PEMBAHASAN
34
dan tenggorokan yang berlangsung kronik atau sering berulang, obstruksi tuba,
pembentukan jaringan ikat, penebalan mukosa, polip, adanya jaringan granulasi,
timpanosklerosis, OMSK juga lebih mudah terjadi pada orang yang pernah
terkena penyakit telinga pada masa kanak-kanak, perforasi membran timpani
persisten, terjadinya metaplasia pada telinga tengah, otitis media yang virulen,
memiliki alergi, keadaan imunitas yang menurun.
Pasien didiagnosis menderita OMSK tipe benigna karena telinga
mengeluarkan sekret secara intermiten dan pada pemeriksaan fisik ditemukannya
membran timpani yang mengalami perforasi sentral tanpa terbentuknya
kolesteatoma, jaringan granulasi, destruksi ke tulang ataupun adanya komplikasi
lain.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3%
diberikan untuk 3-5 hari. Nanti setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga
yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Karena obat tetes telinga banyak
yang memiliki efek samping ototoksik, maka tetes telinga dianjurkan hanya
dipakai 1 atau 2 minggu dan pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat
diberikan antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap
Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat.
Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik ialah berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. Pada pasien ini, diberikan Cefixime 2x ½ cth
syr/oral. Selain itu, juga diberikan anti histamin cetirizin 1 x ¼ cth syr/oral. Bila
sekret telah kering namun perforasi menetap setelah observasi selama 2 bulan
maka sebaiknya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan
menghentikan infeksi dan memperbaiki membran timpani yang ruptur sehingga
fungsi pendengaran membaik dan komplikasi tidak terjadi.
35
DAFTAR PUSTAKA
2. WHO. 2004. Chronic suppurative otitis media burden off illness and
management options. Child and Adolescent Health and Development
Prevention of Blindness and Deafness. Geneva Switzerland.
4. Farida et al. 2009. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis
Media Supuratif Kronik Tipe Benigna. Makassar : Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanudin
5. Djaafar ZA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala leher. Edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
6. AdamsGL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta: EGC
36