Anda di halaman 1dari 40

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTU

MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPKIR


ANALITIS KELAS XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG

PROPOSAL SKRIPSI

Pembimbing 1 : Drs. Yusuf Suharto, M.Pd


Pembimbing 2 : Dr. Satti Wagistina, S.P, M.Si
Penguji : Dr. Budi Handoyo, M.Si

OLEH:
CICIK ISMANIAH
150721600545

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PRODI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
FEBRUARI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal skripsi oleh Cicik Ismaniah ini telah diperiksa dan disetujui untuk
diujikan.

Malang, 11 Februari 2019


Pembimbing I,

Drs. YUSUF SUHARTO, M.Si


NIP. 196104271986011001

Malang, 11 Februari 2019


Pembimbing II,

Dr. SATTI WAGISTINA, S.P.,M.Si


NIP. 197411162005012001

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
D. Manfaat Peneitian ........................................................................................... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................... 7
F. Definisi Operasional ........................................................................................ 7
BAB II ..................................................................................................................... 9
KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 9
A. Kemampuan Berpikir Analitis ........................................................................ 9
B. Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantu Media Video ...... 13
C. Kaitan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantu Media Video
terhadap Kemampuan Berpikir Analitis ............................................................ 21
BAB III ................................................................................................................. 24
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 24
A. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 24
B. Kehadiran Peneliti di Lapangan .................................................................... 25
C. Kancah Penelitian ......................................................................................... 25
D. Subjek Penelitian .......................................................................................... 25
E. Data dan Sumber Data .................................................................................. 25
F. Pengumpulan Data ........................................................................................ 26
G. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 26
H. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 27
H. Teknik Analisis Data .................................................................................... 32
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 34

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
3.1 Tabel Kualifikasi Berpikir Analitis .......................................................... 32
3.2 Format Perbandingan Rata-rata nilai Berpikir Analitis Siswa ................. 33

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Nama Siswa Kelas XI IPS 5 .................................................................... 37
2. Nilai Kemampuan Analitis Siswa Pra Siklus ........................................... 38
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................................ 39
4. Panduan Kegiatan Siklus I ....................................................................... 46
5. Lembar Penyelidikan Lapangan ............................................................... 48
6. Lembar Hasil Diskusi Kelompok ............................................................. 49
7. Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Analitis ............................................ 51
8. Soal Tes Berpikir Analitis Siklus I........................................................... 59
9. Lembar Keterlaksanaan PBL .................................................................. 61
10. Lembar Catatan Lapangan ...................................................................... 62

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada abad 21 siswa dituntut untuk mampu menghadapi berbagai tantangan
global. Siswa tidak hanya memerlukan pembelajaran yang sederhana saja, tetapi
harus dituntun dan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi (high order thinking skills/HOTS). Sebelum siswa mencapai kemampuan
berpikir tingkat tinggi, salah satu tahapan kemampuan siswa yang harus dicapai
yaitu berpikir analitis. Berpikir analitis merupakan tingkatan berpikir dari berpikir
tingkat tinggi, sesuai yang dikemukakan oleh Bloom, sehingga ketika siswa
menjawab soal ranah kognitif C4 siswa dapat menunjukkan kemampuan berpikir
anaitis (Rasweda, 2013)
Kemampuan berpikir analitis termasuk ke dalam kemampuan kognitif,
siswa menganalisis suatu masalah dan mencari solusi/pemecahan masalah dari
permasalahan tersebut. Kemampuan berpikir analitis khususnya pada mata
pelajaran geografi sangat diperlukan. Kemampuan ini berguna untuk menganalisis
permasalahan yang berkaitan dengan mata pelajaran geografi. Pembelajaran di
sekolah menuntut siswa untuk berpikir analitis, pada kenyataannya sedikit siswa
yang memiiki kemampuan berpikir analitis di mata pelajaran geografi. Siswa masih
cenderung banyak menghafalkan materi bukan memahami sehingga kemampuan
berpikir anaitis mereka kurang terlatih.
Pada pembelajaran geografi untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
berpikir analitis masih banyak ditemui kendala, karena penerapan model
pembelajaran yang digunakan tidak sesuai, seperti yang ditemui di kelas XI IPS 5
SMAN 1 TUMPANG. Kelas XI IPS 5 merupakan salah satu kelas di SMAN 1
TUMPANG yang dipilih sebagai subjek penelitian ini. Kelas ini memiliki
karakteristik siswa yang cukup kondusif dan memiiki kemampuan kognitif yang
cukup baik dibandingkan dengan empat kelas XI IPS lainnya. Hal tersebut
dibuktikan dengan perolehan hasil belajar siswa kelas XI IPS 5 dengan kelas XI
IPS yang lain pada materi sumber daya alam . Selain itu jumlah keseluruhan siswa
pada kelas ini yaitu 34 siswa, dari jumlah tersebut merupakan jumlah paling banyak

1
2

di kelas sehingga dapat memudahkan untuk melihat kemampuan berpikir analitis


siswa.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti siswa di kelas XI
IPS 5 mudah untuk dilibatkan dalam proses pembelajaran. Siswa tergolong
memiliki kemampuan berpikir kritis saat pembelajaran walaupun masih ada
permasalahan yang ditemui di kelas ini. Permasalahan utama yang ditemukan
peneliti pada saat melakukan observasi dan kegiatan pembelajaran di kelas yaitu
pada saat pembelajaran kelompok. Siswa kelas XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG
ketika guru memberikan permasalahan lembar kerja siswa untuk bahan diskusi,
jawaban yang dihasilkan dalam mengerjakan pertanyaan yang terdapat dalam
lembar kerja tersebut cenderung mengutip dari buku atau internet tanpa mengolah
dan menganalisisnya lagi. Hal ini masih belum membuktikan bahwa siswa masih
belum bisa menganalisis, mencari jawaban sendiri dan mengaitkan dengan fakta
yang ada di sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kemampuan
siswa dalam menggali informasi, menemukan, mengumpulkan data serta
menganalisis data yang diperoleh masih rendah
Kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPS 5 dalam mata
pelajaran geografi rendah dibuktikan dengan nilai tes essai pada materi Sumber
Daya Alam. Rata-rata nilai yang diperoleh yaitu 73,75 dibawah KKM yaitu 75.
Penyebab permasalahan di atas dilihat berdasarkan empat aspek yang terdiri dari:
aspek siswa, guru, sarana dan prasarana, dan penerapan strategi pembelajaran.
Ditinjau dari aspek siswa. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa siswa
masuk di SMAN 1 Tumpang berdasarkan seleksi jalur prestasi yang di seleksi
melalui penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dilakukan serentak se-
kabupaten Malang. Selain menggunakan jalur prestasi, sekolah juga menerapkan
jalur dengan menggunakan nilai rapot dan hasil ujian nasional. Dengan demikian
input siswa di SMAN 1 TUMPANG tergolong cukup baik, karena melewati seleksi
yang ketat. Maka dari itu aspek siswa bukan penyebab rendahnya kemampuan
berpikir analitis.
Aspek kemampuan pedagogik guru, Berdasarkan hasil wawancara dengan
guru geografi menunjukkan bahwa guru geografi SMAN 1 Tumpang sudah
memiliki kompetensi kemampuan akademik dan kemampuan pedagogik. Selain
3

kemampuan pedagogik guru harus memiliki dan memahami kompetensi tersebut


selayaknya guru mengimplementasikan kompetensi dalam proses pembelajaran,
namun kenyataan di sekolah implementasi dari kompetensi pedagogik belum
terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan karena guru terlalu fokus terhadap
pencapaian materi pembelajaran dan guru belum membentuk proses pembelajaran
dengan menerapkan model-model pembelajaran sehingga pembelajaran di kelas
tidak berjalan dengan baik, sistematis, dan runtun. Pada awal perencanaan kegiatan
pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran, guru
hanya memberikan soal-soal yang terdapat di buku paket.

Aspek sarana dan prasarana, Sarana dan prasarana dalam proses belajar
mengajar sangat diperlukan untuk keberlangsungan belajar yang nyaman. Sarana
dan prasarana di sekolah sudah terpenuhi dengan baik. Pemenuhan sarana-
prasarana dilihat dari adanya LCD (proyektor) di kelas, kondisi kelas yang bersih
yang mampu menunjang pembelajaran di kelas. Sarana dan prasaran seperti buku
paket geografi revisi K13 di perpustakaan sudah tersedia sebanding dengan jumlah
siswa sehingga masing-masing siswa diberikan buku paket geografi. Aspek sarana
dan prasarana bukan menjadi penyebab rendahnya kemampuan berpikir analitis.

Aspek penerapan strategi pembelajaran, Berdasarkan observasi yang sudah


dilakukan, diketahui bahwa pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru.
Pembelajaran di kelas hanya mengerjakan soal-soal di buku paket dan melakukan
presentasi sehingga terjadi proses pembelajaran yang membosankan. Dalam
pembelajaran di kelas guru belum pernah menerapkan model Problem Based
Learning, guru hanya menggunakan metode ceramah yang dianggap paling mudah
dan tidak memerlukan persiapan yang banyak. Dengan penerapan metode ceramah
tersebut banyak ditemui siswa yang cara belajarnya dengan mengingat dan
menghafal. Kebiasaan menghafal dalam mempelajari materi geografi hanya akan
menghadirkan pengetahuan yang bersifat mudah terlupakan. Hal ini disebabkan
metode pembelajaran yang digunakan kurang sesuai sehingga siswa tidak tertarik
dan tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikir analitis dalam
pembelajaran geografi. Aspek penerapan strategi pembelajaran menjadi penyebab
rendahnya kemampuan berpikir analitis.
4

Bertolak dari permasalahan tersebut, maka peneliti melakukan tindakan


peningkatan kemampuan berpikir analitis siswa dengan dilakukanlah pemilihan dan
penerapan model, metode, dan strategi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran
di kelas. Model yang akan digunakan peneliti yaitu model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL). Dengan penerapan model PBL,siswa diharapkan dapat
meningkat kemampuan berpikir analisisnya serta lebih antusias dalam mengikuti
pembelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah Problem Based Learning (PBL) merupakan
keterkaitan antara kurikulum dan proses pembelajaran (Sumarmi, 2012:147). PBL
atau pembelajaran berbasis masalah merupakan tipe pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa belajar tentang cara
berfikir analitis untuk keterampilan memecahkan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dari materi pembelajaran. Kemampuan analisis pada model
pembelajaran PBL terdapat pada sintak membimbing penyelidikan individu
maupun kelompok dalam pemecahan masalah. Pada tahapan ini siswa melakukan
analisis lebih mendalam mengenai permasalahan yang sudah diketahui sehingga
dapat diperoleh pemecahan masalahnya.
Penerapan model pembelajaran PBL pada mata pelajaran geografi,
khususnya pada materi ”Keragaman Budaya sebagai Identitas Nasional” dapat
melatih kemampuan berfikir analitis siswa dikarenakan dalam materi ini banyak
terdapat permasalahan yang dapat diangkat sebagai masalah yang bersifat
kontekstual. Materi Keragaman Budaya sebagai Identitas Nasional lebih mudah
dalam pengaplikasiannya di dalam dunia nyata, karena contoh dari permasalahan
ditemukan dengan mudah di lingkungan sehari-hari siswa. Materi ini
memperkenalkan siswa pada kebudayaan, selain itu adanya permasalahan akibat
adanya keragaman budaya juga dipelajari dalam materi ini. Siswa dengan mudah
mempelajari materi ini dengan melihat fenomena dalam kehidupan sehari-hari, hal
demikian membuat siswa dapat dengan mudah melakukan analitis dikarenakan
permasalahan yang ada merupakan permasalahan pada kehidupan sehari-hari siswa.

Penerapan model pembelajaran PBL pada materi Keragaman Budaya


sebagai Identitas Nasional lebih efektif dengan menggunakan media. Penggunaan
media pembelajaran dapat meningkatkan antusiasme siswa yang kemudian akan
5

merangsang kemampuan berpikir analitis siswa. Seperti pendapat Suryani dan


Agung (2012), media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar. Media pembelajaran berbasis video dipilih dalam
penelitian ini, media pembelajaran ini berperan sebagai alat bantu guru dalam
menyampaikan materi pelajaran. Dengan adanya media video ini diharapkan
kemampuan berpikir analitis siswa dapat meningkat.

Sesuai dengan penelitian terdahulu, dalam judul Penerapan Model


Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Keaktifan
Belajar Dan Kemampuan Berpikir Analitis Materi Hidrosfer Siswa Kelas X IPS 3
SMA Negeri 7 Malang oleh Rissanti (2014) model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis. Dalam
penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan sebesar 72% dari kemampuan
awalnya. PBL dapat mengasah kemampuan berpikir siswa menjadi lebih terarah,
karena dalam penelitian ini lebih menekankan pada kemampuan siswa dalam
mengolah informasi serta memecahkan masalah.

Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Fadhilah (2016) berjudul


Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Minat Belajar
Dan Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Kelas XI IPS MA PUTRI NURUL
MASYITOH Lumajang. Penelitian ini menunjukkan peningkatan berpikir analitis
sebesar 65,4%. Peneliti menjelaskan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa
dipengaruhi oleh model pembelajaran dan minat belajar siswa. Dengan melakukan
pembelajaran yang lebih bervariatif diaharapkan siswa mampu meningkat
kemampuan berpikir analitisnya. Pembelajaran yang bervariatif salah satunya
adalah menggunakan media video dalam penyampaian materinya, sehingga siswa
lebih mudah dalam memahami materi dan aplikasi kemampuan analitis.

Penerapan model pembelajaran PBL dalam mata pelajaran geografi


khususnya pada materi Keragaman Budaya sebagai Identitas Nasional dapat
diterapkan untuk melatih, membiasakan dan meningkatkan kemampuan berpikir
analitis siswa, sebab pada materi ini banyak peristiwa yang dapat digunakan sebagai
masalah yang sifatnya kontekstual. Pembelajaran yang demikian membuat siswa
antusias dan terlibat langsung pada pembelajaran karena masalah yang disampaikan
6

merupakan masalah yang nyata, dengan ini siswa bisa terdorong untuk fokus dan
berpikir analitis.
Berdasarkan uraian di atas beserta kajian permasalahan dan solusi, peneliti
melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning berbantu Media Video untuk
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Analitis Siswa Kelas XI IPS 5 di SMAN 1
TUMPANG”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantu media video dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis siswa pada
Siswa Kelas XI IPS 5 di SMAN 1 TUMPANG ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikaji maka tujuan yang dicapai dalam
penelitian ini yaitu: Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir analitis
siswa kelas XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG pada materi Keragaman Budaya sebagai
Identitas Nasional Indonesia dengan menerapkan model Problem Based Learning
berbantu media video
D. Manfaat Peneitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak lain yang terkait antara lain
sebagai berikut:
a. Bagi Guru
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan masukan yang berguna untuk
guru sebagai tenaga pengajar, agar guru dapat menerapkan model pembelajaran
yang lebih bervariasi, serta meningkatkan kemampuan profesional guru dalam
mengajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir analitis siswa melalui
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning.
b. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam usaha peningkatan
kualitas pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based
Learning pada semua pelajaran terutama mata pelajaran Geografi.
7

c. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bahan rujukan
dan perbandingan bagi peneliti yang berminat meneliti tentang kemampuan berpikir
analitis siswa melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning
dalam kegiatan pembelajaran

E. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang Lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan pada kompetensi dasar menganalisis Keragaman Budaya
sebagai Identitas Nasional sebagai Identitas Nasional pada mata pelajaran Geografi
semester 2 kelas XI.
2. Variabel tindakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran Problem Based
Learning di kelas XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG. Variabel hasil adalah
kemampuan berpikir analitis siswa dalam belajar.
3. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan empat tahap yaitu
perencanaan tindakan (observasi awal dan menetapkan serta merumuskan
rancangan penelitian), pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
4. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG
semester genap tahun ajaran 2018 - 2019 yang berjumlah 36 siswa.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Model pembelajaran Problem Based Learning.
Model Pembelajaran Problem Based Learning merupakan model pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah kehidupan nyata yang
dibantu oleh guru sehingga siswa dapat menumbuh kembangkan keterampilan
yang lebh tinggi dan memandirikan siswa melalui tahap: 1) orientasi terhadap
masalah, 2) organisasi untuk belajar 3) penyelidikan individual maupun
kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil, 5) Menganaisis dan
mengevaluasi pemecahan masalah
2. Media Video
Media Video merupakan alat bantu yang digunakan sebagai sumber belajar yang
mengandung materi dapat dilihat dan di dengar, serta dapat membantu peserta
didik untuk memahami materi yang diajarkan.
8

3. Kemampuan berpikir analitis


Kemampuan berpikir anaitis merupakan kemampuan menguraikan informasi
dari suatu permasalahan berdasarkan data da fakta untuk menarik kesimpulan
yang dapat diukur dengan niai tes berdasarkan indicator yang meliputi: 1)
mampu memberikan alasan masuk akal dari sebuah jawaban,2) memberikan
solusi/pemecahan masalah atas sebuah permasalahan, 3) meramalkan atau
menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai, 4)
Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang
digunakan dalam jawaban adalah benar, 5) Mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari semua skenario yang rumit.
4. Pembelajaran Konvensional merupakan pembelajaran klsik yang dilakukan oleh
guru sehari-hari yang pada system penyampaian materi lebih di dominasi oleh
guru yaitu dilakukan dengan metode ceramah dimana perhatian dan aktivitas
siswa hanya duduk dan diam.
5. Kemampuan Pedagogik
Kemampuan pedagogik merupakan kemampuan yang harus dimiiki guru dalam
menguasai peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,
emosional, intelektual dan menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran terkait pelajaran yang diampu.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
Di dalam bab kajian pustaka ini membahas tentang minat belajar,
kemampuan berpikir analitis, model pembelajaran Problem Based Learning,
karakteristik materi kebudayaan, media video, dan kaitan antara model
pembelajaran Problem Based Learning berbantu media video dengan kemampuan
berpikir analitis.
A. Kemampuan Berpikir Analitis
Bagian ini akan menjelaskan tentang pengertian berpikir, kemampuan berpikir
analitis, faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir analitis, dan indikator
kemampuan berpikir analitis.
1. Pengertian Berpikir
Berpikir adalah suatu proses pengoperasian otak manusia untuk
menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya serta berpikir melibatkan aktivitas
yang menghasilkan suatu ide-ide menarik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
ahli yang menyatakan bahwa ”berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan
suatu pengelolaan operasi mental tertentu yang berlaku dalam pikiran atau sistem
kognitif seseorang yang bertujuan menyelesaikan masalah, mengubah representasi
informasi ke bentuk baru dan berbeda yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan,
memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu” (Latipah, 2012:18). Pendapat
lain dikemukakan oleh Carr (2011:6) yang menyatakan bahwa berpikir adalah
kesadaran dalam memahami, membuat alasan, menilai, dan menyimpan suatu atau
informasi atau pengetahuan yang diperoleh melalui pencarian, penambahan dan
penyimpanan informasi itu sendiri.

Kemampuan berpikir meliputi beberapa tingkatan seperti beberapa


tingkatan seperti kemampuan berpikir tingkat rendah yang meliputi ingatan,
pemahaman, dan aplikasi serta kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi
analisis, evaluasi dan sintesis. Hal tersebut selaras dengan pendapat Bloom
(1979:18) yang membuat taksonomi tentang kemampuan berpikir kognitif atau
kemampuan berpikir. Bloom membuat taksonomi berdasarkan tingkatan kesulitan
berpikir yang diawali dengan knowledge (C1), comprehension (C2), application
(C3), analysis (C4), synthesis (C5), dan evaluation (C6).

9
10

Knowledge (C1) yakni pengetahuan, dalam hal ini siswa mampu


menyebutkan, menunjukkan, mengingat dan sebagainya. Comprehension (C2) atau
Pemahaman yakni kemampuan siswa untuk menjelaskan, mendefinisikan,
menterjemahkan, memberi contoh, dan sebagainya. Application (C3) yakni
kemampuan siswa untuk menerapkan, mendemonstrasikan, mengoperasikan, dan
sebagainya. Analysis (C4) yaitu kemampuan siswa untuk menganalisis,
membedakan, membandingkan, dan sebagainya. Synthesis (C5) yakni kemampuan
siswa untuk menyimpulkan, menyusun, merancang, menciptakan, dan sebagainya.
Sedangkan evaluation (C6) yakni kemampuan yang dimiliki siswa untuk menilai,
memutuskan, memilih, menyeleksi, dan sebagainya.

2. Konsep Kemampuan Berpikir Analitis


Salah satu dari kemampuan berpikir adalah kemampuan berpikir analitis
yang termasuk salah satu di dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini
sependapat dengan pendapat Purwanto (2007:9) yang menyatakan bahwa
kemampuan yang melibatkan aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian dianggap
sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Analitis adalah suatu proses mengurai, membagi, dan mengidentifikasi
sesuatu hal yang utuh menjadi bagian-bagian yang terpisah. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan Sofa (dalam Putra, 2016:14) menyatakan bahwa
analitis merupakan proses mengurai sesuatu hal yang menjadi berbagai unsur yang
terpisah untuk memahami sifat, hubungan, dan peranan masing-masing unsur.
Analitis secara umum sering disebut dengan pembagian. Pendapat Djiwandono
(2013) menyatakan bahwa “tindakan menganalitis diartikan sebagai tindakan
memecah-mecah suatu gugus data menjadi beberapa bagian, kemudian mengaitkan
bagian-bagian itu dalam suatu hubungan yang bermakna dan bermanfaat untuk
memecahkan masalah”.
Berfikir analitis merupakan proses berpikir untuk memahami suatu situasi
dengan mencari tahu penyebab dari situasi tersebut, termasuk di dalamnya
mengorganisasikan dan mengaitkan secara sistematis dan rasional. Hal ini selaras
dengan pendapat Krathwohl (2002:215) yang menyatakan bahwa menganalisis
merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian
11

dari permasalahan dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat


menimbulkan permasalahan.

Kemampuan berpikir analitis dapat diartikan sebagai kemampuan ranah


kognitif tahap analisis (C4). Untuk menguasai kemampuan tersebut, terlebih dahulu
harus menguasai aspek-aspek kognitif sebelumnya yaitu C1, C2, dan C3. Hal ini
sesuai dengan pendapat Herdian (2010:1) menyatakan bahwa kemampuan berpikir
analitis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa.
Kemampuan analitis ini tidak mungkin dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak
menguasai aspek-aspek kognitif sebelumnya.
Tingkat kognitif C1 berfikir siswa masih rendah hanya menghafal
pengetahuan. Selanjutnya tingkat kognitif C2 siswa hanya dituntut menghafal
materi saja. Kemudian pada ranah kognitif C3 siswa mampu menggunakan rumus
rumus dalam memecahkan suatu soal. Kesimpulannya, dalam mencapai
kemampuan analisis, siswa harus menguasai 3 tingkat kognitif sebelumnya.
Apabila ketiga tingkat kognitif tersebut dapat dikuasai dengan baik maka siswa
akan dengan mudah memiliki kemampuan analitis.
3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kemampuan Berpikir Analitis
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam suatu pembelajaran menjadi tolak
ukur berhasil tidaknya suatu pembelajaran tersebut. Kemampuan berpikir analitis
merupakan salah satu bagian dari keterampilan berpikir yang harus memperhatikan
pembelajaran yang bersifat pendekatan secara ilmiah dan pembelajaran yang
melatih kemampuan berpikir secara mandiri, serta dalam pembelajarannya harus
melakukan pengulangan agar dapat menunjang keberhasilan pembelajaran tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Carr (2011:11) yang menyatakan bahwa
kemampuan berpikir sadar memiliki kapasitas yang relatif terbatas dalam otak
sehingga perlu dilatih dengan berbagai pendekatan ilmiah. Pernyataan tersebut juga
didukung dengan pendapat Amer (2005:27) yang menyatakan bahwa kemampuan
berpikir analitis merupakan salah satu keterampilan dalam berpikir dimana harus
banyak berlatih untuk menunjang keberhasilannya. Dari pendapat tersebut dapat
diketahui kemampuan berpikiranalitis perlu sering digunakan agar kemampuan
tersebut menjadi kemampuan yang kita miliki.
12

Kesimpulan beberapa pernyataan di atas yaitu kemampuan berpikir analitis


dapat dipengaruhi oleh seberapa sering siswa melatih kemampuan berpikir analitis
secara mandiri menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah seperti pemberian soal
yang bersifat analisis.
4. Indikator Kemampuan Berpikir Analitis
Pengukuran kemampuan berpikir analitis menggunakan penyusunan tes yang di
dalamnya terdapat indikator berpikir analitis. Beberapa pendapat mengemukakan
tentang indikator berpikir analitis diantaranya menurut Krathwohl (2002) dan
Ruseffendi (1988:222) (dalam Yuli 2014:3) mengungkapkan beberapa indikator
kemampuan berpikir analitis, antara lain:
(1) Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan suatu
masalah adalah masuk akal, (2) Membuat dan mengevaluasi kesimpulan
umum berdasarkan atas penyelidikan atau penelitian, (3) Meramalkan atau
menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai, (4)
Mempertimbangkan validitas dari argumen dengan menggunakan berpikir
deduktif dan induktif, (5) Menggunakan data yang mendukung untuk
menjelaskan mengapa cara yang digunakan dalam jawaban adalah benar, (6)
Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, (7) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan
akibat dari semua skenario yang rumit, dan (8) Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan.
Kesimpulan dari berbagai pendapat ahli mengenai indikator kemampuan
berpikir analitis diatas, dapat disederhanakan sebagai berikut; 1) memberikan
alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan adalah masuk akal, 2)
memberikan solusi/pemecahan masalah atas sebuah permasalahan, 3) meramalkan
atau menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai, 4)
menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang
digunakan dalam jawaban adalah benar, 5) mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari semua skenario yang rumit.

Dari berbagai pendapat mengenai indikator kemampuan berpikir analitis


yang telah dijabarkan di atas, secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai
berikut.
13

Variabel Indikator
Kemampuan berpikir analitis  memberikan alasan mengapa sebuah
jawaban atau pendekatan adalah
masuk akal
 memberikan solusi/pemecahan
masalah atas sebuah permasalahan
 meramalkan atau menggambarkan
kesimpulan atau putusan dari
informasi yang sesuai
 Menggunakan data yang mendukung
untuk menjelaskan mengapa cara
yang digunakan dalam jawaban
adalah benar
 Mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan
akibat dari semua skenario yang
rumit.
Sumber: Krathwohl (2002) dan Ruseffendi (1988) dalam Yuli (2014)

B. Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantu Media Video


Model pembelajaran Problem Based Learning berbantu media video dalam
penelitian ini sebagai variabel bebas, maka akan dikaji peneliti setelah membahas
variabel terikat. Pada variabel bebas ini, model pembelajaran Problem Based
Learning dibantu dengan media video. Oleh karena itu, sebelum peneliti membahas
lebih lanjut mengenai model pembelajaran Problem Based Learning itu sendiri
selanjutnya membahas media video. Sehingga dalam sub bab ini akan dikaji
mengenai model pembelajaran Problem Based Learning, media video, dan
gambaran model pembelajaran Problem Based Learning menggunakan media
video serta kelebihan dan kekurangannya.
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL)
merupakan model pembelajaran yang menggunakan permasalahan di dunia nyata,
dimana peserta didik dilatih untuk belajar memecahkan masalah berdasarkan
pengetahuan yang sudah diperoleh dan menerapkannya sehingga pembelajaran
menjadi bermakna. Sejalan dengan ini Woods (1998) menyatakan bahwa ”Problem
14

Based Learning merupakan lingkungan belajar dimana diawali dengan penyajian


masalah, peserta didik perlu mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk
memecahkan masalah, peserta didik belajar dan menggunakan pengetahuan baru
yang mereka peroleh untuk memecahkan permasalahan yang terjadi secara nyata,
sehingga mendorong warga belajar untuk belajar secara aktif dan pembelajaran
yang lebih bermakna”.
Penggunaan model PBL ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa. Pembelajaran berbasis masalah diharapkan mampu mendidik siswa untuk
lebih mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dalam suatu
pembelajaran.
Menurut Sumarmi (2012:160), pemilihan model pembelajaran berbasis masalah
dalam pembelajaran geografi merupakan tindakan penting, hal tersebut dapat
dilihat dari:
1. Pembelajaran geografi erat kaitannya dengan pengalaman di kehidupan
nyata.
2. Pada pembelajaran geografi siswa memecahkan masalah secara riil dan
autentik, artinya masalah terjangkau oleh pengalaman nyata siswa.
3. Dalam pembelajaran geografi guru perlu menghubungkan atau
menyajikan bahan ajar/sumber belajar, media belajar, serta mengorganisasi
kelas dan mengarahkan kegiatan pembelajaran yang relevan dalam situasi
nyata.
4. Pembelajaran geografi perlu menekankan pentingnya pemecahan
masalah.
5. Menekankan pada pentingnya berfikir.
Berdasarkan pernyataan di atas, model pembelajaran Problem Based
Learning dalam pembelajaran geografi menjadi penting dikarenakan erat kaitannya
dengan pengalaman sehari-hari siswa dan membantu siswa untuk lebih aktif dalam
mencari solusi dalam suatu permasalahan. Model pembelajaran Problem Based
Learning sangat cocok digunakan pada mata pelajaran geografi karena model ini
menyajikan masalah kontekstual sehari-hari yang erat kaitannya dengan geografi.
Hal ini sesuai dengan karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) yang dikemukakan oleh Tan (2003) dan Amir (2009:22) dalam Elu
(2016:28) sebagai berikut.
15

1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran


2. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang (ill-structured)
3. Masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru
4. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu
sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini
menjadi kunci penting
5. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar
bekerja dengan kelompok, berinteraksi, dan saling mengajarkan (peer
teaching) dan melakukan presentasi
Menurut Sanjaya (2011), model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) memiliki kelebihan sebagai berikut:
Kelebihan model pembelajaran PBL: 1) memiliki teknik yang cukup bagus
untuk lebih memahami isi pelajaran; 2) untuk menemukan pengetahuan
baru bagi siswa; 3) meningkatkan aktifitas belajar siswa; 4) membantu
siswa dalam menstranfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata; 5) membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan.
Selain itu pemecahan masalah juga dapat mendorong siswa melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.; 6)
menunjukkan pada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya
merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,
bukan hanya sekedar dari guru atau dari buku-buku saja; 7) pemecahan
masalah dianggap lebih menyenagkan dan disukai siswa; 8)
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan siswa untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru; 9) memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki siswa dalam dunia nyata; 10)
mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun
belajar pada pendidikan formal berakhir.
Kelebihan Problem Based Learning dari uraian di atas dapat diambil
kesimpulan PBL dapat membantu siswa untuk berpikir analitis dalam memecahkan
sebuah masalah agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan. Pada pembelajaran
16

geografi lebih menekankan pada permasalahan nyata yang harus dipecahkan oleh
siswa, sehingga dengan mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir analitis
dan memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
Kekurangan dalam model pembelajaran Problem Based Learning yang
harus diantisipasi oleh guru menurut Sanjaya (2011) adalah sebagai berikut.
1) Jika suatu saat siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan enggan mencoba; 2) keberhasilan model pembelajaran ini
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; 3) tanpa pemahaman
mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Pada kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning ini diharapkan
guru mampu mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Suatu tujuan pembelajaran
dapat tercapai apabila guru terus memotivasi siswa untuk aktif dalam mengikuti
pelajaran dan memperhatikan sintaks model pembelajaran yang diterapkan.
Pengalokasian waktu yang tepat dan pengelolaan kelas yang baik dapat mengatasi
kelemahan pada model pembelajaran Problem Based Learning. Selain itu
mengantisipasi kelemahan pada poin ketiga, guru membantu siswa dalam
memahami ataupun mengerti mengenai permasalahan yang diberikan untuk
memberikan solusi yang tepat.
2. Media Video
Media video merupakan salah satu media pembelajaran yang mengandung materi
instrusional yang dapat didengar dan dilihat. Media video dalam penelitian ini
memiliki posisi sebagai media bantu dalam model pembelajaran Problem Based
Learning yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis. Pada
sub bahasan ini akan dikaji mengenai pengertian media pembelajaran yaitu media
video serta kelebihan dan kekurangannya. Adapun penjelasan lebih lengkap
mengenai media video sebagai berikut.
Kata ”media” berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
tengah, perantara, atau pengantar. Jika ditinjau dari arti kata media adalah kata
jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi.
(Raharjo, dalam Miarso:1984). Menurut Association of Education and
17

Communication Technology (1997) dalam Arsyad (2002) media sebagai segala


bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Media pembelajaran sangat diperlukan oleh guru sebagai pelengkap untuk
membantu peserta didik dalam mempelajari materi pembelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Sejalan dengan ini Uno & Lamatenggo (2014)
menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang
dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik.
Tujuannya adalah merangsang peserta didik untuk mengikuti pembelajaran.
Salah satu media pembelajaran adalah media video. Video yang merupakan
alat bantu pendidikan sebagai komponen sumber belajar yang mengandung materi
instrusional yang dapat dilihat dan didengar. Oleh karenanya, keberadaan media
video sebagai media pendidikan dapat membantu dan merangsang peserta didik
untuk belajar dan lebih memahami materi yang diajarkan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan video dokumenter yang dibuat
oleh peneliti sendiri. Video yang dibuat peneliti ini membahas permasalahan
lingkungan yang benar-benar terjadi dan ada di sekitar Kecamatan Tumpang dan
sekitarnya, yang mana peserta didik tinggal dan berinteraksi di sana. Hal ini
bertujuan agar peserta didik benar-benar mengerti permasalahan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya dan dapat mengambil langkah-langkah pemecahan masalah
secara tepat. Sehingga dapat diaplikasikan secara langsung apabila mengalami
masalah yang serupa.
Video merupakan salah satu media yang berbasis teknologi modern sebagai
penunjang pembelajaran, sehingga mempunyai banyak kelebihan jika
dimanfaatkan dengan baik dalam proses pembelajaran. Menurut Siddiq (tanpa
tahun) dalam Widiantari (2012) kelebihan media video antara lain:
a) merupakan media gerak perpaduan gambar dan suara, b) mampu
mempengaruhi tingkah laku manusia melebihi media cetak, c) dapat
digunakan seketika, d) dapat digunakan secara berulang, e) dapat
menyajikan materi yang secara fisik tidak dapat dibawa dibawa ke dalam
kelas, f) dapat menyajikan objek secara detail, g) tidak memerlukan ruang
gelap, h) dapat menyajikan objek yang berbahaya, i) dapat diperlambat atau
dipercepat, j) dapat digunakan untuk klasikal ataupun individu.
18

Di samping mempunyai kelebihan, media video juga memiliki kelemahan dan


keterbatasan kemampuan dalam hal-hal tertentu. Adapun kelemahan media video
seperti yang diungkapkan oleh Arsyad (2012) sebagai berikut.
1) Pengadaan video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang
banyak; 2) Pada saat video dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus
sehingga tidak semua peserta didik mampu mengikuti informasi yang ingin
disampaikan melalui video tersebut; 3) Video yang tersedia tidak selalu
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan, kecuali vide
tersebut dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media video dapat


menarik minat dan perhatian peserta didik dalam pembelajaran. Sebaliknya,
kelemahan yang dimiliki oleh media video hendaknya mampu diantisipasi dengan
upaya lain agar pembelajaran dapat tetap berlangsung dengan lancar.
3. Gambaran Model Pembelajaran Problem Based Learning berbantu Media
Video
Model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media video
merupakan model pembelajaran yang di dalamnya menggunakan alat bantu media
yaitu video pada proses pembelajaran. Model pembelajaran Problem Based
Learning berbantuan media video merupakan suatu substansi pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual dan menerapkan pembelajaran berbasis masalah
serta upaya pemecahan masalah dunia nyata dengan bantuan media video. Tujuan
dari penggunaan alat bantu media video tersebut untuk memperlancar interaksi
antara guru dengan peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan
efisien. Model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media video
mengajak peserta didik untuk lebih termotivasi dan aktif dalam mencari informasi
mengenai permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dan mencari
upaya-upaya pemecahan masalah. Selain itu, bertujuan agar peserta didik tidak
cepat bosan dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.Tayangan video dalam
proses pembelajaran dapat membangkitkan semangat peserta didik untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan di dalam kelas. Sehingga dengan penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning berbantuan media video diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir analitis peserta didik.
19

Model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media video


memiliki langkah-langkah dalam penerapannya. Langkah-langkah penerapan
model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media video hampir
sama dengan langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning pada
umumnya..
Berikut ini langkah-langkah model pembelajaran Problem Based
Learning berbantuan media video sebagai berikut.
1) Orientasi peserta didik pada masalah
Peserta didik secara berkelompok ditayangkan video mengenai permasalahan
lingkungan yang ada di sekitar daerah kecamatan Tumpang. Permasalahan yang
disajikan terkait permasalahan kebudayaan. Permasalahan tersebut diperoleh dari
lingkungan sekitar peserta didik yaitu daerah Kecamatan Tumpang agar peserta
didik lebih mudah mencari berbagai informasi yang relevan untuk memcahkan
permasalahan-permasalahan yang disajikan. Melalui tahap ini, peserta didik secara
berkelompok diminta memperhatikan permasalahan-permasalahan yang ada pada
tayangan video yang nantinya akan mereka pilih sebagai bahan penyelidikan.
2) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Peserta didik secara berkelompok memilih salah satu topik permasalahan
berdasarkan tayangan video. Peserta didik secara berkelompok mendiskusikan
mengenai topik yang sudah dipilih dan selanjutnya diminta untuk mengidentifikasi
permasalahan, membuat rumusan masalah dan merumuskan hipotesis yang ada
pada Lembar Diskusi Kelompok. Dengan adanya tahap ini, peserta didik diajarkan
untuk dapat bekerjasama dengan anggota kelompoknya sehingga peserta didik akan
belajar untuk bersosialisasi dan menghargai sesama dalam proses pemecahan
masalah.
3) Membimbing penyelidikan kelompok
Peserta didik secara berkelompok membuat rencana penyelidikan dan membagi
peran setiap anggota kelompok dalam melakukan penyelidikan. Selain itu peserta
didik secara berkelompok nantinya melakukan penyelidikan, mengumpulkan data-
data atau informasi yang relevan yang kemudian diolah dan dianalisis untuk
membuktikan hipotesis yang sudah dibuat sebelumnya. Pada tahap ini, guru
20

mendorong peserta didik mengumpulkan informasi yang sesuai dan membimbing


mereka melakukan penyelidikan dalam proses pemecahan masalah.
4) Mengembangkan hasil penyelidikan dan menyajikan hasil kerja
Peserta didik menyajikan karya berupa laporan sederhana dari kegiatan yang sudah
mereka lakukan sebelumnya dalam proses pemecahan masalah. Selanjutnya setiap
kelompok mempresentasikan hasil laporannya di depan kelas. Kelompok yang
tidak maju ke depan kelas menanggapi. Tanggapan yang diberikan dapat berupa
saran,pertanyaan maupun kritikan terhadap hasil laporan yang dipresentasikan di
depan.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Peserta didik dibantu guru melakukan refleksi dan evaluasi kegiatan pembelajaran
yang sudah dilakukan terkait dengan penyelidikan dan proses pemecahan masalah.
Selain itu, guru menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik selama
proses pembelajaran dengan model Problem Based Learning berbantuan media
video.

4. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning


berbantu Media Video
Model pembelajaran Problem Based Learning berbantu media video
dalam penerapannya memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Pada sub
bahasan ini peneliti akan membahas mengenai kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran Problem Based Learning berbantu media video sebagai berikut.
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantu media video
dalam pembelajaran memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mendorong peserta didik untuk aktif berpendapat dalam memecahkan suatu
masalah yang ada dalam video.
2. Mendorong peserta didik untuk bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah
yang ada dalam video secara berkelompok.
3. Melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri dan membantu
peserta didik menjadi pembelajar yang mandiri. Hal ini memungkinkan peserta
didik untuk menjelaskan serta membangun pemahamannya sendiri mengenai
fenomena yang terdapat dalam video.
4. Dapat menarik perhatian peserta didik.
21

5. Dapat memperjelas materi pembelajaran.


6. Memudahkan peserta didik dalam kegiatan penyelidikan.
7. Metode mengajar yang menjadi bervariasi.
8. Peserta didik dapat belajar memecahkan masalah melalui tayangan video.
Selain kelebihan yang sudah dijelaskan di atas, model pembelajaran
Problem Based Learning berbantuan media video juga memiliki beberapa
kelemahan. Adapun kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantuan media video sebagai berikut.
1. Tidak semua materi pembelajaran dapat disampaikan melalui tayangan video
2. Tidak semua penyajian masalah dapat ditayangkan melalui media video.
3. Perubahan pembelajaran yang sebelumnya teacher centered menjadi student
centered merupakan tantangan tersendiri bagi guru dan peserta didik.
4. Pembuatan media video memerlukan keahlian khusus.
5. Memerlukan biaya yang lebih mahal dan waktu yang tidak sedikit.
6. Bagi kelas yang baru pertama kali menerapkan model pembelajaran ini, akan
mengalami kesulitan.
C. Kaitan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantu Media
Video terhadap Kemampuan Berpikir Analitis
Kemampuan berpikir analitis dapat meningkat dengan dipengaruhi oleh
intensitas latihan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Sesuai dengan pendapat
Amer (2005:27) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis merupakan
salah satu keterampilan dalam berpikir dimana harus banyak berlatih untuk
menunjang keberhasilannya. Latihan ini bertujuan agar materi pembelajaran yang
sudah dipelajari oleh siswa dapat dengan mudah disimpan dalam memori siswa.
Kemampuan berpikir analitis dalam model pembelajaran Problem Based
Learning ini dipengaruhi oleh video sebagai media penyampai permasalahan
pertama. Pada awal pembelajaran, permasalahan ditayangkan untuk membangun
pengetahuan awal siswa tentang permasalahan yang terjadi di sekitar siswa. Dalam
hal ini media video memiliki peranan yang sangat penting dalam penyampaian
informasi terkait permasalahan yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik.
Dalam metode pembelajaran PBL, kemampuan analitis siswa diolah pada
tahap membimbing individual maupun kelompok dalam memecahkan masalah.
Problem Based Learning (PBL) memiliki tahap-tahap pembelajaran meliputi:
22

orientasi siswa terhadap masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar,


membimbing individual maupun kelompok dalam pemecahan masalah,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah. Pada tahap membimbing individual maupun kelompok
dalam memecahkan masalah, siswa secara individu dan kelompok dibimbing untuk
mengidentifikasi permasalahannya serta menemukan solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan proses menganalisis. Proses
menganalisis ini berkaitan dengan kemampuan berpikir analitis, yaitu memilah-
milah suatu permasalahan mulai dari penyebab, akibat dan solusi suatu
permasalahan menjadi suatu proses pembelajaran yang dinamis. Siswa akan terlatih
dengan proses pembelajaran ini yang kemudian akan menjadikan kebiasaan dalam
kegiatan belajarnya. Pada tahap tersebut, siswa melakukan proses menganalisis
yang memiliki indikator, meliputi memberikan alasan mengapa sebuah jawaban
atau pendekatan adalah masuk akal, memberikan solusi/pemecahan masalah atas
sebuah permasalahan, meramalkan atau menggambarkan kesimpulan atau putusan
dari informasi yang sesuai, menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan
mengapa cara yang digunakan dalam jawaban adalah benar, mampu mengenali
serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari semua skenario yang rumit .
Melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), siswa akan
terlatih dengan proses menganalisis dan memecahkan masalah sesuai dengan
indikator Problem Based Learning (PBL) yang meliputi; menganalisis,
memecahkan dan menyelesaikan masalah.
24

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas atau yang
disingkat dengan PTK. Tindakan yang dilakukan adalah penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir
analitis siswa kelas XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG. PTK direncanakan dilakukan
dengan beberapa siklus, yaitu terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi. Pemilihan tindakan karena adanya permasalahan yang ada di kelas
yang diteliti adalah rendahnya kemampuan berpikir analitis siswa di dalam kelas
XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG. Langkah-langkah tindakan kelas yang dilakukan
oleh peneliti sebagai berikut.
1) Observasi awal
Kegiatan observasi awal dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang ada pada
kelas yang dilakukan penelitian. observasi dilakukan sebagai bentuk kegiatan pra-
tindakan sebelum peneliti melakukan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan.
Kegiatan ini berupa wawancara kepada guru bidang studi geografi di SMAN 1
TUMPANG yang dilakukan peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan pengamatan
saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas XI IPS 5. Dari hasil pengamatan
dan wawancara dapat diketahui permasalahan yang ada di kelas tersebut adalah
lemahnya kemampuan analisis siswa terhadap materi pelajaran geografi.

2) Perencanaan
Kegiatan perencanaan ini merupakan kegiatan awal sebelum kegiatan pelaksanaan.
Kegiatan ini meliputi pembuatan instrumen berupa lembar observasi, RPP, catatan
lapangan, dan tes kemampuan berpikir analitis pada akhir pembelajaran.
3) Pelaksanaan
Pada kegiatan pelaksanaan peneliti melakukan tindakan yang telah direncanakan
sesuai pada tahap perencanaan tindakan. Dalam hal ini peneliti sebagai observer
mulai mengobservasi keadaan kelas selama proses belajar mengajar berlangsung.
Selain itu peneliti juga berperan sebagai guru dan fasilitator dalam kegiatan
pembelajaran.
25

4) Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan oleh peneliti bersama guru mata pelajaran Geografi
SMAN 1 TUMPANG serta dua observer lain untuk mendiskusikan kelemahan dan
kelebihan pembelajaran yang berlangsung. Selain itu juga melakukan analisis
mengenai kekurangan dan kelebihan pelaksanaan tindakan. Tahapan refleksi
meliputi kegiatan memahami, menjelaskan, dan menyimpulkan data.
B. Kehadiran Peneliti di Lapangan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas sehingga, kehadiran
peneliti sangat diperlukan di tempat penelitian sebagai perencana, dimana peneliti
bertindak sebagai pemberi tindakan. Peneliti bertindak sebagai pengajar yang
membuat rancangan pembelajaran selama kegiatan pembelajaran. Selain itu peneliti
juga bertindak sebagai pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, pemberian
tindakan dan pembuat laporan hasil penelitian. Sebagai perencana, peneliti sebelum
melakukan tindakan yaitu berdiskusi dengan guru mata pelajaran geografi XI IPS
5 SMAN 1 TUMPANG. Peneliti dibantu oleh guru mata pelajaran Geografi serta
rekan sejawat sebagai observer.
C. Kancah Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMAN 1 TUMPANG yang berlokasi
di Jalan Kamboja no. 10 Kelurahan Malangsuko Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada tanggal 25 Februari 2019 sampai
dengan 25 April 2019 semester genap tahun ajaran 2018/2019 dalam bagian materi
Keragaman Budaya sebagai Identitas Nasional
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada pada penelitian ini adalah siswa siswa kelas XI IPS 5 SMAN
1 TUMPANG tahun pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 34 siswa, yaitu 10
siswa Laki-laki dan 24 Perempuan.
E. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru
dan siswa dalam menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning dan
hasil tes kemampuan berpikir analitis siswa yang dilaksanakan setiap akhir
pemberian tindakan/siklus. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI
IPS 5 SMAN 1 TUMPANG untuk memperoleh data mengenai kemampuan berpikir
analitis siswa pada materi Dinamika Kependudukan.
26

F. Pengumpulan Data
Prosedur yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi merupakan tahap awal yang digunakan dalam penelitian ini. Observasi
dilakukan pada saat pra-tindakan dan pelaksanaan tindakan. Observasi pada saat
pra-tindakan dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian. Observasi pra-
tindakan dilakukan peneliti untuk mengetahui kondisi siswa selama mengikuti
pembelajaran Geografi. Observasi pelaksanaan tindakan ini dilakukan oleh
observer yang mengamati jalannya pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti.
Observasi bertujuan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan yang dilakukan oleh peneliti. Hasil observasi berupa minat belajar dan
kemampuan berpikir analitis siswa pada saat proses pembelajaran.
2. Tes
Tes adalah bahan tertulis yang digunakan sebagai alat ukur. Tes ini digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir analitis siswa dalam memahami materi yang telah
disampaikan dan dilakukan setiap akhir siklus. Teknik pengumpulan data melalui
tes ini dimaksudkan untuk mengukur ada peningkatan kemampuan berpikir analitis
siswa ataukah tidak dalam segala aspek yang nantinya menjadi tolak ukur dari hasil
kemampuan berpikir analitis siswa yang bersangkutan. Tes ini berupa tes tulis yaitu
tes objektif. Siswa dikatakan telah tercapai dalam kemampuan berpikir analitis jika
jawabannya sesuai dengan indikator kemampuan berpikir analitis.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksudkan berupa gambar atau foto-foto kegiatan siswa dan
kegiatan guru selama proses kegiatan belajar berlangsung. Hasil dari dokumentasi
tersebut, digunakan untuk melengkapi data dari hasil penelitian tindakan kelas yang
dilakukan. Foto adalah data dari hasil pembelajaran yang ditampilkan secara visual.
Foto dijadikan bukti otentik bahwa proses pembelajaran telah dilakukan

G. Instrumen Penelitian
Berikut ini merupakan instrument yang akan digunakan untuk penelitian.
1. Lembar Soal
Tes dilakukan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan berpikir analitis siswa.
Penilaian digunakan untuk memperoleh data, yaitu dengan pemberian tes yang
27

meliputi indikator ketercapaian kemampuan berpikir analitis setelah pemberian


tindakan berupa model pembelajaran Problem Based Learning. Soal-soal tes yang
dibuat mencakup sub materi kebudayaan kelas XI semester genap. Pemberian soal
kemampuan berpikir analitis berupa analisis, artinya semua jawaban yang benar
dituntut berupa penalaran bebas dan ilmiah sesuai dengan gaya dan pola pikir siswa.
Tes ini tidak mengukur daya ingat siswa, namun lebih mengarah pada pengukuran
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis faktor penyebab
dan akibat dari suatu fenomena, meramalkan masalah yang akan terjadi akibat suatu
fenomena dalam periode waktu yang panjang, mengemukakan solusi/pemecahan
masalah beserta langkah-langkahnya, serta memberikan uraian yang berisi analisis
dengan disertai data atau bukti yang mendukung.
2. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran memuat kegiatan dan keterlaksanaan proses
pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru. Observasi dilakukan untuk
mengamati penerapan langkah pembelajaran model Problem Based Learning.
Observasi dilakukan secara langsung saat kegiatan pembelajaran oleh observer.
3. Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan di lapangan yang
tidak tercantum pada lembar observasi, yaitu jumlah kehadiran siswa yang masuk
dan tidak masuk, situasi selama pembelajaran berlangsung.
4. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar Kegiatan Siswa berisi panduan penyelidikan dan hal yang harus dituliskan
dari penyelidikan yang dilakukan di lapangan,
5. Media Video
Media Video yang digunakan peneliti yaitu video documenter yang diambil
langsung dari daerah sekitar Kecamatan Tumpang. Pembuatannya yaitu perekaman
sendiri oleh peneliti lalu digabungkan menggunakan aplikasi yang di dalam
videonya terdiri dari berbagai masalah yang akan digunakan oleh siswa.
H. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
28

1. Persiapan Penelitian
a. Peneliti melakukan observasi sebelum melakukan tindakan (pra-tindakan)
proses pembelajaran dengan model Problem Based Learning di lokasi
penelitian yaitu SMAN 1 TUMPANG, baik mengenai jumlah siswa dan
permasalahan yang terjadi dengan mengamati kondisi kelas pada waktu
pembelajaran Geografi berlangsung.
b. Peneliti menyusun instrument penelitian berupa lembar observasi, RPP,
Lembar Kegiatan Siswa, catatan lapangan, dan soal tes kemampuan
berpikir analitis pada akhir pembelajaran.
2. Pelaksanaan Penelitian
1) Pelaksanaan Tindakan
29

c Pelaksanaan siklus I
Observasi awal Perencanaan siklus I di kelas XI IPS 5

Refleksi siklus I
Siklus I

Pengamatan siklus I

Perencanaan siklus II Pelaksanaan siklus II

Refleksi siklus II Siklus II

Pengamatan siklus
II

Siklus selanjutnya
?
30

Berikut ini langkah-langkah proses pembelajaran berdasarkan diagram di


atas.
a. Observasi Awal
Pertemuan dengan Kepala Sekolah SMAN 1 TUMPANG untuk meminta izin
melakukan penelitian tindakan kelas pada salah satu kelas XI IPS 5 SMAN 1 TUMPANG.
Setelah mendapatkan izin, peneliti bertemu dengan guru mata pelajaran Geografi yang akan
menjadi mitra kerja sama selama pelaksanaan penelitian dengan mendiskusikan proses
belajar-mengajar di SMAN 1 TUMPANG. Peneliti berdiskusi dengan guru mengenai kelas
yang sesuai digunakan untuk dijadikan penelitian dan diberikan tindakan dalam
pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning. Dengan pertimbangan
pemilihan kelas yang dipilih adalah kelas XI IPS 5 karena kemampuan berfikir analitis
siswa masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan adanya siswa yang kurang aktif selama
proses pembelajaran, kurang mampunya siswa untuk menjawab pertanyaan berbasis
masalah yang ditanyakan oleh guru, siswa cenderung mengobrol sendiri dengan temannya,
dan sering melamun. Maka, guru dan peneliti sepakat memilih kelas XI IPS 5 sebagai kelas
penelitian.

b. Menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan tujuan pembelajaran;
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
3) Menyusun skenario pembelajaran Problem Based Learning;
4) Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan;
5) Menyusun soal tes akhir siklus;
6) Menyusun lembar observasi;
7) Menyusun format catatan lapangan
8) Mengkoordinasikan pelaksanaan tindakan dengan guru mata pelajaran Geografi.
2) Siklus I
a. Perencanaan siklus I
Dalam tahap ini, peneliti memilih model pembelajaran yang hendak
diterapkan yaitu model Problem Based Learning dalam penelitian tindakan
kelas. Sebelum meaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan
observasi terhadap kondisi pembelajaran geografi di kelas XI IPS 5 SMAN
1 TUMPANG. Selanjutnya peneliti melakukan diskusi dengan guru
31

pamong mata pelajaran terkait kurikulum, penentuan materi, dan bahan ajar
siklus I, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus I dan
mempersiapkan instrument soal tes siklus I untuk mengukur kemampuan
berpikir analitis siswa kelas XI IPS 5.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pelaksanaan tindakan ini peneliti menerapkan tindakan sesuai
perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan ini
meliputi: 1) Orientasi siswa terhadap masalah, siswa dijelaskan mengenai
tujuan pembeajaran yang hendak dicapai sesuai dengan langkah – langkah
PBL dan mengarahkan fokus siswa kepada masalah yang akan didiskusikan;
2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar, siswa dibentuk kelompok –
kelompok kecil yang beranggotakan tidak lebih dari 4 orang secara
heterogen; 3) Membimbing penyelidikan, guru membimbing
siswakelompoknya, mulai dari menentukan informasi dan sumber informasi
dan sumber informasi yang diperlukan, serta membagi tugas untuk proses
pengumpulan informasi antar anggota dalam kelompoknya 4)
Mengembangkan dan menyajikan hasil, guru membimbing siswa dalam
mengolah informasi yang diperoleh ke dalam bentuk laporan hasil
penyelidikan untuk selanjutnya didiskusikan dengan cara kelompok di
depan kelas; 5) Evaluasi, guru bersama siswa melakukan evaluasi dan
refleksi terhadap keseluruhan proses penyeidikan dari awal hingga akhir.
Tahap pelaksanaan tindakan ini merupakan tahap yang menentukan.
Pada akhir pembelajaran di dalam kelas, peneliti memberikan soal tes yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir analitis berdasarkan
tindakan yang baru saja dilakukan

c. Observasi siklus I
Selama tahap observasi siklus I, peneliti dibantu dengan observer
mengamati keterlaksanaan model Problem Based Learning. Dalam ha ini
observer yaitu gru pamong dan rekan mahasiswa geografi. Selain
keterlaksanaan tindakan, hal lain yang diamati yaitu segala aktivitas siswa
selama pembelajaran dengan mencatatnya dalam lembar keterlaksanaan
32

model Problem Based Learning dan lembar catatan lapangan yang


disusun oleh peneliti.
d. Refleksi siklus I
Refleksi siklus I ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
bersama guru dan pengamat selaku observer melakukan evaluasi
pelaksanaan tindakan siklus I. peneliti dan observer mengemukakan
kejadian yang ditemukan selama proses pembelajaran sebagai bahan
pertimbangan perencanaan untuk sikuas II. Apabila hasil yang diharapkan
belum tercapai, maka dapat diperbaiki dengan mengulangi pada siklus II
dan seterusnya.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah memperoleh nilai kemampuan berpikir
analitis dari hasil tes di setiap siklusnya. Data hasil tes dianalisis berdasarkan
pedoman penilaian yang telah dibuat oleh peneliti. Setelah itu, nilai kemampuan
berpikir analitis siswa digolongkan pada kualifikasi kemampuan berpikir analitis
siswa dengan tujuan untuk mengetahui kualifikasi kemampuan berpikir analitis
siswa pada setiap siklusnya.
Kualifikasi nilai kemampuan berpikir analitis siswa dapat disajikan dalam
tabel berikut.
Tabel 3.1. Kualifikasi Berpikir Analitis
Klasifikasi Kuaifikasi Rentang Nilai
A Sangat Baik 85-100
B Baik 70-84
C Cukup 55-69
D Kurang Baik 50-54
E Sangat Kurang Bak 0-49

Data nilai kemampuan berpikir analitis siswa kemudian dianalisis untuk


mengetahui rata-rata kemampuan berpikir analitis yang dihitung dengan
menggunakan rumus berikut.

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑝𝑖𝑘𝑖𝑟 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎𝐴


∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
=
∑ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
33

Setelah itu dilakukan penghitungan presentase peningkatan kemampuan berpikir


analitis siswa menggunakan rumus sebagai berikut.

selisih nilai siklus II − siklus I


𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝑥 100
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 𝐼

Data yang telah dihitung menggunakan rumus disajikan ke dalam tabel format
peningkatan kemampuan berpikir analitis siswa sebagai berikut.

Tabel 3.2 Format Perbandingan Rata – rata Nilai Berpikir Analitis Siswa

Rata-rata nilai Presentase


Amatan kemampuan berpikir Peningkatan Peningkatan
analitis siswa

Siklus I …. - -

Siklus II …. …. ….

Rata –rata nilai kemampuan berpikir analitis juga disajikan dalam bentuk
tabel maupun grafik. Tabel digunakan untuk menyajikan perbandingan rata-rata
nilai kemampuan berpikir analitis siklus I dan siklus II. Sedangkan grafik
digunakan untuk memperjelas terjadinya peningkatan nilai rata-rata setelah
dilakukan tindakan dengan model Problem Based Learning.

Berdasarkan analisis data tersebut, selanjutnya peneliti mengevaluasi


ketercapaian pelaksanaan tindakan. Apabila tindakan yang dilakukan belum sesuai
dan hasil yang diperoleh belum mencapai secara maksimal maka peneliti akan
merencanakan tindakan selanjutnya.
34

DAFTAR RUJUKAN
Amer, Ayman. 2005. Analytical Thingking. Mesir: CAPSU. Dari pathways,
(online),
(http://www.pathways.cu.edu.eg/library/subpages/training_courses/DTM
S-PPP/Analytical-Dr.Ayman.pdf) diakses pada tanggal 20 Juli 2018
Andi, Muhammad. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Pada
Mata Pelajaran Geografi Kelas X-4 MAN Mojokerto. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bloom, Benjamin et all. 1979. Taxonomi of Educational Objectives The
Classification of Educational goals Handbook I Cognitive Domain.
London: Longman Inc.

Carr, Karen. 2011. Thingking Skills For Strategic Capability. USA : Cranfield
University. Dari
Researchgate(Online),N(https://www.researchgate.net/profile/Karen_C
arr5/publication/280876197_Thingking_Skills_for_Strategic_Capabiliti
y/links/55c9b13308aeca747d672e67.pdf). Diakses pada tanggal 20 Juli
2018
Djiwandono, P. Istiarto. 2013. Kemampuan Analisis Sebagai Bekal Bernalar
Kritis. Malang: Malang Pos. Elu, Armandus. 2016. Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Hidrosfer
Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 9
Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Universitas Negeri Malang.
Fadhilah, Nur. 2016. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Minat Belajar Dan Kemampuan Berpikir Analitis Siswa
Kelas XI IPS MA PUTRI NURUL MASYITOH Lumajang. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang. Universitas Negeri Malang.

Hakim, Puguh dan Joko. 2015. Pengaruh Model Guided Discovery Learning
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X Sma Negeri 8
35

Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal BIO-PEDAGOGI 4 (2)


25-30.

Hanafiah dan Suhana,C. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika


Aditama
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Ismenier, dkk. 2009. Thingking, (online),
(psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/thingking.pdf), diakses tanggal
19 November 2018.
Jalil, Jasman. 2014. Panduan Mudah Penelitian Tindakan Kelas PTK. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.
Krathwohl, David R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. USA :
Ohio State University. Dari Unco (Online),
(http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/documents/krathwohl.pdf)
diakses pada 21 Januari 2018
Latipah, Eva. 2012. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan
Madani..
Marzano, R. 1992. Dimension of Thingking a Framework for Curicuum and
Instruction. Alexandria: Assosiation.
Purwanto, Edy. 2007. Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi Geografi. Malang:
UM Press.
Putra, Yosia Vellanda. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
(Group Investigation) Terhadap Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Kelas
XI SMA Negeri 2 Pare Kabupaten Kediri. Skripsi tidak diterbitkan. Malang.
Universitas Negeri Malang.
Rissanti, Anjar Mutiara. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Dan Kemampuan
Berpikir Analitis Materi Hidrosfer Siswa Kelas X IPS 3 SMA Negeri 7
Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Universitas Negeri Malang.
36

Suryabrata, Samadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Winarti. 2015. Profil Kemampuan Berpikir Analisis dan Evaluasi Mahasiswa


dalam Mengerjakan Soal Konsep Kalor. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran
Fisika 2 (1).

Yuli E, Neilna. 2014. Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap


Kemampuan Berpikir Analitis. Malang: Jurnal UM. Dari Jurnal-online
(Online),
(http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel686DACB69F017D040DB7
DF819EA 6AE34.pdf) diakses pada 20 Januari 2018.

Anda mungkin juga menyukai