Anda di halaman 1dari 7

Kecocokan Resep Koreksi Visus setelah Konseling pada Pasien dengan Anisometropia

Abstrak
Objective: penelitian ini didesain untuk mengetahui kecocokan koreksi anisometropia, derajat dan
tipe anisometropia (lebih dari 2,5 D) pada anak 5 – 15 tahun.
Material & Method: merupakan suatu penelitian cross sectional observational yang dibawakan
oleh Pediatrics Ophthalmology Departmen of Al-Ibrahim Eye Hospital, Karachi. Durasi penelitian
dari Juni sampai November 2017. Teknik yang digunakan adalah non-probability purposive
sampling dalam memilih pasien. Kriteria inklusi adalah pasien yang didiagnosis anisometropia
lebih dari 2,5D, kelompok umur 5 – 15 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan. Diberikan koreksi
maksimum anisometropia yang sesuai dan pasien diminta untuk datang follow up. Konseling telah
diberikan untuk penggunaan resep dan follow up dilakukan setelah empat minggu atau minimal
20 hari pada beberapa pasien. Saat follow up, pasien diberikan beberapa pertanyaan untuk
memeriksa kecocokan dari penggunaan koreksi maksimum anisometropia.
Result: total 53 pasien ang diperiksa dengan anisometropia. Terdapat 29 orang (54,7%) laki-laki
dan 24 orang (45,2%) perempuan. Pada saat follow up hanya ada 38 responden (72%) yang datang
dan 8 responden (15%) tidak datang untuk follow up. Terdapat 7 pasien (13%) yang tidak cocok
dengan koreksi anisometropia secara penuh. Didapatkan visus yang lebih baik dengan koreksi
dengan p-value 0,018.
Conclusion: pentingnya skrining pada anak 11 – 15 tahun untuk kelainan refraksi dan
anisometropia dan pentingnya penelitian prospektif kedepannya, penyebab dan penanganan dari
anisometropia sangat tergantung pada usia. Terdapat 72% pasien yang cocok dengan koreksi
anisometropianya.
Pendahuluan
Anisometropia adalah kondisi dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi yang tidak sama,
satu mata mungkin lebih kuat signifikan daripada yang lain sehingga dapat menyebabkan
amblyopia. Kelainan ini dapat ditemukan dalam beberapa variasi: satu mata mungkin emetropi
dan mata lainnya mengalami kelainan lainnya, hipermetropi, myopia atau astigmatisma, atau
kedua mata mungkin ametropi. Perbedaan kekuatan yang lebih dari 2D dapat dikatakan sebagai
ambang batas dikatakan kondisi anisometropia. Beberapa tipe anisometropia, korteks visual dari
otak mungkin tidak menggunakan kedua mata bersamaa (penglihatan binocular), dan akan
mensupresi pusat penglihatan salah satu mata. Jika ini terjadi selama 10 tahun pertama kehidupan,
dimana saat itu merupakan perkembangan korteks visual, hal ini dapat menyebabkan mata malas
(amblyopia), suatu kondisi dimana walaupun telah diperbaiki sesuai kelainan refraksinya , pasien
tetap tidak bisa mencapai 20/20. Anak dengan anisometropia, perbedaan kelainan refraksi antara
kedua matanya, diketahui memiliki risiko terjadinya amblyopia. Maka dari itu, banyak penelitian
yang melaporkan bahwa semakin besarnya anisometropia, makin berat pula amblyopia yang
terjadi. Karena amblyopia anisometric dapat ditangani pada masa anak-anak, dengan koreksi optic
itu sendiri atau bersamaan dengan patching atau penutupan mata yang tidak amblyopia, dibutuhkan
orang yang ahli dalam pemilihan metode mendeteksi anisometropia pada anak muda. Amblyopia
unilateral atau bilateral berkurang dengan koreksi visus yang terbaik dengan dihilangkannya
penglihatan dan interaksi binocular yang abnormal dimana tidak ada kelainan patologi pada mata
dan jaras penglihatan. Amblyopia adalah kelainan perkembangan visual yang dikarakteristikan
sebagai bentuk penglihatan abnormal dan fungsi binocular.
Amblyopia adalah kondisi berkurangnya fungsi penglihatan sehingga dapat menyebabkan
strabismus, anisometropia, dan hilangnya penglihatan ketika periode kritis perkembangan visual.
New England College of Optometry, Boston menunjukkan prevalensi anisometropia 1,27% pada
usia 5 tahun dan 5,77% pada usia 12 – 15 tahun. Prevalensi anisometropia pada myopia sekitar
9,64% dan hipermetropia 13,64%, keduanya lebih tinggi secara signifikan daripada keadaan
emetropi. Prevalensi anisometropia meningkat antara usia 5 dan 15 tahun. Sehingga anisometropia
ditemukan bersamaan dengan myopia dan hipermetropia. Prevalensi dari anisometropia
diperkirakan 5,3% di Taiwan. Prevalensi dan tingkat keparahan dari anisometropia meningkat
pada kelainan refraksi myopia dan hipermetropia. Prevalensi dari anisometropia di Saudi Arabia
adalah 1,91%. Penyebab anisometropia seperti defek lahir pada mata, perkembangan bola mata
yang tidak seimbang, kesalahan kekuatan intraocular lens saat post operasi katarak, kelainan
kongenital antara kedua mata. Bagaimanapun, orang dengan penglihatan normal juga memiliki
perbedaan 5% kekuatan refraksi pada masing-masing mata. sehingga jika perbedaan 5-20% akan
mengalami penglihatan yang tidak sama (anisometropia). Penyebabnya bisa karena defek pada
mata saat persalinan sehingga ukuran kedua mata tidak sama.
Terjadinya anisometropia sangat berpengaruh pada kemungkinan perkembangan juling, terutama
strabismus konvergen konkomitan pada anak. Semakin kabur gambar pada mata sebagai akibat
dari hambatan sensori ke penglihatan binocular. Gambar munkin akan disupresi dan seringkali
ditemukan kasus uniocular squint deviating, mata perlu dipantau untuk mencegah terjadinya
diplopia. Penilaian kelainan refraksi dapat dilakukan via proses refraksi. Di oftalmologi klinis,
“refraction” merupakan singkatan untuk “refractive correction” dan merujuk pada proses dimana
visus terbaik yang dapat dicapai oleh pasien. Penelitian ini didesain untuk mengetahui kecocokan
koreksi anisometropi, derajat dan tipe anismetropia (>2,5D) pada anak 5 – 15 tahun.
Metodologi
Ethical approval diambil dari Al-Ibrahim Eye Hospital, Karachi. Perizinan diminta pada
pasien/penjaga pasien sebelum dilakukannya wawancara dan pemeriksaan pada pasien yang
terpilih. Ini merupakan suatu penelitian observational cross sectional yang dibawakan oleh
Pediatric Ophthalmology Department of Al-Ibrahim Eye Hospital, Karachi. Waktu dari penelitian
ini antara Juni sampai November 2017. Teknik samplingya non-probability purposive untuk
memilih pasien. Jumlah sampel dihitung menggunakan aplikasi online di google www.raosoft.com
dengan menggunakan confidence interval 95%, margin eror 5%. Jumlah sampel yang dibutuhkan
adalah 53 pasien kriteria inklusi adalah pasien yang di diagnosis dengan anisometropia >2,5D.
memiliki kelainan refraksi isometropi, kelainan mata patologis lainnya dan yang tidak memiliki
perhatian khusus kesana. Untuk pemeriksaan mata yang digunakan adalah trial frame, trial box
Visual Acuity charts, retino skop, lensometer, auto refraktor, oftalmoskop pengumpulan data
dilakukan setelah pemilihan pasien yang masuk dalam kriteria inklusi visus yang diukur dengan
Snellenchart. Koreksi refraksi secara objektif dan subjektif dilakukan pada setiap pasien dan setiap
mata dicek dengan sesuai. Koreksi maksimum anisometropi diberikan kepada pasien yang
memenuhi syarat dan pasien diminta datang lagi untuk follow up. Konseling diberkan utuk cara
pemakaian resep dan follow up dilkukan 4 minggu atau minimal 20 hari pada beberapa pasien.
Pada saat pasien follow up diberikan beberapa pertanyaan untuk memeriksa kecocokan
penggunaan koreksi maksimum anisometropia. Didapatkan visus yang lebih baik didapatkan
menggunakan Snellenchart, jika pasien megaami perbaikan 1 baris (contoh; sebelumnya 6/12,
setelahnya 6/9 ) ini disebut sebagai single line improvement. Pasien yang mengalami perbaikan 2
baris ( contoh; sebelumnya 6/18, setelahnya 6/9) disebut two line improvement.
Analisis statistic; data dimasukkan dan dianalisis menggunakan SPSS versi 23.0.variabel kualitatif
dipresentasikan sebagai frekuensi dan persentasi. Diagram batang dan piechart juga dibuat untuk
representasi data. Untuk umur dan gender koreksi anisometropia menggunakan Fisher exact.
Untuk melihat signifikansi visus sebelum dan setelah koreksi digunakan Chi-square. Hasil statistic
signifikan jika p≤0,05.
Hasil
Total 53 pasien diperiksa, yang memenuhi kriteria inklusi baik secara umur dan kekuatan kelainan
refraksi dan kelainan refraksinya telah dikoreksi. Distribusi jenis kelamin menunjukan 29 orang
(54,7%) laki laki dan 24 orang (45,2%) perempuan kejadian anisometropia paling banyak
ditemukan pada kelompok usia 11-15 tahun 31 orang (58,5%), diikuti usia 5-10 tahun yaitu 22
orang (41,5%).
Stelah follow up terakhir koreksi anisometropia cocok pada 38 orang (72%) dan 8 pasien (15%)
tidak datang untuk follow up. Sisa 7 pasien (13%) lainnya tidak cocok terhadap koreksi
anisometropianya. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan menggunakan Fisher exact pada
kelompok umur yang mendapatkan kecocokan koreksi (p-value= 0,751). Terdapat 16 responden
(72,7%) pada usia 5-10 tahun dan 22 pasien (71%) pada usia 11-15 tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Koreksi anisometropia berdasarkan kelompok usia.


Tidak didapatkan hasil yang signifikan pada perbedaan jenis kelamin (p-value = 0,753). Ada 22
orang (75,9%) laki-laki yang cocok dengan koreksinya dan 16 orang (66,7%) perempuan yang
cocok dengan koreksi anisometropianya.

Table 2. Koreksi anisometropia berdasarkan jenis kelamin

Didapatkan visus yang lebih baik pada kedua mata setelah dilakukan koreksi. Pada mata kanan
sebelum koreksi hanya terdapat 1 orng (1,9%) dan setelah koreksi terdapat 8 orang (15,1%) yang
menjadi 6/12. Demikian pula dengan 21 pasien (39,6%) yang mengalami perubahan visus menajdi
6/6 dengan p-value 0,018. Penglihatan mata kiri menjadi lebih baik setelah dikoreksi pada 16
pasien (30,2%) yang 6/6 dan 8 orang (15,1%) didapatkan visus 6/9 dengan p-value 0,018 (Tabel
3).

Derajat anisometropia paling banyak pada 31 responden (58,5%) pada kategori >2,5-3,25D diikuti
12 responden (22,6%) di 3,5-4D, dan hanya sedikit pasien pada 4,25-5D yaitu 4 orang (7,5%)
(Gambar 1).
Table 3. Perbandingan Visus (Snellen Chart) pada kedua mata

Gambar 1. Derajat anisometropia (Dioptri)

Perbedaan tipe anisometropia juga didapatkan pada penelitian ini. Anisometropia myopia
didapatkan 25 pasien (47,2%), anisometropia astigmat 14 pasien (26,4%) diikuti 12 pasien (22,6%)
anisometropia hipermetropi dan hanya 2 pasien (3,8%) dengan antimetropia (Gambar 2).
Gambar 2. Tipe anisometropia

Diskusi

Anisometropia adalah salah satu penyebab terbanyak factor ambliogenik terutama pada anak-anak,
menyebabkan mata malas sehingga dibutuhkan tatalaksana secepatnya, jika tidak ditangani pada
8 tahun pertama kehdupan mata akan mengalami supresi selamanya (amblyopia). Ini tidak dapat
ditangani dengan koreksi rekrasi dan tatalaksana lain setelah lewat waktu tersebut, sehingga sangat
penting untuk memberikan koreksi maksimal anisometropia yang masih dapat ditoleransi oleh
pasien untuk menjaga pasien mengalami komplikasi. Pada penelitian ini 54,7% pasien adalah
45,3% perempuan yang menunjukkan laki-laki lebih banyak mengalami anisometropia daripada
perempuan. Terdapat 42% pasien yang didiagnosis anisometropia pada usia 5-10 tahun dan 58%
ditemukan pada usia 11-15 tahun. Sebuah penelitian yang dilaporkan oleh Cheema N et al
menunjukkan hasil prevalensi anisometropia relative stabil, perkembangan pasien secara individu,
hilang, dan didapatkan perubahan yang besar dari anisometropianya yang diikuti secara
longitudinal. Pada penelitian terbaru, setelah follow up terakhir koreksi anisometropia yang cocok
pada 38 pasien (72%) dan 8 pasien (15%) tidak follow up. Tersisa 7 pasien (13%) yang tidak cocok
dengan koreksi anisometropia yang diberikan. Ini merupakan pencapaian yang baik bagi pasien
dengan perubahan penglihatan mereka menjadi lebih baik menggunakan koreksi anisometropia
dalam jangka waktu lama secara kontinu. Selain itu didapatkan juga penglihatan yang lebih baik
pada kedua mata setelah dilakukan koreksi. Pada mata kanan sebelum koreksi hanya 1 responden
(1,9%) setelah koreksi 8 responden (15,1%) yang menjadi 6/12. Seperti itu juga 21 responden
(39,6%) mendapatkan visus 6/6 dan 8 responden (15,1%) didapatkan visus 6/9. Derajat
anisometropia didapatkan paling banyak pada 2,5-3,25D yaitu 31 responden (58,5%), diikuti 3,5-
4D 12 responden (22,6%), dan paling sedikit pada 4,25-5D yaitu 4 responden (7,5%).

Pada penelitian sebelumnya, anisometropia merupakan salah satu penyebab terjadinya amblyopia
dan mekanisme amblyopia anisometropia masih belum diketahui secara jelas. Sementara itu,
kelainan refraksi anisometropia harus dikoreksi pada pasien dengan amblyopia atau strabismus
telah disepakati secara general, masih belum jelas pada level mana anisometropia dapat dikoreksi
empiris pada anak sehat dan berapa usia koreksi sehingga dapat dicapai perkembangan dan
maturasi visual yang optimal. Pertanyaan ini sangat penting dalam mencegah dan memanajemen
amblyopia, karena tersedia data yang mendukung gagasan respon anisometropia yang tida
dikoreksi ketika periode kritis dapat menyebabkan berubahnya respon binocular. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk menemukan kecocokan maksimal pada anisometrobia yang dapat
diterima oleh pasien.

Kesimpulan

Pentingnya skrining pada anak 11-15 tahun untuk kelainan refraksi dan anisometropia dan
pentingnya penelitian prospektif kedepannyaa, penyebab dan penanganan anisometropia
diindikasikan pada usia yang dapat diperbaiki. Terdapat 72% pasien yang cocok sepenuhnya pada
koreksi anisometropia merupakan orang yang baru pertama kali menggunakannya. Di luar itu,
mayoritas didapatkan perbedaan 3-4D.

Anda mungkin juga menyukai