Anda di halaman 1dari 27

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


MOCH TAUFIQ RIDHO, M.Pd.

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD BRILLIANT BIDJAKSONO
15513015

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan karuniaNya saya dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Agama
“Kepemimpinan dalam Islam”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan kepada pembaca di bidang agama Islam, khususnya
dalam peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna


harus sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya
untuk menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam
kehidupan guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan
kecerdasan takwa dirinya kepada Sang Maha Pencipta.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini.


Dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran. Tak ada
gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Semoga
makalah ini menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian
dirinya. Aamiin.

Yogyakarta, Januari 2016


DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………... 1

Daftar Isi…………………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 3

1.1.Latar Belakang……………………………………………………........ 1

1.2.Maksud Dan Tujuan…………………………………………………… 1

1.3.Ruang Lingkup………………………………………………………… 2

BAB II PENJELASAN KEPEMIMPINAN……………………………….. 3

2.1. Kepemimpinan……………………………………………………... 3

2.2. Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam……..…………………………. 4

2.3. Syarat-syarat Pemimpin Dalam Islam……………………………... 7

2.4. Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam……………………………… 13

BAB III KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM…………………………... 15

3.1. Kepemimpinan Dalam Islam…………………………………….. 15

3.2. Hubungan Kepemimpinan Dengan Ayat………………………… 18

BAB IV PENUTUP……………………………………………………… 21

4.1. Kesimpulan………………………………………………………. 21

4.2. Saran……………………………………………………………… 21
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam
hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan.
Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam
kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk
menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling
menghormati dan menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang
teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan dan menjaga kehidupan yang
harmonis adalah tugas manusia.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk


Tuhan lainnya. Manusia dianugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan
untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan
kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi hanya untuk
menyembah dan beribadah kepadaNya. Mengerjakan segala perintahNya, mulai
dari shalat, puasa, zakat, dan segala hal yang mendatangkan kemaslahatan bagi
diri manusia itu sendiri dan menjauhi laranganNya agar dapat mencegah
kerusakan di muka bumi.

Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial
manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak
untuk memimpin dirinya sendiri.

Dengan berjiwa pemimpin, manusia akan dapat mengelola diri, kelompok


dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang
relative pelik dan sulit. Di sinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
1.2. Maksud Dan Tujuan

Maksud dan tujuan laporan makalah ini “Kepemimpinan Dalam Islam”.


Adalah sebagai syarat untuk memenuhi salah satu mata kuliah pendidikan agama
islam

Maksud penulisan makalah ini adalah :

1. Mendidik siswa agar dapat bertanggung jawab pada penulisannya secara


obyektif.
2. Memberi kesempatan pada siswa untuk menjadi pribadi memiliki wawasan
yang luas dan kongkrit.

Sedangkan tujuan dari penulisan makalah adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan pendapat siswa untuk selalu optimis dan percaya diri akan
kemampuan sendiri pada penulisan makalah ini.
2. Mendidikan siswa untuk dapat menunjukkan kualitas daya pikirnya sebagai
insan akademik yang memiliki kemampuan intelektual.
3. Mendidik agar dapat memberi alasan sari pengalaman yang didapat kemudian
disosialisasikan dalam bentuk tulisan.
4. Untuk memenuhi salah satu syarat tugas pendidikan agama.
1.3. RUANG LINGKUP

Karena keterbasan kemampuan penulis, maka ruang lingkup tugas akhir ini

hanyalah kepemimpinan menurut islam. Hal tersebut dimaksudkan agar terfokus

masalah yang akan dibahas, sehingga pembaca lebih mudah mempelajarinya.

BAB II

PENJELASAN KEPEMIMPINAN
2.1. KEPEMIMPINAN

A. HAKIKAT KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi,


perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan
yang berkaitan satu dengan lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat
amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau
mengatur orang lain.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan


memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan,
kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas –
Field Manual (22-100).

Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau


melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki
keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan
hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang
berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang

mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan


yang akan diterapkan.
B. KRITERIA PEMIMPIN

Adapun kriteria pemimpin itu sendiri, yakni:

a. Pemimpin yang mukmin.

b. Tegas dalam menjalankan perintah Tuhan.

c. Takut kepada Allah swt sewaktu mengurusi orang-orang yang dipimpinnya.

d. Tidak menzalimi siapapun.

e. Tidak memerkosa hak-hak orang lain.

f. Menegakkan dan bukan melecehkan hudud Allah swt.

g. Membahagiakan rakyatnya dengan mengharap rida Allah swt.

h. Orang kuat di sisinya menjadi lemah sehingga si lemah dapat mengambil


kembali haknya

yang direbut si kuat.

i. Orang lemah di sisinya menjadi kuat sehingga haknya dapat terlindungi.

j. Menampakkan kepatuhan kepada Allah swt dalam menetapkan kebijakan yang

berhubungan dengan hajat hidup orang banyak sehingga dirinya dan orang-orang
yang

dipimpinnya merasa bahagia.

k. Semua orang hidup aman dan tenteram.

l. Sangat mencintai manusia, begitu pula sebaliknya.


m. Selalu mendoakan manusia, begitu pula sebaliknya. Kriteria di atas menjadi
indikator bagi

pemimpin yang terbaik dan termulia di sisi Allah swt dan manusia.

2.2. CIRI-CIRI PEMIMPIN MENURUT ISLAM

Adapun cirri-ciri pemimpin menurut islam adalah sebagai berikut :

1. NIAT YANG TULUS

Apabila menerima suatu tanggung jawab, hendaklah didahului

dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Iringi hal itu

dgn mengharapkan keredhaan-Nya sahaja. Kepemimpinan atau jabatan

adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.

2. LAKI-LAKI

Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan.

Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Tidak akan beruntung

kaum yang dipimpim oleh seorang wanita (Riwayat Bukhari dari Abu

Bakarah Radhiyallahu’anhu).

3. TIDAK MEMINTA JABATAN

Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah

Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu

meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan

diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul


tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada

kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk

menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

4. BERPEGANG DAN KONSISTEN PADA HUKUM ALLAH

Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah

berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka

menurut apa yang diturunkan Allah, dan jaganlah kamu mengikuti hawa

nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).

Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dilucutkan dari

jabatannya.

5. MEMUTUSKAN PERKARA DENGAN ADIL

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai

perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan

keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan

dijerusmuskan oleh kezalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah

dalam kitab Al-Kabir).

6. SENANTIASA ADA KETIKA DIPERLUKAN RAKYAT

Hendaklah selalu membuka pintu utk setiap pengaduan dan

permasalahan rakyat. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin atau

pemerintah yg menutup pintunya terhadap keperluan, hajat, dan


kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap

keperluan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-

Tirmidzi).

7. MENASIHATI RAKYAT

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin yg memegang

urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak

menasihati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk syurga

bersama mrk (rakyatnya).”

8. TIDAK MENERIMA HADIAH

Seorang rakyat yg memberikan hadiah kepada seorang pemimpin

pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau

mengambil hati. Oleh kerena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak

pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,” Pemberian

hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).

9. MENCARI PEMIMPIN YANG BAIK

Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau

menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan

pembantu, yaitu pembantu yang menyuruh kepada kebaikan dan

mendorongnya kesana, dan pembantu yang menyuruh kpd kemungkaran


dan mendorongnya ke sana. Maka org yg terjaga adalah orang yang dijaga

oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).

10. LEMAH LEMBUT

Doa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara

umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yg

mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka,

maka berlemah lembutlah kepadanya.

11. TIDAK MERAGUKAN RAKYAT

Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan

keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam

Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).

12. TERBUKA UNTUK MENERIMA IDE & KRITIKAN

Salah satu prinsip Islam adalah kebebasan bersuara. Kebebasan

bersuara ini adalah platform bagi rakyat utk memberi idea atau kritikan

kepada kerajaan & pemimpin agar sma mngembling tenaga & ijtihad

kearah pembentukn negara yg maju. Saidina Abu Bakar berucap ketika

dilantik menjadi khalifah, beliau menegaskan "..saya berlaku baik,

tolonglah saya, dan apabila saya berlaku buruk, betulkn saya..", manakala

Khalifah Umar prnah ditegur oleh seorang wanita ketika memberi arahan

di masjid, dan beliau menerima teguran tersebut.


2.3. SYARAT-SYARAT PEMIMPIN DALAM ISLAM

Kepemimpinan setelah Rasulullah SAW ini, merupakan pemimpin yang


memiliki kualitas spiritual yang sama dengan Rasul, terbebas dari segala bentuk
dosa, memiliki pengetahuan yang sesuai dengan realitas, tidak terjebak dan
menjauhi kenikmatan dunia, serta harus memiliki sifat adil. Pemimpin setelah
Rasul harus memiliki kualitas spiritual yang sama dengan Rasul. Karena
pemimpin merupakan patokan atau rujukan umat Islam dalam beribadah setelah
Rasul. Oleh sebab itu ia haruslah mengetahui cita rasa spritual yang sesuai dengan
realitasnya, agar ketika menyampaikan sesuatu pesan maka ia paham betul akan
makna yang sesungguhnya dari realitas (cakupan) spiritual tersebut. Ketika
pemimpin memiliki kualitas spiritual yang sama dengan rasul maka pastilah ia
terbebas dari segala bentuk dosa.

Menurut Murtadha Muthahhari, umat manusia berbeda dalam hal


keimanan dan kesadaran mereka akan akibat dari perbuatan dosa. Semakin kuat
iman dan kesadaran mereka akan akibat dosa, semakin kurang mereka untuk
berbuat dosa. Jika derajat keimanan telah mencapai intuitif (pengetahuan yang
didapat tanpa melalui proses penalaran) dan pandangan bathin, sehingga manusia
mampu menghayati persamaan antara orang melakukan dosa dengan
melemparkan diri dari puncak gunung atau meminum racun, maka kemungkinan
melakukan dosa pada diri yang bersangkutan akan menjadi nol. Saya memahami
apa yang dikatakan Muthahhari derajat keimanan telah mencapai intuitif dan
pandangan bathin ini adalah sebagai telah merasakan cita rasa realitas spiritual.
Dengan adanya kondisi telah merasakan cita rasa realitas spiritual, maka pastilah
Rasulullah SAW dan Imam Ali Bin Abi Thalib beserta keturunannya tadi terbebas
dari segala bentuk dosa.

Kondisi ini juga akan berkonsekuensi pada pengetahuannya yang sesuai


dengan realitas dari wujud atau pun suatu maujud. Ketika pemimpin tersebut
mengetahui realitas dari seluruh alam, maka pastilah ia tahu akan kualitas dari
dunia ini yang sering menjebak manusia. Kemudian seorang pemimpin haruslah
juga memiliki sifat adil. Rasulullah SAW pernah berkata bahwa, ”Karena
keadilanlah, maka seluruh langit dan bumi ini ada.” Imam Ali Bin Abi Thalib
mendefiniskan keadilan sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya yang
layak. Keadilan bak hukum umum yang dapat diterapkan kepada manajemen dari
semua urusan masyarakat. Keuntungannya bersifat universal dan serba mencakup.
Ia suatu jalan raya yang melayani semua orang dan setiap orang. Penerapan sifat
keadilan oleh seorang pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia membagi ruang-
ruang ekonomi, politik, budaya, dsb pada rakyat yang dipimpinnya. Misalkan
tidak ada diskriminasi dengan memberikan hak ekonomi (berdagang) pada yang
beragama Islam, sementara yang beragama kristen tidak diberikan hak ekonomi,
karena alasan agama. Terkecuali memang dalam berdagang orang tersebut
melakukan kecurangan maka ia diberikan hukuman, ini berlaku bagi agama
apapun.

Dengan demikian jelas bahwa setelah Rasulullah SAW wafat, maka


ummat Islam sebenarnya memiliki seorang pemimpin, yakni Imam Ali Bin Abi
Thalib. Kemudian dilanjutkan oleh beberapa keturunannya, yang mana akhir dari
kepemimpinan tersebut adalah Imam Mahdi, yang disebut sebagai Imam akhir
zaman.

Akan tetapi sekarang ini, Dimanakah Imam Mahdi tersebut? dan siapakah
yang memimpin umat Islam di zaman ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 4
dasar falsafi kepemimpinan kelompok dalam Islam (syi’ah), yaitu:

Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya..
Allah adalah Malik al-Nas, pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi
hukum. Manusia harus dipimpin oleh kepemimpinan Ilahiyah. Sistem hidup yang
bersumber pada sistem ini disebut sistem Islam, sedangkan sistem yang tidak
bersumber pada kepemimpinan Ilahiyah disebut kepemimpinan Jahiliyah. Hanya
ada dua pilihan kepemimpinan Allah atau kepemimpinan Thagut.
Kedua, kepemimpinan manusia yang mewujudkan hakimiah Allah dibumi adalah
Nubuwwah. Nabi tidak saja menyampaikan Al-qanun Al-Ilahi dalam bentuk
kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu sendiri. ”Seperangkat hukum saja tidak
cukup untuk memperbaiki masyarakat. Supaya hukum dapat menjamin
kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan pelaksana.” menurut Khomeini.
Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan, menyelamatkan masyarakat
manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan pemerintahan Islam dan
Imamah keagamaan sekaligus.

Ketiga, garis Imamah melanjutkan garis Nubuwwah dalam memimpin ummat.


Setelah zaman Nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan
ummat dilanjutkan oleh para imam yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW dan
Ahlul Baitnya. Setelah lewat zaman Nabi, maka datanglah zaman Imam. Jumlah
Imam ini ada 12 (dua belas), pertama adalah Imam Ali Bin Abi Thalin, dan yang
terakhir adalah Muhammad ibn Al-Hasan Al Mahdi Al Muntazhar, yang sekarang
dalam keadaan gaib. Imam Mahdi mengalami dua ghaibah, yakni ketika dia
bersembunyi didunia fisik, dan mewakilkan kepemimpinannya kepada Nawab al-
Imam (wakil Imam), dan ghaibah kubra, yaitu setelah Ali Ibn Muhammad wafat,
sampai kedatangannya kembali pada akhir zaman. Pada ghaibah kubra inilah
kepemimpinan dilanjutkan oleh para faqih, hingga akhir zaman tiba.

Keempat, para faqih diberikan beban menjadi khalifah. Kepemimpinan Islam


berdasarkan atas hukum Allah. Oleh karena seorang faqih haruslah orang yang
lebih tahu tentang hukum Illahi.

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Yamani yang berjudul, filsafat Politik


Islam, menyebutkan bahwa secara terperinci seorang faqih harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :

Faqahah, mencapai derajat mujtahid mutlak yang sanggup melakukan istinbath


hukum dari sumber-sumbernya.

’adalah : memperlihatkan ketinggian kepribadian, dan bersih dari watak buruk.


Hal ini
Ditunjukkan dengan sifat istiqamah, alshalah, dan tadayyun.

Kafa’ah : memiliki kemampuan untuk memimpin ummat, mengetahui ilmu yang


berkaitan dengan pengaturan masyarakat, cerdas, matang secara kejiwaan dan
ruhani.

Menurut Khomeini, selain persyaratan umum seperti kecerdasan dan


kemampuan mengatur (mengorganisasi), ada dua syarat mendasar lainnya bagi
seorang fuqaha yaitu pengetahuan akan hukum dan keadilan. Seorang fuqaha
sebenarnya adalah wujud dari hukum Islam itu sendiri. Dengan ini terlihat bahwa
seorang fuqaha itu tidaklah boleh untuk berbuat salah. Sebelum akhir zaman tiba,
maka kepemimpinan Islam haruslah di pegang oleh seorang ulama (faqih) yang
memenuhi syarat-syarat. Tidak sembarang manusia dapat menjadi faqih (ulama).
Manusia harus melewati proses-proses pengujian baik secara intelektual maupun
spiritual. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan bimbingan dan hidayah-Nya.

Dalam kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah (5 : 461)


menyimpulkan : "Mereka sepakat bahwa imam disyaratkan harus Muslim,
mukallaf, merdeka, laki-laki, Quraisy, adil, alim, mujtahid, pemberani, memeliki
wawasan yang benar, sehat pendengaran, penglihatan, dan pembicaraan." Ibn
Taimiyah, walaupun menolak syarat-syarat klasik ini, karena dianggap tidak
realistis, namun beliau menegaskan bahwa keadilan beserta amanah adalah dua
kualitas esensial pemerintahan Islam (lihat Qamaruddin Khan, The Political
Thoughts of Ibn Taymiyah, Islamabad Islamic Research Institution, 1973).
Setelah Rasulullah Saw wafat, yang memegang kendali kepemimpinan politik
Islam, bukan lagi tokoh ideal seperti Nabi. Abu Bakar Ra –seperti dinyatakan oleh
Umar Ra dalam kitab Al-Hudud, Bab Rajm Al-Hubla, Shahih Bukhari—dipilih
tergesa-gesa, tetapi Allah Swt menyelamatkan umat dari kekurangannya. Bahkan
Abu Bakar sendiri mengakui bahwa ia bukanlah orang yang paling baik untuk
menduduki jabatan khalifah. Ketika diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar Ra
berkhutbah : "Sesungguhnya dalam posisi ini aku bukanlah yang terbaik diantara
kalian. Ketahuilah kadang-kadang syaitan menguasai diriku. Bila aku baik
bantulah aku. Bila aku salah luruskanlah aku. Taati aku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Jika aku maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, kalian tidak
wajib menaatiku." (Khutbah ini diungkapkan dengan bermacam-macam redaksi
pada Ibn Hiyam (4 : 340), Al-Tabari (3 : 303), Al-Imamah wa Al-Syiyasah (16);
Ibn Katsir (5 : 248); Tarikh Al-Khulafa' (47); Al-Halabiyah (3 : 397); dan Kanz
Al-Ummal (3 : 129). Jadi, sebenarnya Abu Bakar dipilih tidak melalui suatu
proses ijma', seperti diyakini oleh banyak kalangan. Para mu'arrikh misalnya,
menyebutkan sejumlah orang yang berlindung di rumah Fatimah Az-Zahra Ra;
'Abbas, Salman, 'Ammar ibn Yasir, Al-Barra' ibn 'Azib, Sa'ad ibn Abi Waqqash,
'Utbah ibn Abi Labhab, Abu Dzar, Miqdad ibn Al-Aswad, Ubay ibn Ka'ab,
Thalhah ibn Ubaidillah, kelompok Bani Hasyim, sekelompok Muhajir dan
Anshar. [Baca : Musnad Ahmad (1 : 155); Al-Thabari (2 : 466); Ibn Al-Atsir (2 :
124); Ibn Katsir (5 : 246); Ibn Abi Al-Hadid (1 : 123); Tarikh Al-Khulafa' (45);
Ibn Hisyam (4 : 338); Tarikh Al-Khamis (1 : 188); Ibn 'Ad Rabbih; Tarikh Abi
Al-Fida (1 : 156); dan Al-Halabiyah (3 : 394)]. Mereka beranggapan bahwa 'Ali
ibn Abi Thalib Kw, berdasarkan nash penunjukan oleh Nabi Saw, berhak untuk
menjadi khalifah. Beliau dipandang lebih adil, lebih faqih, dan lebih dekat dengan
Rasulullah Saw. Akan tetapi, setelah Fatimah Az-Zahrah Ra wafat, 'Ali berbaiat
kepada Khalifah Abu Bakar Ra yang kemudian diikuti oleh kelompoknya. Sa'ad
ibn 'Ubadah, calon pemimpin dari kalangan Anshar yang tidak terpilih, pun tidak
melakukan perlawanan. 'Ali ibn Abi Thalib Kw malah memberikan dukungan
intelektual terhadap Abu Bakar dan Umar. Beliau sering membantu mereka dalam
mengatasi masalah-masalah hukum, walau pun ia tidak menduduki jabatan apa
pun. Dalam menghadapi kesenjangan, seperti dikatakan Jalaluddin Rahmat; antara
das Sollen dan das Sein –yang tidak begitu besar—umat terpecah kepada
kelompok pendukung das Sollen dan kelompok pendukung das Sein.

Pada zaman Abu Bakar dan Umar, kedua kelompok ini –setelah komplik
yang juga tidak begitu besar—bergabung mendukung keduanya. Sehingga, seperti
dikatakan Maududi, Abu Bakar dan Umar berhasil menegakkan sistim politik
yang adil: pemerintahan berdasarkan musyawarah, amanah, kekuasaan hukum,
jiwa demokrasi, dan anti ashabiyah. Kualifikasi Pemimpin dalam Pemikiran Islam
Sebenarnya, apa sajakah kualifikasi pemimpin menurut para pemikir politik
Islam? Adalah Al-Farabi yang memiliki concern mengenai pewenang tertinggi
dalam pemerintahan ini. Beliau menyebutnya dengan al-ra'is al-awwal li al-
madinah al-fadhilah wa ra'is al-mamirah min al-ardh kulliha (Pemimpin Tertinggi
Negara Utama dan Pemimpin Oikumene Dunia). Di antara sifat-sifat pemimpin
yang disebutkan Al-Farabi ialah : "…bijak, berbadan kuat, bercita-cita tinggi, baik
daya pemahamannya, kuat daya hafalannya, sangat cerdas, fasih berbicara, cinta
kepada ilmu, sanggup menanggung beban dan kesulitan karenanya, tidak rakus
kepada kenikmatan jasmani, cinta kepada kejujuran, mulia jiwanya, adil dan
teladan bagi semua orang –hatta terhadap diri dan keluarganya—serta berani dan
paling awal." Al-Farabi juga menyebutkan : "Terhimpunnya semua syarat dan
sifat ini dalam diri seseorang adalah sesuatu yang jarang terjadi. Apabila semua
ini terpenuhi dalam diri seseorang, dialah sang pemimpin.

Kalau tidak, orang yang paling banyak memiliki sifat-sifat tersebutlah


yang dapat menjadi pemimpin. Apabila tidak ada seorang pun yang memenuhi
sifat-sifat tersebut secara maksimal, namun ada dua orang, yang satu bijak
(hakim) dan lainnya memiliki sifat-sifat yang lain, maka kedua-duanya menjadi
pemimpin bersama. Dan masing-masing orang saling melengkapi satu dengan
lainnya. Apabila sifat-sifat ini ada pada lebih dua orang, dan mereka saling
mengerti, maka semuanya adalah para pemimpin yang dihormati." Sementara itu,
Syeikh Al-Ra'is ibn Sina menyatakan dalam kitabnya, Al-Syifa', Bab "Penentuan
Khalifah dan Imam", sebagai berikut : "… Kemudian wajib bagi seorang
pemimpin untuk mewajibkan patuh kepada orang yang akan menggantikannya.
Suksesi ini tidak boleh terjadi melainkan dari sisinya, atau berdasarkan ijma' para
ahli senior atas seseorang yang secara publik dan aklamasi diakui sebagai orang
yang mandiri dalam politik, kuat secara intelektual, bermoral mulia –seperti
berani, terhormat, cakap mengelola, dan arif dalam hukum syariat—sehingga
tiada orang yang lebih dikenal darinya." "Ditetapkan kepada mereka bahwa
apabila terjadi perselisihan atau pertikaian lantaran dorongan hawa nafsu, atau
mereka sepakat (menetapkan) orang yang tidak memiliki keutamaan-keutamaan
ini, dan yang tidak layak, maka mereka akan kafir kepada Allah Swt." Al-Qadhi
Abu Ya'la Al-Gharra' dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, menyatakan :
"Orang yang layak menjadi pemimpin harus memenuhi empat syarat, yaitu :
1) berasal dari keturunan Quraisy;
2) memenuhi sejumlah syarat, seperti layaknya seorang hakim (qadhi), merdeka,
akil, balig, berilmu, dan adil;
3) arif dalam urusan peperangan, politik, dan pelaksanaan hukum-hukum hudud
sehingga rasa belas kasihannya tidak menghalanginya dari berbuat adil, serta
memiliki sifat membela umatnya; dan
4) yang paling utama dalam ilmu dan agama di antara mereka.

" Al-Mawardi, teoritisi utama politik Islam Sunni memerinci dalam kitab Al-
Ahkam Al-Sulthaniyyah, bahwa : "Orang yang layak menyandang kepemimpinan,
harus memenuhi tujuh syarat, yaitu :
1) adil dengan keseluruhan persyaratannya;
2) berilmu pengetahuan sehingga mampu berijtihad dalam kasus-kasus yang
dihadapi dan ketetapan-ketetapan hukum;
3) memiliki kesempurnaan indra seperti pendengaran, penglihatan, dan
pembicaraan agar dengannya ia bisa melaksanakan tugasnya sendiri;
4) tak memiliki cacat tubuh yang bisa menghalangi dinamika kerja dan tindakan
segera;
5) memiliki kemampuan menggagas yang dapat melahirkan strategi
kepemimpinan rakyat dan pengaturan kemaslahatan;
6) berani dan tangguh sehingga mampu mempertahankan Negara dan melawan
musuh; dan
7) nasab sang pemimpin hendaklah dari keturunan Quraisy, dan mendapatkan
kesepakatan (konsensus).
" (Lihat Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, 6). Sementara itu, uraian tentang
kepemimpinan Islam dalam pandangan Syi'ah bertolak dari konsep wilayah dan
imamah. Wilayah adalah konsep luas yang meliputi juga imamah dan wilayah
bathiniyyah. Sedangkan imamah adalah kepemimpinan (zi'amah), pemerintahan
(hukumah) dan riasah 'ammah dalam urusan dunia dan agama, yang terdapat pada
diri Nabi Saw dan para imam sesudah Nabi. Menurut Murtadha Muthahhari, kata
wala, walayah, wilayah, wali, maula, dan derivat lainnya, banyak sekali disebut
dalam Al-Quran. Sebagai kata kerja disebut 124 kali, dan sebagai kata benda
disebut 112 kali. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya Al-Quran memandang
masalah wilayah. Dalam buku Al-Mukaddimah, Ibn Khaldun menulis tentang
kualifikasi pemimpin : "Syarat-syarat jabatan ini ada empat; ilmu, keadilan,
kemampuan, dan keselamatan indra dan

anggota tubuh dari hal-hal yang bisa mempengaruhi cara berpendapat dan
bertindak. Adapun syarat kelima, tentang keturunan Quraisy, hal ini masih
diperselisihkan. Syarat berilmu pengetahuan juga jelas, karena dia akan bisa
menjalankan hukum-hukum Allah apabila dia mengetahuinya. Hal yang tidak
diketahuinya tidak boleh diajukan sebagai (ketetapan) hukum dan perintahnya.
Berilmu pengetahuan yang dimaksudkan tidak akan memadai kecuali dia seorang
mujtahid, mengingat taklid adalah suatu kekurangan; sementara kepemimpinan
menuntut kesempurnaan dalam karakteristik dan watak…" (Baca : Ibn Khaldun,
Muqadimah, 135). Abd Al-Malik Al-Juwaini (Imam Al- Haramain), dalam
kitabnya, Al-Irsyad; Al-Qalqasyandi dalam bukunya, Ma'atsir Al-Inafah fi
Ma'alim Al-Khilafah (1 : 31),

pasal kedua, bab syarat-syarat imamah, dan Ibn Hazm Al-Andalusi, di antara para
ulama yang lain, umumnya mengungkapkan kualifikasi-kualifikasi yang sama,
dengan beberapa variasi kecil.

2.4. POKOK-POKOK KEPEMIMPINAN ISLAM

Yamani dalam bukunya Filsafat Politik Islam (2002 : 15-16),


mengemukakan pokok-pokok kepemimpinan dalam Islam didasarkan atas empat
dasar falsafi (philosophische grondslagen), antara lain : Pertama, Allah adalah
hakim mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya. Allah adalah malik an-nas,
pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi hukum. Manusia harus
dipimpin dengan kepemimpinan Ilahiyah. Kedua, Kepemimpinan manusia
(qiyadah abasyariyyah) yang mewujudkan hakimiyah Allah di bumi ini ialah
nubuwwah. Nabi tidak hanya menyampaikan al-qanun al-ilahi dalam bentuk
Kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu. Supaya hukum sanggup menjamin
kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan adanya kekuatan eksekutif atau
pelaksana.' Ketiga, garis imamah melanjutkan garis nubuwwah dalam memimpin
umat. Setelah zaman para nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah Saw.,
kepemimpinan umat dilanjutkan oleh para imam yang diwariskan oleh Rasulullah
dan ahl-al-bait-nya. Setelah zaman para nabi, dating zaman 'para imam.' Keempat,
para faqih adalah khalifah para imam dan kepemimpinan umat dibebankan kepada
mereka. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum
Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum
Ilahi. Setelah para imam tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih
yang memenuhi syarat-syarat syariat berikut : Pertama, Faqahah; yakni mencapai
derajat mujtahid muthlaq yang sanggup melakukan istinbath hukum dari sumber-
sumbernya. Kedua, Istiqamah, Al-Shalah, dan Tadayyun; yakni memperlihatkan
ketinggian kepribadian, dan bersih dari watak buruk. Ketiga, Kafa'ah, yakni
memiliki kemampuan untuk memimpin umat; mengetahui ilamu yang berkaitan
dengan pengaturan masyarakat, cerdas, matang secara kejiwaan dan rohani. Nah,
bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, maka harus dibentuk 'majelis
fukaha'. Wallahu 'Alam Bisshawab. (*)

BAB III

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

3.1. KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Dalam ajaran agam Islam, hadits nabi menyebutkan bahwa setiap manusia
adalah seorang pemimpin, apakah ia sebagai kepala keluarga, sebagai imam suatu
umat, seorang wanita yang kedudukannya sebagai ibu rumah tangga dan bahkan
seorang pembantu sekalipun ia adalah seorang pemimpin.

Hal ini didasarkan pada hadits Nabi yang berbunyi :Artinya : Abu Nu’man
menceritakan hadits kepada kami, Hammad ibnu Zaid menceritakan hadits kepada
kami dari Ayyub, dari Nafi’, dari Abdillah berkata: Rasulullah SAW. Bersabda
“setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban.

Oleh karena itu seorang imam adalah pemimpin dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban, dan seorang laki-laki adalah seorang pemimpin atas
keluarganya, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang
wanita (istri) adalah pemimpin atas rumah suaminya dan setiap kamu akan
dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang hamba (pembantu) adalah pemimpin
atas harta tuannya dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban.

Maka ingatlah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminati
pertanggungjwaban atas kepemimpinannya” . Kecuali sebagai Nabi, Muhammad
SAW. adalah pemimpin yang tangguh dan paling efektif. Segala macam kualitas
yang dibutuhkan untuk tampil sebagai figur kepemimpinan berhimpun pada
pribadi Muhammad SAW.. Kita dapat mencatat umpamanya beberapa hal
persyaratan yang telah dimiliki beliau :
Beliau adalah pribadi yang mempunyai sifat-sifat terpuji, diantaranya adalah
siddiq54. Selaku pimpinan beliau memiliki kesabaran yang tinggi ketika diuji
dengan harta, dengan kedudukan dan dengan wanita. Beliau tangguh dan tidak
tergoyahkan. Meski beliau memiliki pengetahuan, kecerdasan dan wawasan
pandangan yang luas, namun beliau tidak meninggalkan musyawarah dan diskusi
dengan para sahabatnya dalam memutuskan suatu perkara yang rumit. Bahkan
lebih dari itu, terkadang ide orang lain bahkan ide musuh-musunya kalau
dianggap baik beliau mengambilnya.
Hal ini dilakukan dengan prinsip nisfu aqlika fi ‘aduwwika yang artinya
sebagian dari ide anda dapat diperoleh dari taktik atau gagasan musuh-musuhmu.
Konsep kepemimpinan (leadership) dalam pandangan agama Islam berdasarkan
firman Allah SWT. surat Al Baqoroh ayat 30 yang berbunyi :Artinya : Ingatlah
ketika Tuhanmu kepada para Malaikat :”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
khalifah di muka bumi" (QS. Al Baqoroh, 30) Kandungan ayat tersebut
menjelaskan nikmat-nikmat Allah SWT. yang dengan nikmat tersebut menjauhan
dari maksiat dan kufur serta dapat memotivasi seseorang untuk beriman kepada
Allah SWT.. Diciptakannya Nabi Adam AS. dalam bentuk yang sedemikian rupa
disamping kenikmatan memiliki ilmu dan berkuasa penuh untuk mengatur alam
semesta serta berfungsi sebagai khalifah Allah SWT. di bumi. Hal tersebut
merupakan nikmat yang paling agung dan harus disyukuri oleh keturunannya
dengan cara taat kepada Allah SWT. dan tidak ingkar kepadaNya, termasuk
menjauhi kemaksiatan yang dilarang oleh Allah SWT.Sedangkan penjelasan dari
ayat ini adalah bahwa sesungguhnya kami (Allah SWT.) akan menjadikan Adam
sebagai khalifah dan pengganti makhluk lain yang dulu menghuni bumi, mereka
itu telah musnah karena saling menumpahkan darah, sekarang Adam adalah
pengganti mereka.

Sebagian mufassirin berpendapat yang dimaksud dengan khalifah disini


adalah sebagai pengganti Allah Allah SWT. dalam memberikan perintah-perintah
Nya kepada manusia. Karenanya, istilah yang mengatakan bahwa “manusia
adalah khalifah Allah di bumi” sudah sangat populer. Pengangkatan khalifah ini
menyangkut pula pengertian pengangkatan sebagian manusia yang diberi wahyu
oleh Allah tentang syariat-syariat Nya. Pengangkatan khalifah ini juga mencakup
seluruh mahluk (manusia) yang berciri mempunyai kemampuan berfikir yang luar
biasa .

Berbicara tentang kepemimpinan dalam pandangan agama Islam, maka


kita akan merujuk terhadap pribadi dan pola kepemimpinan yang ditampilkan oleh
Nabi Muhammad SAW. yang lebih dikenal dengan istilah uswatun khasanah yang
artinya teladan yang mulia atau baik. Keteladanan nabi muhammad SAW. ini
telah dijamin oleh Allah SWT. dengan firman Nya dalam Al Qur’an yang
berbunyi :Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri taulada
yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari qiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab, 21)
Keteladanan Nabi Muhammad SAW. sangat tepat jika dicontoh oleh manusia
pada umumnya dan para pemimpin pada khsusnya. Pengaruh kepemimpinan
beliau masih tetap kuat, dan bagi umat Islam beliau merupakan figure keteladanan
yang paling utama dalam berbagai segi kehidupan.

Beliau dengan sangat teliti dan hati-hati mencontohkan semua perbuatan


baik dan menjauhkan diri dari melakukan perbuatan buruk dengan sangat teliti
dan jelas.
Sesungguhnya banyak hal yang bisa dijabarkan dari sifat Rasulullah SAW namun
semoga 4 sifat teladan ini sungguh menjelaskan betapa sifat kepempimpinan
beliau mengakar kepada kita walau beliau telah wafat beberapa abad yang lalu,
sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun.

1. Shiddiq (Jujur). Ini adalah sifat kejujuran yang sangat ditekankan Rasul baik
kepada dirinya maupun pada para sahabat-sahabatnya (Semoga kita juga
meneladaninya).Adalah ciri seorang muslim untuk jujur. Sehingga Islam bukan
saja menjadi sebuah agama namun juga peradaban besar.

2.Amanah(bisa dipercaya). Sifat ini ditanamkan khususnya kepada para sahabat


yang ditugaskan di semua hal apa saja untuk bisa berbuat amanah, tidak curang
(atau juga korupsi di zaman sekarang) dalam hal apa saja. Sesuatu yang sekarnag
menjadi sangat langka di negeri muslim sekalipun (miris).

3. Tabligh (Menyampaikan yang benar). Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk
tidak menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan
agama. Tidak pernah sekalipun beliau menyimpan informasi berharga hanya
untuk dirinya sendiri. Subhanallah.
4. Fathonah (Cerdas).Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan
jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia
ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Dengan mengenal
beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang Rasulullah
yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi, Rasul,Kepala
Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang menjadi
sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga menjadi landasan bagi
kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani apa-apa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

3.2. HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DENGAN AYAT

Adapun hubungan QS Yunus ayat 14 dengan Kepemimpinan, yakni :


1. Kalimat ”Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di
muka bumi sesudah mereka,…”. Dalam kalimat ini mengandung makna
bahwa setelah umat-umat yang terdahulu hancur. Maka Allah mengganti
dengan umat Muhammad saw., umat yang mengikuti agama Islam, agama
yang membawa manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad
SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah
(yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka
secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah
masyarakat yang bodoh.
Dalam sejarah Islam dijelaskan bahwa Rasulullah diturunkan oleh Allah
ke dalam suatu komunitas masyarakat yang dikenal dengan istilah masyarakat
Arab Jahiliyah. Secara lingustik istilah jahilyiah berasal dari kata Bahasa
Arab jahala yang berarti bodoh dan tidak mengetahui atau tidak mempunyai
pengetahuan. Namun, dalam realitas yang sesungguhnya, secara faktual saat
itu masyarakat Arab yang dihadapi oleh Rasulullah bukanlah masyarakat
yang bodoh atau tidak mempunyai pengetahuan. Buktinya pada saat itu sastra
dan syair berkembang dengan pesat di kalangan mereka. Setiap tahun
diadakan festival-festival pembacaan puisi dan syair, ini membuktikan bahwa
orang-orang Arab ketika itu sudah banyak yang mengetahui baca dan tulis.
Selain itu mereka juga mampu membuat tata kota dan tata niaga yang sangat
baik. Hal ini semakin menguatkan bahwa mereka kaum Quraisy bukanlah
orang-orang bodoh dan tidak berpengetahuan. Dapat dipahami, bahwa
sebenarnya mereka adalah masyarakat yang sedang berkembang
peradabannya.
Masyarakat yang dihadapi oleh Nabi Muhammad diistilahkan dengan
jahiliyah bukan karena bodoh atau tidak berpengetahuan, atau dalam istilah
lain lemah dalam aspek intelektualnya. Yang dimaksud dengan ”kejahiliyan”
(ketidaktahuan) mereka ada pada dua aspek utama, pertama aspek akidah.
Pada saat Rasulullah diutus oleh Allah, khurafat dan mitos-mitos yang
berkembang pada saat itu telah menyeret manusia untuk menjauh dari
kehidupan yang alami dan manusiawi. Dalam kondisi seperti itulah, Allah
mengutus duta terakhirnya, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau membawa
agama Islam sebagai hadiah bagi umat manusia sedunia serta memberikan
penafsiran baru terhadap kehidupan manusia, selain itu beliau juga datang
dengan membawa misi untuk memberantas akar kebodohan dalam
masyarakat, yakni syirik kepada Allah.
Sedangkan yang kedua adalah aspek akhlak. Pada masa itu, akhlak atau
moral sama sekali tidak mendapat tempat dalam masyarakat jahiliah. Pada
saat itu mereka melakukan berbagai perbuatan keji tanpa merasa takut atau
bersalah, di antaranya kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup,
minum-minuman keras, berzina, membunuh, dan lain sebagainya. Rasulullah
diturunkan oleh Allah untuk memperbaiki akhlak. Beliau menyeru
masyarakat agar berpegang teguh kepada nilai-nilai moral. Selain itu beliau
juga mengajarkan kepada mereka akhlak yang mulia.
2. Kalimat “…supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. ”
dimaksudkan bahwa Allah memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar
selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan dan mengingat akan
tugas-tugas yang diberikan Allah swt. kepada manusia sebagai khalifah Allah
di bumi.
Di antara tugas khalifatullah fil ardi ialah menegakkan hak dan keadilan di
muka bumi, membersihkan alam ini dari perbuatan najis, syirik, fasik serta
meninggikan kalimat Allah. Allah akan memperhatikan dan mencatat semua
perbuatan manusia dalam melaksanakan tugasnya itu, apakah sesuai dengan
yang diperintahkan-Nya atau tidak. Allah menjadikan kita sebagai khalifah di
muka bumi, tidak lain hanyalah untuk melihat amal-amal kita, maka
perlihatkanlah kepada Allah amalanamalan kita yang baik di malam dan di
siang hari. Jika kita berlaku zalim pula seperti bangsa dahulu kala itu.
Niscaya kita akan lenyap pula dari muka bumi.

Secara umum, seorang pemimpin berkewajiban menjalankan hal-hal sebagai


berikut:
A. Menjaga agama agar tetap pada porosnya yang abadi. Seandainya muncul
seorang mubtadi’ (yang mengada-ada dalam urusan agama), ia
(pemimpin) harus menjelaskan kebenaran kepadanya, memberinya
landasan dan menjalankan hak serta hudud agar agama tetap terlindungi
dari kerancuan sekaligus mencegah umat dari ketergelinciran (ke jurang
kesesatan).
B. Melaksanakan hukum dan memutuskan perkara pihak-pihak yang bertikai
sehingga keadilan menjadi tegak, orang zalim tidak dapat berbuat
seenaknya, dan orang yang dizalimi tidak merasa lemah.
C. Menjaga Islam dan menjamin keamanan agar orang-orang dapat saling
berhubungan dan hidup dalam kondisi nyaman yang berhubungan
dengan jiwa dan harta benda.
D. Menegakkan hudud demi menjaga dan melindungi hak-hak para hamba.
E. Melindungi kaum muslimin dengan benteng yang kokoh serta kekuatan
yang mampu menangkal setiap serangan musuh-musuh yang sangat
berpotensi menghancurkan atau menumpahkan darah kaum muslimin
atau orang-orang nonmuslim yang berada di bawah perlindungan
pemerintahan Islam.
F. Melancarkan jihad terhadap orang yang telah diberi keterangan tentang
ajaran Islam namun kemudian melakukan penentangan-sampai dirinya
memeluk Islam atau memilih di bawah tanggungan pemerintah Islam.
G. Menyertakan orang-orang terpercaya (amanah) dalam pemerintahannya
serta mengikuti nasihat orang-orang yang layak menasihati. Ini
dimaksudkan agar kecakapan dijadikan tolak ukur pemberian amanat dan
harta kekayaan dapat terlindungi.

H. Menjalankan pengawasan social.

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap,
dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.

menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka manusia


harus bisa menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan di setiap
langkah sebagai seorang pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi
kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan sebagai
khalifah Allah di bumi.

4.2. SARAN

Dalam makalah singkat ini penulis ingin menyarankan kepada rekan mahasiswa
hendaknya kita membuat tugas yang dibebankan oleh dosen pengasuh kita yang
berupa makalah khususnya mata kuliah pendidikan agama islam, kita membuat
sendiri agar kedepannya kita menjadi mahasiswa yang benar-benar siap pakai di
kalangan masyarakat maupun dunian kerja.

Anda mungkin juga menyukai