Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA”

Disusun Oleh :

Nama : - ADNAN BUYUNG


-LISKA AMELA
- MUH. FATWA AMAL
- MUH. TIRTO NUGROHO
- ASRI AMIR
Kelas : III Sipil C

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2018
BAB I

PENDAHULUAN
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang
sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan
antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara
dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil
bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan
India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk
kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara
abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang
di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.

Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak
hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama
Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para
pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
BAB II

A. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia


Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia terjadi secara damai. Kemudian para ahli
menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari segi peta perjalanannya, melalui dua jalur,
yaitu :

1. Jalur Utara

Arab > Damaskus > Baghdad > Gujarat > Srilangka > Indonesia.

2. Jalur Selatan

Arab > Yaman (Hadralmaut) > Srilangka > Indonesia.

mula-mula daerah masuk Islam pertama kali adalah Samudra Pasai (Aceh Utara) dan Pantai Barat
Pulau Sumatra yang selanjutnya menyebar ke berbagai daerah, yaitu :

1. Pariaman di Sumatra Barat, pembawanya adalah Syekh Burhanuddin seorang melayu.


2. Gresik dan Tuban, pembawanya adalah Maulana Malik Ibrahim pedagang bangsa
Hadralmaut.
3. Demak, pembawanya adalah Raden Fattah dan pendirinya adalah para walisongo.
4. Cirebon, penyebar dan pendirinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
5. Palembang, penyebarnya adalah Raden Rahmat.
6. Banjar, pembawanya adalah mubaligh dari Johor Malaysia.
7. Makassar, pembawanya adalah Datuk Ri Bandang.
8. Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo di Maluku Utara. Penyebarnya adalah Syekh Mansur
dari Arab dan Maulana Husein dari Gresik.
9. Sorong di Irian Jaya, penyebarnya adalah mubaligh-mubaligh dari daerah-daerah yang
telah masuk Islam.
B. Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat,
dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan,
teoriteori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:

1. Teori Mekah

Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari
Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama
sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat
orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia
menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke
Indonesia tidak langsung dari Arab.

Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber local Indonesia
dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai
ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan
Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh
masehi.

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang
cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang
sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani
yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam
menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan
Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.

Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns
yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi
awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk
mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.

b. Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran
dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda.
Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad
ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar
sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut
Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk
Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang
orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang
di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orangorang Gujarat telah lebih awal membuka
hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan
Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang
ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif
” di di depan namanya.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan
argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831
H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim
yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang
terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut
diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah
belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut
masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia

c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah
Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal
Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada
kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi
tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah
atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut
di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi
melalui bahasa Parsi.

Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti
Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati
dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan
ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang
dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi
pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah
bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.

d. Teori Cina

Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa)
berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh
sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah
berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam
telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al
Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang
(618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah
terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri
(kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima.

Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa,
yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari
Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan
Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan
menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-
cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol,
sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.

Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang
didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting
sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki
pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.

Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada
kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah
Azyumardi Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya
tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.

C. Metode-Metode Masuknya Islam Di Indonesia


Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya islam masuk di Indonesia dibawa
oleh pedagang asing yang singgah di Indonesia sehingga bisa disimpulkan masuknya islam di
Indonesia dilakukan dengan cara damai atau tanpa ada penumpahan darah.

Menurut uka tjandrasasmita, masuknya islam di Indonesia dilakukan enam saluran yaitu:

1. Saluran perdagangan

Masuknya pedagang-pedagang asing dikepulauan Indonesia seperti arab. Cina, Persia dan
India merupakan awal mula masuknya islam di Indonesia yaitu bermula dari bermukimnya para
pedagang asing di pesisir jawa yang penduduknya masih kafir. Hingga akhirnya mereka mampu
mendirikan masjid-masjid dan pemukiman-pemukiman muslim.

2. Saluran perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial lebih baik dari
pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak sedikit penduduk pribumi yang tertarik denan para
pedagang muslim tersebut khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses islamisasi ini
dilakukan sebem adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai
pada akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau bahkan
kerajaan-kerajaan islam.

Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan
anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena bangsawan, raja, dan adipati dapat
mempercepat proses masuknya islam di Indonesia.

Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan ampel dengan nyai manila.
Sunan gunung jati dengan putrid kaunganten. Brawijaya dengan putri campa yang menurunkan
raden fatah ( raja pertama demak ).

3. Saluran tasawuf

Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yangb bercampur dengan
ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mempunyai kemampuan dan
kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri
bangsawan setempat . dengan ilmu tasawufnya mereka mengajarkan islam kepada pribumi yang
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya menganut agama hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di terima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra islam itu
adalah Hamzah Fansuri di aceh, syeh lemah abang, dan sunan panggung di jawa. Ajaran mistik
seperti ini masih berkembang di Indonesia di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.

4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu,
calon ulama, guru agama, dam kiai mendapat pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren,
mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu
mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di undang ke maluku untuk
mengajarkan agama islam.

5. Saluran kesenian

Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak
pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan
islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad, dan
sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.

6. Saluran politik

Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya memeluk
islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di
samping itu, baik di sumatera dan jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan
politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-islam. Kemenangan kerajaan
islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.

D. Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia

Beberapa hal menyebabkan agama Islam terus berkembang pesat di Indonesia diantaranya
sebagai berikut:

1. Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia.
2. Adanya sistem pendidikan pondok pesantren.

3. Gigihnya para da'i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam

4. Metode penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar belakang
kebudayaan yang dimiliki, misalnya:

a. Wayang kulit

b. seni bangunan, dan

c. seni karawitan/seni gamelan

Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu
dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta.
Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.

E. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia


1. Masa Kesulthanan

Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam
akan di uraikan sebagai berikut.

Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti


daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara
mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga
di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.

Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak
begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan
hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam.
Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan
qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan
ini, telah berhasil pengodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam
yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa
kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau
perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.Tercatat dalam sejarah
Banjar, di berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong tangan untuk pencuri
dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.

Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya pemegang kekuasaan dalam
kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri kaum Muslimin di seluruh kerajaan itu. Untuk
memacu penyabaran agama Islam, didirikan sebuah organisasi yang Bayangkare Islah (pengawal
usaha kebaikan). Itulah organisasi pertama yang menjalankan program secara sistematis sebagai
berikut:

a. Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.

b. Guna memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi Jawa
didamaikan satu dengan yang lainnya.

c. Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.

Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan


untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at
Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan
ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti
ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada
di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain
sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah
keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.

2. Masa Penjajahan

Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relative damai itu, datanglah pedagang-
pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.

Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang
karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli
perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.

Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan
pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai
masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di
Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam
di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:

a. Bidang agama murni atau ibadah;

b. Bidang sosial kemasyarakatan; dan Politik.

Terhadap bidang agama murni, pemerintah colonial memberikan kemerdekaan kepada


umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan
pemerintah Belanda.

Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memamfaatkan adat kebiasaan yang berlaku


sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni
teori reseptie yang maksudnya hukum Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan
dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.

Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas
hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan
atau ketatanegaraan.
3. Gerakan dan organisasi Islam

Akibat dari “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx
umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari
pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan
dan politik menjinakan melalui asosiasi.

Untuk sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai sasarannya, yakni


beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan dapat dipatahkan dengan kekerasan
senjata, sebagian besar golongan Islam yang di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam
ketakhayulan dan kemusyrikan, dan sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial
rendahan.

Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja.
Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan
dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir
kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa
Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat,
serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.

Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah
pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan
ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam
organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.

Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara


pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri
sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan
rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga
sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin
dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang
mereka. Oelh karena itu, ada tiga prantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan
pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin.

1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman
Belanda.

2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang
dibubarkan pada bulan oktober 1943.

3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda
Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.

F. Tersiarnya Islam di Indonesia


Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Budha telah berkembang luas di
nusantara ini, disamping banyak yang masih menganut animism dan dinamisme, kedua agama itu
kian lama kian pudar cahayanya dan akhirnya kedudukannya sepenuhnya diganti oleh agama Islam
yang kemudian menjadi anutan 85 hingga 95% rakyat Indonesia. Sebab-sebab sangat pesat dan
cepat tersiarnya Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Terutama sekali faktor agama Islam (aqidah, syariah dan akhlak islam) sendiri yang lebih banyak
“berbicara” kepada segenap lapisan masyarakat Indonesia.

2. Faktor para mujtahid dakwah yang banyak terdiri atas para saudagar yang taraf kebudayaannya
sudah tinggi, yang telah berhasil membawakan Islam dan segala kebijaksanaan kemahiran dan
keterampilan

3. Ajaran Islam tentang dakwah untuk menyampaikan ajaran Allah walaupun sekedar satu ayat
kepada segenap manusia di seluruh pelosok bumi telah menjadikan segenap kaum muslimin
menjadi umat dakwah.
4. Baik agama Hindu maupun Budha pada umumnya dipeluk oleh orang-orang keraton yang pada
saat mulai tersebarnya Islam antara raja yang satu dengan yang lainnya terlibat dalam perselisihan.

5. Pernikahan antara para penyebar Islam dan orang-orang yang baru di islamkan melahirkan
generasi pelanjut yang menganut dan menyebarkan Islam.

G. Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia


1. Peradaban dan Agama Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Islam
Secara geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di
wilayah ini telah memiliki peradaban yang tinggi sebelum kedatangn Islam. Hal itu disebabkan
karena wilayah Asia Tenggara merupakan Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan
agama.
Bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal tulisan yang diajarkan oleh para
penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini telah berlangsung cukup lama, mungkin sejak
abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan ke-15 M. pengaruh Hinduisme dan Budhisme
membawa perubahan besar, terutama dalam sistem pemerintahan.
Bukti dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari
banyaknya bangunan-bangunan suci untuk peribadatan, seperti candi-candi, ukiran, dan
sebagainya. Semua bangunan itu merupakan perpaduan antara seni bangunan zaman
megalithicum, seperti punden berundak-undak.ukiran dan relief yang terdapat di dalamnya
menggambarkan kreatifitas bangsa Indonesia.
2. Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya Islam sebagai
agama baru yang dianut sebagian masyarakat Indonesia, telah banyak memainkan peranan
penting dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat
dilihat dari perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas, sehingga
agak sulit untuk memisahkan antara kebudyaan local dengan kebudayaan Islam.
Masuknya kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional, meliputi bahasa, nama, adat
istiadat dan kesenian.
a. Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh dari bahasa Arab. Bahasa
ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam bahasa komunikasi
sehari-hari, bahakan dipergunakan pula dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.
Pengaruh Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali. Banyak tokoh dan bukan tokoh
masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa Arab,yang merupakan bahasa simbol
pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia.
b. Pengaruh Adat Istiadat
Adat istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh peradaban
Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam kepada setiap muslim yang dijumpai, atau
penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintahan.
Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dalam do’a. yang
merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.
c. Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
Pengaruh kesenian yang paling menonjol dalam hal ini terlihat dalam irama qasidah dan
lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang
sering diucapkan oleh umat Islam, merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan
beragama masyarakat Islam Indonesia.
Begitu pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan. Banyak bangunan mesjid yang
ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid yang ada di Negara-negara Islam, baik yang
ada di Timur Tengah ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia Islam.
d. Pengaruh Dalam Bidang Politik
Ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya, banyak sekali undur politik
Islam yang berpengaruh dalam system politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam tersebut.
Misalnya tentang konsep khalifatullah fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan
pada masa pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.
Kebanyakan penduduk negara kita beragama Islam. Para ahli berpendapat bahwa agama
Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Agama dan kebudayaan Islam masuk
Indonesia melalui para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat (India), dan Cina.
Agama Islam berkembang dengan pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam dan peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Agama dan
kebudayaan Islam mewariskan banyak sekali peninggalan sejarah. Peninggalan-peninggalan
sejarah bercorak Islam antara lain masjid, kaligrafi, karya sastra, dan tradisi keagamaan. Berikut ini
akan dibahas satu per satu peninggalan sejarah Islam di Indonesia.

H. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia

Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang
khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah,
diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja
keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki
batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Ada beberapa pendapat mengenai masuknya islam ke Indonesia. Teori yang dapat dijadikan
sebagai acuan juga tidak hanya satu. Jadi memang datangnya agama islam ke Indonesia belum
diketahui secara pasti, ini dikarenakan kejadiannya telah berlangsung sejak dahulu. Sehingga orang
pada masa kini hanya bisa menerka-nerkan prosesnya. Namun bersamaan dengan itikad itu, kita
juga dapat memperoleh pelajaran mengenai masuknya islam ke Indonesia sehingga bisa
menambah wawasan dan memperkokoh iman islam kita.

Saran
Kami berharap, dengan adanya makalah ini pembaca akan mampu mengetahui tentang proses
masuknya agama islam di Indonesia serta mampu untuk menjelaskan proses masuknya islam ke
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai