Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan
pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang
preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari
penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju
pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting
adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas
atau balkesmas saja, tetapi juga bentuk- bentuk kegiatan lain, baik yang
langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun
yang secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.
(Juanita, 2002).
Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health
care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih
lanjut atau rujukan. Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai
dari rumah sakit tipe D sampai dengan Rumah sakit kelas A. (Juanita, 2002).
Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kesehatan
banyak hal yang harus dilakukan, salah satunya adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Secara umum dapat dibedakan 9 (sembilan) syarat
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik, yakni tersedia (available),
menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan (countinues), terpadu
(integrated), wajar (appropiate), dapat diterima (accept- able), bermutu
(quality), tercapai (accessible) serta terjangkau (affordable). (Azwar Azrul
,1999).
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan
memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan
kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan

1
dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas
(assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu
negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan
kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (ad- equacy),
pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari
pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai
(health care financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk
dapatmemobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya
secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan
pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada
masyarakat miskin (equi- table and pro poor health policy) akan mendorong
tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa
pembiayaan kesehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan
ekonomi. Pelayanan kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat
mahal baik pada negara maju maupun pada negara berkembang. Penggunaan
yang berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi adalah salah
satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan
pelayanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan
lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan
itu sendiri (poor management of resources and services). (Departemen
Kesehatan RI, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Pembiayaan Kesehatan
2. Bagaimana Model Sistem Pembiayaan Kesehatan
3. Bagaimana Sistem Pembiayaan Tenaga Kesahatan
4. Apa Tujuan Sistem Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
5. Bagaimana Sumber Dana Kesehatan
6. Apa Jenis Biaya Kesehatan
7. Apa Masalah Pembiayaan Kesehatan
8. Peran Pemerintah dalam Sistem Pembiayaan Kesehatan

2
9. Bagaimana Pembiyaan Kesehatan Di Berbagai Negara
10. Bagaimana Kinerja Dan Gaji Perawat Di Berbagai Negara
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Apa Definisi Pembiayaan Kesehatan
2. Untuk mengetahui Sistem Pembiayaan Kesehatan
3. Untuk mengetahui Pembiayaan Tenaga Kesahatan
4. Untuk mengetahui Tujuan Sistem Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
5. Untuk mengetahui Sumber Dana Kesehatan
6. Untuk mengetahui Jenis Biaya Kesehatan
7. Untuk mengetahui Masalah Pembiayaan Kesehatan
8. Untuk mengetahui dalam Sistem Pembiayaan Kesehatan
9. Untuk mengetahui Kesehatan Di Berbagai Negara
10. Untuk mengetahui Kinerja Dan Gaji Perawat Di Berbagai Negara

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan
Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul A,
2009).
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang
harus disediakan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat (Azrul A, 1996).
Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang
mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Sub sistem pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu
dari ekonomi kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya
kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari
pengertian di atas terdapat dua sudut pandang ditinjau dari :
1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider)
yaitu besarnya dana untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
berupa dana investasi serta dana operasional.
2. Pemakai jasa pelayanan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa
pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Berbeda dengan

4
pengertian pertama, maka biaya kesehatan di sini menjadi persoalan
utama para pemakai jasa pelayanan. Dalam batas-batas tertentu,
pemerintah juga turut mempersoalkannya, yakni dalam rangka
terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang membutuhkannya.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa
pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan
kesehatan (health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan
(health consumer). Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya
kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa
pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk pada dana
yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai
dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu mudah
diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan
tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan
kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk padaa
seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional
(operational cost) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih
menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk
dapat memanfaatka suatu upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh
seluruh pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi
penyedia pelayan kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang
dikeluarkan oleh penyedia pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit).
Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut mengalami kerugian (loss).

5
2.2 Model Sistem Pembiayaan Kesehatan
Terdapat beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:
1. Direct Payments by Patients

Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung


secara langsung besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan
tingkat penggunaannya. Pada umumnya sistem ini akan mendorong
penggunaan pelayanan kesehatan secara lebih hati-hati, serta adanya
kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk menarik
konsumen atau free market. Meskipun tampaknya sehat, namun
transaksi kesehatan pada umumnya bersifat tidak seimbang dimana
pasien sebagai konsumen tidak mampu mengenali permasalahan dan
kebutuhannya, sehingga tingkat kebutuhan dan penggunaan jasa lebih
banyak diarahkan oleh provider. Sehingga free market dalam pelayanan
kesehatan tidak selalu berakhir dengan peningkatan mutu dan efisiensi
namun dapat mengarah pada penggunaan terapi yang berlebihan.
2. User payments
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan
kesehatan baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta.
Perbedaannya dengan model informal adalah besaran dan mekanisme
pembayaran, juga kelompok yang menjadi pengecualian telah diatur
secara formal oleh pemerintah dan provider. Bentuk yang paling
kompleks adalah besaran biaya yang bebeda setiap kunjungan sesuai
dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan (biasanya terjadi untuk
fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang umum
digunakan adalah ’flat rate’, dimana besaran biaya per-episode sakit
bersifat tetap.
3. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun
tidak terjadi risk pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan

6
langsung, akan ditanggung oleh individu sesuai dengan tingkat
penggunaannya, namun individu tersebut mendapatkan bantuan dalam
mengelola pengumpulan dana (saving) dan penggunaannya
bilamana membutuhkan pelayanan kesehatan. Biasanya model ini hanya
mampu mencakup pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan pelayanan
kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya tidak bisa
ditanggung oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving.
Sehingga model ini tidak dapat dijadikan model tunggal pada suatu
negara, harus didukung model lain yang menanggung biaya kesehatan
lain dan pada kelompok yang lebih luas.
4. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh
individu pada provider kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi
juga pada provider kesehatan lain misalnya: mantri, dan pengobatan
tradisional; tidak dilakukan secara formal atau tidak diatur besaran, jenis
dan mekanisme pembayarannya. Besaran biaya biasanya timbul dari
kesepakatan atau banyak diatur oleh provider dan juga dapat berupa
pembayaran dengan barang. Model ini biasanya muncul pada negara
berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan
pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan
jenis pelayanan.
5. Insurance Based

Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan


utama dimana individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan
kesehatan. Konsep asuransi memiliki dua karakteristik khusus yaitu
pengalihan resiko kesakitan pada satu individu pada satu kelompok serta
adanya sharing looses secara adil. Secara sederhana dapat digambarkan
bahwa satu kelompok individu mempunyai resiko kesakitan yang telah
diperhitungkan jenis, frekuensi dan besaran biayanya. Keseluruhan besaran
resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi antar anggota kelompok sebagai
premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota kelompok, maka keseluruhan

7
biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan akan ditanggung dari
dana yang telah dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis pelayanan
yang ditanggung serta mekanime pembayaran ditentukan oleh organisasi
pengelola dana asuransi.
2.3 Sistem Pembiayaan Tenaga Kesahatan

1. Sistem Pembiayaan Fee For Service


Pada sistem pembiayaan fee for service, pembayaran jasa kesehatan
berasal dari kantong orang itu sendiri. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
pada mekanisme pembiayaan ini, pasien cendrung berada di dalam posisi
menerima sehingga sering terjadi penyimpangan seperti overutilisasi jasa
kesehatan dimana sang dokter memberikan banyak pelayanan yang pada
dasarnya tidak dibutuhkan, namun sengaja diberikan dengan tujuan agar
semakin banyak layanan yang diberikan, maka pendapatanyang didapat dari
layanan tersebut juga akan semakin besar.
2. Sistem Pembiayaan Kapitasi.
Kapitasi merupakan suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan
yang dilakukan di muka berdasar jumlah tanggungan kepala per suatu
daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu tanpa melihat frekuensi
kunjungan tiap kepala tersebut. Misalnya saja setiap kepala di desa A
ditetapkan biayanya sebesar Rp 10.000,- /bulan, bila sang dokter
bertanggung jawab atas 500 kepala, maka ia akan menerima Rp 10.000,- x
500 / bulannya yaitu Rp 5.000.000,- . Biaya sebesar Rp 5.000.000,- inilah
yang akan ia kelola untuk meningkatkan kualitas kesehatan di 500 warga
tersebut, baik melaui tindakan pencegahan (preventive), pengobatan
(curative) maupun rehabilitasi. Sehingga semakin banyak layanan kesehatan
yang diberikan / semakin banyak pasien yang sakit dan butuh pengobatan,
biaya yang akan dipotong semakin banyak dan penghasilan sang dokter
akan semakin sedikit.
3. Sistem Pembiayaan Berdasar Gaji

8
Pada sistem ini, sang dokter akan menerima penghasilan tetap di tiap
bulannya sebagai balas jasa atas layanan kesehatan yang telah diberikan.
Termasuk di dalamnya sistem pembayaran pada penyedia layanan kesehatan
yang bekerja di instansi dimana dokternya dibayarkan berdasar gaji bulanan
di instansi tersebut, bukan dari jenis layanan kesehatan yang diberikannya.
4. Sistem reimbursement
Sistem penggantian biaya kesehatan oleh pihak perusahaan berdasar
layanan kesehatan yang dikeluarkan terhadap seorang pasien. Metode ini
pada dasarnya mirip dengan fee for service, hanya saja dana yang
dikeluarkan bukan oleh pasien, tapi pihak perusahaan yang menanggung
biaya kesehatan pasien, namun berbeda dengan kapitasi karena metode ini
melihat jumlah kunjungan dan jenis layanan yang diberikan oleh provider.
Dari pembahasan sistem pembiayaan diatas, tentu saja setiap
metodenya memiliki segi positif dan negative masing – masing. Hal
tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
Sistem Kelebihan Kekurangan
Pembiayaan
Fee For Service Penanganan yang diberikan Sering terjadi moral
dokter cendrung lebih hazard dimana provider
maksimal dan tidak terkesan akan sengaja secara
terbatas – batas berlebihan member
layanan kesehatan
dengan tujuan
meningkatkan
pendapatan dari
layanan tersebut
Kapitasi 1. Kepastian adanya pasien 1. Sering terjadi
2. Jaminan pendapatan di underutilisasi
awal tahun / bulan (pengurangan
3. Semakin efisien layanan yang

9
layanan, semakin diberikan)
banyak pendapatan 2. Kebanyakan dokter
4. Dokter lebih taat merasa dirugikan
prosedur 3. Bila peserta sedikit,
5. Lebih menekankan pada dapat merugikan
pencegahan dan promosi dokter
kesehatan

Gaji Dokter memperoleh 1. Sering terjadi


pendapatan yang tetap tiap kerjasama antara
bulannya berdasar upah pihak provider
minimal yang telah dengan bagian lain
ditentukan untuk memperoleh
pendapatan yang
lebih banyak
2. Dokter cendrung
melakukan
pelayanan kesehatan
seadanya dan kurang
optimal

Reimbursement 1. Dokter akan melakukan 1. Sering terjadi


penangan dengan pemalsuan identitas
maksimal dan dimanfaatkan
2. Biaya kesehatan datang oleh pihak lain
dari pihak perusahaan 2. Sering terjadi
sehingga pasien tidak adanya
perlu mengeluarkan overutilisasi dari
biaya selain premi (bila penyedia layanan
ada premi) kesehatan
Sumber : Health For Indonesia ( Djuhaeini, 2009)

10
2.4 Tujuan Sistem Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
1. Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran
resiko biaya sepanjang waktu sehingga besaran tersebut dapat terjangkau
oleh setiap rumah tangga. Artinya sebuah sistem pembiayaan harus mampu
memprediksikan resiko kesakitan individu dan besarnya pembiayaan dalam
jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun). Kemudian besaran tersebut
diratakan atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi premi
(iuran, tabungan) bulanan yang terjangkau.
2. Risk pooling, beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah
dan tidak merata) dapat sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi
spesialis (jantung koroner) yang tidak dapat ditanggung oleh tabungan
individu (risk spreading). Sistem pembiayaan harus mampu menghitung
dengan mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan biaya yang
mahal antar individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok
masyarakat dengan tingkat kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak
membutuhkan pelayanan kesehatan) dapat mensubsidi kelompok
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Secara sederhana,
suatu sistem pembiayaan akan menghitung resiko terjadinya masalah
kesehatan dengan biaya mahal dalam satu komunitas, dan menghitung
besaran biaya tersebut kemudian membaginya kepada setiap individu
anggota komunitas. Sehingga sesuai dengan prinsip solidaritas, besaran
biaya pelayanan kesehatan yang mahal tidak ditanggung dari tabungan
individu tapi ditanggung bersama oleh masyarakat.
3. Connection between ill-health and poverty, karena adanya keterkaitan
antara kemiskinan dan kesehatan, suatu sistem pembiayaan juga harus
mampu memastikan bahwa orang miskin juga mampu pelayanan kesehatan
yang layak sesuai standar dan kebutuhan sehingga tidak harus
mengeluarkan pembiayaan yang besarnya tidak proporsional dengan
pendapatan. Pada umumnya di negara miskin dan berkembang hal ini sering
terjadi. Orang miskin harus membayar biaya pelayanan kesehatan yang

11
tidak terjangkau oleh penghasilan mereka dan juga memperoleh pelayanan
kesehatan di bawah standar.
4. Fundamental importance of health, kesehatan merupakan kebutuhan
dasar dimana individu tidak dapat menikmati kehidupan tanpa status
kesehatan yang baik
2.5 Sumber Dana Kesehatan
1. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara
cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan
pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang
kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar.
2. Bersumber dari anggaran masyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini
mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri
dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi
tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.
3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan
penyakit – penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya
pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara
lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan
virus H5N1.
4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat
mengakomodasi kelemahan – kelemahan yang timbul pada sumber
pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang

12
dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan
layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta
masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan.
2.6 Jenis Biaya Kesehatan
Dilihat dari pembagian pelayanan kesehatan, biaya kesehatan dibedakan atas :
a. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan
atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, tujuan utamanya lebih ke
arah pengobatan dan pemulihan dengan sumber dana dari sektor
pemerintah maupun swasta.
b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat, tujuan utamanya lebih ke arah peningkatan kesehatan dan
pencegahan dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah.
2.7 Masalah Pembiayaan Kesehatan
Kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Keadaan ini terjadi terutama pada keadaan dimana pembiayaannya harus
ditanggung sendiri ("out of pocket") dalam sistim tunai ("fee for service").
Kenaikan biaya kesehatan terjadi akibat penerapan teknologi canggih,
karakter supply induced demand dalam pelayanan kesehatan, pola
pembayaran tunai langsung ke pemberi pelayanan kesehatan, pola penyakit
kronik dan degeneratif, serta inflasi. Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan
itu semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana pemerintah
maupun masyarakat. Peningkatan biaya itu mengancam akses dan mutu
pelayanan kesehatan dan karenanya harus dicari solusi untuk mengatasi
masalah pembiayaan kesehatan ini.
Masalah-masalah dalam pembiayaan kesehatan :
1. Kurangnya dana yang tersedia
2. Penyebaran dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan (equity - fairness)
3. Pemanfaatan yang tidak tepat
4. Pengelolaan dana yang belum sempurna

13
5. Biaya kesehatan yang makin meningkat
6. Kemajuan IPTEK
7. Perubahan pola penyakit (triple burden)
8. Perubahan pola pelayanan kesehatan (fragmented health services)
9. Perubahan pola hubungan dokter pasien
10. Lemahnya mekanisme pengendalian biaya
11. Penyalahgunaan asuransi kesehatan

2.8 Peran Pemerintah dalam Sistem Pembiayaan Kesehatan


Secara Langsung
- pemerintah telah mengurangi perannya sebagai pemberi dana, namun
tetap harus memperhatikan kelompok yang rentan dan public goods.
- peran pemerintah dibidang penyediaan pelayanan berkurang, akibat
meningkatnya privatisasi.
Secara Tidak Langsung
- pemerintah mempunyai peran sentral dalam hal regulasi, termasuk
pembuat kebijakan dan penyedia informasi
Misalnya, mengendalikan harga pelayanan kesehatan,mengendalikan
kuantitas dan distribusi pelayanan kesehatan, meningkatkan lisensi dan
akreditasi untuk menjamin kualitas pelayanan kesehatan.
2.9 Pembiyaan Kesehatan Di Berbagai Negara

1. Indonesia

Sistem kesehatan di Indonesia didukung dengan pembiayaan pemerintah


yang bersumber dari pemerintah pusat maunpun pemerintah daerah.
Anggaran dari pemerintah pusat disalurkan melalui DAU, DAK, DAK non
fisik, serta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sedangkan anggaran dari
pemerintahan daerah dalam bentuk dukungan program pusat maupun untuk
pembiayaan program inovasi daerah sendiri. Pengelola sistem pembiayaan
di Indonesia yakni kementerian kesehatan sebagai regulator, monitor dan
mengevaluasi pelaksanaan sistem kesehatan. Sedangkan badan pengumpul
dan penyalur premi melalui kapitasi dan INA CBG’S adalah BPJS (Dewi

14
Shita, 2017).

Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2


sistem yaitu:
1. Fee for Service ( Out of Pocket )
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada
pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)
mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan,
semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang
diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada
sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World
Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat
Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4%
yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan
sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi
pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency
Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk
pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan
dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar
pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien.
Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan
volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang
lebih banyak.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem
health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose
Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta

15
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi
PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu
lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di
muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost)
tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah
menjadi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan
kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai
ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu
terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan
dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat
dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana
yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini,
jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan
menjadi pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya
underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang
diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko
kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat
kelebihan system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive
market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK
taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose.
Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif
kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan
sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang
selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan

16
sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan,
salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi
kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar
rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi.
2. Thailand
Thailand memulai sistem jaminan kesehatan di negaranya sejak tahun
1990an . Thailand dalam mencapai sistem kesehatan universal health
coverage, hampir setegah decade mengalami evolusi sejarah yang cukup
panjang, evolusi tersebut dimulai dari sitem pembiayaan secara out of pocket
sampai bertahap mencapai sistem pembiayaan di muka. Thailand telah
menguji dan memperkenalkan berbagai sistem pembiayaan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. (Indrayathi PA, 2016).
Thailand dalam mencapai sistem kesehatan UHC, masyarakatnya
sebanyak 99% dilindungi dengan 3 skema, yaitu Universal Health Coverage
(cakupan semesta 75%), Social Health Insurance for formal private sector
(skema asuransi kesehatan untuk pegawai swasta 20%), dan Civil Servant
Medical Benefit Scheme (skema asuransi kesehatan untuk PNS 5%). Strategi
pembiayaan yang baik sangat dibutuhkan untuk mendukung skema tersebut.
Thailand membuat salah satu strategi, yakni menghilangkan kendala
keuangan, yang mana strategi tersebut mempunyai resiko yang besar untuk
memperluas skema UHC bagi masyarakat yang belum memiliki asuransi
kesehatan, agar dapat dengan sukarela menggabungkan kartu asuransi dengan
kartu identitas lain (LIC) (Indrayathi PA, 2016).
3. Taiwan

Di Taiwan sistem pembiayaan kesehatannya disebut dengan National


Health Insurance (NHI). National Health Insurance (NHI) di Taiwan dimulai
sejak tahun 1995. NHI ini adalah asuransi sosial wajib yang bersifat nasional
bagi setiap warga negara Taiwan termasuk warga negara asing yang menjadi

17
residen di Taiwan. Asuransi sosial nasional di Taiwan ini memiliki sistem
pembayar tunggal yang dijalankan oleh pemerintah, yang memusatkan semua
dana pelayanan kesehatan. Dana NHI ini sebagian besar berasal dari premi
yang berbasis pajak gaji (payroll tax) dan dana pemerintah (Bhisma
Murti,2010).

NHI diperkenalkan pada tahun 1995 untuk mencapai Universal Health


Coverage untuk masyarakat Taiwan. NHI merupakan asuransi kesehatan
wajib (mandatory system) yang sebagian besar dibiayai melalui premi dalam
bentuk pajak gaji (payroll tax) dan ditambah dengan pendanaan langsung dari
pemerintah. Pembiayaan pelayanan kesehatan Negara Taiwan melalui
mekanisme asuransi bagi masyarakatnya telah mencakup 99% dari penduduk
Taiwain.
4. Malaysia
Malaysia sistem pembiayaan kesehatannya lebih maju dibandingkan
dengan Indonesia, karena Malaysia merupakan negara persemakmuran
Inggris. Pada tahun 1951 malaysia mewajibkan tabungan wajib bagi pegawai
yang nantinya dapat digunakan sebagai tabungan dihari tua. Sedangkan warga
yang tidak diwajibkan akan difasilitasi oleh sebuah lembaga yakni EPF
(Employee Provident Fund). Lembaga SOSCO (Social Security
Organization) menjamin warga yang mendapat kecelakaan kerja atau
pensiunan cacat (Purwoko Bambang, 2014).
Sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Malaysia terdiri dari kesehatan
publik dan kesehatan privat. Sumber dana untuk kesehatan publik berasal dari
pajak masyarakat kepada pemerintah federal, anggaran pendapatan negara,
serta lembaga SOSCO dan EPF, yang mana dana yang ada tersebut
disalurkan untuk program keehatan preventif dan promotif.pemerintah
Malaysia menetapkan Universal Coverage untuk program kesehatan kuratif
dan rehabilitative, yang mana semua masyarakat dijamin pelayanan
kesehatannya denganmembayar iuran sebesar 1 RM untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dari dokter umum, sedangkan untuk pelayanan dari
dokter spesialis sebesar 5 RM. Akan tetapi sistem pembiayaan kesehatan di

18
Malaysia ini tidak termasuk dalam kategori penyakit berat yang
membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi (Jaafar, Safurah Noh, et all,
2013).
Pemerintah malaysia membebaskan pajak untuk alat kesehatan dan
obat-obatan, yang berdampak pada biaya operasional di Malaysia yang
menjadi murah. Untuk mengklaim pembiayaan kesehatan, rumah sakit
pemerintah melihat besarnya pengeluaran yang terjadi di tahun sebelumnya
dan kemudian rumah sakit tersebut baru bias untuk mengajukan anggaran
kepada Kementerian Kesehatan (WHO, 2005).

5. Korea

Korea dianggap sebagai negara dengan perkembangan program asuransi


kesehatannya yang tumbuh sangat cepat. Kurang dari 20 tahun, seluruh
penduduknya tercakup program asuransi kesehatan sosial. Tahun 1973,
dengan pendapatan per kapita US$1.000 per tahun, langkah Korea diawali
pada diwajibkannya pelaksanaan asuransi kesehatan melalui Dekrit Presiden.
Pendekatannya adalah pelaksanaan program asuransi kesehatan secara
bertahap dimulai dari kelompok tempat kerja dengan jumlah tenaga kerja
yang besar. Penyelenggaraan program asuransi kesehatan ditangani Medical
Insurance Society yang berjumlah lebih dari 200 buah namun sejak tahun
1976 mereka semua tergabung dalam National Federation of Medical
Insurance.

Sistem pembiayaan kesehatan Korea Selatan secara umum terbagi


dalam 3 sistem yaitu:
1. Source of Revenue
Karena sistem asuransi kesehatan di Korea adalah asuransi sosial (Social
Health Insurance), maka premi/kontribusi atau iuran ditetapkan
berdasarkan pendapatan penduduk (income based), bukan berdasarkan
paket yang diberikan (risk based). Secara keseluruhan pemerintah
menanggung kira-kira 44% dari premi untuk pekerja swakarya (non-upah
atau self-employed), dan 6% dari premi untuk karyawan swasta.

19
2. Pooling Mechanism
Pooling risk yang dilakukan dalam Sistem Asuransi Kesehatan Sosial di
Korea Selatan yaitu menggunakan pendekatan Unitary Risk Pool dimana
dana dikumpulkan dan dikelola hanya oleh National Health Insurance
Corporation (NHIC) suatu lembaga semi-pemerintah (quasi publik) yang
independen dengan cakupan praktis seluruh penduduk.
3. Purchasing Mechanism
PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) pada NHIC adalah dengan bekerja
sama dengan rumah sakit public dan rumah sakit swasta. Semua jaminan
pelayanan dan obat dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan yang
mendapatkan izin menurut UU Pelayanan Kedokteran dan UU Farmasi.
6. Jepang
Dari segi pembiayaan kesehatan, pemerintah Jepang sudah memulai
jaminan kesehatan sejak tahun 1927, dan mencakup seluruh penduduk (whole
coverage) di tahun 1961. Sistem asuransi di Jepang tidak semua pengobatan
maupun perawatan akan ditanggung oleh asuransi, tetapi akan ditanggung
secara bersama oleh pihak asuransi dan juga pasien yang bersangkutan.
Pemerintah Jepang pada tahun 1984 mengeluarkan sebuah kebijakan, yang
mana kebijakan tersebut berisi bahwa masyarakat wajib membayar seluruh
pengobatan sebesar 10%, sedangkan pada tahun 1997 terjadi peningkatan
sebesar 20%, dan tahun 2003 hingga kini terus terjadi peningkatan hingga
30%.

Berbagai macam asuransi yang ada di Jepang, yaitu : (Ikegami, Naoki, et


all, 2004)

a. National Health Insurance, dikelola oleh pemerintah, yang mana asuransi


ini ditujukan untuk masyarakat yang sudah pension, orang usia lanjut <75
tahun, masyarakat yang tidak mampu, serta masyarakat yang menganggur.
b. Japan Health Insurance, dikelola oleh pemerintah yang ditujukan untuk
karyawan yang bekerja disebuah perusahaan yang kecil <7000 orang
karyawan.

20
c. Association/Union Administered Health Insurance, dikelola oleh swasta
yang ditujukan untuk karyawan yang bekerja diperusahaan besar >7000 orang
karyawan.
d. Mutual Aid Insurance, dikelola oleh pemerintah yang ditujukan untuk
pegawai negeri.
e. Advanced Eldery Medical Service System, dikelola oleh pemerintah yang
ditujukan untuk masyarakat lansia >75 tahun.
Di Jepang, dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
maupun pelayanan dokter diberlakukan secara sama untuk semua sistem
asuransi yang dipakai. Pembayaran yang dipakai berupa fee for service,
tetapi secara parsial telah digunakan sebagai pembayaran paket pada
asuransi Health Insurance for Elderly. Masing-masing harga perawatan
medis telah terdaftar oleh asuransi pada fee schedule berdasarkan
rekomendasi The Central Social Insurance Medical Council yang ditentukan
oleh pemerintah. Harga resep obat yang dapat diklaim oleh fasilitas medis
berdasarkan standard harga obat-obatan.
Ada persamaan jaminan kesehatan di Jepang dengan Indonesia yaitu
beban biaya perawatan penduduk lanjut usia cenderung tinggi. Hal tersebut
terkait pola penyakit degeneratif dan jumlah proporsi penduduk lansia di
Jepang yang tinggi. Namun yang berbeda adalah jaminan kesehatan di
Jepang tidak mengenal sistem rujukan, penduduk bebas memilih layanan
kesehatan di dokter atau klinik tingkat pertama, ataupun langsung ke RS.
Namun jaminan kesehatan di Jepang tidak mencakup persalinan normal,
sedangkan di Indonesia mencakup semua persalinan baik normal maupun
operasi (SC) dengan indikasi medis. (Pernando, Anggara, 2015)
7. Inggris

Inggris sebagai salah satu negara yang telah mencapai universal


coverage juga meruapakan negara pertama yang memperkenalkan Asuransi
Kesehatan Nasional (AKN) di tahun 1911. Di Inggris diterapkan sebuah
sistem jaminan kesehatan berbasis pajak yang bernama “Pelayanan
Kesehatan Nasional” (National Health Service disingkat NHS).

21
Pembiayaan untuk NHS didanai oleh pajak yang diberikan kepada
Departemen Kesehatan oleh parlemen. NHS memberikan secara gratis
hampir semua jenis pelayanan kesehatan, seperti pemeriksaan kehamilan,
perawatan gawatdarurat, dan lain-lain. Pengecualiannya, yang memerlukan
pembayaran hanya sedikit, seperti obat yang diresepkan (prescriptions),
pengobatan gigi dan mata.

NHS menerapkan sistem pembayaran prospektif dimana pembayaran


dilakukan sebelum seseorang sakit atau sebelum mendapat pelayanan
kesehatan. Selain itu, sistem purchasing mechanism yang dianut oleh sistem
jaminan kesehatan NHS di Inggris yaitu Pembayar Tunggal (Single Payer)
yang tidak selalu berarti bahwa pemerintah merupakan satu-satunya pihak
yang menyediakan dan membiayai pelayanan kesehatan untuk semua
warga.

Kualitas pembiayaan kesehatan memang menjadi satu hal penting bagi


negara berkembang, tak terkecuali India. Negeri cantik pemilik istana Taj
Mahal ini menganggarkan Rs 103.000 atau sekitar 5,2% dari GDP. Di sana,
terdapat lima bentuk pembiayaan kesehatan yaitu private insurance, social
insurance, employer-provider cover, community insurance schemes dan
government healthcare spend. Namun pada kenyataannya, lebih dari 60%
masyarakat India yang masih tergolong miskin menerapkan sistem out of
pocket spending , di mana pembiayaan kesehatan tidak dianggarkan
sebelumnya dan menjadikannya tidak efisien.
8. Belanda
Pemerintah merancang agar seluruh warganya memperoleh jaminan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Maka itu
diterapkan program asuransi kesehatan sosial yang dikelompokkan
menjadi dua yaitu yang berlaku bagi seluruh penduduk (national scheme)
dan bagi kelompok tenaga kerja, yang kemudian membuka peluang
jaminan sosial sesuai kebutuhan atau kemampuan tenaga kerja.

22
Di sana terdapat 20 lembaga atau yayasan non-profit penyelenggara
program asuransi kesehatan sosial sehingga tenaga kerja dapat memilih
satu diantara mereka. Lembaga atau sichting tersebut diperkenankan
membuka usaha untuk asuransi kese-hatan swasta. Tak cuma itu, rumah
sakit di sana juga bersifat non -profit. Negeri kincir angin ini memiliki
undang-undang yang mengatur pengaturan tarif rumah sakit yaitu “The
Health Care Rates Act”. Tarif rumah sakit ditetapkan berdasarkan
negosiasi rumah sakit dan lembaga asuransi kesehatan serta musti
mendapat persetujuan “The Central Health Care Rates Boards”.
Kedepannya, pemerintah berupaya melakukan langkah-langkah strategis
guna mengendalikan biaya pelayanan kesehatan agar tidak melampaui
angka 1,3% per tahun, misalnya de-ngan mengurangi benefits package
bagi peserta asuransi kesehatan sosial, khususnya pelayanan gigi dan
fisioterapi serta mengendalikan dana obat-obatan de-ngan menetapkan
harga maksimum sesuai standar Eropa.
9. Amerika Serikat
Sistem kesehatan di Amerika menerapkan sistem asuransi
komersial. Asuransi komersial tersebut artinya masyrakat berhak memilih
untuk menggunakan asuransi atau tidak. Hal ini menyebabkan biaya
operasional menjadi besar, premi meningkat setiap tahun, mutu pelayanan
kesehatan diragukan, dan tingginya unnecessary utilization karena AS
memiliki sitem pembiayaan fee for services. biaya kesehatan menjadi
beban yang sangat berat bagi pemerintah AS karena biaya kesehatan
melambung tinggi dan mancapai 12% GNP. Tingginya biaya kesehatan
menyebabkan tingginya pula biaya produksi barang dan jasa. Pemerintah
AS membuat kebijakan berbentuk undang-undang pada tahun 1973 untuk
meminimalisir pertumbahan conventional health insurance yakni
kebijakan Health Maintenance Organization (HMO-ACT). (Trisnantoro
L, 2014).

23
Amerika menjadi satu-satunya negara yang menerapkan asuransi
kesehatan komersial bagi rakyatnya, di mana mereka bebas menentukan
pilihan, termasuk bebas tidak berasuransi. Meski akhirnya jumlah
perusahaan asuransi kesehatan menjamur namun biaya operasional sangat
besar, premi menukik tajam setiap tahun, tingginya unnecessary utilization
karena system pembiayaan fee for services maupun mutu pelayanan
kesehatan yang meragukan meski penggunaan teknologi canggih bukan
lagi hal baru. Sistem kesehatan yang diterapkan di AS merupakan sistem
yang berorientasi pasar, yang mana sepertiga pembiayaan kesehatan
ditanggung oleh pasien (out of pocket). Biaya kesehatan di AS sangat
tinggi berdampak pada kondisi Produk Domestik Bruto (PDB). Biaya
kesehatan yang dikeluarkan oleh masyarakat AS sebesar 16% dari total
PDB. Biaya yang dikeluarkan masyarakan sangat tinggi dan merupakan
peringkat kedua di dunia dalam penggunaan PDB untuk kesehatan. Jika
masalah ini tidak diatasi dan diselesaikan dengan baik, maka menurut The
Health and Human Service Departement anggka penggunaan PDB akan
mengalami peningkatan yang dratis pada tahun 2017 hingga mencapai
19,5%. Layanan kesehatan di AS juga termasuk kategori mahal diseluruh
dunia, bagi standard Negara maju indicator kesehatan yang ada di AS
tergolong buruk. (Trisnantoro L, 2014). Pelayanan kesehatan di Amerika
Serikat sebagian dikelola oleh pihak swasta. Pada tahun 2009, tercatat
sebanyak 50,7 juta penduduk Amerika Serikat yang tidak memiliki
asuransi kesehatan (The US Censuss Beureau). Penduduk yang tidak
tersentuh asuransi tersebut salah satunya berasal dari masyarakat kalangan
berpenghasilan menengah kebawah. Pemerintah AS dituntut untuk
memegang kendali dalam permasalahan asuransi kesehatan ini.
Masyarakat AS sangat membutuhkan perawatan, akses, keadilan, efisiensi,
biaya, pilihan, nilai dan kualitas yang memadai. Pemerintah AS akhirnya
membuat sebuah terobosan baru mengenai sebuah kebijakan dalam bidang
kesehatan. Patient Protection Avordable Care Act (PPACC) merupakan
salah satu kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah AS. Titik tolak dari

24
perkembangan kesehatan di AS berdasarakan dari kebijakan tersebut.
Selain itu, kebijakan tersebut menjadi landasan hukum AS dalam
menyelenggarakan perawatan dan biaya kesehatan yang efektif dan efisien
bagi masyarakat AS. Dengan dilakukannya reformasi penerapan undang-
undang ini diharapkan dapat menurunkan biaya asuransi kesehatan yang
akan ditanggung masyarakat AS dimasa yang akan datang. (Trisnantoro L,
2014)

10. Australia
Australia memiliki sistem kesehatan yang canggih dan kompleks. Sistem
kesehatan yang canggih tersebut didukung dengan kerjasama antara
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swastas. Akses pelayanan kesehatan
yang dikelola oleh pemerintah Australia yakni bebas biaya. Meskipun
terdapat akses pelayanan yang bebas biaya yang dapat ditanggung oleh
pemerintah, beberapa masyarakat Australia juga menggunakan asuransi
kesehatan dari pihak swasta. (Healy, Judith, and Paul Dugdale, 2013).
Sebagai perbandingan anggaran kesehatan Australia USD3.484 per kapita,
sedangkan Indonesia masih sekitar USD100 per kapita. Berbeda dengan
Indonesia, sistem pembiayaan kesehatan di Australia berasal dari pajak,
sehingga pelayanan untuk masyarakat sama tidak ada perbedaan kelas premi
2.10 Kinerja Dan Gaji Perawat Di Berbagai Negara

2.10.1 Kinerja Perawat

Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan


sebaik–baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka
pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit
organisasi. Kinerja perawat sebenarnya sama dengan prestasi kerja diperusahaan.
Kinerja perawat diukur berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan dapat
dikomunikasikan dukungan teori mengenai kinerja perawat (Abdul Hameed &
Aamer Waheed Hameed, 2011). Kinerja sebagai suatu proses yang dapat
dilakukan dengan melakukan pengukuran kinerja sehingga dapat dilihat baik
tidaknya aktivitas tertentu dalam mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan

25
pengukuran kinerja adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian
dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak
terapeutik.
Masalah kinerja tenaga keperawatan juga menjadi perhatian utama di
negara- negara berkembang seperti negara Piliphina, Thailand dan Malaysia
termasuk Indonesia. Kinerja keperawatan di Indonesia memang cukup
memprihatinkan dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, apalagi bila ingin
disandingkan dengan Amerika dan negara Eropa lainnya. Untuk mengatasi kinerja
perawat di Indonesia tersebut tidaklah cukup hanya membandingkan dengan
kualitas rumah sakit di negara lain. Penelitian pendahuluan tentang kinerja
perawat yang pernah dilaksanakan di Indonesia diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh (Christilia O Posuma, 2013) dengan hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa Kompetensi, Kompensasi, Dan Kepemimpinan
berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan demikian halnya dengan
kompetensi memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja perawat.
Belum optimalnya kinerja perawat pada rumah sakit di Indonesia sebagai
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat (Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010
rumah sakit memiliki peran penting dalam membantu meningkatkan kinerja
perawat, rumah sakit dituntut mampu menemukan cara terbaik dalam
mengoptimalkan kinerja perawat yang mampu memahami latar belakang, faktor
psikologis, personality, pembelajaran dan motivasi setiap karyawan selain faktor
organisasi, kepemimpinan, penghargaan dan struktur dan job design, hal ini dapat
membantu perawt saling membantu satu sama lain dalam rangka mengoptimalkan
kinerja (Armediana Sukmarwati, Margarerha Suryaningsih, Hayu. 2011).

26
27
Berdasarkan penelitian Ali dalam Desri (2008) menyatakan, kinerja
perawat merupakan aplikasi pengetahuan dan kemampuan yang telah diterima
selama mengikuti pendidikan sebagai perawat untuk dapat menerapkan ilmu
dalam memberikan pelayanan dan mempunyai tanggungjawab dalam
meningkatkan derajat kesehatan dan melayani pasien sesuai dengan tugas, fungsi
dan kompetensi yang dimiliki. Menurut Sulistyowati (2012), penilaian kinerja
perawat harus dilakukan sesuai dengan tingkat ilmu dan kompetensi yang dimiliki
dengan mengacu pada standar praktek keperawatan dimana hasil dari penilaian
kinerja disesuaikan dengan visi dari rumah sakit yang berdampak pada kinerja
rumah sakit. Sementara itu, DeLucia, Ott, & Palmieri (2009) menjelaskan kinerja
dari keperawatan dapat dilakukan melalui tiga ukuran yaitu kompetensi, tugas
spesifik perawat dan nursing-sensitive quality indicator. Kinerja perawat adalah
kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan uraian tugas seorang
perawat yang berdasarkan pada lima proses standar asuhan keperawatan (Potter
&Perry, 2002).
2.10.2 Gaji Perawat DiBerbagai Negara

a) Jepang
Jepang adalah satusatunya negara yang telah menjalin kerja sama
resmi dengan Kementerian Kesehatan RI untuk pengiriman jasa tenaga
kesehatan. Beragam keuntungan yang bisa diperoleh sesudah terjalinnya
kerja sama antar pemerintah (Government to Government/G to G), di
antaranya aman, terjamin, serta biaya seleksi ditanggung oleh negara
penerima. Pada tahun 2008, program penempatan perawat Indonesia ke
Jepang pertama kali dilaksanakan dan berjalan sampai sekarang. Hingga
saat ini terdapat sekitar 1.795 perawat Indonesia yang bekerja di Jepang,
dengan rincian 593 perawat medis dan 1.198 perawat lansia/caregiver.
Fasilitas yang diberikan kepada perawat di Jepang yaitu rata-rata gaji per
bulan mencapai 100 ribu-200 ribu Yen, atau setara dengan Rp 12 juta-Rp
24 juta per bulan. Selain gaji tersebut, para perawat mendapatkan
tunjangan, bonus, dan uang lembur.

28
b) Taiwan
Direktur Kerja Sama Luar Negeri, Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Chairman of
Life Care and Professional Development Association, Taiwan telah
menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of
Understading/MoU tentang Recruitment, Placement and Protection of
Nursing Indonesian Overseas Workers in Taiwan pada bulan Oktober
2017. Melalui MoU ini, Taiwan membuka peluang bagi tenaga perawat
Indonesia untuk bekerja di sejumlah rumah sakit di Taiwan. Kebutuhan
tenaga kerja asing perawat dengan skill di bidang Geriatric untuk bekerja
di Taiwan sebanyak 400 – 1000 orang setiap tahunnya. Gaji per bulan
yang ditawarkan adalah sesuai dengan standar pekerja lokal Taiwan, yaitu
NTD 22.000 atau sekitar Rp 9.878.000,- untuk lulusan D3, dan NTD
25.000 atau sekitar Rp. 11.225.000,- untuk lulusan D4 atau S1.
c) Amerika Serikat
Amerika Serikat menerapkan standar gaji yang tinggi untuk
profesi keperawatan. Berdasarkan data statistik ketenagakerjaan
Amerika tahun 2016, gaji rata-rata perawat terdaftar mencapai USD
66.640 per tahun atau sekitar Rp 885,65 juta setahun atau Rp 73 jutaan
sebulan.
Besar gaji ditentukan oleh jenjag pendidikan dan pengalaman
kerja. Pendidikan keperawatan di Amerika Serikat ada tiga jenjang
yakni sarjana keperawatan, diploma tiga keperawatan, dan diploma dua
keperawatan. Sarjana keperawatan di Amerika bergelar Bachelor of
Science degree in Nursing (BSN) dengan masa tempuh pendidikan
selama empat tahun.
Diploma keperawatan dengan jenjang pendidikan tiga tahun atau
Associate’s Degree in Nursing (ADN). Tingkat asosiasi di keperawatan
ini adalah gelar entry level di bidang medis. Siswa yang telah
menyelesaikan program ini berhak mendapatkan lisensi sebagai perawat

29
terdaftar. Jenjang paling rendah adalah diploma keperawatan dua tahun
dan diakui sebagai perawat terdaftar terdaftar (registered nurse - RN).
d) Norwegia
Gaji perawat di Norwegia rata-rata berkisar 44.900 Kron
Norwegia atau sekitar Rp 69,47 juta per bulan atau Rp 830 jutaan
setahun. Selain persyaratan standar untuk pekerja asing, kementrian
kesehatan Norwegia menerapkan persyaratan harus menguasai Bahasa
Norwegia.

e) Kanada
Negara yang juga menawarkan gaji tinggi untuk pekerja perawat
adalah Kanada. Rata-rata gaji perawat terdaftar di negara ini sekitar
CAD 59.783 setahun atau sekitar Rp 595,8 juta setahun atau Rp 49,6
juta per data Januari 2017. Untuk perawat asing, syaratnya harus lulus
ujian NCLEX untuk perawat terdaftar.
f) Australia
Di negara kangguru ini, seorang perawat menerima gaji yang juga
terbilang tinggi yakni AUD 61.000 atau sekitar Rp 607,85 juta atau Rp
50,6 juta per bulan. Persyaratan untuk perawat asing yang ingin bekerja
di Australia umumnya sama dengan Negara- Negara lain.
g) Inggris
Rata-rata pekerja perawat terdaftar di Inggris mendapat gaji
berkisar GBP 24.963 setahun atau sekitar Rp 414,34 juta atau Rp Rp
34,5 juta per bulan. Besar gaji yang diterima berdasarka pengalaman dan
kualifikasi perawat.

30
Negara Median Upah per jam dalam $ Median Upah per jam dalam Big Mac
disesuaikan dengan PPP Rupiah yang didapat
untuk satu
Kotor Bersih Kotor Bersih
jam kerja

Indonesia 1.99 1.5 14,892.88 11,199.44 0.5

Afrika Selatan 14.02 10.23 92,335.83 67,315.80 2.9

Amerika Serikat 16.44 10.3 161,796.19 101,390.69 2.5

Belgia 16.79 11.89 180,382.50 127,721.30 3.1

Jerman 19.17 12.69 195,394.52 126,529.87 3.1

Finlandia 13.64 9.83 159,651.62 115,092.14 2.8

Belanda 22.08 14.51 226,014.27 148,452.18 3.6

Spanyol 21.97 16.7 197,896.52 150,358.47 3.6

Swedia 17.27 12.47 231,256.56 166,800.20 2.9

Republik Ceko 7.7 5.74 48,610.34 36,100.33 1.1

Hungaria 5.39 4.01 32,883.47 29,785.75 0.9

Argentina 9.14 7.49 57,426.93 47,180.63

Brasil 7.03 6.17 63,741.51 55,997.21 1.1

Colombia 5.96 5.27 44,082.91 38,840.62 0.8

Belarus 2.62 1.98 10,484.58 7,982.58

Ukraina 2 1.61 10,484.58 8,340.01 0.4

Rusia 1.97 1.76 19,062.88 14,178.02 0.5

31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang makin tidak terkendali
serta mengantisipasi ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses
pelayanan kesehatan sehingga perkembangan penyakit semakin tidak
terkendali, maka pilihan yang tepat untuk pembiayaan kesehatan adalah
asuransi kesehatan. Mengingat kondisi ekonomi negara dan masyarakat serta
keterbatasan sumber daya yang ada, maka perlu dikembangkan pilihan
asuransi kesehatan dengan suatu pendekatan yang efisien, efektif dan
berkualitas agar dapat menjangkau masyarakat luas. Untuk itu, sudah saatnya
dikembangkan asuransi kesehatan nasional dengan managed care sebagai
bentuk operasionalnya. Dengan cakupan asuransi yang semakin luas, maka
diperlukan jaringan pelayanan (Rumah Sakit) yang semakin luas pula.
Tuntutan terhadap pelayanan yang berkualitas baik terhadap penyelenggaraan
asuransi kesehatan maupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan
semakin meningkat, upaya peningkatan yang berkesinambungan tidak hanya
menjadi tanggungjawab pemberi pelayanan kesehatan saja tetapi juga bagi
penyelenggaraan asuransi.
Sebaiknya mengikuti program asuransi kesehatan sejak umur yang
masih dini. Hal ini untuk mengantisipasi terhadap penolakan keikutsertaan
asuransi kesehatan. Oleh karena risiko yang harus ditanggung pada usia tua
besar sekali, berbeda dengan kalau masih berusia muda.
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang makin tidak terkendali
serta mengantisipasi ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses
pelayanan kesehatan sehingga perkembangan penyakit semakin tidak
terkendali, maka pilihan yang tepat untuk pembiayaan kesehatan adalah
asuransi kesehatan. Mengingat kondisi ekonomi negara dan masyarakat serta
keterbatasan sumber daya yang ada, maka perlu dikembangkan pilihan
asuransi kesehatan dengan suatu pendekatan yang efisien, efektif dan
berkualitas agar dapat menjangkau masyarakat luas.

32
Untuk itu, sudah saatnya dikembangkan asuransi kesehatan nasional
dengan managed care sebagai bentuk operasionalnya. Dengan cakupan
asuransi yang semakin luas, maka diperlukan jaringan pelayanan (Rumah
Sakit) yang semakin luas pula. Tuntutan terhadap pelayanan yang berkualitas
baik terhadap penyelenggaraan asuransi kesehatan maupun penyelenggaraan
pelayanan kesehatan akan semakin meningkat, upaya peningkatan yang
berkesinambungan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemberi pelayanan
kesehatan saja tetapi juga bagi penyelenggaraan asuransi. Sebaiknya
mengikuti program asuransi kesehatan sejak umur yang masih dini. Hal ini
untuk mengantisipasi terhadap penolakan keikutsertaan asuransi kesehatan.
Oleh karena risiko yang harus ditanggung pada usia tua besar sekali, berbeda
dengan kalau masih berusia muda.
3.2 Saran

Dengan memahami setiap sistem pembiayaan kesehatan di berbagai


negara, pemerintah sebaiknya lebih menetralisasikan biaya kesehatan secara
merata guna untuk meningkatkan mutu kesehatan di Dunia. Selain itu, bagi
tenaga kesehatan khususnya perawat untuk tetap mempertahankan bahkan
meningkatkan kinerja perawat.

Demikian makalah ini kami susun. Kami merasa cukup sekian kata
penutup yang disampaikan. “Tak ada gading yang tak retak”. Dalam makalah
ini penyusun merasa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan
kritik yang dapat membangun perbaikan makalah ini sedikit banyak kami
ucapkan terima kasih.

33
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Sylvia D. 2014. Obamacare (Reformasi Pelayanan Kesehatan Amerika


Serikat 2010). Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosal dan Ilmu
Politik Universitas Jember.

Asfian, P., Fitriana, & Farzan, A. (2016). Faktor yang Berhubungan Dengan
Motivasi Kerja Pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara. JIMKESMAS Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Vol.2/No.6/Mei 2017; ISSN 250-731X.

Badan Pusat Statistik. Statistik Kesehatan 2016 (Hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional Modul Kesehatan Dan Perumahan 2016). BPS Jakarta. 2016.

Dewi Shita. Pemanfaatan Pembiayaan dalam Sistem Kesehatan di Indonesia.


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol 06 No 03. 2017.

Indrayathi PA. Bahan Ajar Pembiayaan Kesehatan di Berbagai Negara.


Program Studi Kesehatan Masyarakat Udayana. Denpasar. 2016.

Mahendradhata, Yodi, et all. The Republic of Indonesia Health System Review.


Health Systems in Transition Vol.7 No. 1. World Health Organization. 2017.

Nurhalimah, A. S. (2017). Pengaruh Kompetensi dan Komunikasi Kerja Terhadap


Kinerja Perawat Pelaksana di Unit Rawat Inap Interen RS. Dustira Cimahi.
Universitas Pendidikan Indonesia. Perpustakaan.upi.edu.

Putri, R. N. (2019). Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara Berkembang dan


Negara Maju. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Volume 19, Nomor 1,
139-146.

Setyawan Budi. Health Financing System. Fakultas Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Malang. Vol 2 No 4. 2018.

Setyawan, F. B. (2015). Sistem Pembiayaan Kesehatan. Fakultas Kedokteran,


Universitas Muhammadiyah, Kota Malang Indonesia, Volume 11 No. 2.

34

Anda mungkin juga menyukai