Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih

sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-

2003) Angka kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Jika

dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun

2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong

tinggi. 1)

Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia di samping

perdarahan adalah pre-eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian

perinatal yang tinggi.2) Pre-eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda

hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan,

penyebabnya belum diketahui. Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat

menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang.3)

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab

preeklampsia adalah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak

dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Rupanya

tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan

terjadinya preeklampsia dan eklampsia ( multiple causation ). Faktor yang

sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nulipara, kehamilan

ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya riwayat

keturunan, dan obesitas. Namun diantara faktor-faktor yang ditemukan

7
sering kali sukar ditentukan mana yang menjadi sebab dan mana yang

menjadi akibat.

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni

yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas

bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua

peristiwa dasarnya sama karena eklamsia merupakan peningkatan dari pre-

eklamsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala

tertentu.3)

Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang

membahayakan ibu di samping membahayakan janin melalui placenta.4)

Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia.5)

Incidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai


6)
1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan gejala yang tetap sepanjang

kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan

mengalami kejang. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi

kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan

ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak.7) Oleh karena itu kejadian

kejang pada penderita eklampsia harus dihindari.6) Karena eklampsia

menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi.7)

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994

Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000

kelahiran (GOI & UNICEF,2000). Penyebab kematian ibu terbesar

(58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya

8
dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang

memadai, atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah

ditetapkan.8)

2.2.Definisi Pre-eklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia

terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada

umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada

pertengahan kehamilan.

Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan,

tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan.3),10) Sering tidak

diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan,

sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan

dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan

atau koma.3),10) Kejadian eklampsia di negara berkembang berkisar antara

0,3% sampai 0,7%. Kedatangan penderita sebagian besar dalam keadaan

pre-eklampsia berat dan eklampsia. 10)

Kata “eklampsia” berasal dari Yunani yang berarti “halilintar”

karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan

keadaan gawat darurat pada obstetri. Dikemukakan beberapa teori yang

9
dapat menerangkan keadaan preeklampsia dan eklamsia sehingga dapat

dilakukannya upaya promotif dan preventif.10)

2.3.Epidemiologi

Di negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu jauh

lebih tinggi. Di Afrika sub-Sahara, angka kematian ibu rata-rata 600 per

100.000 kelahiran hidup; di Asia selatan, 500 per 100.000 perkelahiran; di

Asia Tenggara dan Amerika Latin 300 per 100.000 kelahiran hidup.

Beberapa neraga maju telah menerbitkan hasil penyelidikan konfidensial

atas kematian ibu setiap 3 tahun, dengan menganalisa sebab-sebab

kematian ibu dan dibuat saran-saran untuk mencegah kematian yang

terjadi, ini telah diterbitkan di Inggris sejak 1952 dan di Australia sejak

1965. Pada tahun 1990, diterbitkan sebuah laporan yang menganalisis

semua kematian ibu yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi antara

tahun 1979 dan 1986. Studi dari ketiga laporan tersebut menunjukkan

bahwa penyebab kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut.9)

Tabel 2.1. Penyebab Kematian Ibu Yang paling Umum (Australia,

England dan Wales, Amerika Serikat)

Penyebab Persentase Kematian


Penyakit hipertensi pada kehamilan 10 – 25
Emboli paru 5 – 20
Abortus 5 – 10
Kehamilan ektopik 5 – 15
Perdarahan 5 – 10

10
Sepsis 5 – 10
Kardio-respirasi (termasuk anestesi) 5 – 15
Sumber: Derek Lewellyn John, Dasar-dasar obstetric dan ginekologi

Grafik 1. Penyebab Kematian ibu (per juta kehamilan)

Sumber: Derek Lewellyn John, Dasar-dasar obstetric dan ginekologi

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah

masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50%

kematian wanita subur usia disebabkan berkaitan dengan hal kehamilan.

Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas

wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO

memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil

atau persalinan.6)

Di Afrika yang beriklim tropis ini dapat timbul dengan cepat,

mulai dari tanda fisik yang dini eklampsia berat dapat terjadi dalam 24

11
jam. Sekelompok peneliti memperkirakan bahwa mulai dari timbulnya

gejala eklampsia sampai dengan kematian rata-rata memerlukan waktu

hanya 2 hari.7)

Dari 271 ibu hamil dengan eklampsia di “ Tertiary Level Teaching

Institution South India “ tercatat 70% pasien primigravida dan lebih dari

95% dari mereka tidak melaksanakan antenatal care dan tidak menyadari

bahaya eklampsia 12)

Dari beberapa kepustakaan lain frekuensi penderita preeklampsia


13,14,15)
berkisar 3% - 10 % , hasil penelitian Erwati dkk (1994) di Padang

didapatkan kejadian preeklampsia berat 4,32 % dan eklampsia 0,89 %

dengan jumlah kematian perinatal 1,08%.

2.4.Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia antara lain :

1) Primigravida

Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama

kalinya. Preeklampsia tidak jarang dikatakan sebagai penyakit

primagravida karena memang lebih banyak terjadi pada primigravida

daripada multigravida.

2) Primipaternitas

Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang

kedua. Berdasarkan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

dinyatakan bahwa ibu multipara yang menikah lagi mempunyai risiko

12
lebih besar untuk terjadinya preeklampsia jika dibandingkan dengan

suami yang sebelumnya.

3) Umur yang ekstrim

Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada

kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari

35 tahun (Bobak, 2004). Menurut Potter (2005), tekanan darah

meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun

atau lebih terjadi peningkatkan risiko preeklamsia.

4) Hiperplasentosis

Hiperplasentosis ini misalnya terjadi pada mola hidatidosa,

kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.

5) Riwayat pernah mengalami preeclampsia

Wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya

memiliki risiko 5 sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada

kehamilan keduanya. Sebaliknya, wanita dengan preeklampsia pada

kehamilan keduanya, maka bila ditelusuri ke belakang ia memiliki 7 kali

risiko lebih besar untuk memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan

pertamanya bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami

preeklampsia di kehamilannya yang kedua.

6) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeclampsia

Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan

meningkatkan risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan

13
preeklampsia berat cenderung memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia

pada kehamilannya terdahulu.

7) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan

menggunakan desain penelitian case control study dikemukakan bahwa

pada populasi yang diselidikinya wanita dengan hipertensi kronik

memiliki jumlah yang lebih banyak untuk mengalami preeklampsia

dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit ini.

8) Obesitas

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat

akumulasi jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu

kesehatan. Indikator yang paling sering digunakan untuk menentukan

berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa adalah indeks massa

tubuh (IMT). Seseorang dikatakan obesitas bila memiliki IMT ≥ 25

kg/m2. Sebuah penelitian di Kanada menyatakan risiko terjadinya

preeklampsia meningkat dua kali setiap peningkatan indeks massa tubuh

ibu 5-7 kg/m2.

2.5.Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”;

namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori

14
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori

“iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal

yang berkaitan dengan penyakit ini.

Adapun teori-teori tersebut adalah ;

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada

endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel

endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal

prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah

sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron

menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi

plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada

kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek imun

humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan

terjadinya pembentukan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat

pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.

4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

15
5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu

mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah.

6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler

maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya

preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel endotel yang

mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah

wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah

dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan

meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.

2.6.Patofisiologi

Teori kelainan vaskularisasi plasenta menjelaskan bahwa pada

preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri

spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis

menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri

spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling

arteri spiralis sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah

hipoksia dan iskemia plasenta.

Plasenta yang mengalami iskemia akibat tidak terjadinya invasi

trofoblas secara benar akan menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal

bebas penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil.

Radikal hidroksil akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi

16
peroksida lemak. Kemudian, peroksida lemak akan merusak membran sel

endotel pembuluh darah . Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.

Keadaan ini disebut sebagai disfungsi endotel.

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan

disfungsi sel endotel, maka akan terjadi gangguan metabolisme

prostaglandin karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi

prostaglandin. Dalam kondisi ini terjadi penurunan produksi prostasiklin

(PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat. Kemudian, terjadi

agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan suatu

vasokonstriktor kuat. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor

(endotelin) dan penurunan kadar NO (vasodilatator), serta peningkatan

faktor koagulasi juga terjadi.

2.7.Diagnosis

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.

Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama

kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan

bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini

meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin

penderita menderita preeklampsia.10)

17
Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau

peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau

adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan

diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan

20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. 10)

Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak

waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai

100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.10)

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam

jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan

serta penbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau

pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan

sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti

untuk penentuan diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg

setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila

kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-

eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih

dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda

preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong-konyong ini desebabkan

retensi air dalam jaringan dan kemudian edema nampak dan edema tidak

hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap

timbulnya pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH

(Hipertensi dalam kehamilan).10)

18
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi

0,3 g/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+

atau 2 + (menggunakan metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau

lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk

memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6

jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah

berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia karena

vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap

sebagai tanda yang cukup serius.8)

Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang

lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke

dokter.

Gejala subyektif tersebut ialah: 8)

1) Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.

2) Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh

haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada

lambung.

3) Gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan

kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan

vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat

dilihat dengan ophtalmoscop.

4) Gangguan pernafasan sampai sianosis

5) Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran

19
Pre-eklampsia dibagi dalam golongan preeclampsia dan preeclampsia

berat, sebagai berikut :13)

1) Preeklampsia : tekanan darah > 140/90 mmHg dan ada

minimal 1 dari gejala berikut :

a. Protenuria : dipstick > +1 atau > 300 mg/24 jam

b. Serum kreatinin > 1,1 mg/dL

c. Edema paru

d. Peningkatan fungsi hati > 2 kali

e. Trombosit > 100.0000

f. Nyeri kepala, nyeri epigastrium dan gangguan

penglihatan

2) Preklampsia berat jika ada salah satu dari :

a. Tekanan darah > 160/110 mmHg

b. Proteinuria > +1

c. Serum kreatinin > 1,1 mg/dl

d. Peningkatan enzim hati > 2 kali

e. Trombosit < 100.000

f. Edema paru

g. Nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium

Terdapat pula hipertensi kronis yaitu kondisi dimana terjadi

peningkatan tekanan darah yang menetap. Kebanyakan wanita dengan

hipertensi kronik (Hipertensi esensial) telah didiognosis sebelum

20
kehamilan; kebanyakan wanita didapat menderita hipertensi pada

kunjungan antenatal pertama. Bila tanpa penyebab sekunder hipertensi

(misalnya stenosis arteri renalis atau feokromositoma), peninggian tekanan

darah (> 140/90) yang menetap dan terjadi sebelum kehamilan atau

dideteksi sebelum kehamilan minggu ke 20, diagnosis hipertensi esensial

dapat ditegakkan. Tanda klinik dan diagnosis:

1) Hipertensi terjadi pada awal kehamilan

2) Fungsi ginjal normal atau hanya terdapat sedikit albuminuria

3) Jika kehamilan kebelakang terdapat peningkatan tekanan darah

dan albuminuria secara bermakna, maka akan sulit dibedakan

dengan preeklampsia berat ( Superimposed preeklampsia ).

Hipertensi esensial menjadi penyulit pada 1-3 persen kehamilan,

dan lebih sering terdapat pada wanita di atas usia 35 tahun.4)

2.8.Penanganan

Eklampsia merupakan komplikasi obstetri kedua yang

menyebabkan 20 – 30% kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat

dikenali dan dicegah sejak masa kehamilan (preeklampsia). Preeklampsia

yang tidak mendapatkan tindak lanjut yang adekuat (dirujuk ke dokter,

pemantauan yang ketat, konseling dan persalinan di rumah sakit) dapat

menyebabkan terjadinya eklampsia pada trimester ketiga yang dapat

berakhit dengan kematian ibu dan janin.

21
Penanganan pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan

menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin

dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.

Pengobatan hanya dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-

eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kahamilan yang menyebabkannya,

belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah terjadinya

pre-eklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3)

melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.

Antihipertensi dapat diberikan kepada ibu hamil yang mengalami

preeklampsia. Pemberian antihipertensi pada kasus preeklampsia

bermanfaat mencegah perkembangannya menjadi preeklampsia berat.

Penanganan kasus sejak awal akan dapat mengurangi frekuensi terjadinya

krisis hipertensi dan juga komplikasi pada neonatus. Hipertensi akut berat

yang berhubungan dengan komplikasi organ vital seperti infark miokard,

stroke, dan gangguan ginjal akut menyebabkan antihipertensi perlu

diberikan dalam mencegah kelainan serebrovaskular demi keselamatan

ibu.

Penanganan hipertensi harus terus dilakukan hingga bayi dapat

hidup di luar kandungan. Di negara berkembang preeklampsia merupakan

penyebab penting kelahiran bayi prematur. Bayi sengaja dilahirkan lebih

awal demi kesehatan ibu. Hal ini menyebabkan angka morbiditas bayi

meningkat. Oleh karena itu, bila pengelolaan hipertensi dilakukan dengan

baik maka kelahiran bayi prematur dapat dihindari.

22
2.8.1 Anti Hipertensi

Penggunaan antihipertensi pada preeklampsia dimaksudkan untuk

menurunkan tekanan darah dengan segera demi memastikan keselamatan

ibu tanpa mengesampingkan perfusi plasenta untuk fetus. Terdapat banyak

pendapat tentang penentuan batas tekanan darah (cut off) untuk pemberian

antihipertensi. Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110

mmHg dan MAP (mean arterial pressure) ≥ 126 mmHg.

Studi lain menyebutkan pemberian antihipertensi sudah dilakukan

ketika tekanan darah sistolik mencapai 140-170 mmHg dan tekanan darah

diastolik 90-110 mmHg dengan target penurunan darah mencapai MAP

125 mmHg. Penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap dimana

tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk

mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter.

Tabel 2.2. Antihipertensi Pada Preeklampsia

23
Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam pemberian

antihipertensi. Obat yang terbukti memberikan efek samping bagi

fetus tidak boleh digunakan karena semua antihipertensi diketahui

mampu menembus plasenta hingga masuk ke sistem

kardiovaskular fetus. Wanita dengan riwayat hipertensi, ketika ia

hamil maka ia harus mengubah jenis antihipertensi yang

dikonsumsinya menjadi antihipertensi yang juga aman bagi

janinnya. Pengalaman dokter juga menjadi pertimbangan dalam

pemberian antihipertensi selain usia kehamilan yang perlu

dipertimbangkan.

Berikut antihipertensi disesuaikan dengan usia kehamilan :

Tabel 2.3.Antihipertensi Berdasarkan Pertimbangan Usia Kehamilan

24
1) Nifedipin

Nifedipin tergolong ke dalam antagonis kalsium (calcium channel

blocker). Obat ini bekerja dengan menghambat influks kalsium pada sel

otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis

kalsium terutama menimbulkan relakasasi arteriol, sedangkan vena kurang

dipengaruhi. Nifedipin bersifat vaskuloselektif sehingga efek langsung

pada nodus SA dan AV minimal, menurunkan resistensi perifer tanpa

penurunan fungsi jantung yang berarti, dan relatif aman dalam kombinasi

bersama β-blocker.

Bioavailabilitas oral rata-rata 40-60% (bioavailabilitas oral baik).

Penggunaan nifedipin secara sublingual sebaiknya dihindari untuk

meminimalkan terjadinya hipotensi maternal dan fetal distress akibat

hipoperfusi plasenta. Kadar puncak tercapai dalam waktu 30 menit hingga

1 jam dan memiliki waktu paruh 2-3 jam. Nifedipin bekerja secara cepat

dalam waktu 10-20 menit setelah pemberian oral dengan efek samping

yang minimal. Antagonis kalsium hanya sedikit sekali yang diekskresi

dalam bentuk utuh lewat ginjal sehingga tidak perlu penyesuaian dosis

pada gangguan fungsi ginjal.

Efek samping utama nifedipin terjadi akibat vasodilatasi yang

berlebihan. Gejala yang tampak berupa pusing atau sakit kepala akibat

dilatasi arteri meningeal, hipotensi, refleks takikardia, muka merah, mual,

muntah, edema perifer, batuk, dan edema paru.

25
2) Metildopa

Metildopa merupakan prodrug yang dalam susunan saraf pusat

menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin dengan hasil

akhir α-metilnorepinefrin. Efek antihipertensinya disebabkan oleh

stimulasi reseptor α-2 di sentral sehingga mengurangi sinyal simpatis ke

perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak

mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Efek maksimal tercapai 6-8

jam setelah pemberian oral atau intravena dan efektivitas berlangsung

sampai 24 jam.

Bioavailabilitas oral rata-rata 20-50%. Pemberian bersama preparat

besi mengurangi absorbsi metildopa sampai 70%, tapi sekaligus

mengurangi eliminasi dan menyebabkan akumulasi metabolit sulfat. Hal

ini perlu diperhatikan pada kehamilan dimana kedua obat ini sering

diberikan bersamaan. Sekitar 50-70% diekskresi melalui urin dalam

konjugasi dengan sulfat dan 25% dalam bentuk utuh. Metildopa tidak

mempengaruhi aliran darah ginjal sehingga dapat digunakan pada kasus

gangguan ginjal.

Metidopa dikenal sebagai antihipertensi yang aman digunakan di tiap

trimester kehamilan. Penggunaan jangka panjangnya tidak berhubungan

dengan masalah pada janin. Namun, ibu hamil perlu mewaspadai efek

sedasi dari metildopa dan terkadang terjadi peningkatan liver transaminase

(tes Coomb positif). Obat ini perlu dihindari pada wanita dengan riwayat

26
depresi karena dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya depresi

postnatal.

2.8.2 Magnesium Sulfat

Direkomendasikan sebagai terapi lini pertama preeklamsia /

eklamsia. Direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap eklamsia

pada preeklamsia berat. Merupakan pilihan utama pada preeklamsia

berat dibandingkan diazepam atau fenitoin untuk mencegah

terjadinya kejang atau kejang berulang. Dosis dan cara

pemberiannya adalah sebagai berikut 13) :

a. Loading dose : 4 g MgSO4 40% dalam 100 cc NaCL : habis

dalam 30 menit (73 tts / menit)

b. Maintenance dose : 6 gr MgSO4 40% dalam 500 cc Ringer

Laktat selama 6 jam : (28 tts/menit)

c. Awasi : volume urine, frekuensi nafas, dan reflex patella setiap

jam

d. Pastikan tidak ada tanda-tanda intoksikasi magnesium pada

setiap pemberian MgSO4 ulangan

e. Bila ada kejang ulangan : berikan 2g MgSO4 40%, IV

Magnesium sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu :

a. Refleks patella normal atau positif

b. Frekuensi respirasi > 16x per menit

c. Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100cc atau 0,5

cc/kgBB/jam

27
d. Disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai

antidotum. Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda

intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan dalam

tiga menit.

2.9.Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul yang diteliti meliputi penurunan

tekanan darah, solusio plasenta, eklampsia, HELLP syndrome, infark

miokard, stroke, gangguan ginjal akut, dan kematian maternal.

1) Penurunan tekanan darah

Pada ibu hamil dengan preeklampsia penting untuk menjaga

kestabilan tekanan darah terutama demi kepentingan kesehatan

maternal yakni mencegah terjadinya komplikasi yang dapat

membahayakan nyawa ibu hamil. Pengukuran tekanan darah harus

dilakukan dengan benar sehingga nilai peningkatan maupun

penurunannya tampak jelas. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan size cuff yang tepat, bunyi korotkoff V dijadikan sebagai

patokan nilai tekanan darah diastolik, menggunakan sfignomanometer

merkuri, dan dilakukan minimal 10 menit setelah istirahat pada posisi

duduk atau left lateral position dengan cuff setinggi jantung.

2) Solusio plasenta (abruption placenta)

Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab terjadinya

perdarahan antepartum yakni perdarahan yang terjadi pada umur

kehamilan yang telah melewati trimester III atau menjelang persalinan.

28
Preeklampsia meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta dimana

plasenta terlepas dari uterus sebelum persalinan. Perdarahan berat yang

diakibatkannya dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janin.

3) Eklampsia

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan

atau koma. Kondisi ini dapat terjadi ketika preeklampsia tidak dapat

dikontrol. Di United Kingdom, eklampsia diketahui merupakan 1-2%

komplikasi dari preeklampsia pada ibu hamil.

4) HELLP syndrome (hemolysis elevated liver enzyme low platelet count

syndrome)

Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia yang disertai

timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan

trombositopeni. Gejala dari sindroma ini antara lain mual dan muntah,

sakit kepala, dan rasa sakit pada daerah abdomen kanan atas.

5) Infark miokard

Kebanyakan gagal jantung akut pada kehamilan merupakan akibat

dari iskemik jantung (infark miokard) dan penyakit katub jantung.

Kejadian ini akan meningkat bila ibu hamil memiliki riwayat systemic

lupus erythematosus.

6) Stroke

Sekitar 50.000 wanita di seluruh dunia diketahui meninggal setiap

tahun akibat preeklampsia dan morbiditas seperti solusio plasenta,

perdarahan intra-abdomen, gagal jantung, dan multi-organ failure

29
dimana sejumlah 15 kasus terkonfirmasi preeklampsia yang berakibat

pada perdarahan otak. Pada kasus preeklampsia dimana tekanan darah

sistolik mencapai 160 mmHg maka stroke dapat terjadi. Komplikasi ini

merupakan penyebab utama kematian maternal.

7) Gangguan ginjal akut

Plasenta pada ibu hamil dengan preeklampsia diketahui

mengeluarkan berbagai faktor anti-angiogenik ke dalam sirkulasi

maternal yang diyakini menyebabkan disfungsi sel endotel secara

sistemik dan mikroangiopati. Di ginjal, kerusakan sel endotel ini

mengakibatkan endoteliosis kapiler glomerulus dan proteinuria.

Endoteliosis glomerulus ditandai dengan deposisi fibrin dan fibrinogen

pada sel endotel disertai pembengkakan endotel sehingga pada akhirnya

mengakibatkan obliterasi dari fenestra endotel dan hilangnya ruang

kapiler. Kerusakan ini dulu diyakini bersifat sementara, namun bukti

terbaru menunjukkan bahwa preeklampsia dapat meninggalkan

kerusakan glomerulus secara permanen. Hal ini sesuai dengan

penelitian Cunningham yang mengevaluasi 37 wanita hamil dengan

gangguan ginjal berat dimana ditemukan 64% dari wanita tersebut

mengalami preeklampsia.

8) Kematian maternal

Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan,

persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan,

tidak tergantung pada umur dan tempat kehamilan serta tindakan yang

30
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan

karena kecelakaan. Kematian maternal pada kasus preeklampsia dapat

disebabkan karena beberapa hal antara lain perdarahan otak akibat

kelainan perfusi otak, infeksi, perdarahan, dan sindroma HELLP.

31

Anda mungkin juga menyukai