P. Adiyes Putra
Dosen STAI Diniyah Pekanbaru
Abstract :
The need for human resources (SDI) on Islamic banking in
Indonesia continues to experience a significant increase. In
the last 5 years the number of SDI deposited in Islamic banks
reached 51.864 people. The average growth of SDI needs of
Islamic banks by 32% per year. The high demand for
employees is in line with the increase in growth in the number
of Islamic banking office that the average increase in 5 years
by 21%. This amount has not been included on the Sharia
(UUS) and BPRS. According to the statistical data the number
of employees working at UUS and BPRS 2015 is as many as
9583 people increased by 81% compared to 5 years ago.
While the number of branch offices and Islamic Sharia
Division until 2015 as many as 767 branches rose 40% in the
last 5 years. The high demand for SDI is certainly a great
opportunity for graduates of Islamic financial economics and
Islamic banking.
PENDAHULUAN
1
Dhani Gunawan Idat, dkk, Outlook Perbankan Syariah 2011,
(Jakarta, Bank Indonesia, 2011), h. 11
2
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Statistik Perbankan
Syariah 2011, (Jakarta, Bank Indonesia, 2011), h. 1 dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Statistik Perbankan Syariah Jan 2016 (Jakarta, Otoritas
Jasa Keuangan, 2016)
2 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Kebutuhan perbankan syariah terhadap SDI yang
berkualiatas terus meningkat. Dengan asumsi pertumbuhan
perbankan syariah sebesar 20% pertahun, maka rata-rata
kebutuhan terhadap SDI perbankan syariah sekitar 15.000
orang pertahun. Padahal saat ini perguruan tinggi di Indonesia
baru menghasilkan lulusan sekitar 3000 orang pertahun di
bidang ekonomi dan keuangan syariah. Artinya tenaga
profesional perbankan syariah masih diisi oleh SDM dengan
dasar keilmuan di bidang lain. Tentu hal ini menjadi tugas lain
bagi industri perbankan syariah.
Kekurangan SDI telah dirasakan sebagai faktor yang
critical dalam pertumbuhan industri perbankan syariah
nasional beberapa waktu belakangan ini khususnya akibat
bertumbuhnya bank-bank baru. Hal ini antara lain tercermin
dari kekurangan supply pemimpin cabang bank, calon direksi
BPRS, dan sejumlah strategic job positions di perbankan
syariah nasional yang fit dan proper untuk memenuhi
kualifikasi jabatan-jabatan penting di bank.
Sejalan dengan argumentasi di atas serta memperhatikan
realitas sumber daya insani industri perbankan syariah
Indonesia saat ini, maka penyusunan rencana strategis
pengembangan SDI industri perbankan syariah menjadi sangat
penting. Begitu pula halnya dengan perbankan syariah di kota
pekanbaru sebagai bagian perbankan syariah secara nasional.
SDI perbankan syariah yang ada di Pekanbaru perlu untuk
dipetakan sesuai perkembangan perbankan syariah di
Pekanbaru.
Bank Indonesia mencatat, aset perbankan syariah di Riau
hingga awal 2016 mencapai Rp 4,93 triliun. Terjadi
pertumbuhan aset sekitar 17,64 persen dibanding periode yang
sama tahun lalu. Pertumbuhan aset perbankan syariah di Riau
juga lebih tinggi dari pertumbuhan aset bank umum di Riau
yang hanya 18,9 persen. Sementara, dana yang dihimpun oleh
perbankan syariah di Riau tercatat sebesar Rp3,82 triliun atau
tumbuh 12,18%, meningkat dibandingkan triwulan
3
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, Perkembangan Inflasi
Secara Umum di Kota Pekanbaru Triwulan I 2016 (Pekanbaru, 2016), h. 56
4 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
c) Bagi peneliti sebagai sumbangan pemikiran dalam
berkontribusi pada industri perbankan syariah serta
sebagai wujud pelaksanaan tri darma perguruan
tinggi.
LANDASAN TEORI
Teori pengembangan SDI (human capital atau SDM)
secara garis besar terbagi atas 2 aspek yakni, aspek kuantitas
dan kualitas. Aspek kuantitas menyangkut jumlah SDI yang
tersedia atau yang dibutuhkan. Sedangkan aspek kualitas
menyangkut aspek fisik dan non fisik yang berhubungan
dengan kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan.
Dalam uraian kerangka teoritik ini, istilah pengembangan
SDM hanya mengacu kepada pengembangan kualitas.
Wexley dan Yulk, seperti di kutip oleh A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, mendefenisikan pengembangan SDM sebagai
usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk
mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap pegawai
atau anggota organisasi.4 Sedangkan Sudarmayanti
mengartikan pengembangan SDM (secara mikro) sebagai
suatu perencanaan pendidikan dan pelatihan dan pengelolaan
pegawai untuk mencapai suatu hasil yang optimal.5
Untuk menghasilkan SDI yang bekerja secara optimal
diperlukan analisa berdasarkan analisa SWOT. Menurut
Rangkuti, analisa SWOT adalah alat formulasi strategi,
dilaksanakan dengan cara melakukan identifikasi berbagai
faktor lingkungan perusahaan secara sistimatis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Perusahaan akan berupaya
memaksimalkan faktor S (Strength/kekuatan) dan O
(opportunities/peluang), sementara pada sisi yang lain
perusahaan akan berusaha meminimalkan faktor W
4
A.A Anwar Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (Bandung: Refika Aditama, 2006), h, 49-50
5
Sudarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas (Bandung:
Sudar Maju, 2001), h., 28
5 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
(Weakness/kelemahan) dan T (Threat/ancaman) agar tujuan
perusahaan dapat tercapai secara maksimal. Hasil analisis
berbagai faktor strategi tersebut akan digunakan oleh
perusahaan sebagai landasan dasar pengambilan keputusan
penentuan strategi pemasaran.6
Sedangkan Albert Humphrey mengemukakan, analisis
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari
spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor
internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam
mencapai tujuan tersebut.7
Tabel : Matrix SWOT
6
Ibid
7
Albert Humphrey, (Stanford University: )
6 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Teori SDI (Human Capital)
Pembahasan SDI atau Human Capital tidak akan terlepas
dari human capital management dan human capital
development. Human capital management merupakan bentuk
baru dari Human resource management, tapi antara keduanya
terdapat perbedaan secara filosofis mendasar yang melekat
pada keduanya. Pada human resource management manusia
ditempatkan sebagai sumber daya, sedangkan pada human
capital management manusia ditempatkan sebagai capital atau
asset. 8
Menurut Larkan9, human capital management lahir
didasari oleh fenomena bahwa kesadaran management
perusahaan dalam pengelolaan SDM semakin tinggi.
Perusahaan-perusahaan mulai menyadari bahwa kinerja
perusahaan bukan hanya ditentukan oleh capital yang berupa
financial, mesin, tekhnologi, dan modal tetap, melainkan
terutama dipengaruhi oleh Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurut PPM Mangement,10 kesuksesan
organisasi/perusahaan ditentukan oleh SDM yang bertalenta
tinggi. Dengan demikian perusahaan harus mengelola manusia
sebagai modal sehingga memberikan nilai tambah dan
memberikan keunggulan kempetitif dibanding competitornya.
Hal ini lah yang menjadi program unggulan berbagai
perusahaan dalam rangka mencapai visi, misi dan sasaran
strategic serta meningkatkan pertumbuhan dan keberlanjutan
organisasi (growth sustainability).
8
Mu’afie, Pengaruh Strategic Human Capital Terhadap Kinerja
Entrepreneurial Pada Organisasi Sektor Publik, (Jurnal Akuntansi,
Management Bisnis dan Sektor Publik (JAMBSP)),
http://repository.upnyk.ac.id/1762/1/Strategic_Human_Capital.pdf.
Download tanggal 13 Juli 2012
9
http://library.binus.ac.id/ecolls/ethesis/bab2/bab%202_11-18.pdf,
download 13 Juli 2012
10
Ibid
7 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Menurut Merza Gamal, Sumber Daya Manusia (SDM)
adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk
serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi
untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya
dikelola dan diurus oleh manusia. Peran SDM bagi sebuah
perusahaan yang ingin berumur panjang merupakan suatu hal
strategis. Oleh karena itu, untuk menangani SDM yang handal
harus dilakukan sebagai human capital.11
Merza melanjutkan, Human capital
bukanlah memposisikan manusia sebagai modal layaknya
mesin, sehingga seolah-olah manusia sama dengan mesin.
Human capital justru bisa membantu pengambil keputusan
untuk memfokuskan pembangunan manusia dengan
menitikberatkan pada investasi pendidikan (termasuk
pelatihan) dalam rangka peningkatan mutu organisasi sebagi
bagian pembangunan bangsa. Penanganan SDM sebagai
human capital menunjukkan bahwa hasil dari investasi non
fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi berupa
pembangunan fisik. 12
Islam sebagai sebuah way of life, mengajarkan dan
mengatur bagaimana menempatkan SDM pada sebuah syirkah
(perusahaan). Islam sangat peduli terhadap hukum
perlindungan hak-hak dan kewajiban mutualistik antara
pekerja dengan yang mempekerjakan. Etika kerja dalam Islam
mengharuskan, bahwa gaji dan bayaran serta spesifikasi dari
sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan harus jelas dan telah
disetujui pada saat adanya kesepakatan awal, dan pembayaran
telah dilakukan pada saat pekerjaan itu telah selesai tanpa ada
sedikitpun penundaan dan pengurangan. Para pekerja juga
mempunyai kewajiban untuk mengerjakan pekerjaannya
secara benar, effektif, dan efisien.
11
Merza Gamal, Kembali Kepada Human Capital Islami, Artikel
dalam http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1600-kembali-kepada-
human-capital-islami.html. Download 13 Juli 2012
12
Ibid
8 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Al Quran mengakui adanya perbedaan upah di antara
pekerja atas dasar kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah Al Ahqaf ayat
19, Surah Al Najm ayat 39-41 dan Surah Ali’ Imran ayat 195.
PEMBAHASAN
Secara teoritis, perbankan syariah seharusnya dapat
memberikan andil besar dalam kancah perbankan
nasional. Hal ini mengingat karakter bank syariah dianggap
dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat pelaku ekonomi
10 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
marjinal, terutama karena sistemnya yang meniadakan bunga
pinjaman dan menihilkan syarat agunan.13 Selain itu, jumlah
penduduk muslim yang seharusnya menjadi captive market di
Indonesia adalah terbesar di dunia. Demikian pula, kapabilitas
bank syariah dalam menopang perekonomian nasional saat
krisis telah teruji, karena orientasinya yang lebih ke sektor riil.
Kekuatan lainnya, industri ini by nature sangat relevan
menjadi representasi pengelola dana sosial umat dari zakat,
infak, dan sedekah, serta dana sosial yang berasal dari
penerimaan operasi (qardh).
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,
telah membawa pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perkembangan
perbankan syariah menunjukkan peningkatan selama beberapa
tahun terakhir. Selama periode tahun 2010 sampai tahun 2015,
jumlah bank umum syariah telah mengalami peningkatan dari
6 unit pada awal tahun 2010 menjadi 12 unit pada tahun 2015.
Sementara itu, unit usaha syariah mengalami penurunan dari
23 unit pada tahun 2010 menjadi 22 unit pada tahun 2015. Hal
ini disebabkan adanya perubahan status beberapa institusi atau
lembaga dari unit usaha syariah menjadi bank umum syariah.
Sementara itu dari sisi asset terjadi peningkatan yang cukup
signifikan dari Rp 97 Triliyun tahun 2010 menjadi Rp 213
Triliyun tahun 2016.14
Peningkatan asset bank syariah ini tentu perlu diapresiasi,
namun sebetulnya peningkatan ini belum mencapai target
market share 5% yang sudah ditetapkan Bank Indonesia.
Peluang peningkatan market share bank syariah sebetulnya
terbuka lebar. Bila diasumsikan bahwa industri perbankan
syariah nasional dapat melayani captive market-nya saja, yaitu
13
Febrian, Erie, Akselerasi Pertumbuhan Perbankan Nasional:
Tantangan dan Kontribusi Lembaga Pendidikan Tinggi,
(Bandung: UNPAD, 2010), h., 55.
14
Tim Penyusun, Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2010,
(Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2010
11 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
52,8 juta rumah tangga muslim, maka peluang pasar industri
ini sebenarnya sangat besar. Lebih dari itu, seharusnya industri
ini bisa mencapai prestasi komersial yang lebih baik dan
memberi kontribusi yang lebih besar dalam upaya
mengembankan perbankan nasional.
Sukarmadji15 menyebutkan bahwa beberapa aspek yang
menjadi ruang kelemahan industri perbankan syariah
nasional, yaitu permodalan, jaringan, sistem, produk dan jasa,
tim kerja dan koordinasi, sosialisasi, dukungan pemerintah,
kompetensi sumber daya insani, disamping regulasi Perbankan
Syariah nasional.
Di antara sejumlah masalah yang disebutkan di atas, ada
beberapa yang dapat dientaskan melalui peran dan kontribusi
lembaga pendidikan tinggi, yaitu masalah aturan-aturan
Perbankan Syariah nasional, produk dan layanan, sosialisasi,
dan kompetensi sumber daya insani.
Fakta perkembangan perbankan syariah nasional di atas
kurang lebih memperlihatkan karakter unik pembangunan
Industri Perbankan Syariah di Indonesia. Pada dasarnya, UU
No. 10 Tahun 1998 telah berupaya mengakomodasi
kepentingan pengembangan industri ini, namun celah-
kelemahan perangkat hukum tersebut nampak efektif
mereduksi kekuatan pengembangan industri ini ke level yang
seharusnya.
Ketika UU Perbankan Syariah Nasional disetujui pada
tanggal 17 Juni 2008, para pemangku kepentingan berharap
banyak bahwa UU tersebut bisa efektif mengeliminasi
ambivalensi yang membatasi gerak industri perbankan syariah
nasional, agar minimal bisa mengejar target kuantitatif (yaitu,
pencapaian pangsa 5% dari total asset perbankan nasional per
Desember 2008), dan target kualitatif (inisiasi kemakmuran
15
Sukarmadji, Beberapa Konsep Pemikiran Pengembangan Peran
Perbankan Syariah, Seminar Nasional Ekonomi Syariah UNPAD, Bandung,
2009.
12 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
umat melalui kehidupan komersial yang syariah). Hal ini
mengingat bahwa UU tersebut akan berperan dalam membuka
akses aliran dana terutama dari Negara-negara muslim Timur
Tengah melalui 2 pintu. Pertama, UU perbankan syariah dapat
dianggap sebagai upaya penciptaan kepastian hukum yang
mengatur segala aktivitas dalam industri tersebut. Dengan
mempelajari UU ini, para investor tersebut dapat mengukur
resultan-resultan dari kegiatan investasi mereka. Kedua, UU
ini menjadi kerangka dasar bagi penetapan standar-standar
perbankan syariah nasional dan kemungkinan teritegrasinya
dengan standar perbankan syariah global. Bila standar
nasional dapat terintegrasi dengan standar perbankan syariah
global, maka akan lebih mudah bagi bank-bank syariah kita
untuk berkompetisi dengan Singapura dan Malaysia, misalnya,
dalam menarik investor-investor Timur Tengah, yang saat ini
memiliki dana investasi sekitar USD 500 miliar (dari Total
USD 600 miliar potensi dana syariah global) dengan
pertumbuhan sekitar 23% per tahun.
Oleh karenanya, Bank Indonesia perlu segera
menerjemahkan UU tersebut ke dalam peraturan-peraturan
yang lebih teknis, termasuk bersama-sama para pemangku
kepentingan lainnya menciptakan standar-standar perbankan
syariah yang kompetitif. Selain itu, agar UU ini dapat efektif
mempercepat laju pertumbuhan perbankan syariah nasional,
para pemangku kepentingan dan otoritas terkait perlu
melakukan relaksasi terhadap sejumlah peraturan investasi
asing syariah, yang selama ini menjadi keunggulan Malaysia
dan Singapura di mata investor Timur Tengah.
Dalam proses translasi dan derivasi hukum di atas, pihak
bank sentral, bank-bank syariah, dan para pelaku dalam
industri ini perlu berhati-hati. Ikhtiar untuk mengakselerasi
pertumbuhan jangan sampai mengorbankan prinsip-prinsip
dan filosofi muammalah dalam perbankan syariah.
Kekhawatiran ini tidak berlebihan, mengingat sampai saat ini
masih banyak praktik bank syariah yang lebih merupakan
replikasi praktik bank konvensional yang dibungkus dalam
13 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
terminologi-terminologi syariah, karena ruang-ruang regulasi
yang ada masih ambivalen.16
Dalam situasi ini, sebagai lembaga yang ilmiah dan
independen, perguruan tinggi dapat berperan efektif untuk
menjaga agar translasi dan derivasi hukum di atas dapat tetap
berada dalam koridor syariah murni, namun tetap merespon
dinamika perubahan yang dihadapi oleh perbankan syariah
nasional. Melalui kegiatan penelitiannya, lembaga-lembaga
pendidikan tinggi dapat menyumbangkan gagasan-gagasan
mengenai derivasi dan penyesuaian peraturan-peraturan teknis
yang dapat menstimulasi kualitas kompetitif pada bank-bank
syariah nasional.
Selain itu, kolaborasi penelitian antara lembaga
pendidikan tinggi dan industri perbankan syariah dapat
memberikan penjelasan tentang fleksibilitas regulasi yang
diperlukan untuk membangun daya saing investasi syariah
nasional. Dengan demikian, lembaga pendidikan tinggi akan
berperan dalam mengakselerasi pertumbuhan industri
perbankan syariah nasional melalui pengembangan regulasi.
Penyerapan SDI pada Perbankan Syari’ah
SDI merupakan elemen fundamental yang menjadi pilar
eksistensi industri perbankan syariah. Selama ini, performans
SDI dan kultur bank-bank syariah dalam menjalankan
aktivitas komersial belum menunjukkan terintegrasinya nilai-
nilai syariah yang diamanatkan kepada bank-bank tersebut,
sehingga differensiasi citranya tidak menonjol. Akibatnya,
dapat dimengerti jika mayoritas captive market relatif belum
melihat jasa-jasa bank-bank syariah sebagai jasa perbankan
alternatif untuk memenuhi kebutuhan ideologisnya, melainkan
hanya sebatas jasa komplementer. Indikasinya, para pengguna
dan calon pengguna jasa perbankan syariah cenderung
16
Anonimous, Laporan Riset Laboratorium Manajemen FE (LMFE)
UNPAD yang bekerja sama dengan Direktorat Perbankan Syariah BI,
(Bandung: UNPAD, 2007),
14 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
membandingkan bank syariah dan bank konvensional semata
berdasarkan angka imbal hasil dan/atau angka biaya, padahal
banyak komponen filosofis yang lebih penting pada perbankan
syariah yang jika diimplementasikan akan membawa
perbankan syariah ke level economy of scale yang bermuara
pada penciptaan kemakmuran masyarakat.
Penelitian yang dilakukan Labor Manajemen Fakultas
Ekonomi (LMFE) UNPAD dan Direktorat Perbankan Syariah
BI17 serta program magang di bank-bank syariah yang
diorganisir oleh LMFE UNPAD dan ADB, mengungkap
betapa praktik perbankan syariah belum memberikan
perbedaan kualitatif yang diharapkan oleh captive market-nya
dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Tabel 1
Kondisi Human capital Perbankan Syariah Indonesia
Sumber Daya Kondisi Keterangan
Latar Belakang Pendidikan 18% SMU Dominasi lulusan sarjana
Staf 21% D 3 pada bank-bank syariah di
59% S 1 Indonesia
2% S 2
Kelompok Keilmuan Staf 10% Ilmu Syariah Belum ada lulusan lembag
90% Ilmu Konvensional a
pendidikan ekonomi Islam
Asal Karyawan 20% fresh graduate PT Kecenderungan pengaruh
70% Bank Konvensiona framework konvensional
l dalam perkembangan bank
5% Bank Syariah lain -
5% sumber lain bank syariah
Sumber: Hasil Riset FE UI, 2003 (dalam Febrian, 2010)
17
Febrian, Erie,. Akselerasi Pertumbuhan Perbankan Nasional:
Tantangan dan Kontribusi Lembaga Pendidikan Tinggi, (Bandung:
UNPAD, 2010)
15 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Selanjutnya, menurut Febrian (2010), dicatat pula bahwa
unit-unit pelayanan syariah terdepan miskin penguasaan
filosofi produk dan kering akan kultur syariah, sehingga
memberi kesan seakan SDI bank syariah hanyalah SDM bank
konvensional yang berganti asesori. Nilai-nilai SDI yang
amanah, fathonah, shiddiq, tabligh, istiqomah yang
terintegrasi dalam konsep Good Corporate Governance belum
dapat diklaim sebagai identitas utama mayoritas bank syariah
nasional. Bila informasi pada Tabel 1 diamati secara seksama,
situasi yang digambarkan tentang SDI bank syariah di atas
dapat dipahami, meski tidak dapat diterima. Dari sisi
keilmuan, latar belakang pendidikan para karyawan bank-bank
syariah lebih didominasi oleh pemilik ilmu konvensional
(90%), dan sebagian direkrut dengan latar belakang
pengalaman bekerja di bank-bank konvensional (70%).
Berkenaan dengan hal ini, peran perguruan tinggi dalam
mensuplai SDI dan masukan berbasis keilmuan untuk
pengembangan perbankan syariah adalah keniscayaan.
Dengan bertambahnya jumlah Bank Umum Syariah pada
tahun 2016 menjadi 12 bank maka kebutuhan akan SDI yang
kompeten pun meningkat. Berdasarkan data statistic OJK
memperlihatkan besaran penyerapan tenaga kerja pada
perbankan syari’ah, seperti pada table di bawah:
Tabel
Penyerapan Tenaga Kerja Di Industri Perbankan Syari’ah
Jumlah Growth Jumlah Growth
Tahun
Pegawai Pegawai Kantor Kantor
2010 15.224 47% 1.215 71%
2011 21.820 43% 1.401 15%
2012 24.111 10% 1.745 25%
2013 26.717 11% 1.998 14%
2014 41.393 55% 2.163 8%
2015 51.413 24% 1.990 -8%
Rata-rata
32% 21%
pertumbuhan
16 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Berdasarkan table di atas, penyerapan tenaga kerja di
industri perbankan syariah terus mengalami peningkatan. Hal
ini ditunjukkan oleh angka pertumbuhan pegawai dengan rata‐
rata pertahunnya dalam 5 tahun terakhir sebesar 32%.
Penyerapan pegawai ini seiring dengan peningkatan
pertumbuhan jumlah kantor perbankan syariah yang rata‐rata
peningkatannya dalam 5 tahun terakhir sebesar 21%.18 Jumlah
ini belum termasuk dari Unit Usaha Syariah (UUS) dan BPRS.
Menurut data statistic jumlah pegawai yang bekerja pada UUS
dan BPRS sampai tahun 2015 adalah sebanyak 9.583 orang
meningkat 81% dibanding 5 tahun lalu. Sedangkan jumlah
kantor cabang UUS dan BPRS sampai tahun 2015 sebanyak
767 cabang naik 40% dalam 5 tahun terakhir.19
Peningkatan jumlah BUS, UUS maupun BPRS di atas
tentu akan terjadi juga peningkatan jumlah karyawan atau SDI
perbankan syariah yang berkualitas. Menurut Direktur
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)
Harisman, untuk dapat mengembangkan perbankan syariah
dan memanfaatkan peluang tersebut dibutuhkan tenaga
professional atau sumber daya insani yang tepat. Tepat dalam
arti memahami betul konsep perbankan syariah, mampu
menciptakan produk–produk syariah yang sesuai dengan
konsep syariah dan mampu menjalankan roda industri
perbankan dan jasa keuangan syariah yang memberikan nilai
kepuasan bagi nasabah.
Namun, Yuslam Fauzi, Ketua Umum Asosiasi Bank
Syariah Indonesia (Asbisindo), yang menyatakan bahwa
kebutuhan sumber daya manusia perbankan syariah rata–rata
sekitar 11.000 per tahunnya sedangkan perguruan tinggi di
Indonesia yang memiliki konsentrasi ilmu ekonomi syariah
belum mampu memenuhi kebutuhan pasar sehingga
18
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Statistik Perbankan Syariah Januari
2016. (Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan, 2016), h.
19
Ibid
17 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
diperkirakan bahwa institusi formal pendidikan di Indonesia
hanya mampu memasok SDM ekonomi dan keuangan syariah
sekitar 3.750 orang per tahun sehingga masih terdapat selisih
kebutuhan SDM perbankan syariah hingga 7.000 orang per
tahunnya.20
Seiring dengan ini, Fadjrijah sebagaimana dikutif oleh
Febrian memperkirakan kebutuhan SDI terkait dengan
pertumbuhan perbankan syariah ini mencapai 25.000 orang. 21
Zadjuli bahkan memprediksi bahwa kebutuhan SDI
berkualifikasi D3 hingga S3 dalam kurun waktu 5 tahun ke
depan mencapai 38.940 orang.22 Hanya saja, saat ini jumlah
perguruan tinggi yang secara spesifik berintegrasi dengan
industri perbankan syariah masih sangat minim, sehingga
hubungan mutual benefit antara sektor pendidikan tinggi dan
perbankan syariah belum signifikan. Dari 2.472 Perguruan
Tinggi (81 PTN dan 2.391 PTS), kurang dari 1% yang telah
membangun komitmen untuk menghasilkan lulusan-lulusan
yang akan mengisi industri perbankan syariah.23
Sementara itu, beberapa universitas di luar negeri,
khususnya di Inggris, Malaysia, dan Pakistan telah secara
khusus dan sistematis menciptakan lulusan-lulusan yang
kompeten dalam membangun industri keuangan syariah
nasional meski dalam jumlah yang sangat terbatas. Untuk itu,
para pemangku kepentingan harus menginisiasi program yang
memungkinkan perguruan tinggi di Indonesia secara konsisten
membantu peningkatan jumlah dan kualitas SDI yang sesuai
20
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/abuamarfauzi/tuntutan-
industri-perbankan-syariah-terhadap-dunia-pendidikan-
indonesia_54f90421a3331108168b4bd6
21
Ibid
22
Zadjuli, Sistem Pendidikan dan Ekonomi Islam Sebagai Solusi
Meniadakan Kemiskinan dan Ketidakadilan dalam rangka Membangun
Masyarakat Madani secara Kaffah, (Bandung: UNPAD, Seminar Nasional
Ekonomi Syariah, 2009).
23
Ibid
18 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
amanah serta pengembangan kultur perbankan syariah
nasional yang kondusif.
Berkaitan dengan upaya pengembangan SDI perbankan
syariah ini, Bank Indonesia telah menyusun Human Capital
Strategic Plan (HCSP) Perbankan Syariah Indonesia dengan
kerangka waktu 2011–2015. Secara khusus HCPS Perbankan
Syariah Nasional diharapkan dapat diposisikan sebagai
(Outlook Perbankan Syariah Indonesia, 2011).
24
Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Kependudukan Indonesia.
(Jakarta:BPS, 2015)
20 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
menjadi tanggung jawab masing-masing yang bekerja
sama sesuai porsi yang sudah disepakati. Selain itu dalam
tagline yang dimiliki oleh hampir semua bank syariah
semuanya menuliskan keberpihakan mereka kepada Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM). Ini tidak hanya sebagai
jualan tapi betul-betul mereka jalankan dengan bukti telah
memberikan lebih dari 70% pembiayaan pada UMKM dan
sisanya utk golongan mengengah keatas.
f) Penyediaan dana social berupa pengumpulan dan
penyaluran zakat, infak, sedaqoh dan wakaf (ZISWAF)
Salah satu keunggulan bank syariah yang tidak dimiliki
oleh bank konvensional adalah bank syariah
diperbolehkan bertindak sebagai amil zakat. Amil zakat
bertugas menghimpun dan menyalurkan zakat dari dan ke
masyarakat. Potensi zakat yang besar di Indonesia tentu
merupakan lahan yang empuk bagi bank syariah sebagai
penghimpun zakat. Selain itu bank syariah juga memiliki
peluang bekerjasama dalam pengelolaan dana zakat
dengan lembaga zakat lainnya seperti dengan Badan Amil
Zakat Nasional (Baznas), LAZIS Muhammadiyah, rumah
zakat dan lain-lain.
g) Pelayanan dan fasilitas yang lengkap
Setiap bank syariah memiliki standar masing-masing
dalam melayani nasabahnya. Secara umum pelayanan
pada bank syariah baik. Karena merupakan komponen
yang penting dalam dunia perbankan, karena bank itu
sendiri merupakan perusahaan jasa yang menjual jasa
kepada nasabah. Begitupun dengan bank syariah, dalam
menjalankan kegiatan sehari-harinya bank syariah tak
lepas dari pelayanan kepada nasabah, hal ini bisa dilihat
dari kecepatan yang ditawarkan kepada masing-masing
nasabah. Biasanya nasabah menyukai bank syariah yang
menawarkan kecepatan yang lebih. Seperti kecepatan
dalam mentransfer uang, tidak harus menunggu berjam-
jam untuk menunggu uang yang ditransfer cukup dengan
21 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
20 menit nasabah dapat mengambil uangnya di ATM
terdekat. Selain menjual jasa kepada nasabah, bank
syariah pun harus melengkapi diri dengan berbagai
fasilitas yang dapat memudahkan nasabah untuk
melakukan transaksi di bank syariah tersebut. Fasilitas
yang dimaksud adalah tersebarnya ATM, layanan SMS
Banking, Transfer, pembayaran rekening telepon, listrik,
PAM, PBB, Uang Kuliah, surat keterangn Bank.
2) Kelemahan
Indikasi kelemahan-kelemahan SDI pada perbankan
syariah adalah sebagai berikut;
a) Lulusan Perguruan Tinggi (PT) dari Jurusan Ekonomi
Islam atau Perbankan Syariah belum manpu memenuhi
standarisasi penerimaan karyawan bank syariah.
Menurut Direktur Perbankan Syariah, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Dhani Gunawan Idhat, ia
mengemukakan ada 72 perguruan tinggi yang punya Prodi
Ekonomi Syariah/Perbankan Syariah. Dari jumlah itu ada
satu perguran tinggi yang bisa menerima 1.000 mahasiswa
untuk satu angkatan. Sayangnya, jumlah ini tak
seluruhnya bisa diserap lantaran kompetensi yang
diperlukan oleh Bank Syariah tidak dipenuhi oleh para
lulusan dari sejumlah perguruan tinggi tersebut.
Masalahnya ada pada kurikulum yang diajarkan pada
prodi ekonomi syariah tersebut. Menurutnya, saat ini
belum ada standarisasi kurikulum di ekonomi syariah
yang hasilnya sesuai dengan kebutuhan perbankan.
Banyak kampus hanya mengajarkan teori, tapi minim
memperkenalkan sistem bisnisnya. Karena banyak kasus,
ketika ditanya bank syariah, para lulusan ini tidak tahu apa
itu bank syariah sehingga mereka tidak lulus ketika seleksi
masuk.25 Untuk itu, PT harus membuat standarisasi
25
Admin detik finance.com, http://finance.detik.com/moneter/d-
3077049/banyak-sarjana-ekonomi-syariah-tapi-bank-syariah-kekurangan-
sdm, download Kamis, 24 November 2016
22 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
kurikulum bank syariah dan setiap universitas yang
membuka prodi ekonomi syariah wajib menerapkan
standarisasi tersebut. Hal ini diharapkan dapat
menciptakan lulusan ekonomi yang terstandar dan siap
diserap di dunia kerja.
b) Karyawan Bank Syariah banyak yang tidak berlatar
belakang syariah
Menurut Senior Vice President Bank Syariah Mandiri,
Achmad Fauzi, ia mengatakan SDM bank syariah di
Indonesia yang berkualitas kini terbatas. Pertumbuhan
jumlah bank syariah dan unit usaha syariah yang pesat
tidak dibarengi dengan ketersediaan tenaga kerja yang
memadai. Hal ini mengakibatkan persaingan dalam
mendapatkan calon tenaga kerja semakin tinggi di pasar.
Fauzi menuturkan kebutuhan akan jumlah SDM
perbankan syariah mencapai 60.000 pada tahun 2015
dimana 30% nya adalah level managemen/officer.
Kendala tertinggi adalah sulitnya memperoleh SDM level
Management/Officer karena jumlahnya yang sangat
terbatas di pasar, sehingga bagi bank yang tidak memiliki
kemampuan mengembangkan pegawainya cenderung
untuk mengambil “jalan pintas” dengan merekrut pegawai
dari bank lain.26
c) Pelayana Kurang Memuaskan
Salah satu keunggulan persaingan adalah dalam hal
pelayanan, apabila pelayanan kurang memuaskan
berakibat beralihnya nasabah ke bank lain. Berdasarkan
penelitian
d) Kualitas Produk Rendah
Persaingan antar produk yang bervariatif sangatlah
berpengaruh pada tingkat keuntungan bank syariah.
26
Admin Majalah Sharing, http://mysharing.co/sdm-bank-syariah-
yang-berkualitas-terbatas/
23 | Jurnal Al Mashrafiyah Perbankan Syariah STAI Diniyah Pekanbaru
Vol. 3 Jul – Des 2018
Apabila kualitas produk rendah dan kurang
menguntungkan maka bank syariah akan kalah bersaing
dengan bank konvensional.
e) Jasa Produk Tidak Memuaskan
Jasa produk yang tidak memuaskan atau merugikan
nasabah maka akan berakibat beralihnya nasbah ke bank
lain.
3) Peluang
Identifikasi peluang bank syariah yaitu bank syariah dekat
dengan masyarakat, perkembangan teknologi semakin
canggih, bunga bank konvensional membebankan, kebutuhan
masyarakat akan bank syariah.
a) Bank Syariah Dekat Dengan Masyarakat
Kedekatan bank syariah terhadap masyarakat begitu
meyakinkan karena bank syariah begitu pas untuk masyarakat
dalam menanamkan modal atau berinvestasi pada bank
syariah. Karena bank syariah berdasarkan prinsip Al Quran
dan Hadits, sehingga murni kehalalanya.
b) Perkembangan Teknologi Semakin Canggih
Perkembangan teknologi bank syariah yang semakin canggih
dan tidak kalah dengan bank konvensional, seperti internet
banking, phone banking, sms banking sudah banyak
disediakan di bank syariah.
c) Bunga Bank Konvensional Membebankan
Karena Allah dan Rosul Nya melarang atau mengharamkan
riba :
4) Ancaman
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. Peluang SDI pada Perbankan Syariah di Indonesia lebih
besar dibanding kelemahan yang ada. Hal ini terlihat dari
sudah banyaknya Perguruan tinggi yang membuka
Jurusan Ekonomi Islam, Keuangan Islam, Perbankan
Syariah, dan Bisnis Syariah. Disamping itu perbankan
syariah juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, ini
didorong oleh pangsa pasar yang luas, jumlah penduduk
yang mayoritas muslim, dan kultur masyarakat yang
cocok dengan nilai dasar pendirian perbankan syariah.
b. Strategi pengembangan SDI perbankan syariah yang telah
dilakukan adalah melalui on the job training atau dikenal
juga dengan belajar sambil jalan/ sambil tetap
mengerjakan pekerjaan tetap, yang kedua adalah melalui
off the job training. Dari kedua metode ini maka of the job