estogen
estradiol melalui aksi dari aromatase. DHT merupakan androgen potensial
yang lebih besar daripada testosteron. Pada sebagian besar jaringan perifer,
reduksi testosteron menjadi DHT diperlukan untuk aksi dari androgen,
tetapi pada testis dan mungkin pada otot skeletal, konversi ke DHT menjadi
tidak penting untuk aktivitas hormonal.4
- Testis eksokrin
Tempat utama dari aksi FSH adalah sel Sertoli di dalam tubulus seminiferus.
Sebagai respon ikatan FSH, sel Sertoli distimulasi untuk membuat inang
dari produk sekret yang penting untuk pertumbuhan sel germ, termasuk
androgen yang terikat protein, transferin, laktat, seruloplasmin, clusterin,
aktivator plasminogen, prostaglandin dan beberapa growth factor. Melalui
aksi yang dimediasi FSH, pertumbuhan dari tubulus seminiferus distimulasi
selama perkembangan dan produksi sperma diinisiasi selama pubertas. Pada
dewasa, FSH diperlukan untuk spermatogenesis normal.4
- Inhibin dan aktivin
Inhibin adalah sebuah protein 32-kDa berasal dari sel Sertoli yang memiliki
kekhususan untuk menghambat pelepasan FSH dari pituitari. Didalam
testis, produksi inhibin distimulasi oleh FSH dan bekerja dengan cara
feedback negatif pada pituitari atau hipotalamus. Aktivin, sebuah hormon
protein dengan struktur yang hampir sama secara homolog dengan growth
factor-β, menunjukkapan penggunaannya untuk memacu efek pada sekresi
FSH.4
Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan sebuah proses komplek dimana secara
primitif, sel stem totipotent dibagi untuk memperbaharui diri mereka sendiri atau
produksi sel untuk menjadi spermatozoa. Proses ini terjadi didalam tubulus
seminiferus dari testis. Pada kenyataannya, 90% dari volume testis ditentukan oleh
tubulus seminiferus dan sel germinal pada berbagai tahapan perkembangan.4
a. Sel Sertoli
Tubulus seminiferus terkait dengan sel Sertoli yang beristirahat pada dasar
membran tubular dan meluas ke lumen dengan sitoplasma kompleks. Sel
Sertoli dihubungkan dengan tight junction, barier terkuat interselular di
dalam tubuh. Kompleks hubungan ini membagi rongga tubulus seminiferus
menjadi basal (dasar membran) dan bagian lumen. Pengaturan anatomi ini
membentuk dasar dari barier darah-testis, memungkinkan spermatogenesis
terjadi dalam sebuah tempat yang istimewa secara imunologi. Kepentingan
dari efek perlindungan menjadi nyata apabila mengingat spermatozoa
diproduksi pada pubertas dan dapat menjadi benda asing bagi sistem imun
yang mengembangkan pengenalan sendiri selama tahun pertama dari
kehidupan. Sel sertoli berkerja seperti sel “perawat” bagi spermatogenesis,
memelihara sel germinal selama mereka berkembang.4
b. Sel Germinal
Didalam tubulus, sel germinal diatur dalam sebuah perintah berurutan dari
membran dasar ke lumen. Spermatogonia berjalan langsung pada membran
dasar, diikuti oleh spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan spermatid
mengarah ke lumen. Secara keseluruhan, 13 tahap sel germinal yang
berbeda telah diidentifikasi pada manusia. Barier tight junction menyokong
spermatogoni dan spermatosit awal di dalam kompartemen basal dan smua
sel germinal lanjutan yang berada di dalam kompartemen lumen.4
c. Siklus dan gelombang
Siklus dari spermatogenesis mengembangkan pembuahan dari sel stem
spermatogonial primitif menjadi sel germinal lanjutan. Durasi dari siklus
secara keseluruhan dari spermatogenik di dalam manusia adalah 74 hari.
Selama spermatogenesis, pengikut dari sel germinal pada titik yang sama
saat perkembangan terhubung oleh jembatan sitoplasmik dan melewati
proses secara bersama-sama. Terdapat pula organisasi spesifik dari langkah-
langkah siklus spermatogenik di dalam rongga tubulus, dinamakan dengan
gelombang spermatogenik. Pada manusia, hal ini tampak seperti pengaturan
sel spiral, dimana memungkinkan produksi sperma merupakan suatu
produksi yang berkelanjutan dan bukan merupakan suatu proses pulsatil.4
Transportasi spermatozoa
Setelah pemanjangan spermatid sempurna, sitoplasma di dekatnya
mengalami retraksi dan spermatid dilepas ke dalam lumen tubulus seminiferus,
dilingkupi cairan dalam lumen. Pergerakan spermatozoa dari testis ke epididimis
disebabkan oleh empat faktor: 1
1. Tekanan cairan dalam tubulus seminiferus
2. Kontraksi mioepitel tubuli seminiferus
3. Kontraksi tunika albuginea testin
4. Gerakan silia dan kontraksi duktus aferen
Spermatozoa di dalam testis memiliki motilitas yang sangat sedikit atau
tidak ada dan tidak memiliki kemampuan dalam pembuahan sebuah telur. Mereka
menjadi berfungsi hanya setelah melintasi epididimis dan proses maturasi
tambahan. Secara anatomis, epididimis secara klasik dibagi menjadi 3 daerah:
caput, corpus, dan cauda. Bagian-bagian yang melintasi dari epididimis
menginduksi banyak perubahan pada sperma yang baru terbentuk, termasuk
perubahan pada permukaan, komposisi protein membran, imunoreaktivitas,
fosfolipid dan kandungan asam lemak, dan aktivitas adenilat siklase. Perubahan-
perubahan ini diperlukan untuk meningkatkan intregitas struktural membran dan
meningkatankan kemampuan pembuahan. Waktu transit dari sperma melalui
tubulus epididimis diperkirakan 10-15 hari. Sperma dikeluarkan dari organ
reproduksi pria melalui proses ejakulasi. Proses ini diawali dari fase emisi yaitu
terjadinya kontraksi otot vas deferens dan penutupan leher buli-buli dibawah
kontrol saraf simpatetik. Proses itu menyebabkan sperma beserta cairan vesikula
seminalis dan cairan prostat terkumpul di dalam uretra posterior dan siap untuk
disemprotkan keluar dari uretra. Proses ejakulasi terjadi karena adanya dorongan
ritmik dari kontraksi otot bulbo kavernosus.4
Komposisi cairan yang diejakulasikan atau disebut mani/cairan semen
terdiri atas, spermatozoa (1%), cairan vesikula seminalis (50-55%), cairan prostat
(15-20%), dan cairan-cairan dari epididimis dan vas deferens. 1
Setelah dideposit di dalam vagina, sperma masih dapat hidup hingga 36-72
jam. Dalam waktu 5 menit sperma dapat bergerak mencapai ampula tuba falopi dan
setelah mengalami perubahan fisiologis bertemu dengan ovum dan terjadilah
fertilisasi. 1
Spermatozoa
Spermatozoa matur disimpan di dalam cauda epididimis dan duktus
deferens merupakan sel yang berdiferensiasi cepat. Spermatozoon manusia berkisar
60 µm pada panjang. Kepala sperma berbentuk oval, berkisar panjangnya 4,5 µm
dan lebar 3 µm, secara dasar terdiri dari nukleus, dimana mengandung material
kromatin yang tersusun rapat, dan sebuah akrosom, sebuah organela yang terikat
membran yang mengandung enzim yang diperlukan untuk penetrasi bagian terluar
dari telur sebelum fertilisasi. Bagian tengah dari spermatozon adalah segmen yang
terorganisasi dengan baik yang mengandung mitokondria yang tersusun secara
helix dan mengelilingi sekumpulan dari serat terluar dan karakteristik dari 9+2
struktur mikrotubuler dari akson sperma. Serat tebal yang terluar kaya akan ikatan
disulfida, yang diperlukan untuk menyokong ekor sperma (mempunyai panjang 60
µm) dengan rigiditas yang diperlukan untuk motilitas yang progresif.3
BAB III
INFERTILITAS PADA PRIA
Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan-kelainan yang
terdapat pada fase: (1) pre-testikuler yaitu kelaina pada rangsangan proses
spermatogenesis, (2) testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis, (3)
pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi
fertilisasi. Selain itu 40% penyebab infertilitas pria adalah idiopatik yaitu infertilitas
yang masih belum dapat diketahui penyebabnya. 1
Etiologi infertilitas pada pria, dijabarkan berikut ini : 1
1) Pre Testikuler
- Kelainan pada hipotalamus
- Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH
- Kelainan pada hipofisis
- Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
- Hiperprolaktinemia
- Hemokromatosis
- Subtitusi/terapi hormon yang berlebihan
2) Testikuler
- Anomali kromosom, contohnya sindrom Klinefelter, sindrom XX Male,
sindrom XYY
- Anorkhismus bilateral
- Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
- Orkitis
- Trauma testis
- Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
- Kriptorkismus
- Varikokel
3) Pasca testikuler
- Gangguan transportasi sperma
- Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak terbentuk
yaitu pada keadaan Congenital Bilateral Absent of the Vas Deferens
(CBAVD)
- Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi
- Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi (ejakulasi
retrograd)
- Kelainan fungsi dan motilitas sperma
- Kelainan bawaan ekor sperma
- Gangguan maturasi sperma
- Kelainan imunologik
- Infeksi
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan mengenai riwayat seksual, riwayat penyakit
yang pernah diderita, dan riwayat reproduksi sang isteri.1,3
1. Riwayat seksual
Durasi dari hubungan seksual dengan dan tanpa kontrol kelahiran
Metode dari kontrol kelahiran
Teknik seksual : potensi, penggunaan lubrikan (beberapa merupakan
spermicidal)
Frekuensi dan waktu dari melakukan hubungan seksual
2. Riwayat penyakit dahulu
a) Developmental
- Sejarah kriptokidisme
- Usia saat pubertas
- Ginekomastia
- Abnormalitas kongenital dari traktus urinarius atau sistem saraf pusat
b) Pembedahan
- Orchidopexy
- Pembedahan pada pelvis, skrotal, inguinal, atau retroperitoneal
- Herniorrhaphy
- Sympathectomy
- Vasectomy
- Trauma pada skrotum
- Spinal cord injury
- Torsio testis
c) Medikal
- Infeksi urinarius
- Sexually transmitted diseases
- Orkitis yang disebabkan virus
- Penyakit ginjal
- Diabetes
- Radioterapi
- Penyakit demam terbaru
- Epididimitis
- Tuberkulosis atau penyakit kronis lainnya
- Anosmia
- Defek pada garis tengah tubuh
d) Obat-obatan
- Daftar lengkap semua pengobatan masa lalu dan sekarang. Obat-obatan
yang berhubungan dengan spermatogenesis, ereksi, dan ejakulasi
e) Pekerjaan dan kebiasaan
Hubungan dengan terpapar pada bahan kimia dan panas, mandi air
panas, mandi uap, radiasi, rokok, alkohol, dan steroid anabolik
f) Sejarah reproduksi sebelumnya
Termasuk kehamilan dan keturunan dengan pasangannya
3. Sejarah keluarga
- Hipogonadisme
- Kriptokidisme
- Congenital midline defects
- Cysctic fibrosis
4. Sejarah reproduksi pasangan
- Sejarah sebelumnya termasuk kehamilan dan keturunan dengan
pasangannya masing-masing
- Sejarah menstruasi
- Evaluasi infertilitas berdasarkan tanggal
Libido maupun potensi seksual yang lemah mengurangi kemampuan
sperma mengumpul di vagina, sedangkan penggunaan pelicin sewaktu senggama
dapat mengurangi motilitas sperma seperti pada pemakaian air ludah/saliva, dan
bahkan dapat membunuh sperma seperti pada pemakaian jeli KY. 1
Sejarah perkembangan dari pasien juga harus dieksplorasi lebih dalam.
Kriptokidisme unilateral akan mengurangi fertilias secara ringan, dan
kriptokidisme bilateral menghasilkan pengurangan yang signifikan pada fertilitas.
Penelitian dan bukti klinis menunjukkan waktu dari orkidopeksi tidak menunjukkan
efek pada abnormalitas spermatogenesis selama testis ditarik ke bawah sebelum
terjadinya pubertas. Riwayat dari tertundanya atau ketidakadaan pubertas
dihubungkan dengan sebuah endokrinopati atau abnormalitas reseptor androgen.3
Tindakan pembedahan yang pernah dijalani masa lalu dapat pula
mempengaruhi sistem reproduksi, antara lain: herniorafi dapat merusak pembuluh
darah vas deferens, pembedahan pada pelvis dan rongga retroperitoneal dapat
mempengaruhi fungsi seksual. 1
Penyakit sistemik (kencing manis, gagal ginjal, gagal liver, anemia bulan
sabit, dan disfungsi tiroid) dapat menurunkan kualitas testis dan mengurangi potensi
seksual. Infeksi gonore atau tuberkulosis pada masa lalu menyebabkan pembuntuan
vas deferens, epididimis, maupun duktus ejakulatorius. Demikian pula serangan
parotitis akut (mump) yang diderita pada usia pubertas dapat menyebabkan
kerusakan testis. 1
Obesitas merupakan tampilan kardinal dari sindrom metabolik. Efek
merugikan yang disebabkan oleh obesitas pada infertilitas pria dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme. Pertama, konversi perifer dari testosteron ke estrogen pada
jaringan adiposa perifer yang berlebihan dapat menybabkan hipogonadisme
sekunder melalui inhibisi aksis hipotalamus-pituitari-gonad. Kedua, stres oksidasi
pada tingkat lingkungan mikro dapat menyebabkan penurunan dari
spermatogenesis dan kerusakan sperma. Ketiga, akumulasi dari lemak pada paha
dan suprapubik dapat meningkatkan temperatur scrotum khususnya pada laki-laki
obesitas berat.5
Testis yang pernah mengalami torsio, trauma serta didapatkannya varikokel
atau kriptokirmus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Di samping itu torsio atau
trauma pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknya blood
testis barier. 1
Pemakaian obat-obatan nitrofurantoin, simetidin, kokain, nikotin, dan
marijuana dapat menurunkan kemampuan spermatogenesis. Pada pemakaian
steroid dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipogonadotropik
hipogonadisme yang menghambat spermatogenesis. 1
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis dicari kemungkinan adanya kelainan sistemik atau
kelainan endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses
transportasi sperma. 1
Diperhatikan penampilan pasien, apakah tampak feminin atau seperti orang
yang telah dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism) yaitu badannya tumbuh besar,
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, dan badan sangat jarang, dan organ
genitalia ukurannya kecil. Dicari kemungkinan adanya ginekomasti, anosmia (pada
sindroma Kallmann), galaktore, dan gangguan lapangan penglihatan yang terdapat
pada tumor hipofisis. 1
Pemeriksaan genitalia pria meliputi testis, epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi dan
ukurannya. Panjang testis diukur dengan kapiler, sedangkan volume testis diukur
dengan orkidometer atau ultrasonografi. Panjang testis normal orang pada dewasa
adalah 4 cm dengan volume 20 ml. Testis yang mengecil merupakan tanda adanya
kerusakan tubulus seminiferus. Dicari pula kemungkinan adanya varikokel yang
dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas sperma. 1
Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda. Adanya obstruksi
pada epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti tasbih
akibat infeksi kuman tuberkulosis. 1
Tidak didapatkannya vas deferens pada kedua sisi perlu dikaitkan adanya
kelainan bawaaan pada vas deferens atau congenital bilateral absent of the vas
deferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan pada transportasi vena. 1
Berikut ini merupakan pemeriksaan infertilitas pada pria : 1
I. Pemeriksaan umum
Fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, atau penyempitan
lapangan pandang
II. Pemeriksaan genitalia
Jaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopesi/orkidektomi).
Keadaan testis (jumlah, ukuran, dan konsistensinya), varikokel, epididimis,
atau vas deferens menebal atau tak teraba, adanya hipospadi, atau
penyempitan muara uretra
III. Colok dubur
Menilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan vesikula seminalis dan
reflek bulbokavernosus.
Untuk mencari keberadaan dan adanya kelainan pada vesikula seminalis
serta kelenjar prostat, dilakukan colok dubur atau ultrasonografi transrektal. Tidak
didapatkannya vesikula seminalis mungkin disebabkan karena kelainan bawaan.
Prostat yang teraba keras, besar, dan nyeri merupakan tanda dari prostatitis. Pada
penis diperhatikan adanya hipospadi atau korde yang keduanya dapat
mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina. 1
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kimia klinik rutin untuk
mencari kemungkinan adanya kelainan sistemik, pemeriksaan analisis semen,
pemeriksaan hormon untuk menilai fungsi sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad
(FSH, LH, testosteron, dan prolaktin), uji fungsi sperma, biopsi testis, dan beberapa
pemeriksaan imunologik yang mungkin diperlukan untuk membantu mencari
penyebab infertilitaas. 1
Kadang-kadang dibutuhkan pemeriksaan pencitraan antara lain :
ultrasonografi doppler guna membantu mencari adanya varikokel, vasografi untuk
menilai patensi saluran vas deferens/duktus ejakulatorius, dan ultrasonografi
transrektal untuk mencari keberadaan vesikula seminaalis. 1
Analisis Semen
Pemeriksaan analisis semen dilakukan setelah 2-3 hari pasangan suami istri
menjalani abstinensi (tidak berhubungan seksual). Contoh ejakulat ditampung di
dalam tabung yang tidak mengandung spermisidal dan paling lambat analisis
dilakukan 2 jam setelah ejakulasi. Pada pemeriksaan ini dihitung beberapa
parameter, antara lain: volume ejakulat, jumlah (konsentrasi) sperma, motilitas, dan
morfologinya. 1
Kecuali itu diperhatikan pula konsentrasi fruktose yang dihasilkan oleh
vesikula seminalis. Jika didapatkan adanya leukosit pada analisis semen atau diduga
terdapat infeksi pada genitalia harus dicari kuman penyebab infeksi dengan
melakukan kultur cairan semen. 1
Tabel 1. Analisis semen
Pemeriksaan Hormon
Pemeriksaan hormon dilakukan jika penyebab infertilitas adalah karena
kelainan endokrin. Kecurigaan adanya kelainan hormonal adalah jika pada analisis
semen didapatkan densitas sperma yang sangat rendah (kurang dari 5 juta sperma
per ml) atau oligospermia ekstrem. Keadaan ini terdapat pada 3% dari infertilitas
pria. Hormon yang diperiksa meliputi FSH, LH, prolaktin, dan testosteron. 1
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa hipotiroidisme memberikan efek
kepada fungsi ereksi dan parameter sperma, termasuk didalamnya jumlah sperma,
morfologi, dan motilitas. Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap hormon tiroid.6
Pemeriksaan Imunologik
Antibodi antisperma terdapat pada 3-7% pria infertil. Terbentuknya antibodi
ini ada hubungannya dengan inflamasi pada genitalia, torsio testis, pernah
mengalami cedera testis, dan setelah menjalani vasektomi. 1
Biopsi testis
Biopsi testis dikerjakan untuk membedakan antara kelainan primer pada
proses spermatogenesis dengan kelainan obstruksi transportasi spermaa. Kedua
kelainan itu menunjukkan adanya oligospermia yang berat atau azoospermia tetapi
pada pemeriksaan hormon FSH normal. Jaringan testis hasil biopsi tidak boleh
diawetkan dalam larutan formalin melainkan dalam larutan Boulin, Aenker, atau
Conroy. 1
Untuk melihat patensi vas deferens, duktus ejakulatorius, dan vesikula
seminalis biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan vasografi atau seminal
vesikulografi uyaitu dengan menyuntikkan bahan kontra melalui vas deferens dan
mengikuti jalannya kontras sampai ke uretra posterior. 1
Terapi
a. Medikamentosa
Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara
medikamentosa adalah defisiensi hormon, reaksi imunologik, antibodi, antisperma,
infeksi, dan ejakulasi retrograd. 1
Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat
dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron;
kemudian diberikan hormon human chorionic gonadotropin atau hCG (misalkan
dengan Pregnyl atau Profasi). 1
Adanya antibodi antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan imunologik
dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Ejakulasi retrograd dapat diberikan
golongan adrenergik alfa atau trisiklik antidepresan (imipramin) yang dapat
menyebabkan kontraksi leher-leher buli pada saat emisi sperma pada uretra
posterior. 1
b. Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat kelainan
penyebab infertilitas, yaitu mungkin operasi pada organ pretestikuler, koreksi
terhadap penyebab kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu
penyaluran sperma. Tindakan itu bisa berupa: 1
1. Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis
2. Varikokel yang dapat menyebabkan teradinya kerusakan pada
spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi.
3. Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena infeksi atau setelah
menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau
vaso-vasostomi, sedangkan pada penyumbatan yang lebih proksimal yaitu
pada epididimis dilakukan penyambungan epididimo-vasostomi yaitu
penyambungan epididimis dengan vas deferens. Melalui teknik bedah
mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas deferens (yang
ditandai dengan terdapatnya sperma pada ejakulat) 80-90% sedangkan
angka keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil) 50-60%.
4. Penyumbatan pada duktus ejakulatoriu
5. Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan rekseksi transuretral.
VARIKOKEL
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat
pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada
pria. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa 21-41% pria yang mandul
menderita varikokel.1,7
Evaluasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat
beberapa indikator antara lain: (1) bertambahnya volume testis, (2) perbaikan hasil
analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan), atau (3) pasangan itu menjadi
hamil. 1
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi
tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi
perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil. 1
DAFTAR PUSTAKA