Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SEKSIO SESAREA DENGAN INDIKASI PLASENTA PREVIA

A. Konsep Dasar Plasenta Previa


1. Definisi
Menurut Nugroho (2010) Plasenta previa yaitu plasenta yang letaknya abnormal, karena plasenta
terletak pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostinum uteri internum.

Adapun menurut Chalik dalam Prawirohardjo (2009) plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi

pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostinum uteri

internum.

2. Etiologi
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berkurangnya

vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau tumor
yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan sebuah teori tentang penyebab

palcenta previa yang masuk akal.

Selain itu, kehamilan multiple/lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih besar untuk

implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga

pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah

pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.

3. Klasifikasi Plasenta Previa

Menurut Nugroho, 2012 dikenal 4 klasifikasi dari plasenta previa :

a. Plasenta previa totalis : Plasenta menutupi seluruh ostinum uteri internum


b. Plasenta previa lateralis : Plasenta menutupi sebagian dari ostium uteri intenum

c. Plasenta previa marginalis tepi plasenta berada tepat pada tepi ostinum uteri internum

d. Plasenta letak rendah : Plasenta berada 3 – 4 cm pada tepi ostium uteri internum

4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugroho, 2012 pada plasenta previa pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :

a. USG untuk diagnosis pasti yang menentukan letak plasenta


b. Pemeriksaan darah : hemoglobin dan hematocrit

5. Manifestasi klinis

Menurut Nugroho (2012) manifestasi klinis plasenta previa diantara lain:


a. Anamnesa

1) Perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab
2) Terutama pada multi gravida pada kehamilan setelah 20 minggu
b. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasaanya belum masuk pintu atas panggul.
2) Pemeriksaan inspekulo : perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.

6. Penatalaksanaan

Menurut Nugroho, 2012 penatalaksanaan plasenta previa diantara lain:

a. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.

b. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak

melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk,

mengedan karena sulit buang air besar).


c. Pasang infus NaCl fisiologis, bila tidak memungkinkan berikan peroral.

d. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi
adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan.

e. Bila terjadi renjatan, segera lakukan pemberian cairan dan tranfusi darah.

f. Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan

derajat plasenta previa.

g. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak

perdarahan dan menyebabkan infeksi.


1) Bila usia kehamilan <37 minggu dan TBF <2500 gram

a) Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif

sampai umur kehamilan aterm. Penangan berupa tiring baring, hematinic, antibiotika

dan tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan pasien mobilisasi
bertahap. Bila pasien berjalan tetap taka da perdarahan pasien boleh pulang. Pasien

dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika terjadi

perdarahan. Nasihan ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta previa

dengan USG namun tidak mengalami perdarahan.


b) Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka
dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif.

2) Bila usia kehamilan >37 minggu/ lebih dan TBF <2500 gram
Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri
kehamilan, baik secara pervaginam atau perabdominal.
a) Persalina pervaginam diindikasikan pada plasenta previa marginalis, plasenta previa

letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm atau lebih.
b) Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan

kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan
plasenta yang berdarah.
c) Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada

maka dilakukan seksio sesar.


d) Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin
mati atau hidup, plasenta previa lateralis.

7. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta

previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal

(Prawirohardjo, 2009; h.499).

a. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari
tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu

tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.


b. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang

tipis mudah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium

bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan perkreta.

Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi villinya masih belum

masuk ke miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami

akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi resiko retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering

terjadi pada uterus yang penah seksio sesaria.

c. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk

robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua
tindakan manual ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen

bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.

Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara

yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria
ovarika, pemasangan tampn, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat
gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektmi total.

d. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil
tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
e. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkaan sebagian oleh karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37

minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kartikosteroid untuk mempercepat kematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.

f. Komplikasi lainnya yaitu solusio plasenta (resiko relatif 13,8), seksio sesaria (RR 3,9), kelainan letak
janin (RR2,8), perdarahan post partum (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50%) dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9%.

B. SEKSIO SESAREA (SECSIO CAESAREA)


1. Pengertian
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding

uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2002; hal.85). Seksio sesarea adalah suatu

persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding

rahim

2. Indikasi seksio sesarea


Menurut Imam Rasjidi (2009, h.88) indikasi seksio sesarea diantara lain:

a. Indikasi mutlak
1) Indikasi ibu

a) Panggul sempit

b) Bekas seksio sesarea dengan indikasi disproporsi sevalopelvik

c) Disfungsi uterus

d) Distosia jaringan lunak

e) Plasenta previa
2) Indikasi janin

a) Janin sangat besar

b) Gawat janin

c) Letak lintang
d) Presentasi bokong pada primi gravida

e) Double footling breech

b. Indikasi Relatif

1.) Riwayat seksio sesarea


2.) Presentasi bokong
3.) Distosia

4.) Fetal distress


5.) Preeklamsia berat,penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6.) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
7.) Gemeli

c. Indikasi sosial
1.) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya

2.) Wanita yang ingin seksio sesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau
asfiksia selama persalinan atau mengurangi resiko keusakan dasar panggul
3.) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah

melahirkan

3. Kontra indikasi
Menurut Imam Rasjidi (2009, hal.89) kontra indikasi seksio sesarea antara lain :

a. Janin mati

b. Syok

c. Anemia berat

d. Kelainan kongenital berat

e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen


f. Minimnya fasilitas operasi seksio sesarea

4. Bentuk Operasi Seksiso Sesarea

Ruatam Mochtar (2002, hal 80-87) juga memaparkan jenis-jenis seksio sesarea diantara lain

a. Abdomen

b. Vagina

c. Seksio sesarea klasik

d. Seksio sesarea ismika


Pathway Post Sectio Sesarea Dengan Indikasi Plasenta Previa

 Operasi SC sebelumnya Merokok Kehamilan vaskularisasi Zygot tertanam


 Wanita usia >35 tahun kembar sangat rendah
 Plasenta previa pada kavum
sebelumnya uteri
 Jumlah kehamilan Kadar O2 Plasenta Aliran darah
sebelumnya dalam tubuh besar ke plasenta
 Interval yang pendek janin Membentuk
antar kehamilan
plasenta yang
 Tumor pada uterus
Membentang berdekatan
luas pada Plasenta dengan ostium
Merangsang meluaskan
daerah internum
pertumbuhan permukaannya
uterus servisis
plasenta yang
besar

Plasenta
tertanam kuat
pada ostium
internum
servisis

Plasenta berimplantasi
di sekitar segmen bawah
rahim

Menutup sebagian atau


seluruh osteum uteri
internum

PLASENTA PREVIA
Placenta previa

Seksio Cesarea

Post Operasi sc

Post Ansestasi Spinal Luka Post Operasi Nifas

Penurunan saraf Penurunan saraf Jaringan Jaringan Uterus Laktasi Psikologis


ekstermitas otonom terputus terbuka (Taking in, taking
Bawah hold, taking go)
Kontraksi Progesteron dan
Kelumpuhan Penurunan Merangsang Proteksi
uterus esterogen menurun Perubahan
saraf area sensorik kurang
Cemas psikologis
vegetatif motorik
Mobilitas Prolaktin meningkat
Invasi Adekuat Tidak Adekuat
Penurunan Nyeri Penambahan
bakteri
peristaltik Pertumbuhan kelenjar anggota baru
usus Pengelupasan Atonia uretri susu terangsang
Resti infeksi desidua Kebutuhan
Resiko meningkat
Perdarahan Isapan bayi
Konstipasi Lochea
Perubahan
Hipovolemik Anemi Oksitosin meningkat
pola peran

Kekurangan HbO2 Ejeksi ASI


volume cairan menurun

Adekuat Tidak adekuat


Metabolisme anaerob
ASI keluar ASI tidak keluar
Asam laktat meningkat
Efektif Inefektif laktasi
laktasi
Suplai O2 ke jaringan menurun Kelelahan Kurang pengetahuan
perawatan payudara
Nekrose Intoleransi aktivitas
5. Komplikasi

Klasifikasi seksio sesarea menurut Rustam Mochtar (2002, hal.87) antara lain :

a. Infeksi peurperal (nifas)

1) Ringan,dengan kenaikan suhu beberapa hari saja


2) Sedang,dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit

kembung

3) Berat,dengan peritonitis,sepsis dan ileusparalitik,infeksi berat sering kita jumpai pada


partus terlantar,sebelum timbul infeksi nifas
b. Perdarahan, karena

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia uteri
3) Perdarahan pada placental bed

c. Luka kandung kemih,emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu

tinggi

d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

6. Perawatan pasca bedah

Rustam Mochtar (2002, hal.120) memaparkan perawatan pasca bedah antara lain :

a. Penatalaksanaan nyeri
Dalam 24 jam pertama pascaoperasi,pasien akan merasa nyeri sehingga harus

diberikan analgesik yang adekuat. Rasa nyeri pada pasien yang mendapat anastesi spinal

timbul sejak tungkai bawah mulai dapat digerakkan. Lazimnya, penghilang sakit telah

diberikan dalam tetesan infus oleh dokter anestesi,selanjutnya analgetik dapat diberikan

diruang rawat.
Penggunaan ketorolac 90 mg sehari, dibagi atas 3 dosis, ditambah ketoprofen

supositoria sudah memadai. Ketorolac 10 mg intravena dapat ditambahkan jika pasien

masih merasa kesakitan (Mochtar, 2002; hal. 119).


b. Kateterisasi

Pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan per vaginam sama dengan pada

persalinan biasa jika tidak ada luka robekan yang luas,untuk mencegah iritasi dan

pencemaran luka oleh urin, kandung kemih dikosongkan dengan kateter.


Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada pasien,

menghalangi involusi uterus, dan menyebabkan perdarahan. Karena itu, dianjurkan

pemasangan kateter tetap yang dipasang selama 24-48 jam atau lebih, bergantung pada

jenis operasi dan keadaan pasien. Dengan cara tersebut, urin dapat ditampung dan diukur
dalam botol plastik secara periodik (Mochtar, 2002; hal. 119).

c. Perawatan lanjutan

Pasien dianjurkan untuk datang kontrol luka pada hari ketujuh atau kedelapan.
Kunjungan dilakukan lebih cepat apabila ada hal-hal khusus, seperti nyeri berlebihan,
terbukanya perban, atau ada perembesan darah. Vitamin C, B kompleks dapat diberikan

untuk mempercepat proses penyembuhan pasien.


LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUS NORMAL

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi

a. Masa nifas atau post partum merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang

meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak
hamil yang normal (Marmi, 2011).

b. Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,
sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan

dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan

saat melahirkan (Suherni, 2009).

c. Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu
masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010)

2. Klasifikasi

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha 2009 adalah sebagai berikut:

a. Priode immediate post partum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam. Pada masa ini sering terdapat masalah, misalnya
perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu bidan harus tetarur melakukan pemeriksaan kontraksi

uterus, pengeluaran lochea, teknan darah, dan suhu.

b. Priode early post partum antara 24 jam sampai 1 minggu

Pada fase ini dapat memastikan involasi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea

tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.

c. Periode late post partum antara 1 minggu sampai 5 minggu


Pada priode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling

keluarga berencana.

3. Gejala Klinis (Fisiologi Nifas)


Pada masa puerperium atau nifas tampak perubahan dari alat – alat / organ reproduksi yaitu :

a. Sistem Reproduksi

1) Uterus
Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan pengecilan ukuran (involusi) dari
uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus uteri (TFU) post partum menurut masa involusi

Tabel 1. TFU menurut masa involusi

INVOLUSI TFU BERAT UTERUS

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Placenta lahir  2 cm di bawah umbilicus  1000 gram

dengan bagian fundus bersandar

pada promontorium sakralis

1 minggu Pertengahan antara umbilikus 500 gram

dan simfisis pubis

2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50-60 gram

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Selama 1 samapi

2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena

penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin secara

IV atau IM diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang

pelepasan oksitosin.

2) Vagina dan Perineum


Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina.

Macam – macam lochia :

a) Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, terjadi selama 2 hari pasca persalinan

b) Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi hari ke 3 – 7 pasca persalinan
c) Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi hari ke 7 – 14 hari pasca persalinan
d) Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan

Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi

atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda

infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid biasanya akan terlihat pada

ibu yang memiliki riwayat hemoroid dan karena mengedan terlalu kuat.

3) Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon laktogen (prolaktin) terhadap
kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai di akhir masa kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum

dimana kolostrum mengandung lebih banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit.

Produksi ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena menetek merupakan suatu rangsangan
terhadap peningkatan produksi ASI. Makin sering menetek, maka ASI akan makin banyak diproduksi.

Perubahan yang terjadi pada payudara meliputi :

a) Proliferasi jaringan kelenjar mamma dan lemak

b) Pengeluaran kolustrum yang berwarna kuning, mengandung banyak protein albumin dan globulin yang
baik untuk meningkatkan sistem imunitasi bayi

c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam mammae

b. Sistem Pencernaan

1) Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan ringan. Setelah

benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan

untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah biasa dikonsumsi diserta konsumsi camilan yang sering

ditemukan.

2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat

setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan ansthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas

ke keadaan normal.
3) Defekasi

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.

Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa

pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu
sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomi,

laserasi, hemorid. Kebiasan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.

c. Sistem Perkemihan

1) Uretra dan kandung kemih


Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi

melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti

daerah-daerah kecil hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering
menunjukkan adaya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan

efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada

panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi penurunan atau
mengubah reflex berkemih, penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi

kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dpat menyebabkan

pendarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Tonus

kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5 sampai 7 hari setelah bayi lahir.
d. Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang

meregang pada payudara,abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya.

Kelainan pembuluh dara seperti spider angioma (nevi), eritema palmar biasanya berkurang sebagai respon
terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Diaforesis adalah perubahan yang paling

jelas terlihat pada sistem integumen.

4. Patofisiologi

Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini
dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan lain yakni
hemokonsentrasi dan timbulonya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar
hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara
nyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera setelah post partum entuk serviks
agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk seperti cincin.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi
dan nekrosis di tempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2 – 5
mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desisua dan selaput janin regenerasi
endometrium terjadi sisa-sisa sel desisua basalis yang memakai waktu 2 – 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fascia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan partus setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala. Nifas dibagi
dalam tiga periode :
1. Post partum dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan.
2. Post partum intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
bulanan atau tahunan.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan post partum menurut Siswosudarmo, 2008:
a. Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya
b. Keadaan umum: TTV, selera makan dan lain-lain
c. Payudara: air susu, putting
d. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum

e. Sekres yang keluar atau lochea


f. Keadaan alat kandungan

7. Komplikasi
a. Pembengkakan payudara
b. Mastitis (peradangan pada payudara)

c. Endometritis (peradangan pada endometrium)

d. Post partum blues

e. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada jaringan terinfeksi atau
pengeluran cairan berbau dari jalan lahir selam persalinan atau sesudah persalinan.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan: istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri

c. Hari ke- 1-2: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara,

perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.

d. Hari ke- 2: mulai latihan duduk

e. Hari ke- 3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas

Meliputi identitas klien, yang terdiri dari nama, umur, alamat, status perkawinan. Terdapat juga

identitas penanggung, misal suami.

b. Status Kesehatan Saat Ini


Meliputi keluhan saat MRS dan keluhan utama saat ini.
c. Riwayat Obstetri

1) Riwayat menstruasi

2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

d. Riwayat Persalinan dan Kelahiran Saat Ini


1) Tipe persalinan

2) Lama persalinan (kala I, kala II, kala III, kala IV)

3) Penggunaan analgesik dan anastesi


4) Apakah terdapat masalah dalam persalinan.
5) Kesanggupan dan pengetahuan dalam perawatan bayi, seperti breast care, perineal care, nutrisi, senam

nifas, KB, menyusui

e. Keadaan Bayi
Meliputi BB, PB, apakah ada kelainan atau tidak.

f. Riwayat Keluarga Berencana

Apakah klien melaksanakan KB

1) Bila ya, jenis kontrasepsi apa yang digunakan.


2) Sudah berapa lama menggunakan kontrasepsi.

3) Apakah terdapat masalah dalam penggunaan kontrasepsi.

g. Riwayat Kesehatan

1) Penyakit yang pernah dialami klien.


2) Pengobatan yang pernah didapat.

3) Apakah ada riwayat penyakit keluarga seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit

hipertensi.

h. Kebutuhan Dasar Khusus

1) Pola nutrisi.
Nafsu makan meningkat, Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.

2) Pola eliminasi/sistem urogenital.

a) Konstipasi, tidak mampu berkemih, retensi urine.


b) Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.

c) Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.

d) Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.

3) Pola personal hygiene.


Bagaimana frekuensi personal hygiene klien, seperti mandi, oral hygiene, maupun cusi rambut.
a) Pola istirahat dan tidur.

Kurang tidur, mengantuk.

b) Pola aktivitas dan latihan.

Terganggu karena nyeri.


c) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Apakah klien merokok, minum-minuman keras, ataupun ketergantungan obat.

d) Seksualitas/reproduksi
Ketakutan melakukan hubungan seksual karena nyeri.
e) Peran

Perubahan peran sebagai ibu.

f) Persepsi diri/konsep diri


Penilaian citra tubuh terganggu.

g) Kognitif perceptual

Kurang pengetahuan tentang perawatan bayi, ibu post partum.

i. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum

a) GCS

b) Tingkat Kesadaran

c) Tanda-Tanda Vital
(1) Jam I : tiap 15 menit

(2) Jam II : tiap 30 menit

(3) 24 jam I : tiap 4 jam

(4) Setelah 24 jam : tiap 8 jam

2) Head to toe
a) Kepala

Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah.

b) Wajah
Memeriksa apakah konjungtiva pucat, apakah skelera ikterus

c) Leher

(1)Hiperpigmentasi perlahan berkurang.

(2)Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah kelejar tiroid membesar, pembuluh limfe, pelebaran
vena jugularis.
d) Thorak

(1) Payudara

Terdapat perubahan payudara, payudara membesar. Putting mudah erektil.

Pruduksi colostrums 48 jam.


Memeriksa pada payudara jika terdapat massa, atau pembesaran pembuluh limfe.

(2) Jantung

Tanda-tanda vital
- Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi
bradikardi.

Volume darah

- Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu


- Persalinan normal : 200 – 500 cc.

Perubahan hematologik

- Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.

Jantung
- Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.

(3) Paru

Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post

partum.
e) Abdomen

(1) Memeriksa bising usus pada empat kuadran.

(2) Memeriksa fundus uteri, konsistensi, kekuatan kontraksi, posisi, tinggi fundus.

(3) Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal

6-8 minggu post partum.


(4) Terdapat linea gravidarum, strie alba, albican.

f) Genetalia

(1) Uterus
Memeriksa apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi normal.

(2) Lochea

Memeriksa lochea : tipe, jumlah, bau.

Komposisi : Jaringan endometrial, darah, limfe.


Tahap
- Rubra (merah) : 1-3 hari.

- Serosa (pink kecoklatan)

- Alba (kuning-putih) : 10-14 hari

Lochea terus keluar sampai 3 minggu.


Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.

Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.

(3) Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2
minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.

(4) Vagina

Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai
8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.

g) Perinium dan Anus

(1) Pemeriksaan perineum : REEDA (red, edema, ecchymosis, discharge, loss of approximation)

(2) Pemeriksaan adanya hemoroid.


h) Ekstremitas

(1) Memeriksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan.

(2) Apakah ada varises.

(3) Memeriksa refleks patella untuk mengetahui apakah terjadi hypo atau hyper.
(4) Memeriksa homans’ sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif).

Menurut Reeder et al (2011, h.59) diagnosa keperawatan post partum antara lain:
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,
kehilangan darah yang berlebih
b. Nyeri berhubungan dengan adanya kontraksi uterus pasca persalinan, adanya luka
insisi post SC
c. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan diurisis post partum , retensi
urine
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
e. Resiko infeksi berhubungan dengan mastitis,endometrtitis, sistisis, luka post sc
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah atau laserasi,
episiotomi,laserasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. (2009). Keperawatan Maternitas, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta

Mansjoer. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta

Kusuma,.K. 2013 Asuhan Keperawata berdasarkan Nanda NIC-NOC.Yogjakarta: salemba Medika


Jones. (2011). Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi 6. Alih Bahasa Hadyanto. Jakarta
Mochtar, Rustam. 2015. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: EGC.Manuaba, IB. 2001. Konsep Obstetri dan

Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta: EGC.Wiknjosostro, Hanita. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta:

Yayasan BimaPustaka Sarwana Prawirohardjo


Bahiyatun.2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Chalik, T.M.A. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Prawirohardjo.

Herdman, T. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, ahli bahasa Sumarwati & Subekti, N (eds)

Barlid, Ester, Praptiani, Jakarta, EGC


https://www.scribd.com/doc/101755701/LP-Plasenta-Previa diakses tanggal 08 Agustus pukul 13.00 wita.

http:// www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id/ diakses tanggal 08 Agustus pukul 13.00 wita.

Manuaba, I 2012, Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga Berencana, Jakarta : Trans Info Media

Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri : obstetric fisiologi, obstetric patologi. Jakarta : EGC, 2011
Nugroho, T. 2010. Kasus Emergency Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika

Nugroho, T. 2012. Obsgyn Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Potter & Perry, 2005, Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 , Jakarta, EGC

Prawirohardjo, S 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka prawirohardjo.

Reeder, J, Martin, L & Griffin, D. 2011. Keperawatan Martenitas : Kesehatan Wanita Bayi & Keluarga 18e
Vol2, ahli bahasa Afiyanti, Racmawati, Lusyana, Kurnianingsih, Subekti, Yulianti (ed). Mardella,
Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai