Anda di halaman 1dari 7

Peran OJK dalam Fintech Illegal

1. LATAR BELAKANG

Hadirnya globalisasi di era millennium ini telah membawa dampak yang


besar di seluruh sektor kehidupan manusia, salah satunya adalah teknologi dan
internet. Teknologi dan internet memiliki peran yang begitu besar dalam
menunjang segala aktivitas kehidupan manusia. Pemanfaatan teknologi digital di
Indonesia yang sangat besar tentu saja memberikan dampak bagi beberapa sektor,
salah satunya adalah sektor bisnis atau industri bisnis yang kemudian melahirkan
perdagangan online atau e-commerce. Namun, dampak dari semakin pesatnya
perkembangan teknologi dan internet tidak hanya merambah industri perdagangan,
tetapi juga pada industri keuangan Indonesia. Berkaitan dengan penggunaan
teknologi informasi dan inovasi di sektor jasa keuangan di Indonesia, beragam
layanan keuangan yang memanfaatkan teknologi informasi atau yang disebut
sebagai Financial Technology (Fintech). Ini telah menjadi hal umum di masyarakat,
baik yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang diawasi oleh OJK (seperti
layanan pada bank, asuransi, asuransi, atau lembaga keuangan terdaftar lainnya)
maupun yang ditawarkan oleh perusahaan start-up (perusahaan yang belum
terdaftar dan diawasi oleh OJK.

OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
21 Tahun 2011. Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan
bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu
melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.

1
Melihat perkembangan dan potensi tersebut, maka Fintech diharapkan
dapat berperan sebagai pendukung untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan di
Indonesia. Untuk mengoptimalisasi peran tersebut, maka diperlukan kajian
mengenai bagaimana mencapai keseimbangan antara kemudahan dan fleksibilitas
layanan keuangan yang ditawarkan oleh Fintech dengan aspek perlindungan
konsumennya. Tanpa keseimbangan tersebut, Fintech justru berpotensi
mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan stabilitas
perekonomian. Harus dapat dipastikan agar pengguna Fintech memperoleh
perlindungan konsumen yang memadai, seperti penyediaan informasi yang lengkap
tentang karakterisktik dari produk dan layanan yang digunakannya, manfaat, risiko,
biaya, dan keamanan datanya.

Memperhatikan hal-hal di atas, maka OJK perlu untuk mengkaji


perkembangan regulasi dan pengawasan Fintech di Indonesia guna menyusun dan
mengimplementasikan pengaturan dan perlindungan konsumen terkait Fintech. Hal
ini dinilai penting mengingat pengembangan Fintech merupakan bagian dari peta
strategi OJK dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan. Dalam melakukan
perlindungan konsumen sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK memiliki peran dalam
melakukan edukasi dan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat. Pada
tahun 2016, OJK mengeluarkan peraturan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peraturan ini
kemudian menjadi panduan pelaksanaan bisnis Fintech.

2. PEMBAHASAN

OJK juga telah membentuk Forum Pakar Fintech (Fintech Advisory Forum)
sebagai wadah pengembangan arah industri Fintech, yang akan memfasilitasi dan
memastikan koordinasi antarlembaga, kementerian, dan pihak-pihak terkait dengan
pelaku start-up Fintech berjalan dengan lancar, konsisten dan konstruktif. Forum
Pakar Fintech ini beranggotakan individu- individu yang dinilai berkompeten di
bidang teknologi informasi dan dinamika dalam bidang inovasi digital keuangan.

2
Penyelenggaraan fintech tentunya diawasi oleh OJK, yaitu melalui
Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor
Jasa Keuangan sebagai ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan
industri fintech. Tapi ini bukan artinya semua fintech diawasi dan dijamin oleh
OJK, perusahaan fintech harus terdaftar dulu.

Begini tahapannya:
- Pencatatan kepada OJK untuk perusahaan Startup/non-LJK (Lembaga
Jasa Keuangan). Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk
permohonan pengujian Regulatory Sandbox. Sedangkan untuk LJK,
permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing
bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB).
- Proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun
dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan.
- Pendaftaran/perizinan kepada OJK.

Perkembangan sementara dari kajian yang dilakukan oleh OJK adalah


tersusunnya klasifikasi perusahaan Fintech yang masuk dalam kewenangan OJK
atau tidak, yang terdiri dari berbagai jenis usaha seperti perbankan, asuransi,
investasi, pembiayaan, pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd funding,
chanelling kredit dan lain sebagainya. Sedangkan klasifikasi perusahaan Fintech di
bidang sistem pembayaran akan diatur oleh Bank Indonesia.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator, OJK telah menerbitkan


peraturan terkait Fintech, sebagai berikut:

- OJK telah mengeluarkan POJK No. 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan


Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK P2P
Lending) yang kemudian memiliki peraturan turunan berupa Surat Edaran
OJK (SEOJK) nomor 18/ SEOJK.02/2017. POJK ini mengatur mengenai
salah satu jenis Fintech yang berkembang di Indonesia saat ini yaitu Peer-
to-Peer Lending (P2P Lending).

3
- OJK telah mengeluarkan ketentuan tentang pelaksanaan tata kelola dan
manajemen risiko Teknologi Informasi pada layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi dalam SEOJK Nomor : 18/ SEOJK.02/2017 yang
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 18 April 2017.

Pengaturan dan pengawasan menjadi sangat penting bagi keberlangsungan


Fintech yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan legalitas dari bisnis yang
dijalankan karena pada pelaksanaannya memiliki potensi risiko yakni berkaitan
dengan perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran
dan stabilitas ekonom. Tujuan pengaturan dan pengawasan oleh OJK adalah untuk
meminimalisir risiko tersebut dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan stabil.

Adanya fintech juga mendorong meningkatnya tindak kriminal dan illegal


yang dapat merugikan penggunanya. Seperti penipuan pada kasus investasi bodong,
tingginya bunga kredit dan lainnya. Kemudahan fintech ini banyak disalahgunakan
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memperkaya kepentingan
pribadi.
Adapun untuk masalah tindak ilegal dan kecurangan yang sering terjadi,
pemerintah bisa melakukan pengawasan lebih ketat. Sebagaimana dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menerbitkan peraturan Nomor tentang
77/POJK.01/2016 layanan pinjam meminjam basis TI. Selain itu, pemerintah juga
bisa memberikan edukasi bagi masyarakat terkait fintech dan antisipasi terhadap
tindak kecurangan yang mungkin terjadi.

Sebagai contoh kasus, menurut berita di detikfinance pada Sabtu, 02 Nov 2019
13:00 WIB yang ditulis oleh Sylke Febrina Laucereno, bahwa sejak awal tahun
hingga akhir Oktober 2019 sudah memblokir 1.773 aplikasi fintech abal-abal alias
yang tak mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemblokiran dilakukan karena banyak fintech yang mengancam dengan kekerasan,
memberikan bunga tinggi, biaya administrasi yang tinggi hingga penyebaran foto
pribadi. Meskipun sudah diblokir, peminjam yang sudah memiliki kewajiban

4
pembayaran utang, harus menuntaskan terlebih dahulu. Hal ini karena sudah ada
persetujuan sejak awal meminjam di aplikasi tersebut. Peminjam tak bisa lepas
dengan bebas. Pasalnya pihak aplikasi pasti memiliki data dan dia akan
menggunakan data tersebut untuk penagihan selanjutnya.
Karena hingga saat ini terdapat 127 fintech pinjaman online yang terdaftar di
OJK dan semua nasabahnya tidak ada yang merasa dirugikan. Bahkan yang
melakukan pinjaman untuk modal usaha terbantu mengembangkan bisnisnya.
Sementara yang kerap menjadi korban adalah masyarakat yang meminjam pada
perusahaan ilegal.
Dengan adanya hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga negara yang
mengawasi lembaga finansial yang ada di Indonesia menghimbau masyarakat
untuk melaporkan fintech ilegal yang dapat merugikan masyarakat.

Khusus yang berkaitan dengan aspek perlindungan Konsumen di sektor jasa


keuangan, OJK telah memiliki peraturan antara lain:

POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

 Penyelenggara wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi


terkini yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
 Penyelenggara juga wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat
yang sederhana dalam bahasa Indonesia yang mudah dibaca dan dimengerti
oleh Pengguna dalam setiap Dokumen Elektronik.
 Penyelenggara wajib memiliki standar prosedur operasional dalam
melayani Pengguna yang dimuat dalam Dokumen Elektronik.
 Penyelenggara dilarang dengan cara apa pun, memberikan data dan/atau
informasi mengenai Pengguna kepada pihak ketiga.

Adapun yang dilaksanakan oleh OJK untuk meningkatkan legitimasi


Fintech di Indonesia.
 Pertama, OJK ataupun regulator terkait dapat memberlakukan trustmark
(dapat berupa logo, gambar, atau lencana) pada semua situs dan/atau

5
aplikasi pelaku Fintech yang telah terdaftar dan diawasi. Trustmark ini
juga akan menunjukkan bahwa Fintech tersebut telah diaudit sistemnya
baik oleh regulator atau pihak lain yang ditunjuk.
 Kedua, menerapkan sertifikat digital signature yang akan mengotentikasi
identitas konsumen secara elektronik dengan memakai tanda tangan.
 Ketiga, menerapkan verifikasi biometrik yang dapat mengidentifikasi satu
atau lebih ciri-ciri biologis unik konsumen. Identifikasi unik ini dapat
berupa sidik jari, geometri telapak tangan, pola retina, dan gelombang
suara.
Ketiga cara di atas diyakini dapat dilakukan oleh OJK atau regulator lainnya untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan konsumen tentang produk/layanan
Fintech karena dapat memitigasi potensi risiko seperti: risiko penipuan, risiko
pemalsuan atau pencurian identitas, dan risiko peretas.

3. KESIMPULAN

Untuk memastikan optimalisasi Fintech bagi pertumbuhan ekonomi dan


inklusi keuangan di Indonesia, OJK dan regulator terkait perlu menjaga
keseimbangan antara kemudahan dan fleksibilitas layanan yang ditawarkan oleh
Fintech dengan aspek pengawasan dan perlindungan konsumennya. Adapun
ketentuan yang berkaitan dengan aspek perlindungan konsumen, pelaku Fintech
PUJK wajib melaksanakan ketentuan pada POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Dalam rangka untuk makin meningkatkan upaya perlindungan konsumen


Fintech di Indonesia, maka OJK dan regulator terkait dapat melakukan beberapa
hal sebagai berikut: pengawasan dan pengaturan yang lebih berfokus pada Fintech
yang telah berkembang dan digunakan di Indonesia, serta peningkatan legitimasi
Fintech di Indonesia.

6
4. DAFTAR PUSTAKA

Rabu, 19 November 2019 00.15 WIB

https://konsumen.ojk.go.id/MinisiteDPLK/images/upload/201807131451262.
%20Fintech.pdf

Rabu, 19 November 2019 00.35 WIB

http://eprints.ums.ac.id/66263/12/bab%201%20rev.pdf

Rabu, 19 November 2019 00.50 WIB

https://sis.binus.ac.id/2019/08/12/fintech-dan-ojk/

Kamis, 20 November 2019 06.00 WIB

https://finance.detik.com/fintech/d-4769491/apakah-korban-fintech-ilegal-
harus-bayar-utangnya

Kamis, 20 November 06.30 WIB

https://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx

Anda mungkin juga menyukai