Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TENTANG
“PENGOBATAN NABI”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : IX
KELAS
7D
JURUSAN FARMASI
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, Pencipta dan Pengatur Tunggal Alam
Semesta, dan hanya kepadaNya kami memohon perlindungan terhadap semua
urusan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “Pengobatan Nabi”.
Salawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda Rasulullah
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju
zaman yang serba modern dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat
sekarang ini.
Ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari tidak ada manusia yang sempurna. Penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para pembaca
untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mohon maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Pada masa dahulu dari uraian Ibn Khaldun yang terkandung dalam hadis
ilmu pengobatan Nabi sesungguhnya berasal dari ilmu Arab Badui yang
berlandaskan pengalaman yang panjang, namun tidak melalui percobaan yang
sistemik, dan oleh sebab itu tidak didasarkan pada hukum-hukum alam. Gagasan
logis mengenai asal-usul dan sifat menyeluruh literatur ini membutuhkan
sejumlah analisis mengenai awal perkembangan budaya Islam, terutama dari
perspektif sejarah pengobatan.
Pertama, menurut berbagai laporan para ahli sejarah ilmu pengobatan
Muslim, semasa hidup Rasulullah ada satu atau dua orang yang mengetahui tidak
hanya ilmu pengobatan Arab kuno, tetapi juga pengobatan ilmiah yang
dikembangkan di Gundaisyapur, Iran barat daya. Di sinilah penguasa Iran
Anusyirwan mengundang para ahli pengobatan Yunani dan India untuk mengajar
di sekolah tinggi pengobatan.
Dalam laporan berikut, beberapa karya di bidang ilmu pengobatan Nabi,
utamanya karya Abu Abudllah Muhammad Al-Dzahabi, seorang sejarahwan dan
ahli hadis terkemuka karena mengaitkan ilmu pengobatan dengan ajaran Islam,
sedangkan yang lainnya hanya menyodorkan hal pertama. Meskipun demikian,
sudah pasti sebagian besar tradisi pengobatan yang terkandung di dalam hadis
yang kemudian dikembangkan lebih jauh mengenai ilmu pengobatan Nabi
misalany saja, Ibn Qayyim Al-Jauziyah.
Lantas, apa yang bisa dikatakan tentang asal-usul dan penyebab
pertumbuhan ilmu pengobatan dalam islam?, apa yang mendorong kaum Muslim
menciptakan khazanah literatur dalam jumlah yang amat banyak, di samping
tradisi ilmiah pengobatan Islam? Salah satu jawabannya (yang misalnya
dianjurkan oleh Ullmann) adalah bahwa ortodoksi Islam ingin menentang sumber
pengobatan dari “Galen Jahiliah” dengan bersumber pada Rasullulalh. Jawaban
kedua adalah bahwa hal ini merupakan upaya sebagian ahli teologi untuk
menyediakan sejenis buku pegangan bagi orang-orang Muslim kebanyakan,
sebuah “buku mudah pengobatan” agar bisa bermanfaat bagi sebanyak mungkin
orang. Ketiga, hal ini bisa dianggap sebagai upaya untuk menstpiritualisasikan
ilmu pengobatan, guna memasukan nilai-nilai keagamaan ke dalamnya. Terakhir,
bisa dikatakan bahwa para ahli teologi, yang merupakan penentang keras filsafat
dengan tokoh-tokoh khasnya seperti Ibn Sinabete noire seorang filosof ortodoks
dan juga pakar pengobatan terkemuka pada abad pertengahan sangat bersemangat
untuk merebut ilmu pengobatan dari tangan mereka dan mengislamisasikan ilmu
ini dengan melepaskan dari filsafat dengan segala asumsi.
Al-Dzhabi menyatakan dalam pengantar bukunya Al-Tahibb Al-Nabawi
(Ilmu Pengobatan Nabi), “Saya mencari petunjuk dari Allah istilah khasnya
adalah shalat istikharah, yang bermakna bahwa sebelum melakukan sesuatu
pekerjaan yang sangat penting seseorang harus berwudhu, shalat dan berdoa
kepada Allah, kemudian beristirahat, relaks, atau tidur sehingga Allah akan
mengilhami keputusan yang benar dalam perkirannya mengenai perbuatan
kumpulan sunnah Rasullullah tentang pengobatan dan tradisi para dokter medis
dalam menjaga kesehatan dan mengobati penyakit.
Ilmu pengobatan Nabi berkaitan dengan prinsip-prinsip menyeluruh
sedangakan pengobatan ilmiah berkaitan dengan hal-hal detail. Makna pernyataan
ini mungkin tersirat dalam pendapat Ibn Qayyim mengenai hakikat manusia yang
tidak sekedar tubuh saja, tetapi juga memiliki entitas mental-spiritual. Bagi
Dzahabi, shalat yang membawa perubahan sikap fisik tertentu memiliki empat
manfaat-spiritual, psikologis, fisik, dan moral.
Shalat bisa menyebuhkan penyakit jantung, perut dan usus. Ada tiga
alasan mengenai hal ini, Pertama, sholat merupakan bentuk ibadah yang
diperintahkan oleh Allah, Kedua, shalat memiliki manfaat psikologis karena bisa
mengalihkan perhatian pikiran dari rasa sakit dengan jalan memperkuat tenaga
pengusir rasa sakit. Ketiga, di samping konsentrasi pikiran, dalam shalat terdapat
pula pelatihan fisik. Shalat terdiri dari serangkaian gerak tubuh meliputi berdiri
tegak, ruku’, sujud, relaksasi dan konsentrasi, serta sebagian besar organ tubuh
dalam kondisi relaks.
Berikut diuraikan beberapa efek medis dari shalat, di antaranya :
1. Takbiratul ihram dapat menguatkan otot lengan dan melancarkan aliran darah.
2. Ruku’ dapat mengembalikan fungsi tulang belakang.
3. I’tidal dapat melancarkan percernaan
4. Sujud mengalirkan oksigen, menguatkan daya pikir, memudahkan persalinan
dan meningkatkan kesuburan.
5. Duduk di antara dua sujud dapat menghindari kelumpuhan dan mencegah
impotensi.
6. Salam merupakan relaksasi otot leher dan mengencangkan kulit wajah.
Setelah menjelaskan secara mendetail keuntungan fisik berbagai sikap
shalat, Al-Dzahabi melanjutkan : shalat sering melahirkan kebahagian dan
ketegangan pikiran, menyingkirkan rasa cemas dan memadamkan api kemarahan.
Shalat meningkatkan kecintaan akan kebenaran dan kerendahan hati di hadapan
manusia, memperlunak hati, menumbuhkan rasa cinta, rasa maaf, dan
memadamkan sifat pendendam. Keterpaduan aspek kesehatan pada diri seseorang
secara menyeluruh ini spiritual, fisik dan moral adalah hakikat pesan dari yang
disebut ilmu pengobatan nabi.
Motivasi kedua di balik ilmu pengobatan Nabi adalah demi memudahkan
masyarakat umum untuk mengetahui tindakan pencegahan dan penyembuhan
secara praktis. Motivasi ketiga munculnya literatur ilmu pengobatan Nabi, yaitu
untuk memasukan nilai religius yang tinggi di dalamnya dan membawanya ke
pusat keimanan .
Berbagai hadis yang telah dikutip memberi pesan bahwa penyakit dan rasa
sakit mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai cobaan Allah, sebagai penghapusan
dosa, dan sebagai pahala di kemudian hari, terutama dalam kehidupan setelah
matai, asalakan orang bersangkutan menanggung penderitaan itu dengan sabar
dan tabah. Karya-karya mengenai ilmu pengobatan Nabi memberikan perspektif-
perspektif baru. Misalnya penyakit bisa membuat si penderita bertobat dari
perbuatan maksiat dan dengan demikian, memberi dampak pada perubahan
prilaku.
Disisi lain, ditemukan pula dalam literatur ilmu pengobatan Nabi ini yang
menyatakan hal sebaliknya : mensyukuri kesehatan sebagai karunia Allah
terbesar setelah imam, dan sebenarnya menperkuat keimanan. Al-Dzahabi
mengatakan dalam bukunya Al-Thibb Al-Nabawi, setelah (keimanan) Islam,
kesehatan adalah karunia terbaik yang dilimpahkan Allah kepada manusia karena
tanpa itu manusia tidak dapat menjalankan utusan hidupnya dengan baik dan juga
tidak dapat menjalankan urusan hidupnya dengan baik dan juga tidak dapat
menjalankan perintah Allah dengan baik pula. Sesungguhnya, tidak ada kebaikan
sebagaimana kesehatan.
Nabi Musa AS
Nabi Musa tidak lepas dari sifat kemanusiaannya yang merupakan
sunnatulloh yaitu sakit. Beliau pernah sakit lalu memetik sehelai daun yang
diniatkan sebagai obat yang hakikatnya Allah menyembuhkan kemudian di
tempelkannya daun tersebut pada anggota tubuh yang sakit, karena mukjizatnya
seketika itu sembuh. Dan kedua kali nya beliau sakit kemudian memetik sehelai
daun secara spontanitas tanpa diniatkan sebagai obat yang hakikatnya Allah Sang
Penyembuh maka ketika itu sakitnya tidak sembuh.
KONSEP PENGOBATAN
Dalam Sahih Al-Bukhari diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu
Abbas, dari Nabi SAW.,
“Kesembuhan itu ada 3, dengan meminumkan madu (bisyurbata ‘asala),
sayatan pisau bekam (syurthota mihjam), dan dengan besi panas (kayta naar) dan
aku melarang umatku melakukan pengobatan dengan besi panas.”
“Gunakanlah 2 penyembuh; Al-Quran dan madu.” (HR. ath-Thabrani
dari Abu Hurairah)
Masih banyak dalil sahih yang menjelaskan pengobatan Nabawi. Tetapi dari
cuplikan 2 hadis tersebut dapat diketahui bahwa pengobatan yang dianjurkan oleh
Rasullullah SAW. adalah Al-Quran, madu, dan bekam (sayatan pisau/bekam).
Akan tetapi, Rasulullah melarang melakukan pengobatan dengan besi panas.
PRINSIP-PRINSIP PENGOBATAN
Di dalam penyembuhan penyakit ala Rasulullah SAW., diterapkan tertentu
sebagai pedoman yang perlu diketahui dan dilaksanakan.
KAIDAH PENGOBATAN
Menurut Ibnu Qayyim, kaidah pengobatan ada tiga jenis, yaitu;
1. Menjaga Kesehatan
“Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah (2) : 184)
Allah membolehkan seorang musafir untuk tidak berpuasa, demi menjaga
kesehatan dan kekuatan fisiknya serta hal-hal yang dapat melemahkannya.
2. Peringanan
Allah berfirman,
“Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia
bercukur), maka wajiblah baginya berfidyah, yaitu berpuasa atau besedekah atau
berkorban.” (Qs. Al-Baqarah (2) : 196)
Ayat di atas mempunyai maksud bahwa Allah SWT. membolehkan orang
sakit atau orang yang di kepalanya ada luka, baik disebabkan kutu atau gatal-gatal
untuk mencukur rambutnya saat ihram.
3. Preventif
Allah SWT. berfirman,
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (Qs. an-
Nisa (4) : 43)
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah SWT. membolehkan orang sakit
menggunakan debu sebagai pengganti air, sebagai tindakan preventif baginya,
agar badannya tidak kena sesuatu yang menyebabkan sakit.
Semua tata cara hidup sehat ala Rasulullah merupakan tindakan preventif
yang beliau ajarkan kepada umatnya. Diantaranya: