Anda di halaman 1dari 18

TUGAS UTS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ Diagnosis Anak Bermasalah”

Dosen Pengampuh:Uswatun Hasanah. M.Pd.I

Disusun Oleh :

Arif Ayu Andriyani

(1601030002)

Kelas A

Semester 5

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


JURUSAN PENDIDIKANISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
2018 M/ 1439 H
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahi robbil ‘alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
ujian tengah semester (UTS) merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah
Diagnosa Anak Bermasalah.Dalam penulisan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, terutama kepada Ibu, Uswatun Hasanah
M.Pd.I selaku Dosen pengampu mata kuliah Diagnosis Anak Bermasalah.Penulis sadar
bahwa dalam penulisan Laporan observasi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan.Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan guna menyempurnakan penulisan ini.penulis berharap semoga yang telah dilakukan
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pendidikan anak usia dini.

Wassalamu’alaikum. Wr.Wb

Metro, 7 Oktober 2018

Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Masalah................................................................................. 1

BAB II KAJIAN TEORI

A. Definisi Anak Berkesulitan Belajar ................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN

A. Identitas Anak ................................................................................... 4


B. Masalah Anak ................................................................................... 5
C. Penanganan Anak Berkesulitan Belajar Menulis............................. 7
D. Asesment.......................................................................................... 10
E. Implikasi Bagi Kesulitan Belajar...................................................... 11

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mencapai tingkat perkembangan anak, akan sering ditemukan berbagai
masalah yang akan ditemui. Masalah yang muncul akan bervariasi, mulai dari
perkembangan kemampuan bahasa anak, daya pikir (kognitif), daya cipta (kreatifitas),
keterampilan motorik, dan penyesuaian diri. Masalah yang cenderung muncul adalah
sifat agresif pada anak, contohnya anak suka bertengkar, membuat kegaduhan dikelas,
merusak barang milik orang, merebut mainan temannya, menendang.
Anak usia dini biasanya banyak mengalami permasalahan perilaku kesehatan
pada anak usia dini biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan,
seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan
diri.Permasalahan lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak usia dini. Gangguan perkembangan dan
perilaku pada anak usia dini sangat bervariatif.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diterangkan diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah,
yaitu sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan anak bermasalah?
2. Bagaimana cara mendiagnosa anakl bermasalah?
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah yang diterangkan diatas, maka dapat dilihat tujuan yaitu
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian anak bermasalah
2. Untuk mengetahui cara mendiagnosa anakl bermasalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Bermasalah


Definisi anak usia dini menurut National Association for the Education Young
Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “early childhood”
merupakan anak yang berada pada usia nol sampai dengan delapan tahun. Pada masa
tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek
dalam rentang kehidupan manusia. Proses pembelajaran terhadap anak harus
memerhatikan karakteristik yang dimiliki dalam tahap perkembangan anak.1
Anak bermasalah adalah suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian semua
pihak, bukan semata-mata perilaku itu menggagu suatu proses pembelajaran melaikan
suatu bentuk perilaku agresif maupun pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
bekerja sama dengan teman. Orang tua atau guru perlu memahami perilaku
bermasalah ini sebab “anak yang bermasalah” biasanya tampak didalam kelas bahkan
dia menampakkan perilaku bermasalah itu dalam keseluruhan interaksi dengan
lingkungannya. Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah
emosional dan penyesuaian sosial walaupun masalah itu tidak salamanya
menimbulkan perilaku yang kronis.
Anak bermasalah atau sering di kenal sebagai anak nakal dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah Juvenile delinquency yang mempunyai arti perilaku anak yang
melanggar hukum dan apabila dilakukan orang dewasa termasuk kategori kejahatan,
termasuk perilaku pelanggaran anak terhadap ketentuan perundang-undangan yang
diperuntukkan bagi mereka.2
Permasalahan anak biasanya juga terjadi dalam masalah belajar pada anak,
masalah ini muncul sejak adanya masalah Learning Disability yang bermula dari
konsep “anak yang mengalami kerusakan otak”. Dalam perkembangan, kesulitan
belajar cenderung dilihat dari dua sudut yang berbeda. Pertama kesulitan belajar
(Learning Disability) masalah ini berakar pada ketidakmampuan anak didik dalam
melakukan tugas tertentu, yang rata-rata dapat dilakukan oleh anak-anak sebayannya
atau anak-anak dengan kemampuan mental yang setara. Kedua kesulitan belajar yang
beraal dari adanya kerusakan sistem syaraf sehingga menghambat proses belajar,
masalah ini disebut dengan Learning Disorder.

1
Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2017), h.1
2
Paulus Hadisuprapto. Delinkuensi Anak Pemahaman Dan Penanggulangannya. ( Malang: Bayumedia
Publishing, 2008). hlm.3
Pada masalah Learning Disability, yang pada umumnya masalah
perkembangan emosional, sosial, dan potensi intelektual anak, mendapat perhatian
lebih banyak. Disisi lain, banyak hal yang berkaitan dengan bagaimana proses mental
dan kemampuan mental anak-anak disebut berkembang, motivasinya, sikapnya,
pengolahan pengalaman, persepsinya, minat, bakat, kreativitas, ataupun juga peran
lingkungan disekitarnnya (baik keluarga, sekolah, dan teman-teman).
Pada Learning Disorder, ketidaksempurnaan fungsi otak ini dapat disebabkan
oleh gangguan atau kelainan yang terjadi selama bayi berada dalam kandungan,
kelahiran prematur, trauma pada saat kelahiran, kecelakaan, atau sakit pada masa bayi
dan kanak-kanak awal.3
Anak-anak bermasalah cenderung memiliki beberapa masalah diantaranya:
konsep diri yang rendah, kecemasan dan depresi. Konsep diri, banyak penelitian
menunjukan bahwa anak-anak bermasalah emosi memiliki pandangan yang negatif
terhadap diri mereka. Perasaan dalam diri mereka dan respon mereka terhadap
lingkungan yang mengancam mereka sehingga mereka merasa tidak aman dan melihat
diri mereka sebagai tidak mampu. Kecemasan, anak-anak bermasalah pembelajaran
menunjukan banyak gejala kecemasan dibandingkan dengan teman sebaya mereka
yang normal. Mereka merasakan bahwa peristiwa-peristiwa diluar kontrol mereka
juga dapat terjadi kepada mereka. Depresi, banyak siswa bermasalah pembelajaran
mengalami kemurungan dan perasaan ketidakbahagiaan. Tanda-tanda kemurungan
termasuk; kehilangan tenaga, kehilangan ketertarikan dengan teman sebaya, kesulitan
dalam pendirian dan rasa tidak berdaya yang sering disampaikan dalam bentuk
keinginan untuk bunuh diri (Vaughn and Bos, 2009).4
Anak usia dini biasanya banyak mengalami permasalahan perilaku kesehatan
pada anak usia dini biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan,
seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan
diri.Permasalahan lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak usia dini. Gangguan perkembangan dan
perilaku pada anak usia dini sangat bervariatif.
Ada tiga kriteria yang bisa dijadikan acuan untuk melihat bagaimana masalah
pada anak usia dini;

3
J. I.C. M. Drost Sj, Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta:Kanisius, 2003), h. 54-56
4
Harri Santoso,” TheurapeticRiding Untuk Anak-Anak Bermasalah Pembelajaran” , Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh, Jurnal Pencerahan Volume 10, Nomor 1, Maret 2016, hlm 32
a. Kriteria Statistik. Perkembangan dari rata-rata orang yang biasanya tergambar dari
norma-norma statistik.
b. Kriteria Sosial. Berbeda dengan norma sosial yang ada. Sebagai contoh pada
masyarakat tertentu, ada pranata atau aturan sosial yang mengharapkan perilaku yang
sesuai dengan adat istiadat yang sudah turun menurun. Tingkah laku apapun yang
dianggap menyimpang dari aturan sosial tersebut dianggap bermasalah, aaupun
mungkin perilaku tersebut bermaksud lebih baik.
c. Kriteria penyesuaian diri. Menurut kriteria ini merujuk pada perilaku yang
dianggap meresahkan bahkan menggangu perkembangan diri sendiri atau lingkungan
sekitar seperti; perilaku agresif, berbohong, kecemasan yang terus menerus.5
Wood (dalam Gallagher, 1986) menyatakan bahwa suatu definisi perilaku
bermasalah, atau serangkaian perbuatan yang mengikuti definisi itu perlu memiliki
empat elemen yang harus diperhatikan, yaitu;
a. Elemen pengganggu
Anak yang selalu nangis atau sulit diatur belum tentu menjadi sumber masalah,
karena ia mungkin berperilaku demikian disebabkan ada sumber masalah yang berasal
dari teman lain ataupun lingkungan keluarga bahan lingkungan disekolah.
b. Elemen perilaku bermasalah
Hal yang perlu diingat adalah anatar anak satu dengan anak yang lain memiliki
keunikan atau ciri khas sendiri sehingga menonjolkan bakat minat anakpun berbeda
dalam memilih aktivitas atau kegiatan.
c. Elemen keadaan/lingkungan
Keadaan atau lingkungan tertentu sering kali menjadi faktor pemicu timbulnya
perilaku yang bermasalah. Hal ini mungkin dapat disebabkan anak yang sensitif atau
memang lingkungan yang membuat anak menjadi tertekan, sehingga munculnya
respons-respons yang tidak dikehendaki.
d. Elemen yang terganggu
Dalam hal ini pendidik diharapkan untuk bertindak bijaksana dalam menilai perilaku
anak yang sebenarnya, tanpa harus menerima begitu saja informasi yang masuk.6
Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia TK biasanya berkaitan
dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar,

5
Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2015), h. 58

6
Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, (Jakarta;PT Gramedia,2017), h. 111-123
kebiasaan cuci tangan dengan sabun, serta kebersihan diri lainnya. Selain itu, banyak
penelitian mengaitkan masalah kesehatan dengan kecerdasan. Jika anak sering sakit-
sakitan maka perkembangan kognitifnya cenderung kurang berkembang. Karena anak
dalam kondisi sakit, ia menjadi kurang konsentrasi, tidak bisa menyerap pelajaran,
akibatnya kecerdasannya kurang optimal. Belum lagi jika anak sakit diberi obat-
obatan secara kimia yang tidak tepat dapat berpengaruh pula pada sel-sel saraf
otaknnya.7
Kenyataan menunjukkan bahwa permasalahan yang dialami oleh anak usia dini
yang sering dijumpai adalah permasalahan pada Perilaku emosional, dan apabila
permasalahan tersebut tidak segera diatasi akan sangat berdampak buruk bagi
perkembangannya kelak. Permasalahan perilaku emosional anak usia PAUD yang
dikomunikasikan dalam kaitannya dengan pengendalian perilaku emosional anak
antara guru dengan orang tua tentunya banyak terkait dengan kenyataan sehari-hari,
perilaku yang dikomunikasikan biasanya :(1) agresivitas; (2) kecemasan; (3) Menarik
diri (Withdraw); (4) Takut berlebihan.
Di Indonesia, menurut data Komnas Perlindungan Anak pada tahun 2010 telah
diterima laporan kekerasan pada anak mencapai 2.046 kasus, laporan kekerasan pada
tahun 2011 naik menjadi 2.462 kasus, pada tahun 2012 naik lagi menjadi 2.629 kasus
dan melonjak tinggi pada tahun 2013 tercatat ada 1.032 kasus kekerasan pada anak
yang terdiri dari : kekerasan fisik 290 kasus (28%), kekerasan psikis 207 (20%),
kekerasan seksual 535 kasus (52%). Sedangkan dalam tiga bulan pertama pada tahun
2014, Komnas perlindungan anak telah menerima 252 laporan kekerasan pada anak.,
Indonesia termasuk memiliki tingkat kemampuan membaca rendah. Fenomena
tersebut lebih ironis lagi bila dialami anak berkebutuhan khusus yang mengalami
kesulitan belajar, seperti anak dengan gangguan perkembangan kognitif, di mana
menurut Gillis (Beacham, 2006) berdasarkan hasil peneltiannya menemukan bahwa
50-100% orang gangguan perkembangan kognitif bukan hanya sulit membaca akan
tetapi juga mempunyai kesulitan.8
Gangguan psikososial pada anak dapat bermanifestasi sebagai gangguan pada
perasaan ( misalnya; depresi, kecemasan), pada fungsi tubuh (misalnya: gangguan

7
Seri Bunda Berdaya, Mengatasi Penyakit dan Masalah Belajar Anak Usia Sekolah 6-12 tahun,
(Jakarta: PT Ele Media Komputindo, 2013), h. 12-14
8
Yuniartanty Ashary, “Pengendalian Perilaku Emosional Anak TK Melalui Komunikasi Antara Guru
Dengan Orang Tua DI Kec. Biringkanaya Kota Makassar” Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Jurnal
Komunikasi KAREBA. Vol. 4 No.4 Oktober - Desember 2015, hlm 416.
psikosomatik), pada perilaku (misalnya: gangguan tingkah laku, perilaku pasif-
agresif), atau pada penampilan (misalnya: problem-problem belajar), disfungsi dapat
melibatkan beberapa atau semua daerah ini. Dapat ditimbulkan oleh stres fisik atau
emosi cacat bawaan, luka fisik, praktek-praktek pengasuhan anak yang tidak
konsisten dan tidak sesuai, konflik perkawinan, penyiksaan, dan penyia-nyiaan anak,
kesibukan yang berlebihan, penyakit kronis, dan lain-lain.9
Dalam rangka mengembangkan potinsi yang ada pada diri siswa, tentu setiap
siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dalam
pencapaiannya mengalami kesulitan dan ada pula siswa yang dalam pencapaian
perkembangannya tidak mengalami kesulitan. Hal tersebut terjadi karena adanya
penyebab yang dapat mempengaruhinya, seperti malas, mudah putus asa, serta sikap
yang menentang terhadap guru merupakan bagian dari masalah belajar siswa dan lain
sebagainya10
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang bertujuan agar anak dapat
beradaptasi dengan lingkungan, baik dengan keluarga, teman sebaya dan orang
dewasa. Dalam hal ini, fungsi pendidikan adalah membentuk perilaku anak agar anak
dapat mengikuti proses sosial seperti bermain dengan teman sebaya, berinteraksi
dengan keluarga dan mengikuti proses belajar di dalam kelas. Dalam proses
pendidikan ada beberapa anak yang tidak mampu mengikuti proses belajar di taman
kanak-kanak karena memiliki perilaku yang buruk. Perilaku bermasalah tersebut
muncul dalam gejala oppositional defiant. Perilaku bermasalah oppositional defiant
adalah perilaku yang memiliki kecenderungan untuk menentang dan melawan
orangtua atau guru. Kasus-kasus perilaku menentang dan melawan memang terlihat
seperti gejala yang sepele pada anak namun berdasarkan penelitian,diagnosa
gangguan secara klinis dapatditerapkan terhadap anak usia prasekolah 11
Kemudian juga terdapat anak yang bermasalah yakni, anak dengan spektrum
autis yang memiliki kecendrungan mengikuti pola tertentu dalam beraktifitas. Adapun
pola yang sudah terbentuk ini akan sulit untuk dirubah jika sudah berjalan dalam
waktu yang lama. Hal ini dijelaskan oleh Baron-Cohen, dkk, yaitu sebuah gaya

9
Samik Wahab, Ilmu Kesehatan Anak Nelson,( Jakarta: Perpustakaan Nasional:Katalog Dalam
Terbitan, 2000), h. 95
10
Ismail, diagnosis kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran aktif disekolah, dalam jurnal edukasi
vol 2 nomor 1 januari 2016, 30-43, h.31
11
Luh Eka Repita” , Implementasi Teknik Modeling Untuk Meminimalisir Perilaku Bermasalah
Oppositional Defiat Pada Anak Kelompok B”, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, e-Journal Pendidikan
Anak Usia Dini, Volume 4. No. 2 - Tahun 2016, hlm 2
kognitif yang ditemukan di individu autis disebut “hipersistematisasi”
(hypersystemizing). Hypersistematisasi adalah individu autis cenderung
memperhatikan detail. Perhatian ini memampukan penemuan jenis-jenis pola tertentu
di dalam hubungan – disebut aturan ‘jika p maka q’- yang dapat digunakan untuk
mengorganisasikan informasi dan menjawab jenis-jenis persoalan tertentu.
Membangun rutinitas harian yang dapat dipercaya oleh anak autis, telah terbukti
sangat penting dalam perawatan autisme. Sehingga dibutuhkan adanya konsistensi
dan integrasi yang baik di dalam ruang lingkup interaksi anak autis. Saat seseorang
anggota keluarga menyandang autis, seluruh anggota keluarga dihadapkan pada
ketegangan emosi . Ketegangan emosi ini dimulai dari proses penerimaan keluarga
mengenai kondisi anak ketika di diagnosis memiliki spektrum autis. Kondisi ini akan
berlanjut pada kebingungan orangtua dalam menangani dan tindakan yang harus
dilakukan terhadap anak autis mereka. Tingkat ketegangan emosi pada setiap orangtua
maupun keluarga berbeda-beda. Hal ini juga dipengaruhi oleh berbagai hal dari
tingkat pengetahuan, ekonomi dan lingkungan yang mendukung12

Autisme adalah penyakit dengan gangguan sistem syaraf dan jiwa yang
ditandai oleh gangguan sosial dan komunikasi timbal balik yang disertai keterbatasan
pola tingkah laku atau pengulangan tingkah laku yang terjadi sebelum berumur 3
tahun dan biasanya menetap pada saat dewasa. Menurut Istiyanto autis merupakan
kelainan psikis yang dimulai sejak anak-anak sampai dewasa karena kemampuan
berkomunikasi dan bersosialisasi yang kurang. Autism adalah gangguan mental
karena kelainan neurologis, yaitu ada gangguan di otak dan bagian otak yang
terganggu, yaitu: lobus frontalis, sistem limbik dan hemisfer kanan. Sehingga anak
autis dapat berjam-jam sibuk dengan aktivitasnya sendiri yang itu-itu juga, seperti
memutar-mutar bola terus menerus, atau menyusun kaleng minuman atau
menderetkan boneka dan sebagainya.13

Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul


sejak bayi. Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang

12
Novika Sari,” Pola Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Untuk Mengoptimalkan Kemampuan Anak
Autis Di Sekolah Dasar, SLB Negeri Singkawang”, Jurnal Bimbingan dan Konseling Indonesia Volume 1 Nomor 2
bulan September, 2016, hlm 33
13
Farida, “Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis”, Stain Kudus Jawa Tengah Indonesia, 1
Juni 2015, Vol. 6, H.17.
sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan
bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”. Pada saat bayi sudah
menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetapi kemudian
pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran.
Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang
lain

.Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan


mengalami gangguan autisme, jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga
aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai
gerakangerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum
anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkembangan di atas
terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa autisme
sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi berbagai faktor
yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk
masing-masing anak.Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang tumpang
tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain.14

Dalam mencapai tingkat perkembangan anak, akan sering ditemukan berbagai


masalah yang akan ditemui. Masalah yang muncul akan bervariasi, mulai dari
perkembangan kemampuan bahasa anak, daya pikir (kognitif), daya cipta (kreatifitas),
keterampilan motorik, dan penyesuaian diri. Masalah yang cenderung muncul adalah
sifat agresif pada anak, contohnya anak suka bertengkar, membuat kegaduhan dikelas,
merusak barang milik orang, merebut mainan temannya, menendang, menjambak,
memukul, dan perilaku agresif lainnya yang merugikan diri sendiri serta orang lain.15

Dampak untuk anak yang memiliki perilaku agresif yakni akan dijauhi teman-
temannya, sedangkan dampak untuk anak lain, mereka akan merasa resah, merasa
terancam, dan tidak nyaman, sehingga anak lain yang ingin belajar dilingkungan
sekolah tidak bisa berkonsentrasi. Apabila perilaku agresif pada anak tidak cepat

14
Nugraheni, “Menguak Belantara Autisme”, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip Semarang,
Buletin Psikologi, Volume 20, No. 1-2, 2012: 9 – 17, H.12-13
15
Ahmad Susanto, Bimbingan Dan Konseling Di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), H.109-113
ditangani, maka akan menjadi kerugian dan berdampak negatif terutama untuk diri
anak itu sendiri.16
Ditemukan beberapa masalah-masalah perkembangan sosial dan emosi pada anak
usia dini yaitunya: anak sering takut tampil kedepan serta sering menangis ketika
ditinggal oleh orang tuanya di dalam kelas, sering cemburu kepada teman-temannya,
dan anak juga sering iri hati, ingin tahu yang tinggi serta hipersensitif dan agresifitas.
Identifikasi masalah penelitian ini adalah :
a) Adanya anak merasa takut ketika ditinggalkan oleh orang tuannya.
b) Adanya anak marah yang berlebihan.
c) Adanya anak iri hati kepada teman- temannya.
d) Adanya anak ingin menang sendiri di dalam kelas.
e) Adanya anak tidak mau menunggu giliran apabila guru membagikan buku.
f) Adanya apabila sedang bermain bersama anak sering agresif terhadap teman-
temannya.17
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak
Berbagai faktor yang dapat berpotensi menjadi masalah pada anak usia dini adalah:
Beratnya Gejala, bagaimana pun perilaku anak-anak gifted merupakan
perilaku khusus, yang berada diluar ukuran normal. Dalam berbagai hal ia
mempunyai kapasitas yang luar biasa. Sedangkan beratnya gejala sebelumnya
merupakan ukuran yang sangat subjektif diantara kita. Bagaiman kita menilai
beratnya gejala, tergantung dari norma-norma perilaku yang dikembangkan oleh
budaya baik dirumah, disekolah, maupun lingkungan.
Hiperaktif dan Impulsivitas, kedua faktor ini merupakan komponen besar
kedua dalam sistem klasifikasi untuk kriteria ADHD. Perilaku yang tampak dari
bentuk perilaku hiperaktif dan impulsivitas ini adalah:
a. Sering kali gelisah
b. Sering kali berkali-kali
c. Selalu on the go
d. Banyak bicara
e. Sering kacau

16
Lailya Nugraheni, Elisabeth Christiana, “Fakor-Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Agresif Anak Usia
Dini Dan Penanganan Konselor Di Tk Bina Anak Sholeh (Bas) Tuban”, Dalam Jurnal Bk Unesa, (Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya), Vol. 04 No. 01, 2013, H.339
17
Fitri Hariani, “Permasalahan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini di TKN 01 Koto
Parik Gadang Diateh (KPGD) Kabupaten Solok Selatan ( Jakarta: PT Ele Media Komputindo 2015)”, , h. 1-2
f. Menjaab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai
g. Sering tidak bisa menunggu giliran
h. Sering melakukan interupsi pembicaraan orang lain
Overexcitibilities perkembangan, tentang perkembangan yang mempunyai
kekhususan, yaitu Overexcitibilities perkembangan (emosional, psikologi, intelektual,
sensual, dan imajinasi) pola tumbuh kembang ini lah yang sering kali membawa anak
gifted dianggap sebagai anak bermasalah.
Disinkronitas Perkembangan, salah satu karakteristik anak gifted adalah
mempunyai disinkronitas perkembangan. Disinkronitas ini bisa terhadap berbagai
aspek perkembangan dalam diri seorang anak, namun juga dapat terhadap orang lain.
Perkembangan ini juga akan sangat menonjol saat anak-anak ini masih muda, semakin
besar dan semakin bertambah usianya, dan berbagai ganguan yang disebabkan karena
ada disinkronitas juga semakin menipis.
Tingkat Aktivitas yang tinggi, banyak diantara gifted itu tidur 4-5 jam
dimalam hari, ia tidak pernah berhenti bergerak ataupun melakukan berbagai aktivitas.
Para orang tua sering mengeluhkan tingkat aktivitas yang tinggi, karena menuntut
orang tua juga harus beradaptasi terhadap gerak dan kemauannya, yang luar biasa, dan
menyikat tenaga.18
C. Cara Mendiagnosis Anak Bermasalah
Diagnosis adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti latar
belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak.
Kesulitan dapat diartikan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat
lagi untuk dapat mengatasi. Belajar didefinisikan sebagai tingkah laku yang diubah
melalui latihan atau pengalaman. Dengan kata lain tingkah laku yang mengalami
perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, fisik maupun
psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan atau sikap.19
Pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis dan
karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu,
melakinkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan
menyarankan tindakan pemecahannya.Pada umumnya ‘kesulitan” merupakan suatu

18
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara, (Jakarta: Pranada Media, 2011), h. 247-249
19
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 84.
kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan- hambatan dalam kegiatan
mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.
Menurut Mulyadi (2010), Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Hambatan- hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga
tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis,
psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Kesulitan belajar
pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah
laku baik secara langsung ataupun tidak langsung. Gejala ini akan nampak dalam
aspek-aspek kognitif, motoris, dan afektif baik dalam proses maupun hasil proses
maupun hasil belajar yang dicapai.20
Autisme sejauh ini memang belum bisa disembuhkan (not curable) tetapi
masih dapat diterapi (treatable). Dengan intervensi yang tepat, perilaku-perilaku yang
tidak diharapkan dari pengidap autisme dapat dirubah. Pada penanganan yang tepat,
dini, intensif dan optimal, penyandang autisme bisa normal. Mereka dapat
berkembang dan mandiri dimasyarakat. Kemungkinan normal bagi pengidap autisme
tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada (Hasdianah,2013). Terapi yang
biasa diberikan pada penderita autis adalah terapi dengan pendekatan psikodinamis,
terapi dengan intervensi behavior, intervensi biologis dan terapi bermain (Terapi
bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan
konflik pada dirinya yang tidak disadari (Wong dalam Rosyidi, 2013). Sebagian besar
teknik terapi bermain yang dilaporkan dalam literatur menggunakan basis pendekatan
psikodinamika atau sudut pandang analitis. Hal ini sangat menarik karena pendekatan
ini secara tradisional dianggap membutuhkan komunikasi verbal yang tinggi,
sementara populasi autistik tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Namun
terdapat juga beberapa hasil penelitian yang menunjukkan penggunaan terapi bermain
21
pada penyandang autisme dengan berdasar pada pendekatan perilaku.

20
Ulfa Danni Rosada, “DIAGNOSIS OF LEARNING DIFFICULTIES AND GUIDANCE LEARNING SERVICES
TO SLOW LEARNER STUDENT”, Universitas Ahmad Dahlan, Journal of Guidance and Counseling, Volume 6
Number 1, Juni2016, hlm 63
21
Suryati, Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis DI SDLB PROF. DR. SRI
SOEDEWI MASJCHUN SOFWAN, SH JAMBI TAHUN 2014, Jambi, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi
Vol.16 No.1 Tahun 2016, hlm 142.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian jawaban uts diatas dapat dijelaskan bahwasannya Anak
bermasalah adalah suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian semua pihak,
bukan semata-mata perilaku itu menggagu suatu proses pembelajaran melaikan suatu
bentuk perilaku agresif maupun pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
bekerja sama dengan teman. Orang tua atau guru perlu memahami perilaku
bermasalah ini sebab “anak yang bermasalah” biasanya tampak didalam kelas bahkan
dia menampakkan perilaku bermasalah itu dalam keseluruhan interaksi dengan
lingkungannya. Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah
emosional dan penyesuaian sosial walaupun masalah itu tidak salamanya
menimbulkan perilaku yang kronis.
Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karean perilaku
tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam
psikologi perilaku ini disebut mekanisme pertahanan diri yang disebabkan oleh karena
peserta didik menghadapi kecemasan dan tidak mampu menghadapinya. Kecemasan
pada dasarnya adalah berupa ketegangan psikologis akibat dari ketidakpuasan dalam
pemenuhan kebutuhan. Disebut mekanisme penahanan diri karena dengan perilaku
tersebut, individu dapat mempertahankan diri atas atau menghindar dari situasi yang
menimbulkan ketegangan. Mekanisme perilaku ini berentang mulai dari bentuk-
bentuk yang normal sampai kepada bentuk-bentuk perilaku psikologis
DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), (Jakarta : PT Bumi Aksara,
2017)
Paulus Hadisuprapto. Delinkuensi Anak Pemahaman Dan Penanggulangannya. (Malang:
Bayumedia Publishing, 2008)

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002).


Muazar Habibi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Deepublish Publisher,
2015)
Samik Wahab, Ilmu Kesehatan Anak Nelson,( Jakarta: Perpustakaan Nasional:Katalog Dalam
Terbitan, 2000),
Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, (Jakarta;PT Gramedia,2017),
Seri Bunda Berdaya, Mengatasi Penyakit dan Masalah Belajar Anak Usia Sekolah 6-12
tahun, (Jakarta: PT Ele Media Komputindo, 2013),
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara, (Jakarta: Pranada Media, 2011)
Ahmad Susanto, Bimbingan Dan Konseling Di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015)
Fitri Hariani, “Permasalahan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini di TKN
01 Koto Parik Gadang Diateh (KPGD) Kabupaten Solok Selatan”(Jakarta: PT Ele
Media Komputindo 2015)

JURNAL:
Harri Santoso, TheurapeticRiding Untuk Anak-Anak Bermasalah Pembelajaran, Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh, Jurnal Pencerahan
Volume 10, Nomor 1, Maret 2016.

Yuniartanty Ashary, Pengendalian Perilaku Emosional Anak TK Melalui Komunikasi Antara


Guru Dengan Orang Tua DI Kec. Biringkanaya Kota Makassar, Dinas Pendidikan
Provinsi Sulawesi Selatan, Jurnal Komunikasi KAREBA. Vol. 4 No.4 Oktober -
Desember 2015.

Ismail, diagnosis kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran aktif disekolah, dalam jurnal
edukasi vol 2 nomor 1 januari 2016.
Luh Eka Repita, Implementasi Teknik Modeling Untuk Meminimalisir Perilaku Bermasalah
Oppositional Defiat Pada Anak Kelompok B, Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini, Volume 4. No. 2 - Tahun 2016

Novika Sari, Pola Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Untuk Mengoptimalkan


Kemampuan Anak Autis Di Sekolah Dasar, SLB Negeri Singkawang, Jurnal
Bimbingan dan Konseling Indonesia Volume 1 Nomor 2 bulan September, 2016.
Farida, “Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis, Stain Kudus Jawa Tengah
Indonesia, 1 Juni 2015, Vol. 6.
Nugraheni, “Menguak Belantara Autisme”, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip Semarang,
Buletin Psikologi, Volume 20, No. 1-2, 2012: 9 – 17.
Lailya Nugraheni, Elisabeth Christiana, “Fakor-Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Agresif
Anak Usia Dini Dan Penanganan Konselor Di Tk Bina Anak Sholeh (Bas) Tuban”,
Dalam Jurnal Bk Unesa, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya), Vol. 04 No. 01,
2013.
Ulfa Danni Rosada, “Diagnosis Of Learning Difficulties And Guidance Learning Services To
Slow Learner Student”, Universitas Ahmad Dahlan, Journal of Guidance and
Counseling, Volume 6 Number 1, Juni2016, hlm 63
Suryati, “Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis Di SDLB Prof. Sri
Soedewi Masjchun Sofwan, SH” Jambi Tahun 2014, Jambi, Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi Vol. 16 No.1 Tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai