Adapun menurut Chalik dalam Prawirohardjo (2009) plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostinum uteri
internum.
2. Etiologi
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berkurangnya
vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau tumor
yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan sebuah teori tentang penyebab
Selain itu, kehamilan multiple/lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih besar untuk
implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga
pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah
pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.
c. Plasenta previa marginalis tepi plasenta berada tepat pada tepi ostinum uteri internum
d. Plasenta letak rendah : Plasenta berada 3 – 4 cm pada tepi ostium uteri internum
4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugroho, 2012 pada plasenta previa pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
5. Manifestasi klinis
1) Perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab
2) Terutama pada multi gravida pada kehamilan setelah 20 minggu
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasaanya belum masuk pintu atas panggul.
2) Pemeriksaan inspekulo : perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.
6. Penatalaksanaan
b. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak
d. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi
adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan.
e. Bila terjadi renjatan, segera lakukan pemberian cairan dan tranfusi darah.
f. Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan
g. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak
a) Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif
sampai umur kehamilan aterm. Penangan berupa tiring baring, hematinic, antibiotika
dan tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan pasien mobilisasi
bertahap. Bila pasien berjalan tetap taka da perdarahan pasien boleh pulang. Pasien
dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika terjadi
perdarahan. Nasihan ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta previa
2) Bila usia kehamilan >37 minggu/ lebih dan TBF <2500 gram
Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri
kehamilan, baik secara pervaginam atau perabdominal.
a) Persalina pervaginam diindikasikan pada plasenta previa marginalis, plasenta previa
letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm atau lebih.
b) Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan
kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan
plasenta yang berdarah.
c) Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada
7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta
previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal
a. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari
tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu
tipis mudah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium
bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi villinya masih belum
masuk ke miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami
akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi resiko retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering
c. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk
robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua
tindakan manual ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara
yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria
ovarika, pemasangan tampn, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat
gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektmi total.
d. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil
tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
e. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkaan sebagian oleh karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37
minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kartikosteroid untuk mempercepat kematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
f. Komplikasi lainnya yaitu solusio plasenta (resiko relatif 13,8), seksio sesaria (RR 3,9), kelainan letak
janin (RR2,8), perdarahan post partum (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50%) dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9%.
uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2002; hal.85). Seksio sesarea adalah suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim
a. Indikasi mutlak
1) Indikasi ibu
a) Panggul sempit
c) Disfungsi uterus
e) Plasenta previa
2) Indikasi janin
b) Gawat janin
c) Letak lintang
d) Presentasi bokong pada primi gravida
b. Indikasi Relatif
c. Indikasi sosial
1.) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2.) Wanita yang ingin seksio sesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau
asfiksia selama persalinan atau mengurangi resiko keusakan dasar panggul
3.) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah
melahirkan
3. Kontra indikasi
Menurut Imam Rasjidi (2009, hal.89) kontra indikasi seksio sesarea antara lain :
a. Janin mati
b. Syok
c. Anemia berat
Ruatam Mochtar (2002, hal 80-87) juga memaparkan jenis-jenis seksio sesarea diantara lain
a. Abdomen
b. Vagina
Plasenta
tertanam kuat
pada ostium
internum
servisis
Plasenta berimplantasi
di sekitar segmen bawah
rahim
PLASENTA PREVIA
Placenta previa
Seksio Cesarea
Post Operasi sc
Klasifikasi seksio sesarea menurut Rustam Mochtar (2002, hal.87) antara lain :
kembung
2) Atonia uteri
3) Perdarahan pada placental bed
c. Luka kandung kemih,emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi
Rustam Mochtar (2002, hal.120) memaparkan perawatan pasca bedah antara lain :
a. Penatalaksanaan nyeri
Dalam 24 jam pertama pascaoperasi,pasien akan merasa nyeri sehingga harus
diberikan analgesik yang adekuat. Rasa nyeri pada pasien yang mendapat anastesi spinal
timbul sejak tungkai bawah mulai dapat digerakkan. Lazimnya, penghilang sakit telah
diberikan dalam tetesan infus oleh dokter anestesi,selanjutnya analgetik dapat diberikan
diruang rawat.
Penggunaan ketorolac 90 mg sehari, dibagi atas 3 dosis, ditambah ketoprofen
Pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan per vaginam sama dengan pada
persalinan biasa jika tidak ada luka robekan yang luas,untuk mencegah iritasi dan
pemasangan kateter tetap yang dipasang selama 24-48 jam atau lebih, bergantung pada
jenis operasi dan keadaan pasien. Dengan cara tersebut, urin dapat ditampung dan diukur
dalam botol plastik secara periodik (Mochtar, 2002; hal. 119).
c. Perawatan lanjutan
Pasien dianjurkan untuk datang kontrol luka pada hari ketujuh atau kedelapan.
Kunjungan dilakukan lebih cepat apabila ada hal-hal khusus, seperti nyeri berlebihan,
terbukanya perban, atau ada perembesan darah. Vitamin C, B kompleks dapat diberikan
a. Masa nifas atau post partum merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak
hamil yang normal (Marmi, 2011).
b. Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,
sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
c. Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu
masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010)
2. Klasifikasi
Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha 2009 adalah sebagai berikut:
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam. Pada masa ini sering terdapat masalah, misalnya
perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu bidan harus tetarur melakukan pemeriksaan kontraksi
Pada fase ini dapat memastikan involasi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea
tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.
keluarga berencana.
a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan pengecilan ukuran (involusi) dari
uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus uteri (TFU) post partum menurut masa involusi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Selama 1 samapi
2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena
penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin secara
IV atau IM diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang
pelepasan oksitosin.
a) Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, terjadi selama 2 hari pasca persalinan
b) Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi hari ke 3 – 7 pasca persalinan
c) Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi hari ke 7 – 14 hari pasca persalinan
d) Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi
atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda
infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid biasanya akan terlihat pada
ibu yang memiliki riwayat hemoroid dan karena mengedan terlalu kuat.
3) Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon laktogen (prolaktin) terhadap
kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai di akhir masa kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum
dimana kolostrum mengandung lebih banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit.
Produksi ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena menetek merupakan suatu rangsangan
terhadap peningkatan produksi ASI. Makin sering menetek, maka ASI akan makin banyak diproduksi.
b) Pengeluaran kolustrum yang berwarna kuning, mengandung banyak protein albumin dan globulin yang
baik untuk meningkatkan sistem imunitasi bayi
b. Sistem Pencernaan
1) Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan ringan. Setelah
benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan
untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah biasa dikonsumsi diserta konsumsi camilan yang sering
ditemukan.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan ansthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas
ke keadaan normal.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu
sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomi,
laserasi, hemorid. Kebiasan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
c. Sistem Perkemihan
melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti
daerah-daerah kecil hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering
menunjukkan adaya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan
efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada
panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi penurunan atau
mengubah reflex berkemih, penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi
kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dpat menyebabkan
pendarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Tonus
kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5 sampai 7 hari setelah bayi lahir.
d. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang
meregang pada payudara,abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya.
Kelainan pembuluh dara seperti spider angioma (nevi), eritema palmar biasanya berkurang sebagai respon
terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Diaforesis adalah perubahan yang paling
4. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini
dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan lain yakni
hemokonsentrasi dan timbulonya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar
hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara
nyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera setelah post partum entuk serviks
agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk seperti cincin.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi
dan nekrosis di tempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2 – 5
mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desisua dan selaput janin regenerasi
endometrium terjadi sisa-sisa sel desisua basalis yang memakai waktu 2 – 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fascia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan partus setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala. Nifas dibagi
dalam tiga periode :
1. Post partum dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan.
2. Post partum intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
bulanan atau tahunan.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan post partum menurut Siswosudarmo, 2008:
a. Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya
b. Keadaan umum: TTV, selera makan dan lain-lain
c. Payudara: air susu, putting
d. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
7. Komplikasi
a. Pembengkakan payudara
b. Mastitis (peradangan pada payudara)
e. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada jaringan terinfeksi atau
pengeluran cairan berbau dari jalan lahir selam persalinan atau sesudah persalinan.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan: istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
c. Hari ke- 1-2: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara,
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien, yang terdiri dari nama, umur, alamat, status perkawinan. Terdapat juga
1) Riwayat menstruasi
e. Keadaan Bayi
Meliputi BB, PB, apakah ada kelainan atau tidak.
g. Riwayat Kesehatan
3) Apakah ada riwayat penyakit keluarga seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit
hipertensi.
1) Pola nutrisi.
Nafsu makan meningkat, Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
d) Seksualitas/reproduksi
Ketakutan melakukan hubungan seksual karena nyeri.
e) Peran
g) Kognitif perceptual
i. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) GCS
b) Tingkat Kesadaran
c) Tanda-Tanda Vital
(1) Jam I : tiap 15 menit
2) Head to toe
a) Kepala
b) Wajah
Memeriksa apakah konjungtiva pucat, apakah skelera ikterus
c) Leher
(2)Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah kelejar tiroid membesar, pembuluh limfe, pelebaran
vena jugularis.
d) Thorak
(1) Payudara
(2) Jantung
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi
bradikardi.
Volume darah
Perubahan hematologik
Jantung
- Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
(3) Paru
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post
partum.
e) Abdomen
(2) Memeriksa fundus uteri, konsistensi, kekuatan kontraksi, posisi, tinggi fundus.
(3) Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal
f) Genetalia
(1) Uterus
Memeriksa apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi normal.
(2) Lochea
(3) Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2
minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
(4) Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai
8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
(1) Pemeriksaan perineum : REEDA (red, edema, ecchymosis, discharge, loss of approximation)
(1) Memeriksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan.
(3) Memeriksa refleks patella untuk mengetahui apakah terjadi hypo atau hyper.
(4) Memeriksa homans’ sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif).
Menurut Reeder et al (2011, h.59) diagnosa keperawatan post partum antara lain:
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,
kehilangan darah yang berlebih
b. Nyeri berhubungan dengan adanya kontraksi uterus pasca persalinan, adanya luka
insisi post SC
c. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan diurisis post partum , retensi
urine
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
e. Resiko infeksi berhubungan dengan mastitis,endometrtitis, sistisis, luka post sc
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah atau laserasi,
episiotomi,laserasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall. (2009). Keperawatan Maternitas, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
Mansjoer. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta
Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta: EGC.Wiknjosostro, Hanita. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta:
Herdman, T. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, ahli bahasa Sumarwati & Subekti, N (eds)
Manuaba, I 2012, Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga Berencana, Jakarta : Trans Info Media
Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri : obstetric fisiologi, obstetric patologi. Jakarta : EGC, 2011
Nugroho, T. 2010. Kasus Emergency Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Potter & Perry, 2005, Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 , Jakarta, EGC
Reeder, J, Martin, L & Griffin, D. 2011. Keperawatan Martenitas : Kesehatan Wanita Bayi & Keluarga 18e
Vol2, ahli bahasa Afiyanti, Racmawati, Lusyana, Kurnianingsih, Subekti, Yulianti (ed). Mardella,
Jakarta, EGC