Anda di halaman 1dari 1

“masalah yang mengeruh

perasaan yang rapuh

ini belum separuhnya.

biasa saja,

kamu tak apa.”

Bila diibaratkan; hidup adalah semesta, kita adalah sebongkah batu karang, dan segala cobaan yang ada
adalah gulungan ombak.

Dalam hitungan menit gulungan ombak datang silih berganti; menerjang bongkahan batu karang dan
membuatnya terkikis. Begitupun hidup; beban yang semesta berikan akan terus bertambah —tiada
henti— terkecuali raga sudah tak bernyawa dan kita telah benar-benar mati.

Pada beberapa raga, sering kali konsep hidup hanya sebatas hitam dan putih. Lalu pada akhirnya tujuan
hidup hanya untuk ‘bahagia’. Seolah-olah pikiran memaksa untuk menghiraukan banyaknya abu-abu dan
menolak berbagai perasaan selain ‘bahagia’.

Hidup dan setiap raga yang menjalani kehidupan memiliki ceritanya masing-masing. Entah itu kejadian
yang manis ataupun traumatis; keduanya harus diterima, dirasakan, dan dilalui. Terlebih, banyaknya
pelajaran hidup lahir dari kejadian-kejadian tidak menyenangkan.

Akhir-akhir ini, —mereka—; raga yang berisi jiwa penuh luka dan tinjuan babak belur memercayakan
beberapa potong kisah menyakitkan —yang membentuk pribadi mereka saat ini— padaku. Sedih, sakit,
kecewa, patah, dan hilang arah tersirat dalam gemetar suara yang mereka keluarkan ketika bercerita.

Ternyata, begitulah cara kerjanya: perbanyak mendengar dan berbicara hanya ketika dibutuhkan. Kita tak
perlu mempunyai luka yang sama untuk mendapat pelajaran hidup yang serupa.

***

Bagi raga dengan jiwa penuh luka:

bertahanlah, bertahanlah, bertahanlah.

Dunia membutuhkanmu,

aku membutuhkanmu.

Anda mungkin juga menyukai