Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh :
Adi Kusnadi
Alip Atika Utama
Cecep Hardi Sukmayadi
Gita Nur Pitri
Ibrahim Wiguna
Muhamad Ardi Hidayat
Ridwansyah
Sekar Ayuning Srikandi

KELAS: TI-RP-19B

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI BANDUNG


TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdullilah kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat meyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Tata Tulis dan Komunikasi Ilmiah dengan judul “Pancasila dalam konteks
sejarah perjuangan bangsa”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang memberikan saran serta kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami pun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan dan pengalaman kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Akhir kata, kami berharap semoga isi dari makalah kami dapat memberikan manfaat bagi
rekan-rekan semua.

Bandung, Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia (RI). Sebelum disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia. Sejak zaman
dahulu, sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara, nilainilai itu telah ada dan melekat dalam
kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup masyarakat. Nilai-nilai itu diangkat dan
dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat negara
Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal dilakukan dalam sidang-sidang
BPUPKI pertama, sidang Panitia “9”, sidang BPUPKI kedua, dan akhirnya disahkan secara yuridis
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan. Dalam kenyataannya, secara objektif nilai Pancasila telah
dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman sebelum mendirikan negara. Terbentuknya negara dan
bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, yaitu sejak zaman batu
kemudian timbulnya kerajaankerajaan pada abad IV dan abad V. Dasar negara kebangsaan
Indonesia ini mulai tampak pada abad VII, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di bawah wangsa
Syailendra di Palembang. Diteruskan pula pada masa Kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa
Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang kemerdekaan
bangsa, antara lain para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian
dicetuskan pada Sumpah Pemuda tahun 1928. Akhirnya, titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa
Indonesia dalam mendirikan negara tercapai dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945.
B. Rumusan Masalah

 Bagaimana nilai-nilai Pancasila pada masa kejayaan ?


 Bagaimana perjuangan bangsa Indonesia melawan sistem penjajahan ?
 Bagaimana proses terjadinya Proklamasi Kemerdekaan 1945 ?

C. Tujuan

 Dapat memahami nilai-nilai Pancasila pada masa kejayaan.


 Dapat memahami perjuangan bangsa Indonesia melawan sistem penjajahan.
 Dapat memahami pproses terjadinya Proklamsi Kemerdekaan 1945.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Unsur-Unsur Pembentukan Nilai-Nilai Pancaslla


Dalam berbagai kesempatan sering terdengar bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi
Indonesia sendiri atau dari budaya bangsa sendiri. Terhadap pernyataan ini tentunya harus dapat
dibuktikan bahwa pernyataan iu memang secara historis benar adanya bukan hanya sekedar isapan
jempol belaka.
Unsur pembentuk nilai-nilai Pancasila dalam sejarah kebudayaan bangsa Indonesia dapat
dibagi ke dalam berbagai periode antara lain pengaruh kebudayaan asli/awal, pengaruh
kebudayaan Hindu dan Budha, Pengaruh budaya Islam, pengaruh budaya Barat/kolonialisme,
pengaruh pencarian bentuk Kebudayaan Nasional Indonesia, yang dipenganuhi oleh paham
Individualisme Maxisme, Islamisme, dan Nasionalisme

a. Unsur Nilai Pancasila pada Zaman Pengaruh Kebudayaan awal/asli

Para ahli sejarah dan antropologi dapat memperlihatkan bahwa sebelum kebudayaan Hindu
masuk dan berkembang di Indonesia, berbagai suku bangsa Indonesia telah mengenal unsur-
unsur pembentukan Pancasila. Nilai-nilai kehidupan yang dapat disebut sebagai embrio nilai-
nilai Pancasila ternyata memang sudah nampak pada tahap perkembangan ini.
Kalau dimulai dari unsur-unsur yang relevan dengan sila l, pada masa sebelum kebudayaan
Hindu berpengaruh, orang Indonesia telah mengenal pengakuan dan pemujaan kepada sesuatu
kekuatan yang mengatasi manusia dalam segala aspeknya, bukan sekedar animisme. Di
Kalimantan misalnya orang mengenal sebutan Tuh sebagai intisari kepercayaan terhadap
kekuatan yang mengatasi manusia yang kemudian menurun menjadi Tuhan dan kemudian
menjadi Ketuhanan (M.Yamin). Di Jawa, orang mengenal sebutan Hyang Paring Gesang
sedangkan di Tapanuli mengenal sebutan Ompu Debata.
Rasa kemanusiaan ditunjukkan dengan kesediaan bangsa Indonesia untuk bergaul dengan
berbagai orang dari negeri jauh, sehingga tertbuka jalan untuk masuknya kebudayaan luar. Dari
penelitian sejarah dapat diketahui bahwa pada zaman kuno hubungan antar bangsa sudah ada.
Kebudayaan Hindu dapat dengan mudah masuk justru karena adanya sikap terbuka dari orang-
orang Indonesia pada zaman dulu.
Pada awal peradaban di Indonesia, manusia hidup dalam kesatuan-kesatuan keil yang
kemudian disebut suku. Mereka hidup dalan kesatuan atau ikatan suku itu. Karena tanah
masihluas dan cara hidup yang masih sederhana mereka lebih mudah berpindah, mobilitasnnya
tinggi. Ikatan dengan tanah tempat ünggal masih longgar.
Penelitian antropologi menunjukkan bahwa ikatan sukudijiwai oleh semangat
kekeluargaan yang besar, yang dalam bahasa asing disebut komunal. Masyarakat suku
menggunakan cara berunding, berembug atau musyawarah untuk menghadapi suatu persoalan.
Masyarakat Lombok mengenal istilah begundem. Semangatkekeluargaan juga nampak dalam
pembangunan dengan istilah gotong royong atau mapalus (Manado). Dengan ini mereka
melaksanakan kesatuan karya untuk menciptakan kesejahteraan sosial.
Organisasi masyarakat betapapun kecilnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi para warganya. Hak milik atas tanah yang bersifat komunal idak terlepas dari tujuan di
atas. Begitu juga pembuatan rumah-rumah besar untuk keluarga, pasti dengan maksud untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama. Hal ini nampak pada masyarakat Mentawai, Dayak,
Toraja maupun Irian. Bahkan rumah-rumah keluarga Jawa dahulu besar-besar juga. Untuk
menyelesaikan pekerjaan ini warga masyarakat bergotong royong.
Uraian di atas menunjukkan unsur-unsur asli yang nanti akan berkembang sejalan dengan
berkembangnya peradaban manusia Indonesia. Unsur ini sebenarnya bersifat universal, semua
bangsa di dunia ini mengalami tahap-tahap yang demikian itu.

b. Unsur Nilai Pancasila pada Zaman Pengaruh Kebudayaan Hindu dan Budha

Dengan pengaruh agama Hindu, orang Indonesia mengalami perkembangan, mereka


secara lebih nyata memuja kekuatan yang mengatasi persoalan manusia, yang tidak lagi tanpa
bentuk tetapi sudah tampak seperti Brahma, Wishnu, dan Syiwa atau Adi Budha dalam paham
Budha.
Pergaulan antar bangsa yang makin intensif, antara lain dengan orang India dan Cina
menunjukkan kemanusiaan yang makin berkembang. Orang Indonesia menerima kehadiran
orang asing untuk berkarya di sini. Kemudian juga terjadi perkawinan antar bangsa. Orang dari
daerah bahkan negeri lain dapat diterima menjadi raja, misalnya pada kisah Ajisaka.
Pengaruh Hindu menyebabkan timbulnya ikatan masyarakat Imru yaitu kerajaan. Ikatan
warga mesayarakat diperluas sedangkan ikatan dengan tanah diperkuat. Batas wilayah kerajaan
lebih nyata daripada batas wilayah kesukuan pada masa sebelumnya. Sikap mempertahankan
daerah sendiri yang disebut dengan tanah air sering diperlihatkan dalam peperangan.
Meskipun kedudukan orang yang satu dibatasi oleh aturan sosial tertentu yaitu Kasta, akan
tetapi musyawarah masih dijalankan. Raja memiliki dewan penasihat, sementara di kalangan
masyarakat yang jauh dari istana, kebiasaan lama dalam masyarakat komunal masih hidup.
Namun demikian pengaruh Hindu tidak tersebar rata di Indonesia.
Meski berkembang sikap mengabdi kepada raja, yang dianggap dewa atau keturunannya,
kesejahteraan umum nampak tetap mendapat perhatian, bahkan juga dari para raja. Irii nampak
dari kegiatan pembangunan bendungan, tanggul, pembebasan desa tertentu dari pajak karena
memberi jasa penyeberangan di sungai tertentu. Semua ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang
menjadi embrio Pancasila tetap bertahan.
Keberadaan orang Indonesia bersama orangdari luarkhususnya Cina, penganut agama
Hindu dan Budha memperlihatkan sikap persaudaran mereka. Begitu juga yang terjadi di daerah
yang berdekatan atau malah dalam satu daerah (negara). Mereka memperlihatkan adanya
toleransi antar penduduk. Ini terlihat dari letak bangunan Hindu dan Budha yang berdekatan,
juga terlihat arah sinkretisme antara kedua agama tersebut seperti yang tergambar dalam relief
candi Borobudur dan Mendut, perkawinan raja dengan putri beragama lain, pemberian gelar
raja Kertagama sebagai Batara Syiwa-Budha. Yang mungkin menandai puncak sinkretisme
adalah gambaran Tantular dalam Sutasoma (k1360) yang menyatakan bahwa zaman Majapahit
hiduplah suasana Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangnoa (meskipun berbeda tetapi
tetap satu tiada perpecahan dalam agama).

c. Unsur Nilai Pancasila Pada Zaman Pengaruh Budaya Islam


Pengaruh Islam di Indonesia nampak nyata pada ahir abad XI11 seperti tertulis pada nisan
Sultan Malik A1 Saleh dari Pasai. Akan tetapi pengenalan agama Islam ke Indonesia sudah
lebih awal (abad ke-6). Meskipun demikian perkembangan Islam di Indonesia baru menjadi
luas setelah runtuhnya Majapahit pada abad XV.
Pengaruh pertama dari penyebaran Islam di Indonesia adalah berkembangnya agama baru,
yang mengubah pemujaan dewa menjadi pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (ajaran
tauhid). Agama Islam memang telah menyebar ke seluruh Indonesia dan orang yang dulu
beragama Hindu atau Budha telah menjadi Islam. Namun sebagian penganut Hindu atau Budha
masih ada yang bertahan. Mereka mengundurkan diri ke daerah masyarakat Tengger di Jawa
Timur atau pindah ke daerah lain seperti Bali.
Meski agama Islam telah tersebar, tetapi taraf keislaman orang berbeda-beda. H.M.S.
Mintaredja pernah mengemukakan bahwa sampai masa Orde Baru dari jumlah orang Indonesia
yang mangaku beragama Islam hanya 20% saja yang taat. Muhammadiyah menyebutkan 25%
pada tahun 1985.
Orang Indonesia yang telah beragama Islam sanggup bekerja sama dengan orang yang
menganut agama lain. Sejauh yang menganut agama tidak ada halangan untuk bekerjasama
khususnya dalam perdagangan antar bangsa. Misalnya VOC dengan Sultan Haji dari Banten,
VOC dengan Sultan Mataram. Dalam urusan pemberangkatan haji oleh VOC ban EIC.
Kecintaan terhadap kelompok sosial dan daerah (negara) terus berkembang. Pada masa
perkembangan agama Islam muncul juga kekuatan dari Barat yang sering mengancam
kebebasan maka semangat cinta kelompok dan daerah bertambah dengan semangat
mempertahankan kebebasan.
Pengaruh Islam terhadap sifat kerakyatan, disatu pihak Islam mengangkat derajat orang
bawahan dengan ajaran Ukhuwah Islamiyah. Di sisi lain terdapat berkembangnya kerajaan
feodal yang rajanya berkuasa secara absolut seperti yang terjadi pada kerajaan Islam di Jawa.
Islam memang mengajarkan perbuatan amal (kebaikan) dan zakat fitrah (pemberian yang
diwajibkan). Akan tetapi politik raja-raja lslam sering menjauhkan rakyat dari kemungkinan
beramal dan berzakat, karena banyak peperangan yang dilakukan, sering dijumpai desa yang
dihuni keluarga miskin, tanah pertanian yang terlantar karena ditinggal ikut perang.
d. Unsur Nilai Pancasila pada Zaman Pengaruh Budaya Barat / Kolonialisme
Orang Barat mulai memasuki Indonesia pada abad XVI meski pada abad sebelumnya sudah
ada yang datang ke Indonesia, seperti Marcopolo. Abad XV dan XVI memang dikenal sebagai
abad penjajahan karena orang Barat dengan keberanian dan kecerdikannya menjelajah berbagai
samudra untuk menemukan negeri baru.
Penjajahan ini dilatarbelakangi berbagai faktor seperti perdagangan, penyebaran agama
maupun sekedar petualangan. Nafsu menjajah merupakan efek sampingan dari penjajahan itu.
Sikap bersahabat selalu diperlihatkan oleh orang Indonesia dalam menghadapi kedatangan
orang asing. Namun, karena kemudian mereka melakukan tindakan untuk menguasai negara,
maka sikap bersahabat berubah menjadi memusuhi. Terbukti dengan adanya peperangan sejak
abad XVI sampai awal abad XX.
Meskipun demikian bukan berarti kedatangan orang Barat hanya membawa kesulitan bagi
bangsa Indonesia, orang Barat kemudian juga menjadi perantara berkembangan agama Kristen
(Katolik dan Protestan) yang sebenarnya agama itu lahir di dunia timur. Dari segi budaya
berkembangnya agama Kristen dianggap memperkaya khasanah budaya bangsa Indonesia.
Di lain pihak orang Barat juga memperkenalkan unsur budaya yang lebih konkret misalnya
macam pakaian, cara bertani, alat transportasi modern atau teknologi pada umumnya. Secara
abstrak terdapat berbagai ide kenegaraan dan kemasyarakatan. Tak kalah pentingnya adalah
pengenalan pendidikan Barat yang dipandang sebagai pendidikan modern.
Suka atau tidak, kesatuan nasional yang ada sekarang ini dirintis dari kesatuan kolonial.
Situasi dan kondisi penjajahan memberi peluang juga bagi integrasi nasional yang secara
bertahap (Ian pasti memberi jalan bagi pembentukan bangsa Indonesia dalam pengertian politik
seperti sekarang.
Pembentukan bangsa Indonesia memang melewati tahap perjuangan, mereka sadar bahwa
perubahan status dari orang jajahan menjadi merdeka hanya dapat dicapai dengan bangsa yang
satu. Hanya dengan perjuanganlah nasib ekonomi rakyat tlapat diperbaiki. Menuju
pembentukan masyarakat baru yang adil dan makmur.
Pergerakan kebangsaan bukan saja bertujuan merebut kemerdekaan tetapi bertujuan juga
untuk menciptakan suasana kehidupan baru yang demokratis seperti di negara Eropa. Semangat
kepriyayian dan feodalisme merupakan hal yang ditolak. Meskipunpemerintah jajahan berusaha
menindas pergerakan kebangsaan, namun pergerakan itu tetap tumbuh dan sanggup
mempersenjatai tliri dengan berbagai ide (pemikiran) yang berasal dari Barat seperti halnya
kesamaan dan kebebasan, demokrasi, nasionalisme dan sosialisme dalam konsep yang modern.
e. Unsur Nilai Pancasila pada Zaman Pencarian Bentuk Kebudayaan Nasional Indonesia
(Pengaruh Paham Maxisme, Islamisme dan Nasionalisme)
Kebangkitan nasional ditandai dengan berdirinya Budi Utomo yang mempelopori
berdirinya organisasi lain seperti:
1. Yang bercorak Nasionalis: Indische Partij (1912), Indische Vereeniging (1908) yang
kemudian menjadi Indonesische Vereeniging (1922) dan Perhimpunan Indonesia (1925).
PNI (1327), Partindo dan PNI baru (1931) yang kemudian berfusi dengan BU menjadi
Parindra (1935). Semua partai ini menghendaki negara kebangsaan yang bercorak sekuler
(memisahkan agama dari urusan negara).
2. Yang bercorak Islam: Sarekat Dagang Islam (1311) yang kemudian menjadi Sarekat Islam
(1312) dan Partai Sarikat lslam Indonesia (1330), Mohammadiyah (1912), Partai Islam
Indonesia (1 331). Mereka menghendaki negara merdeka berdasarkan Islam.
3. Yang bercorak Marxis: ISDV (1314) yang pada tahun 1320 menjadi PKI atau lSDP (Indische
Sodaal Democratische Partij. 1918), PKI menghendaki negara komunis, sementara SDAP
menghendaki negara sosialis yang dermokratik.
Dari uraian di atas nampak bahwa pada zaman penjajahan Belanda berkembang 3 (tiga)
paham politik, yaitu Nasionalisme murni, Islamisme dan Marxisme. Pada tahun 1923 muncul
satu partai lagi PPKD (Perkumpulan Politik Katolik Djawi atau Perkumpulan Politik Katolik
Indonesia). Asas Katolik memang menjiwai perkumpulan ini tapi ia dapat digolongkan dalam
menjiwai perkup arena memang memperjuangkan paham kebangsaan murni karena memang
memperjuangkan negara kebangsaan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa negara Indonesia
memang bhinneka tetapi pengalaman sejarah telah menjadikan tunggal dalam kebangsaan
seperti yang dinyatakan oleh para pemuda dalam Sumpah Pemuda tahun 1928.
Masing-masing pergerakan tersebut menemukan sifat kebangsaan mereka yang
berkemanusiaan, sehinggaberbagai unsur kesukuan dan ras tidak menjadi faktor penghalang.
Dari tujuan yang hendak dicapai dapat diternukan perjuangan mereka untukmembentuk
masyarakat yang sejahtera bagi seluruh anggotanya untuk mewujudkan keadilan sosial. Oleh
karena itu, mereka menginginkan bentuk yang demokratis, yang menyertakan rakyat di dalam
pemerintahan. Ini menunjukkan pandangan politik yang modern. Dengan demikian jiwa
keagamaan tidaklah lenyap, sehingga sampai pada kesimpulan dirumuskan menjadi Ketuhanan
Yang Maha Esa. Dengan kata lain semangat modernisasi ini tidak mengesampingkan kehidupan
rohani.

B. Makna Pancasila dari masa ke masa


a. Zaman Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti
berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut, dapat diketahui bahwa Raja
Mulawarman merupakan keturunan dari Raja Aswawarman dan Raja Arwawarman merupakan
keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman, menurut prasasti tersebut, mengadakan kenduri
dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan mereka membangun yupa sebagai tanda
terima kasih kepada raja yang dermawan.3 Masyarakat Kutai yang membuka zaman sejarah
Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan dalam
bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
b. Zaman Sriwijaya
Menurut Mr. Muhammad Yamin, bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama, zaman
Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600–1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara
kebangsaan zaman Majapahit (1293–1525) yang bercirikan keprabuan. Kedua tahap ini
merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu
negara Indonesia merdeka (sekarang negara Proklamasi 17 Agustus 1945).4
c. Zaman Kerajaan-Kerajaan Sebelum Majapahit
Sebelum Majapahit muncul sebagai kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme,
telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Misalnya,
Kerajaan Kalingga pada abad VII, Sanjaya pada abad VIII yang ikut membantu membangun
Candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah Wihara untuk pendeta Buddha yang didirikan di
Jawa Tengah bersama dinasti Syailendra (abad VII dan IX). Refleksi puncak budaya dari Jawa
Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur
(candi agama Buddha pada abad IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad X).
d. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah Kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada
pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh laksamana
Nala dalam memimpin armadanya menguasai Nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa
jayanya membentang dari Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat
melalui Kalimantan Utara. Pada waktu itu, agama Hindu dan Buddha, hidup berdampingan
dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam
kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma,
dan di dalam buku itulah kita jumpai slogan persatuan nasional “Bhineka Tunggal Ika”, yang
bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangnia”, artinya walaupun
berbeda, namun satu tujuan adanya; sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda.
Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan
Buddha. Bahkan salah satu bawahan kekuasaannya, Samudra Pasai justru telah memeluk agama
Islam. Toleransi positif dalam bidang agama dijunjung tinggi sejak masa bahari yang telah
silam.
e. Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka agama Islam berkembang
dengan pesat. Bersamaan dengan itu, berkembang pula kerajaankerajaan Islam, seperti
Kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di Nusantara. Mereka itu antara
lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat
tanaman rempah. Bangsa Eropa yang pertama datang ke Indonesia untuk berdagang adalah
orang-orang Portugis. Namun lama-kelamaan bangsa Portugis mulai menunjukkan peranannya
dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktik penjajahan, misalnya Malaka sejak
tahun 1511 telah dikuasai oleh Portugis. Pada akhir abad XVI bangsa Belanda datang pula ke
Indonesia dengan menempuh jalan yang penuh kesulitan. Untuk menghindarkan persaingan di
antara mereka sendiri (Belanda), kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang
yang bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yang di kalangan rakyat dikenal
dengan istilah ‘kompeni’. Praktik-praktik VOC mulai kelihatan penuh paksaan-paksaan
sehingga rakyat mulai melakukan perlawanan. Kerajaan Mataram di bawah pemerintahan
Sultan Agung (1613–1645) berupaya mengadakan perlawanan dan menyerang ke Batavia pada
tahun 1628 dan 1929. Walaupun tidak berhasil meruntuhkan, Gubernur Jenderal J.P. Coen
tewas dalam serangan Sultan Agung yang kedua itu.
f. Kebangkitan Nasional
Pada abad XX di panggung politik internasional terjadi pergolakan kebangkitan Dunia
Timur, dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Beberapa di antaranya yaitu
Republik Filipina (1898), yang dipelopori Joze Rizal; kemenangan Jepang atas Rusia (1905);
gerakan Sun Yat Sen dengan Republik Cina (1911); dan Partai Kongres di India dengan tokoh
Tilak dan Gandhi. Begitu pun di Indonesia, bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa
yaitu Kebangkitan Nasional (1908) dipelopori dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi
Utomonya. Gerakan ini merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa
yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri.
g. Sidang BPUPKI Pertama
Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari. Berturut-turut yang tampil untuk
berpidato menyampaikan usulannya dalam sidang tersebut, yaitu (a) tanggal 29 Mei 1945, Mr.
Muh. Yamin; (b) tanggal 31 Mei 1945, Prof. Soepomo; dan (c) tanggal 1 Juni 1945, Ir.
Soekarno.
a) Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan
dasar negara Indonesia sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan, 2) Peri Kemanusiaan, 3) Peri
Ketuhanan, 4) Peri Kerakyatan (a. Permusyawaratan, b. Perwakilan, c. Kebijaksanaan), dan
5) Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial). Selain usulan tersebut, pada akhir pidatonya Mr.
Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai lampiran, yaitu suatu rancangan usulan sementara
berisi rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan Pembukaan yang berbunyi:
“Untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan,
persatuan Indonesia, dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.5
b) Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Berbeda dengan usulan Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan
teori-teori negara sebagai berikut.
 Teori negara perseorangan (Individualis), sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes
(abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), H.J.
Laski (abad ke-20). Menurut paham ini, negara adalah masyarakat hukum (legal society)
yang disusun atas kontrak antara seluruh individu (social contract). Paham negara ini
banyak terdapat di Eropa dan Amerika.
 Paham negara kelas (Class theory) atau teori golongan. Teori ini sebagaimana diajarkan
oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara adalah alat dari suatu golongan (suatu kelas) untuk
menindas kelas lain. Negara kapitalis adalah alat untuk kaum borjuis, karena itu kaum
marxis menganjurkan untuk meraih kekuasaan agar kaum buruh dapat ganti menindas
kaum borjuis.
 Paham negara integralistik, yang diajarkan Spinoza, Adam Muller, dan Hegel (abad ke-
18 dan 19). Menurut paham ini, negara bukanlah untuk menjamin perseorangan atau
golongan, melainkan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu
persatuan. Negara adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, bagian atau
anggotanya saling berhubungan erat satu dengan lainnya dan merupakan kesatuan
organis. Menurut paham ini yang terpenting dalam negara adalah penghidupan bangsa
seluruhnya. Negara tidak memihak kepada golongan yang paling kuat atau yang paling
besar, tidak memandang kepentingan seseorang sebagai pusat, tetapi negara menjamin
keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu persatuan.6
c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya adalah pidato dari Ir.
Soekarno, yang disampaikan secara lisan tanpa teks. Beliau mengusulkan dasar negara yang
terdiri atas lima prinsip, yaitu: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2)
Internasionalisme (peri kemanusiaan), 3) Mufakat (demokrasi), 4) Kesejahteraan sosial, 5)
Ketuhanan Yang Maha Esa. Lima prinsip dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno
dinamai “Pancasila” atas saran teman beliau seorang ahli bahasa. Berikutnya, menurut
Soekarno kelima sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila” yang meliputi: (1) Sosio
nasionalisme yang merupakan sintesis dari Kebangsaan (nasionalisme) dengan Peri
kemanusiaan (internasionalisme), (2) Sosio demokrasi yang merupakan sintesis dari
Mufakat (demokrasi), dengan Kesejahteraan sosial, serta (3) Ketuhanan. Berikutnya beliau
juga mengusulkan bahwa “Tri Sila” dapat diperas menjadi “Eka Sila” yang intinya adalah
“gotong royong”. Beliau mengusulkan bahwa Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia atau theosophische grondslag, juga pandangan dunia
yang setingkat dengan aliranaliran besar dunia atau sebagai weltanschauung dan atas dasar
itulah didirikan negara Indonesia. Sangat menarik untuk dikaji bahwa usulan beliau ini selain
disampaikan secara lisan juga dalam uraiannya membandingkan dasar filsafat negara
‘Pancasila’ dengan ideologi-ideologi basis dunia, seperti liberalisme, komunisme,
chauvinisme, dan kosmopolitisme serta ideologi besar dunia lainnya.7
h. Sidang BPUPKI kedua (10–16 Juli 1945)
Sebelum sidang BPUPKI kedua dimulai, terjadi penambahan enam anggota baru Badan
Penyelidik, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Soerjo Hamidjojo, Muhammad Noor,
Besari, dan Abdul Kaffar. Selain itu, Ir. Soekarno yang merupakan Ketua Panitia Kecil
melaporkan hasil pertemuan yang dilakukan sejak 1 Juni yang telah lalu. Dalam laporan itu,
pada 22 Juni 1945, Ir. Soekarno mengadakan pertemuan antara Panitia Kecil dan anggota Badan
Penyelidik. Anggota yang hadir di dalam pertemuan itu berjumlah 38, yaitu anggota yang
bertempat tinggal di Jakarta dan anggota penyelidik yang merangkap menjadi anggota Tituoo
Sangi In dari luar Jakarta. Pertemuan ini diadakan di Gedung Kantor Besar Jawa Hooko Kai
(kantor tempat Bung Karno sebagai Honbucoo/Sekretaris Jenderal Hooko Kai). Mereka
membentuk panitia kecil terdiri atas sembilan orang atau “Panitia Sembilan” yang
beranggotakan Ir. Soekarno, Wachid Hasyim, Mr. Muh. Yamin, Mr. A.A. Maramis, Drs. Muh.
Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Kiai Abdul Kahar Muzakar, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan H.
Agus Salim.
i. Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPM
Kemenangan sekutu dalam Perang Dunia membawa hikmah bagi bangsa Indonesia.
Menurut pengumuman Nanpoo Gun (pemerintah tentara Jepang untuk seluruh daerah selatan)
tanggal 7 Agustus 1945 (Kan Poo No. 72/2605 k.11), pada pertengahan Agustus 1945 akan
dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Junbi Inkai. Untuk
mempersiapkan proklamasi tersebut maka pada tengah malam, Soekarno-Hatta pergi ke rumah
Laksamana Maeda di Jl. Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No. 1). Di sana
telah berkumpul di antaranya B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul
Saleh, dkk., untuk menegaskan agar pemerintah Jepang tidak campur tangan tentang
proklamasi. Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan pada
larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah, Sayuti Melik,
Dr. Buntaran, Mr. Iwa Kusumasumantri, dan beberapa anggota PPKI untuk merumuskan
redaksi naskah proklamasi. Pada pertemuan tersebut, akhirnya konsep Ir. Soekarno yang
diterima dan diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945
di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jumat, pukul 10.00 WIB, Bung Karno dengan
didampingi Bung Hatta membacakan naskah proklamasi yang berbunyi sebagai berikut.
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang
mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
j. Sidang PPKI
Keesokannya setelah hari proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan
sidang yang pertama. Sebelum sidang resmi dimulai, kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan
untuk membahas beberapa perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah Pembukaan
UUD 1945 yang pada saat itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta, terutama yang menyangkut
perubahan sila pertama Pancasila. Di dalam pertemuan tersebut, para pendiri negara kita
bermusyawarah dengan moral yang luhur sehingga mencapai suatu kesepakatan, dan akhirnya
disempurnakan sebagaimana naskah Pembukaan UUD 1945 sekarang ini.
a) Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai
berikut.
 Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi:
o Setelah melakukan beberapa perubahan pada “Piagam Jakarta” yang kemudian
berfungsi sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
o Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik
pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan
dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai UUD 1945.
 Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama.
 Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah
darurat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses
yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tetapi bangsa Indonesia
lahir dari sejarah dan kebudayaannya yang tua, melalui gemilangnya kerajaan-kerajaan di
Indonesia, kemudian mengalami masa penjajahan tiga setengah abad, sampai akhirnya bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah
perjuanganbangsa untuk merebut kembali kemerdekaan nasionalnya sama tuanya dengan sejarah
penjajajahan itu sendiri.Berbagai babak sejarah telah dilampaui dan berbagai jalan telah ditempuh
dengan cara yang berbeda-beda, mulai dengan cara yang lunak sampai cara yang keras, mulaidari
gerakan kaum cendikiawan yang terbatas sampai pada gerakan yang menghimpun kekuatan rakyat
banyak, mulai dari bidang pendidikan, kesenian daerah, perdagangansampai pada gerakan-gerakan
politik.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melalui perjuangan yang sangat panjang, menurut cara dan
jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa
lampau,tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang, yang secara keseluruhan
membentuk kepribadiannya sendiri. Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiaannya
sendiri, yang bersamaan dengan lahirnya bangsa dan negara itu,kepribadian itu ditetapkan sebagai
pandangan hidup dan dasar negara, "Pancasila".

B. Saran

Mengingat besarnya perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan, maka perlu
adanya kesadaran sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar
negara Republik Indonesia serta merasakan bahwa Pancasila adalah sumberkejiwaan masyarakat
dan negara Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam
kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan.Oleh karena itu, pengamalannya harus
dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan
berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. Dengan demikian Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa dan dasar negara akan mempunyai arti nyata bagi manusia Indonesia dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk itu, perlu usaha yang
sungguh-sungguh dan terus-menerus serta terpadu demi terlaksananya penghayatan dan
pengamalan nilai Pancasila tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Asep. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung : CV


Arvino Raya
Syamsudin, M, Dkk. 2009. Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila dalam
Konteks Keislaman dan Keindonesiaan. Yogyakarta : Total Media

Anda mungkin juga menyukai