Peran OJK Dalam Fintech Illegal
Peran OJK Dalam Fintech Illegal
1. LATAR BELAKANG
OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
21 Tahun 2011. Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan
bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu
melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.
1
Melihat perkembangan dan potensi tersebut, maka Fintech diharapkan
dapat berperan sebagai pendukung untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan di
Indonesia. Untuk mengoptimalisasi peran tersebut, maka diperlukan kajian
mengenai bagaimana mencapai keseimbangan antara kemudahan dan fleksibilitas
layanan keuangan yang ditawarkan oleh Fintech dengan aspek perlindungan
konsumennya. Tanpa keseimbangan tersebut, Fintech justru berpotensi
mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan stabilitas
perekonomian. Harus dapat dipastikan agar pengguna Fintech memperoleh
perlindungan konsumen yang memadai, seperti penyediaan informasi yang lengkap
tentang karakterisktik dari produk dan layanan yang digunakannya, manfaat, risiko,
biaya, dan keamanan datanya.
2. PEMBAHASAN
OJK juga telah membentuk Forum Pakar Fintech (Fintech Advisory Forum)
sebagai wadah pengembangan arah industri Fintech, yang akan memfasilitasi dan
memastikan koordinasi antarlembaga, kementerian, dan pihak-pihak terkait dengan
pelaku start-up Fintech berjalan dengan lancar, konsisten dan konstruktif. Forum
Pakar Fintech ini beranggotakan individu- individu yang dinilai berkompeten di
bidang teknologi informasi dan dinamika dalam bidang inovasi digital keuangan.
2
Penyelenggaraan fintech tentunya diawasi oleh OJK, yaitu melalui
Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor
Jasa Keuangan sebagai ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan
industri fintech. Tapi ini bukan artinya semua fintech diawasi dan dijamin oleh
OJK, perusahaan fintech harus terdaftar dulu.
Begini tahapannya:
- Pencatatan kepada OJK untuk perusahaan Startup/non-LJK (Lembaga
Jasa Keuangan). Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk
permohonan pengujian Regulatory Sandbox. Sedangkan untuk LJK,
permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing
bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB).
- Proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun
dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan.
- Pendaftaran/perizinan kepada OJK.
3
- OJK telah mengeluarkan ketentuan tentang pelaksanaan tata kelola dan
manajemen risiko Teknologi Informasi pada layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi dalam SEOJK Nomor : 18/ SEOJK.02/2017 yang
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 18 April 2017.
Sebagai contoh kasus, menurut berita di detikfinance pada Sabtu, 02 Nov 2019
13:00 WIB yang ditulis oleh Sylke Febrina Laucereno, bahwa sejak awal tahun
hingga akhir Oktober 2019 sudah memblokir 1.773 aplikasi fintech abal-abal alias
yang tak mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemblokiran dilakukan karena banyak fintech yang mengancam dengan kekerasan,
memberikan bunga tinggi, biaya administrasi yang tinggi hingga penyebaran foto
pribadi. Meskipun sudah diblokir, peminjam yang sudah memiliki kewajiban
4
pembayaran utang, harus menuntaskan terlebih dahulu. Hal ini karena sudah ada
persetujuan sejak awal meminjam di aplikasi tersebut. Peminjam tak bisa lepas
dengan bebas. Pasalnya pihak aplikasi pasti memiliki data dan dia akan
menggunakan data tersebut untuk penagihan selanjutnya.
Karena hingga saat ini terdapat 127 fintech pinjaman online yang terdaftar di
OJK dan semua nasabahnya tidak ada yang merasa dirugikan. Bahkan yang
melakukan pinjaman untuk modal usaha terbantu mengembangkan bisnisnya.
Sementara yang kerap menjadi korban adalah masyarakat yang meminjam pada
perusahaan ilegal.
Dengan adanya hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga negara yang
mengawasi lembaga finansial yang ada di Indonesia menghimbau masyarakat
untuk melaporkan fintech ilegal yang dapat merugikan masyarakat.
5
aplikasi pelaku Fintech yang telah terdaftar dan diawasi. Trustmark ini
juga akan menunjukkan bahwa Fintech tersebut telah diaudit sistemnya
baik oleh regulator atau pihak lain yang ditunjuk.
Kedua, menerapkan sertifikat digital signature yang akan mengotentikasi
identitas konsumen secara elektronik dengan memakai tanda tangan.
Ketiga, menerapkan verifikasi biometrik yang dapat mengidentifikasi satu
atau lebih ciri-ciri biologis unik konsumen. Identifikasi unik ini dapat
berupa sidik jari, geometri telapak tangan, pola retina, dan gelombang
suara.
Ketiga cara di atas diyakini dapat dilakukan oleh OJK atau regulator lainnya untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan konsumen tentang produk/layanan
Fintech karena dapat memitigasi potensi risiko seperti: risiko penipuan, risiko
pemalsuan atau pencurian identitas, dan risiko peretas.
3. KESIMPULAN
6
4. DAFTAR PUSTAKA
https://konsumen.ojk.go.id/MinisiteDPLK/images/upload/201807131451262.
%20Fintech.pdf
http://eprints.ums.ac.id/66263/12/bab%201%20rev.pdf
https://sis.binus.ac.id/2019/08/12/fintech-dan-ojk/
https://finance.detik.com/fintech/d-4769491/apakah-korban-fintech-ilegal-
harus-bayar-utangnya
https://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx