Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar


dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan
hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus.
Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu
hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang
diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di


dalam rahim pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola
merupakan hasil dari produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang
menjadi plasenta. Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblastik gestasional
(PTG).2

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan


Amerika latin dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan
penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.
Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan
mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden molahidatidosa ulangan tersebut
dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di
Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan molahidatidosa ulangan
tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan
hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus.
Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu
hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang
diberikan ialah seperti buah anggur.1
Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di
dalam rahim pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola
merupakan hasil dari produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang
menjadi plasenta. Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblastik gestasional
(PTG).2

2.2. Epidemiologi
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan
Amerika latin dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan
penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.
Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan
mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden mola hidatidosa ulangan tersebut
dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di
Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan mola hidatidosa ulangan
tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang
persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa
bervariasi dari 0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi tinggi
berasal dari Asia Tenggara dan Jepang. Sedangkan insidensi rendah berasal dari
Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan Eropa.4
Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim.
Wanita pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling

2
berisiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko 2
kali lipat. Wanita yang berusia lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 5-
10 kali dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Jumlah paritas tidak
mempengaruhi risiko.5

2.3. Klasifikasi1
1. MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT
Mola hidatidosa komplit adalah kehamilan abnormal tanpa embrio dan
seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Vili korionik berubah
menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari
sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Pada mola
hidatidosa komplit tidak ditemukan gambaran janin. Degenerasi hidropik
atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati, tidak
digolongkan sebagai penyakit trofoblastik.
Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola hidatidosa
komplit menemukan sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang
intinya tidak berfungsi dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23 X, sehingga
terbentuk hasil konsepsi dengan kromosom 23 X. Kromosom ini kemudian
mengadakan penggandaan sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46 XX.
Kromosom MHK menyerupai kromosom seorang perempuan, yakni
homozigot, tetapi kedua kromosom X-nya berasal dari ayah dan tidak ada
faktor ibu. Teori ini disebut sebagai teori Diploid Androgenetik.
Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa komplit
adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili dan proliferasi
sel-sel trofoblas. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester pertama,
vili korialis mengandung cairan dalam jumlah sedikit, bercabang dan
mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak
pembuluh darah. Pada trimester dua, mola hidatidosa komplit berbentuk
seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan secara
menyeluruh.

3
Gambar 1. Mola Hidatidosa Komplit

2. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL


Mola hidatidosa parsial adalah hanya sebagian vili korialis mengalami
degenerasi hidropik, sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin
akan bergantung kepada luas plasenta yang akan mengalami degenerasi,
tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam
rahim.Apabila perubahan hidatidosa bersifat lokal dan kurang berkembang
dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung
amnion, keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial.
Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian
vili yang biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya
dengan sirkulasi janin-plasenta yang masih berfungsi tidak terkena.
Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada generalisata.
Secara sitogenetik MHP terjadi karena satu ovum yang normal
dibuahi oleh dua sperma. Hasil konsepsi meliputi 69 XXX, 69 XXY, atau
69 XYY. MHP mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid bapak,
sehingga disebut Diandro Triploid. Komposisi unsur ayah dan ibu yang
tidak seimbang menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang
merupakan gabungan vili korialis yang normal dan yang mengalami
degenerasi hidropik. Biasanya kematian janin terjadi sangat dini.
MHP umumnya dianggap sebagai missed abortion dan diagnosisnya
ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi yang memperlihatkan
degenerasi hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia sinsitiotrofoblas.

4
Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping vili dan inklusi
trofoblas di stroma (stromal trophoblastic inclusion), serta terdapat jaringan
embrionik atau janin.

Gambar 2. Mola Hidatidosa Parsial

Perbandingan Gambaran Mola Hidatidosa Parsial dan Komplit


Gambaran Mola Hidatidosa Parsial Moal Hidatidosa Komplit
Kariotipe Umumnya 69 XXX atau 46 XX atau 46 XY
69 XXY
Patologi
 Janin Kadang-kadang Tidak ada

 Amnion, sel darah Kadang-kadang Tidak ada


merah janin

 Edema vilus Bervariasi, fokal Difus

 Proliferasi Trofoblas Bervariasi, fokal, ringan- Bervariasi, ringan-berat


sedang
Gambaran Klinis
 Diagnosis Missed abortion Gestasi mola

 Ukuran uterus Kecil untuk masa 50% besar untuk masa


kehamilan kehamilan

5
 Kista teka-lutein Jarang 25-30%

 Penyulit medis Jarang Sering

 Penyakit pasca-mola 1-5% 15-20%

Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola


komplit. Nieman (2006) melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar
janin dengan mola komplit. Kemampuan janin untuk bertahan hidup
tergantung dari pemuatan diagnosis dan penyulit dari mola, misalnya pre-
eklamsia atau perdarahan. Dari pengamatan Vejerslev (1991) terhadap 113
kasus kehamilan gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28 minggu
dan 70% di antaranya bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial,
wanita dengan kehamilan gemeli mola memiliki resiko yang lebih besar
menjadi keganasan, tapi tidak sebesar pada kehamilan mola komplit.

Gambar 3. Kehamilan kembar dengan mola komplit


2.4. Etiologi
Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum juga diketahui dengan
pasti. Namun ada beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit
trofoblas yaitu teori desidua, teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi
ovarium.1

6
1. Teori desidua
Menurut teori ini terjadinya molahidatidosa ialah akibat perubahan-
perubahan degeneratif sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar teori ini
adalah selalu ditemukan desidual endometritis, pada binatang percobaan dapat
terjadi molahidatidosa bila pembuluh darah uterus dirusak sehingga terjadi
gangguan sirkulasi pada desidua.
2. Teori telur
Menurut teori ini molahidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada
telur, baik sebelum diovulasikan maupun setelah dibuahi.
3. Teori infeksi
Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis
virus pada molahidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada selaput
korioalantoin mudigah ayam, ternyata kemudian terjadi perubahan-perubahan
khas menyerupai molahidatidosa, baik secara makroskopik maupun
mikroskopik. Selain itu molahidatidosa diduga disebabkan oleh
toksoplasmosis, teori ini dikemukakan oleh Bleier. Teori ini didasarkan pada
penemuan toksoplasmosis Gondii dalam jumlah besar pada darah penderita
molahidatidosa.
4. Teori hipofungsi ovarium
Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa
orang ahli yaitu Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor
kucing, 15-17 hari setelah pembuahan. Ternyata kemudian pada plasentanya
ditemukan perubahan-perubahan yang menyerupai molahidatidosa. Karzafina
melaporkan bahwa 60% penderita molahidatidosa yang ditelitinya berumur 18–
21 tahun, disertai oleh hipofungsi ovarium. Smalbreak melaporkan bahwa dari
hasil penelitiannya ditemukan angka kejadian molahidatidosa yang tinggi pada
perempuan muda, dimana fungsi seksualnya masih imatur. Menurut Hasegawa
molahidatidosa diduga disebabkan oleh teori defisiensi estrogen, yang
didukung oleh data-data penelitian yang melaporkan bahwa 60% penderita
molahidatidosa berumur 18–21 tahun dan disertai hipofungsi ovarium. Serta
insidens molahidatidosa yang tinggi pada perempuan muda dan pada
perempuan tua dimana fungsi ovarium telah menurun.

7
Walaupun etiologi mola hidatidosa masih belum jelas, terdapat faktor-
faktor yang meningkatkan risiko terjadinya mola hidatidosa. Fator-faktor
tersebut antara lain:6
1. Usia
Kehamilan mola komplit sering terjadi pada wanita pada usia remaja
dan wanita berusia lebih dari 45 tahun. Usia memiliki sedikit atau bahkan
tidak ada pengaruh pada kehamilan mola parsial.
2. Kehamilan mola sebelumnya
Apabila terdapat riwayat kehamilan mola sebelumnya, penderita
memiliki kemungkinan 1-2% dibandingkan 0,167% orang pada wanita yang
tidak pernah mengalami kehamilan mola. Apabila kehamilan mola terjadi
dua kali atau lebih, maka kemungkinananya meningkat menjadi 15-20%.
3. Ras
Kehamilan mola lebih sering terjadi di negara-negara Asia seperti
Taiwan, Filipina dan Jepang, serta beberapa Native American. Akan tetapi,
pada beberapa tahun terakhir, perbedaan insidensi pada komunitas tersebut
dan populasi secara umum telah menjadi lebih sedikit.

2.5. Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit
ini. Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5
minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk,
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami
hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah
ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-
kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang
menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.1
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula,
dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan

8
jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang
ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai
sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.1
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua
kasus mola susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik,
mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter
sampai satu atau dua sentimeter.1

2.6. Manifestasi Klinis


Gejala yang timbul pada kehamilan mola adalah sebagai berikut:2
1. Pertumbuhan uterus abnormal, dimana ukuran uterus dapat lebih besar
ataupun lebih kecil daripada usia kehamilannya.
2. Mual dan muntah yang cukup berat sehingga memerlukan perawatan di
Rumah Sakit.
3. Perdarahan pervaginam pada 3 bulan pertama kehamilan.
4. Gejalan hipertiroidisme seperti intoleransi panas, BAB cair, takikardia,
gugup berlebihan, kulit yang hangat dan lembab, tremor pada tangan,
ataupun penurunan berat badan yang sulit dijelaskan.
5. Gejala yang mirip dengan preeklampsia yang terjadi pada trimester
pertama atau permulaan trimester kedua seperti terkanan darah tinggi,
pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki dan tungkai bawah (yang
hampir selalu menjadi tanda mola hidatidosa karena pada preeklampsia
sangat jarang terjadi pada awal kehamilan).

2.7. Diagnosis
1. Anamnesis1,2,5
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa.
b. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan.
c. Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan
dengan usia kehamilan seharusnya.

9
d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada) yang merupakan diagnosa pasti.

2. Gejala Klinis1,2,5,6
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.
Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke
tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum
aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai
akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama
pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,
demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik,
diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan
muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya
proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan
mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.

b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari
semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau
sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif
sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus
mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya
yang lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus

10
karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan
pembesaran uterus biasa.

c. Tidak adanya aktifitas janin


Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh
bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga
walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang
disertai janin hidup.

d. Eklampsia dan preeklampsia


Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat
sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang
terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu
gejala mola hidatidosa.

f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola
seringmeningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi
yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan
erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar
kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan
uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata
menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda
tirotoksikosis secara aktif.Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai
prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun

11
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal
karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek
dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas
tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari
Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG
dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000
IU/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplit:


a. Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit. Jaringan
mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin
membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke
dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.
b. Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
c. Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial:


a. Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang
sama dengan mola komplit. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan
tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
b. Perdarahan pervaginam
c. Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan Fisik1,5,6,7,9,12
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
a. Inspeksi
 Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan
yang disebut muka mola (mola face).
 Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
 Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek.

12
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin.
 Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
c. Auskultasi
 Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
 Terdengar bising dan bunyi khas
d. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang1,2,5,6,7,9,12
a. Pemeriksaan sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus.
Jika sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar
360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan
mola.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar β-hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan
diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial
diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah
pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon β-hCG,
karena karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah
kemampuannya dalam memproduksi hormon β-hCG, sehingga jumlah
hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal
pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun
dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat
tiga jenis pemeriksaan β-hCG, yaitu:
 β-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10
mIU/ml.

13
 β-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50
mIU/ml.
 β-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta
mIU/ml.

Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar β-hCG serum


kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar β-hCG
kuantitatif >100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang
berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki
nilai hCG normal. Biasanya tes β-hCG normal setelah 8 minggu post
evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat
kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat.
Kadar hormon β-hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih
setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-
hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada
semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon β-hCG yang
ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel
tumor yang ada.

c. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa
gambaran seperti “badai salju” tanpa disertai kantong gestasi atau janin.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki
ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan
antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat
bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang
serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan
ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola

14
hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari
kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau
mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur
bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon
(honey comb) atau badai salju (snow storm).

Gambar4. USG Mola Hidatidosa

d. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke
dalam uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran
radiografik yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus
dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto
anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti
sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang
digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

2.8. Penatalaksanaan1,7-9,12
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum

15
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia
berat dan srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan
penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti
pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai
protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara evakuasi, yaitu:
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi
jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan
40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi
uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasidan dengan terjadinya
retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan
demikian resiko perforasi dapat dikurangi.Bila sudah terjadi abortus
maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus,
kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria
atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah
jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium
memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase
yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam
dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk
pemeriksaan.
Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20
minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-
14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil
sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih.Jika terdapat mola hidatidosa yang
besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap,
laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri
hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum

16
kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga
kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai
untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal
tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang
dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang
bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif.Ada
beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan
dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer
dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat
mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk
mengurangi kekambuhan penyakit ini.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan
paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus
dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan
Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan
cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak
banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein
berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat
menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya
koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L
praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5

17
mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke
paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan
metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)


Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan
yang mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai
berikut.
 Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun,
mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan
pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6
bulan berikutnya, tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya
tiap 3 bulan.
 Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu.
 Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan
atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut.
 Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran,
dilakukan pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2
bulan selama 1 tahun
 Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun
kemudian.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan:


 Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
 Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang
keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-
lain
 Reaksi biologis atau imunologis air seni, 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam
6 bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau
reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan.
Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya

18
mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6
minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu
serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar.

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun,


mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa
(20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai
setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,
involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak
metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan
mudah berdarah. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan
ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling
peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih
ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang
ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit.
Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai
kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap
bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paru-
paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila
ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen
paru.

2.9. Diagnosis Banding1,2,7-12


 Kehamilan normal
 Kehamilan dengan mioma uteri
 Abortus
 Kehamilan ektopik terganggu

19
2.10. Komplikasi1-12
 Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.
 Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat
juga diberikan.
 Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post
evakuasi sampai hasilnya negatif.
 DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
 Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.
Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari
yang diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat
berakhir fatal.
 Kista lutein, baik unilateral maupunbilateral. Kista lutein dapat
menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran
yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau
lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein
multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu
atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan
atau infeksi mudah terjadi.Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat
rangsangan elemen lutein yangberlebihan oleh hormon korionik-
gonadotropin dalam jumlah besar yangdisekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi dengan pemeriksaan klinis,insiden kista lutein + 10,2%,
tetapi bila menggunakan USG angkanyameningkat sampai 50%. Kasus
mola dengan kista lutein mempunyai resikoempat kali lebih besar untuk
mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus
tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang
biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya
dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar

20
tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali normal dalam 12
minggu.
 Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
 Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh
pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus
oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena
evakuasi jaringan mola.
 Infeksi sekunder
2.11. Prognosis1-12
Sebagian besar pasien molahidatidosa akan baik kembali setelah tindakan
kuretase. Bila hamil lagi, umunya berjalan normal, namun molahidatidosa
berulang dapat terjadi tetapi kasus ini jarang. 15-20 % pasien pasca
molahidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas
gestasional, baik molahidatidosa invasive, koriokarsinoma. Risiko terjadi
kematian pada pasien molahidatidosa meningkat karena perdarahan, perforasi
uterus, preeclampsia berat, dan infeksi. Akan tetapi angka kematian pada pasien
molahidatidosa sekarang sudah jarang sekali.

21
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. AZR
Tanggal Lahir : 25/07/1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Lubuk Pinang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
No RM : 14.80.10
Tanggal MRS : 16-11-2019

1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar flek dari kemaluan sejak 1 minggu sebelum masuk RS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan keluar darah seperti flek dari kemaluan sejak
1 minggu sebelum masuk RS. Satu hari yg lalu bahkan sempat keluar darah yang
banyak, darahnya sekitar ± 2 kali ganti pembalut.. Pasien mengatakan tidak ada
keluhan nyeri perut.Pasien mengatakan sudah 2x USG, USG pertama curiga janin
tidak berkembang sehingga diberi vitamin, kemudian 1 hari yang lalu di USG lagi
dan dinyatakan janin tidak berkembang direncanakan kuret. Os juga
mengeluhakan mual dan muntah 3 hari ini dengan frekuensi 5x/hari. Ini
merupakan kehamilan ke 2 dan ibu belom pernah mengalami keguguran
sebelumnya. BAB dan BAK pasien dalam batas normal, bab berwarna putih
dempul (-), keras (-). Pasien menyangkal sebelumnya pernah mengalami hal
serupa.

22
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-) DM (-) Stroke (-) Ginjal (-) Kejang (-) Alergi (-) Keguguran (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Hanya penderita yang mengalami gejala seperti ini dalam keluarganya.
Hipertensi (-) DM (-) Stroke (-) Ginjal (-) Kejang (-) Alergi (-)

Riwayat Kebiasaan
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga, yang kesehariannya bekerja dirumah.
Pola makan penderita biasa 3 kali sehari dengan variasi makanan beragam.
Kebiasaan olahraga (-). kebiasaan merokok(-), minuman beralkohol (-) konsumsi
obat-obatan terlarang (-).

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga. Penderita saat ini tinggal bersama
suami. Pendapatan tidak tetap, tetapi cukup untuk kehidupan sehari-hari. Kesan
sosial ekonomi menengah..

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Nadi = 86 kali/menit
Pernapasan = 20 kali/menit
Suhu badan = 36,9OC

Kepala / leher
• Normosefal (+) Anemis (-/-) ikterik (-/-) sianosis (-) Pembengkakan KGB (-/-)

Toraks

23
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula kiri
• Perkusi : Batas jantung kanan: ICS 4 linea parasternal kanan
Batas jantung kiri: ICS 5 linea midclavikula kiri
• Auskultasi : S1S2 reguler, bising jantung(-)
Paru
• Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kiri = kanan
• Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
• Perkusi : sonor kiri = kanan
• Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen
• Inspeksi : Bulging (+) distended (-)
• Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+), Tinggi fundus uteri 2
jari bawah pusat
• Perkusi : Timpani (+)
• Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

Ekstremitas
• Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <2 detik.

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium :
Hemoglobin : 13,4 gr/dl
Hematokrit : 38 %
Leukosit : 8.450/mm3
Trombosit : 245.000/mm3
Bleeding Time : 01.00 Menit
Clotting Time : 03.12 Menit
Golongan Darah ABO : A+

24
Tes Kehamilan : (+) Positif
HbsAg : (-) Negatif
HIV : (-) Negatif

DIAGNOSIS
G2P1A0 hamil 8-9 minggu dengan suspek Mola Hidatidosa

DIAGNOSIS BANDING
 Kehamilan Ektopik Terganggu
 Abortus

PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosis
1) Terapi medikamentosa
IVFD RL 20 tpm makro
Inj Cefotaxime 2 x 1 gr (i.v)
Proster 2 tab oral dan 2 tab vagina
Rencana Kuretase

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

25
1.8 FOLLOW UP
Sabtu, 14 Juli 2018 (VK)
S Nyeri perut sedikit-sedikit, keluar darah (-)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8oC
Abd: TFU 2 jari bawah pusat
A Post kuretase a/I Mola Hidatidosa
P - IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2 x 1 gr (i.v)
- Paracetamol tab 3x500 mg
- AFF tampon
- Jaringan dikirim ke Bengkulu untuk dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi

Pasien boleh pulang


Obat pulang :
- Cefixime 2x1 caps
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Citrosol tab 2x1

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada pasien yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan obstetrik dan penunjang. Berdasarkan hasil dari anamnesis

pada pasien diperoleh adanya keluhan perdarahan yang keluar dari vagina berupa

flek kecoklatan. Hasil anamnesis ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa

tanda dan gejala pada pasien yang mola hidatidosa ialah Perdarahan pervaginam

berulang, darah cenderung bewarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar

gelembung mola. Perdarahan terjadi antara bulan pertama sampai ke tujuh dengan

rata-rata 12-14 minggu bersifat sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga

dapat menyebabkan syok atau kematian, keadaan ini terjadi karena terlepasnya

jaringan mola pada desidua. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya rasa mual,

muntah dan pusing. Hal ini sesuai dengan teori, dimana pada pasien yang mola

hidatidosa juga terdapat gejala seperti hiperemesis karena adanya peningkatan

yang tajam kadar hormone β-hcg.

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan usia

kehamilan pasien sekitar 8-9 minggu, dengan TFU setinggi 2 jari dibawah pusat,

pembesaran uterus pasien tidak sesuai dengan usia kehamilannya atau lebih besar

dari seharusnya, tidak ditemukan ballottement, tidak teraba bagian janin juga

gerakan janin dan pada auskultasi tidak ada terdengan bunyi detak jantung janin.

Hal ini sesuai dengan teori yang ada, dimana hal ini disebabkan karena adanya

pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan adanya darah yang terkumpul

didalam uterus.

27
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada

pasien, dimana pada USG didapatkan janin tidak berkembang. Pemeriksaan

hormone β-hcg tidak dilakukan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang, pasien didagnosa dengan suspek mola hidatidosa.

Kemudian pasien di rencanakan untuk kuretase.

28
BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di

mana tidak terjadi ke abnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan

parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin dan hampir seluruh villi

korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobi.

Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa

pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai

terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Diagnosa ditegakkan

melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti

ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan mola yang

keluar.Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang

sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai

salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi

penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola.Terdapat 2

cara pengeluaran jaringan mola, yaitu kuretase hisap ataupun

histerektomi.Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan pada 1x seminggu sampai hasil

negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan

selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. Dalam: Ilmu Kandungan. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
2. White CD. Hydatidiform mole. 2014. Tersedia dari:
https://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/ency/article/000909.htm [diakses
pada 15 Oktober 2015].
3. Igwegbe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of
Management Outcomes in a Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann
Med Health Sci Res. 2013; 3(2): 210-4.
4. Heidarpour M dan Khanahmadi M. Diagnostic value of P63 in
differentiating normal gestation from molar pregnancy. J Res Med Sci.
2013; 18(6): 462-6.
5. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2014. Tersedia dari:
http:// emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall
[diakses pada 15 Oktober 2015].
6. NHS. Molar pregnancy. 2014. Tersedia dari:
http://www.nhs.uk/conditions/ Molar-pregnancy/Pages/Introduction.aspx
[diakses pada 15 Oktober 2015].
7. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional;
Obstetri Patologi; 1983; 28-33.
8. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 20th ed,
Wiliams & Wilkins, Baltimore, 1996.
9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic
Disease: Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange,
2001; 835-43.
10. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &
Selaput Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO
PRAWIROHARDJO. Jakarta. 2002. Hal 341-8.
11. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas: Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1.
Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-43.

30
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
ELSTAR OFFSET. Bandung. 1981. Hal 38-42.

31

Anda mungkin juga menyukai