Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, Angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di
Indonesia masih sangat tinggi. Menurut survey demografi dan kesehatan
Indonesia angka kematian ibu adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dan
angka kematian perinatal adalah 40 per 1000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan Negara-negara lain, maka angka kematian ibu di
Indonesia adalah 15 kali angka kematian di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari
pada Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina. Persalinan
merupakan proses pengeluaran janin serta plasenta yang telah cukup usia atau
dapat hidup diluar Rahim melalui jalan lahir atau melalui jalan lain.
Persalinan normal ditempuh dengan kelahiran janin dan plasenta melalui jalan
lahir dengan spontan atas kekuatan ibu yang menunjukkan power, passage
dan passanger telah melkaukan kerja sama yang baik dalam proses persalinan
(Hidayat, 2008).
Seksio sesarea adalah metode perslainan yang banyak digunakan didunia.
Berdasarkan survey WHO pada tahun 2004-2008 sekitar 25,7% kelaiharan
bayi di dunia mengunakan metode ini, bahkanterjadi peningkatan yang
signifikan pada beberapa Negara (Wianwiset, 2011). Di Inggris pada tahun
2008-2009 angka seksio sesarea menjadi 24.6% dari 9% pada tahun 1980.
Selain itu, angka kejadian seksio sesarea di Australia pada tahun 1998 sekitar
21% dan pada tahun 2007 telah mencapai sekitar 31%. Sedangkan di
Indonesia, angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2009 menjadi 29.6%.
Angka tersebut meruapakan angka yang cukup besar untuk berbagai alas an
pemilih seksio sesarea dalam proses persalinan (Afriani dkk, 2013).
Perkembangan teknik operasi dan peningkatan seksio sesarea sebagi piluhan
persalinan. Selain itu, terdapat pula peran ibu dalam penentuan tindakan
proses kelahiran bayi mereka (Annisa, 2011). Beberapa faktor penentu
pemilih sesksio sesarea diatas masih bersifat subyektif. Terdapat faktor lain
yang berperan besar dalam menentukan pilihan persalinan, yakni faktor yang
memiliki risiko tinggi akan kejadian kematian janin yang menyebabkan

1
seksio sesarea sebagai pilihan utama yang harus diambil. Menurt Gondo
dalam Annisa 2011 persalinan dengan seksio sesaria didominasi oleh adanya
indikasi medis yang mempengaruhi, yakni sebesar 65.18%, sedangkan
34,82% merupakan indikasi sosial pemilihan seksio sesarea, salah astu fakto
ini ialah cephalopelvic disproportion (CPD). Khunpradit, et al (2005)
menyatakan terjadi peningkatan kejadian seksio sesarea pada proses
persalinan dan beberapa penyebab terbesar dikarenakan ketuban pecah dini
(KPD), eklamsi, fetal distress dan CPD.
Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit pendidikan antara
2,1 % – 11,8 %. Angka ini masih d i atas angka yang diusul oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan
Caesar nasional. Di Propinsi Gorontalo, khususnya di RS rujukan angka
kejadian SC pada tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat menjadi 38 %
pada tahun 2009 (Depkes RI, 2009).
Selain usia ibu dan tinggi badan ibu, penelitian di RS Sisaket Thailand
oleh Wianwiset dan RS Siriraj oleh Suraphantapisit dan Thithadilok juga
mennjukkan adanya faktor lain yang secara tidak langsung berpengaruh pada
peningkatan angka kejadian Secsio sesare karena CPD, yakno Body <ass
Index (BMI) ibu sebelum persalinan >25 kg/m dan TFU (Tinggi Fundus
Uteri) >33cm. Sementara penelitian di Florida menyatakan peningkatan
kejadian CPD sebesar 50% pada bayi dengan berat lahir >4500 gram. Hal ini
berkaitan dengan kelainan pada janin sebagai passanger yang berpengaruh
pada proses persalinan sehingga menyebabkan persalinan lama atau
persalinan abnormal.
Masing-masing faktor resiko di atas menunjukkan perbedaan tingkat
pengaruh terhadap kejadian secsio cesare dengan indikasi CPD pada
masing0masing lokasi penelitian. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan
ras dan genetik, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan usia ibu, tingggi badan ibu, BMI sebelum persalinan.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan cephalopelvic
disproportion, diantaranya faktor dari ibu dan janin. Angka kejadian presbo
jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak adalah pada

2
ibu dengan multigravida dibanding pada primigravida, sedangkan jika
dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presbo terbanyak
adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang tidak baik
pada PAP.
Berdasarkan latar belakang atau uraian di atas, maka penulis tertarik
mengambil studi kasus : “Asuhan Keperawatan dengan Post partum Sectio
Caesaria Indikasi Cephalopelvic Disproportion (CPD) ”.

B. Tujuan Laporan Kasus


1. Tujuan Umum
Mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan post partum sectio
caesaria dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD) dengan
pendekatan proses keperawatan dari tahap pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien post partum sectio caesaria
dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD).
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post
partum sectio caesaria dengan indikasi cephalopelvic disproportion
(CPD).
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien post partum
sectio caesaria dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD).
d. Melakukan implementasi pada klien post partum sectio caesaria
dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD).
e. Melakukan evalusi pada klien post partum sectio caesaria dengan
indikasi cephalopelvic disproportion (CPD).

C. Manfaat Laporan Kasus


1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan informasi dibidang keperawatan maternitas tentang
asuhan keperawatan pada post partum sectio caesaria dengan indikasi

3
cephalopelvic disproportion (CPD).

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada klien
post partum sectio caesaria dengan indikasi cephalopelvic
disproportion (CPD).
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang asuhan keperawatan pada post partum sectio
caesaria dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD) dapat
digunakan bagi praktik mahasiswa keperawatan.
c. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan
pengalaman khususnya di bidang keperawatan maternitas pada
klien post partum sectio caesaria dengan indikasi cephalopelvic
disproportion (CPD).
d. Bagi Profesi
Untuk melakukan tindakan aktif keperawatan dengan cara
memberikan asuhan keperawatan pada klien post partum sectio
caesaria dengan indikasi cephalopelvic disproportion (CPD),
sehingga dapat mencegah dan mengurangi angka kesakitan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Chepalopelvic Disproportion (CPD)


Menurut Verney, (2009) Disproporsi sevalopelvik (Chepalopelvic
Disproportion, CPD), atau disproporsi fetopelvik adalah antara ukuran janin dan
ukuran pelvis yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk
mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran
per vagina. Pelvis yang adekuat untuk jalan lahir bayi 2,27 kg mungkin cukup
besar untuk bayi 3,2 kg mungkin tidak cukup besar dengan bayi 3,6 kg.
Indikasi kemungkinan disproporsi sefalopelvik :
1. Ukuran janin sangat besar
2. Tipe dan karakteristik khusus tubuh wanita secara umum :
a) Bahu lebih lebar dari pada pinggul, tanpa memerhatikan tinggi.
b) Postur tubuh pendek, seperti kotak
c) Tangan dan kaki pendk serta lebar (ukuran sepatu memberi banyak
informasi)
3 Riwayat fraktur pelvis
4. Deformitas spinal, contoh skoliosis, atau kifosis
5. Malpresentasi atau malposisi
Disproporsi Sefalopelvik dapat ditandai oleh pola persalinan disfungsional,
kegagalan kemajuan persalinan, fleksi kepala yang buruk, atau kemacetan rotasi
internal dan penurunan (yaitu deep transverse arrest). Disproporsi Sefalopelvik
dapat, atau tidak dapat disertai pembentukan kaput atau molase. Persalinan
disfungsional yang disebabkan oleh disproporsi sefalopelvik dapat mengakibatkan
kondisi berikut:
1. Kerusakan pada janin yaitu kerusakan otak
2. Kematian janin atau neontes
3. Rupture uterus
4. Kematian Ibu
5 .Infeksi intrauterus

5
B. Sectio Caesarea
1. Definisi
Secsio Caecarea merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah
anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding
abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai misal
usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles,2011).
Sectio Caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio
sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio caesarea biasanya
dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan
dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat
anestesi pada bayi (Arif Muttaqin.2010).
Sectio Caesareaa adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui
perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan
sehat ( Hermawati, 2008).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea merupakan suatu tindakan
operasi yang bertujuan untuk melahirkan bayi dengan jalan pembukaan dinding perut.
2. Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
2.1 Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a) Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b) Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c) Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka
belakang
d) Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.
e) Panggul belah : symphyse terbuka

6
2.2 Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a) Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha
panggulsempit picak dan lain-lain
b) Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c) Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
2.3 Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a) Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b) Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
2.4 Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah “
Coxitis,luxatio,atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit
miring. Fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan
panggul
3. Tanda Dan Gejala
a) Persalinan lebih lama dari yang normal .
b) Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 39 minggu (primipara),
c) Tinggi badan kurang dari 145 cm
d) Ukuran distasia spinarum kurang dari 24-26 cm
e) Ukuran distasia kristarum kurang dari 28-30 cm
f) Ukuran konjugata eksterna diameter kurang dari 18-20 cm
g) Ukura lingkar panggul kurang dari 80-90 cm
3.1.Pintu Atas Panggul
a) Ukuran Konjugata vera / diameter antero posterior ( diameter depan -
belakang ) yaitu diameter antara promontorium dan tepi atas symfisis
kurang dari 11 cm
b) Ukuran diameter melintang ( transversa), yaitu jarak terlebar antara ke-2
linea inominata kurang dari 13 cm.
c) Ukuran diameter oblik ( miring ) jarak antara artikulasio sakro iliaka
dengan tuberkulum pubicum sisi yang bersebelahan kurang dari 12 cm.
3.2 Bidang tengah Panggul
a) Bidang luas panggul terbentuk dari titik tengah symfisis, pertengahan
acetabulum, dan ruas sacrum ke-2 dan ke-3. diameter anteroposterior
kurang dari 12,75 cm, diameter transversanya kurang dari 12,5 cm

7
b) Bidang sempit panggul merupakan bidang yang berukuran kecil terbentang
dari tepi bawah symfisis, spina ischiadika kanan dan kiri, dan 1-2 cmdari
ujung bawah sacrum. diameter antero-posterior kurang dari 11,5 cm,
diameter transversa kurang dari 10 cm.
3.3 Pintu Bawah Panggul
a) Diameter anteroposterior yaitu ukuran dari tepi bawah symfisis ke
ujung sacrum kurang dari 11,5 cm
b) Diameter transversa jarak antara tuber ischiadikum kanan dan kiri
kurang dari 10,5 cm.
c) Diameter sagitalis posterior yaitu ukuran dari ujung sacrum
kepertengahan ukuran transversa kurang dari 7,5 cm.

4. Anatomi Fisiologi
4.1 Tulang-tulang panggul

Gambar. 2.1 potongan sagita panggul, menunjukan pelvis mayor dan minor
(Sarwono, 2010)

8
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2010) tulang-tulang panggul antara lain:
a) Pelvis Mayor
Pelvis Mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis,
disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis
disebut pelvis minor atau true pelvis. Bagian akhir ini adalah bagian yang
mempunyai peranan penting dalam obstetri dan harus dapat dikenal dan
dinilai sebaik- baiknyauntuk dapat meramalkan dapat tidaknya bayi
melewatinya.
b) Pelvis Minor
Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu
melengkung ke depan (sumbu Carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis
yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversa dan
konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titik-titik sejenisdi Hodge
II, III, dan IV. Sampai dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan
sakrum, untuk seterusnya melengkung ke depan, sesuai dengan
kelengkungan sakrum. Hal ini penting untuk diketahui bila kelak
mengakhiri persalinan dengan cunam agar arah penarikan cunam itu
disesuaikan dengan arah sumbu jalan lahir tersebut.

Gambar. 2.2 sumbu panggul (Sarwono, 2010)


Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity).
Ukuran ruang panggul diatas ke bawah tidak sama. Ruang panggul
mempunyai ukuran yang paling luas dibawah pintu atas panggul, kemudian
menyempit ke panggul tengah, dan selanjutnya menjadi sedikit lebih luas lagi

9
dibagian bawah. Penyempitan dipanggul tengah, dan selanjutnya menjadi
sedikit lebih luas lagi dibagian bawah. Penyempitan dipanggul tengah ini
setinggi spina iskiadika yang jarak antara kedu spina iskiadika (distensia
interspinarum) normal ± 10,5 cm.
4.2 Bidang Hodge
Bidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai dimanakah
bagian terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan:
a) Bidang Hodge I: ialah bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan
montorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.\
b) Bidang Hodge II: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I
terletang setinggi bagian bawah simfisis.
c) Bidang Hodge III: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I dan II
terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. Pada rujukan lain, bidang
Hodge III ini disebut juga bidang O. Kepala yang berada di atas 1 cm
disebut (-1) atau sebaliknya
d) Bidang Hodge IV: ialah bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I, II,
III, terletak setinggi os koksigis.
4.3 Pintu Atas Panggul

Gambar. 2.3 Pintu atas panggul dengan konjugata vera, diameter transversa dan
diameter oblikua (Sarwono, 2010)
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh
promontorium korpus vertebra sakra 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir
atas simfisis. Terdapat 4 diameter pada pintu atas panggul, yaitu diameter
anteroposterior, diameter transversa, dan 2 meter oblikua.

10
Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11
cm, disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul
lebih kurang 12,5-13 cm, disebut diameter transversa dan konjugata vera dan
diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter
oblikua sepanjang lebih kurang 13 cm.
Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy,
2009), yang mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut:
a) Jenis ginekoid: panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu area
atas panggul hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-kira
sama dengan diameter transversa. Jenis ini diemukan pada 45%
perempuan.
b) Jenis android: bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter anteroposterior hampir
sama dengan diameter transversa, akan tetapi yang terakhir ini jauh lebih
mendekati sakrum. Dengan demikian, bagian belakangnya pendekdan
gepeng, sedangkan bagian depannya menyempit ke depan. Jenis ini
ditemukan pada 15 % perempuan.
c) Jenis antropoid: bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur.
Panjang diameter antero-posterior lebih besar dari pada diameter
trnasversa. Jenis ini ditemukan pada 35% perempuan.
d) Jenis platipelloid: sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang
menyempit pada arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar
dari pada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
4.4 Pintu Bawah Panggul

Gambar. 2.4 Pintu bawah panggul (Sarwono, 2010)

11
Pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun
atas 2 bidang datar yang masing-masing berbentuk segitiga, yaitu bidang
yang terbentuk oleh garis antara kedua buah tuber os iskii dengan ujung os
sakrum dan segitiga lainya yang alasnya juga garis antara kedua tuber os sikii
dengan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis. Pinggir bawah
simfisis berbntuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut disebutarkus
pubis. Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 90°, atau lebih besar
sedikit, bila kurang sekali (lebih kecil) dari 90°, maka kepala janin akan lebih
sulit dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak ke arah dorsal (ke
arah anus).
Dalam hal ini perlu diperhtikan ujung os sekrum/os koksigis tidak
menonjol kedepan, sehingga kepala janin tidak dapat dilahirkan. Jarak antara
kedua tuber os iskii (distansia tuberum) juga merupakan ukuran pintu bawah
panggul yang penting. Distansia tuberum diambil dari bagian dalamnya
adalah ± 10,5 cm. bila lebih kecil, jarak antara tengah-tengah distansia
tuberum ke ujung sakrum (diameter sagitalis posterior) harus cukup panjang
agar bayi normal dapat dilahirkan.
4.5 Ukuran-ukuran Luar Panggul
Ukuran-ukuran luar panggul ini dapat digunakan bila pelvimetri radiologik
tidak dapat dilakukan. Dengan cara ini dapat ditentukan secara garis besar
jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan
pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai anatara lain: jangka-jangka
panggul Martin, Oseander, Collin, dan Boudeloque. Yang diukur sebagai
berikut: Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm), jarak antara kedua spina
illaika anterior superior sinistra dan dekstra.
4.6 Distansia kristarum (± 28 cm – 30 cm),
Jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka
sinistra dan dekstra. Umumnya ukuran- ukuran ini tidak penting, tetapi bila
ukuran ini lebih kecil 2-3 cm dari nilai normal, dapat dicurigai panggul itu
patologik.

12
4.7 Distansia oblikua ekstena (ukuran miring luar):
Jarak antara spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior
dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra ke spina ilaika anterior superior
sinistra. Kedua ukuran ini bersilang. Jika pnggul normal, maka kedua ukuran
ini tidak banyak berbeda. Akan tetapi, jika panggul itu asimetrik (miring),
kedua ukuran itu jelas berbeda sekali.
4.8 Distansia intertrokanterika: jarak antara kedua trokanter mayor
Konjugata eksterna (Boudelogue) ± 18 cm: jarak antara bagian atas
simfisis ke prosesus spinolus lumbal 5.
4.9 Distansia tuberum (± 10,5 cm):
Jarak antara tuber iskii kanan dan kiri untuk mengukurnya dipakai
jangka Oseander. Angka yang ditunjuk jangka harus ditambah 1,5 cm karena
adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung jangka, yang menghalangi
pengukuran secara cepat. Bila jarak ini kurang dari normal, dengan sendirinya
arkus pubis lebih kecil dari 90°.
5. Pathofisiologi
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang
ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os
pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro-
iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium.
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasi ini hanya memungkinkan
pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser
lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang
sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis
menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan
cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional,
panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
Pelvismayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis,
disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis
disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor
terdapat organ – organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat

13
perlekatan otot – otot dan
ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor
terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat
uterus dan ovarium.
Selama kehamilan, serviks (leher rahim atau saluran tempat jalan
keluarnya bayi dari rahim menuju vagina) dalam kondisi tertutup dan dipenuhi
oleh lendir (mukus) untuk melindunginya dari infeksi. Pada tahap pertama
persalinan, kontraksi membuat serviks terbuka secara bertahap. Serviks mulai
melentur sehingga dapat terbuka dan melebar sampai 10 cm. Tahap ini merupakan
tahap yang paling panjang dari persalinan. Dapat berlangsung selama beberapa
jam bahkan hari sebelum menjalani persalinan.
Fase di mana serviks mulai terbuka ini disebut dengan fase laten. Pada fase
laten, akan merasa kontraksi dan kadang juga tidak. Pada fase ini sebaiknya
makan dan minum untuk mempersiapkan energi yang akan dipakai selama proses
persalinan. Jika persalinan mulai pada malam hari, sebaiknya tenang dan tetap
rileks. Gunakan waktu untuk tidur jika bisa. Dan jika persalinan baru dimulai saat
siang hari, cobalah untuk tetap aktif. Bergerak aktif akan membantu bayi turun ke
bawah rahim dan juga membantu serviks untuk melebar.

14
CPD
PATHWAY

Sectio ciesarea

insisi Abdomen

Adaptasi fisiologi Adaptasi psikologi

Terputusnya komplikasi Jalanmasukorga Penurunana hormone Taking in Taking hold


kontuitas nisme estrogen danprogesteron Letting go

1.Nyeri Pendarahan Ketergantungan Kurang informasi


Resti infeksi Multi mulasi hipofisis
2. Gangguan rasa anterior danposteror tentang perawatan
nyaman bayi dan cara
menyusui bayi
Volume darah dengan benar
Hb menurun Sekresi prolaktin Sekresi prolaktin Mobilisasi fisik
menurun
menurun

laktasi
1.Kurang
Restikurang volume O2 dan nutrisi pengetahuan
Gangguan
cairan ke sel berkurang 2. kesiapan
perawatandiri
Pengeluaran ASI peningkatan
tidak lancar menjadi orang tua

15
Intoleransi aktivitas Pembekakan
payudaran
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. pemantauan janin terhadap kesehatan janin.
2. pemantauan EKG
3. JLD dengan diferensial
4. elektrolit
5. Hemoglobin
6. Golongan Darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
10. Ultrasound sesuai pesanan.
8. Komplikasi Sectio Caesarea
a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

9. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea


Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jamkemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3) Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.

16
4) Pemberian antibiotika. Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar
efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya
dianjurkan.
5) Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
6) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi. (Mochtar Rustam, 2002).

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post
operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang
telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa
hari, lama haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu
haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau
tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah
menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan
lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional

18
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi
tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus di observasi
dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh
kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan
gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas
dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam
usus.
5. Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan,
sampai ketakutan, marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
 Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.
 Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.

8. Nyeri/ ketidaknyamanan

19
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber.
Misal: trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/ abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema,
bengkok, nyeri tekan.
10. Seksualitas
 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
2. Diagnosa Keperawatan
 Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan persalinan
secsio Caesar.
 Kesiapan menjadi orang tua berhubungan dengan peningkatan
kesiapan menjadi orangtua.
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
dan nyeri.
 Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya
pengeluaran ASI, perpisahan dengan bayi.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan
perawatan diri.
3. Intervensi keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anastesi, efek hormonal dan distensi kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam,
klien tidak mengalami nyeri.
Kriteria hasil : Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri,
mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya, dan
mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.

20
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan.
b. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
c. Ajarkan teknik relaksasi – distraksi
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.
e. Anjurkan menggunakan kompres hangat.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
klien.
f. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
g. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam,
klien menunjukan pengetahuan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Kriteria hasil : Mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pengetahuan ibu, maturasi dan kompetensi.
b. Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam
menerima penyuluhan.
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis
yang normal.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.

21
d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan
sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan
meningkatkan perasaan sejahtera

22
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. A P1001 ATAS INDIKASI POST PARTUM SC+ CPD DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKNYAMANAN PASCA PARTUM
DAN KESIAPAN MENJADI ORANG TUA DI RUANG MAWAR
RSUD dr. SOEDONO MADIUN

Tempat Praktek : Ruang Mawar RSUD dr. Soedono Madiun


Tanggal Pengkajian : 25 November 2019. Pukul 08.00 WIB

1. IDENTITAS Pasien Suami


Nama Ny. A Tn. D
Umur 24 tahun 24 tahun
Suku/ Bangsa Jawa/ indonesia Jawa/ indonesia
Agama Islam Islam
Pendidikan D3 keperawatan D3 keperawatan
Pekerjaan IRT Perawat
Alamat Madiun Madiun
Tanggal MRS 24 November 2019. Pukul 12.00 WIB
No. RM 6-78-51-85
Diagnosa Medis P1001 atas indikasi post partum SC+CPD (Inpartu
kala I fase laten) dengan masalah keperawatan
Ketidaknyamanan pasca partum dan Kesiapan
menjadi orang tua

1. Keluhan Utama:
Awal masuk RS:
Ny. A mengatakan kenceng kenceng sejak tanggal 22 november 2019 terus
menerus. Tanggal 23 keluar cairan encer, bening warna putih dan tidak
kental dari jalan lahir, pada tanggal 24 november 2019, jam 12.00 WIB
dirujuk ke rumah sakit dr Soedono Madiun dari BPM bu iis ,karena panggul
sempit dan ukuran janin besar maka harus dilakukan Secio caesar.

23
Keluhan utama :
Nyeri area bekas jahitan SC
2. Riwayat Obstetri:
a. Menarche : Usia 12 tahun
b. Cyclus / lama/jumlah : Teratur/ 7 hari/ Banyak
c. Dysmenorhe : ya
d. Hari pertama haid terakhir :Tanggal 20 - 02- 2019
e. Tafsiran persalinan :Tanggal 27 - 11-2019
3. Riwayat Pernikahan:
Menikah satu kali,lama pernikahan dengan suami sekarang 1 tahun.
Menikah pertama kali usia 23 tahun.
4. Riwayat KB
a. Jenis kontrasepsi : Belum pernah memakai
b. Lamanya : Tidak Pernah
c. Keluhan : Tidak ada
d. Rencana yang akan datang : setelah melahirkan pasang IUD

24
5. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas dan KB yanglalu

Kehamilan Persalinan Keadaan


Penolo
No Spo Opera Hidup Mati Penyebab Ket
Suami Umur Penyulit Tindakan ng
ntan si Umur Jenis Umur Jenis

39/40 dr.SpOG
1 Tn.D CPD SC 1 hari L - - - -
mgg RSSM

25
II. Riwayat KehamilanSekarang
a. Trimester I: mual, pusing
b. Trimester II: nyeri pinggang, kesemutan
c. TrimesterIII: nyeri pinggang, sekarang merasa kenceng-kenceng
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 23 november 2019 pasien Ny. A mengatakan kenceng
kenceng terus menerus ,keluar cairan encer, bening warna putih dan tidak kental
dari jalan lahir, kemudian pada tanggal 24 november 2019 dirujuk ke rumah
sakit Dr Soedono Madiun sudah pembukaan 3 ,di sarankan untuk SC
karena panggul sempit dan baby big.
III. Riwayat Kesehatan
a Penyakit yang pernah diderita
 Penyakit infeksi kronis : tidak
 Pernah operasi : tidak
 Kecelakaan/trauma : tidak
 Penyakit keturunan : tidak
b Kebiasaan-kebiasaan
 Minumjamu : tidak
 Minumobat-obatan : tidak
 Minum-minuman beralkohol : tidak
 Kebiasaan merokok : tidak
C.Riwayat kesehatan keluarga
 Penyakit infeksi kronis : tidak
 Keturunan:Gemelli : tidak
 Hypertensi : tidak
 Diabetes Mellitus : tidak
IV. Pola Kebutuhan Sehari-hari
a Kebutuhannutrisi
 Frekwensi : ± 3 kali dalam sehari
 Porsi makan : Hanya 4 sendok setiap makan
 Makanan yang disukai : semua makanan suka
 Makanan pantangan : udang

26
Kebiasaan minum sehari-hari: ± 8 gelas / hari
b Kebutuhan istirahat
 Lama tidur : ±5 jam
 Kebiasaan tidur : susah tidur pada trimester akhir
 Gangguan tidur : menyusui bayi
c KebersihanDiri
 Kebiasaan mandi : 2x disibin mandiri
 Frekwensi : teratur
 Kebiasaangosok gigi : 2x sehari
 Kebiasaancucirambut : belum cuci rambut selama MRS
 Penggunaan parfum / deodoran / dll : memakai parfum dan deodoran
d. Pola Eliminasi BAB BAK
 Frekuensi 1x ±6x/ hari
 Warna - Kuning bening
 Jumlah - Sedikit-sedikit
 Konsistensi - -
 Gangguan - -
 Upaya Mengatasi - -
V. Data Psikososial
a. Psikologi
 Identitas diri
Ibu dapat menyebutkan nama yaitu Ny. A. ibu menyadari dirinya
seorang perempuan dan berpenampilan selayaknya ibu.
 Harga diri
Ibu mengatakan mengikuti acara-acara diluar rumah sewajarnya .
 Gambaran diri
Ibu mensyukuri kehamilan saat ini, ibu sangat senang karena kehamilan
ini adalah kehamilan anak pertama yang ibu alami dan ibu sangat
berhati-hati,
 Peran diri
Ibu menyadari bahwa perannya adalah sebagai calon ibu akan merawat
dengan penuh kasih sayang.

27
 Ideal diri
Ibu mengatakan ingin mencoba melahirkan secara normal/ spontan.
Karena bb bayi terlalu besar maka tidak bisa melahirkan secara normal.
b. Aspek Sosial
Ny.A berbicara dengan Bahasa Indonesia, Ny. A menjawab pertanyaan
dengan baik dan berbicara dengan jelas. Dalam keluarga Ny. A mengikuti
acara adat seperti 7 bulanan dan selapanan.
c. Aspek Spiritual
Ibu mengatakan menjalankan sholat 5 waktu. Ibu berdoa agar selalu diberi
kelancaran dalam kehamilan sampai persalinan nanti.
VI. DATAOBYEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a Keadaan umum : Baik
b Vital sign :TD: 110/70 mmHg, N: 88 x/ menit, RR:20 x/menit, S: 36,5 oC
c Tinggi Badan : 159 cm, BB: 70 kg, BB sebelum hamil: 54 kg
d Pemeriksaan Kepala:
1) Keadaan rambut
Lurus, bersih, penyebaran merata, warna hitam, tidak ada lesi pada
kulit kepala.
2) Wajah
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada odem
3) Mata
Inspeksi : Bentuk simetris kanan dan kiri
Palpasi : Conjungtiva: Merah muda, Sklera: Putih
4) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,
mukosa lembab
5) Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, warna bibir merah muda tidak ada
karies gigi

28
6) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada gangguan pendengaran,
keadaan bersih
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : Tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe dan tidak ada nyeri tekan.
g. Pemeriksaan payudara
Inspeksi : puting susu menonjol, terdapat hiperpigmentasi pada
areola mamae dan papila mamae
Palpasi : belum keluar kolostrum
h. Pemeriksaan thorax
Inspeksi : bentuk dada simetris, RR 20x/menit, tidak terdapat retraksi
dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan krepitasi
i. Pemeriksaan paru
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, adanya vokal fremittus
Perkusi : suara sonor,
Auskultasi : suara vesikuler, irama teratur
j. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak
Palpasi : ictuscordis teraba pada ICS 5 sinistra
Perkusi : suara redup
Auskultasi : suara BJ1 BJ2 tunggal (lup dup)
k. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : ada luka bekas operasi, ada linea nigrae, ada strie
gravidarum lividue. Panjang luka operasi 15 cm ,luka
dalam keadaan baik,bersih.
Palpasi : TFU 2 jari dibawah pusat, panjang bekas luka SC ±15cm
,luka bersih dan mulai kembali.

29
l. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : odem tidak ada, varises tidak ada, condiloma tidak ada
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar bartolini dan skine
m. Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : tidak ada odem, tidak ada varises
Palpasi : reflek patella positif
2. PemeriksaanLaboratorium
Tanggal 24 November 2019
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Acuan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap/CBC
Hemoglobin 9.8 g/dL 12-16
Hitung Leukosit 18.9 103/µL 4,7-11,3
Trombosit 182 103/µL 142-424
Hematokrit 33.3 % 38-42
Hitung Eritrosit 5.37 106/µL 4-5
MCV 62.0 fL 80-93
MCH 18.3 Pg 27-31
MCHC 29.5 g/dL 32-36
Hitung Jenis Leukosit:
 Eosinofil (%) 0.1 % 0-3
 Basofil (%) 0.2 % 0-1
 Neutrofil (%) 87.4 % 50-62
 Limfosit (%) 8.6 % 25-40
 Monosit (%) 3.6 % 3-7
3. Terapi tanggal 24 november 2019-25 November 2019
 asam mefenamat 3x 500 mg
 sulfat ferousus 3x500mg

30
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Analisa Data
Ketidaknyamanan pasca partum (d.0075)
NS. DIAGNOSTIK Kategori: Psikologi
Subkategori: Nyeri dan Kenyaman
Perasaan tidak nyaman yang berhubungan dengan
DEFINISI
kondisi setelah melahirkan.
FAKTOR RISIKO -
DS: mengeluh tidak nyaman
DO:
 tampak meringis
GEJALA DAN  terdapat kontraksi uterus
TANDA  luka episiotomy
 tekanan darah meningkat
 nadi meningkat
 hemoroid
KONDISI KLINIS Kondisi pasca persalinan
TERKAIT
DIAGNOSA Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan
KEPERAWATAN kondisi pasca persalinan

31
Kesiapan menjadi orang tua (D.0122)
NS. DIAGNOSTIK Kategori: Relasional
Subkategori: Interaksi sosial
Pola pemberian lingkungan bagi anak atau anggota
DEFINISI keluarga yang cukup untuk memfasilitasi pertumbuhan
dan perkembangan serta dapat ditingkatkan.
DS: mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan
peran menjadi orang tua.
Anak atau anggota keluarga lainya
mengekspresikan kepuasan dengan lingkungan
rumah.
Anak atau anggota keluarga mengungkapkan
GEJALA DAN
harapan yang realistis.
TANDA
DO:
 tampak adanya dukungan emosi dan pengertian
pada anak atau anggota keluarga.
 kebutuhan fisik dan anggota keluarga
terpenuhi.

KONDISI KLINIS Perilaku upaya peningkatan kesehatan


TERKAIT
DIAGNOSA Kesiapan menjadi orang tua bd perilaku upaya
KEPERAWATAN peningkatan kesehatan

2. Diagnosa Keperawatan
a. kesiapan peningkatan menjadi orang tua b.d perilaku upaya peningkatan
kesehatan.
b. ketidaknyamanan pasca persalinan b.d kondisi pasca persalinan.

32
1. Intervensi Keperawatan
SIKI SLKI
INTERVENSI
AKTIVITAS INDIKATOR OUTCOME
PROMOSI PENGASUHAN : Observasi Peran menjadi orang tua  mmeberi pengertian
Def. memfasilitasu orang tua,  identifikasi kjelurga resiko tinggi dalam (L.13120) pada anak dan anggota
anggota keluarga dan atau program tidak lanjut Definisi : keluarga (4)
pengasuh dalam memberikan  monitor status kesehatan anak dan Kemampuan orang tua  kebutuhaan fisik anak
dukungan dan perawatan yang imunisasi anak member lingkungan bagi anak dan anggota keluarga
komperhensif bagi keluarga yang Terapeutik atau anggota keluraga terpenuhi (4)
mengalami / beresiko masalah  dukung ibu dalam melakukan perawatan yangcukup untukj  keinginan
keluarga PNC memfasilitasi pertumbuhuan meningkatkan peran
 lakukan kunjungan rumah ibu PNC dan perkembangan menjadi orang tua (4)
 fasilitasi orang tua dalam menerima peran Ekpektasi : membaik ket :
 fasilitasi ibu dalam pertumbuhan dab Tujuan : 1.menurun
perkembangan anak Setelah dilakukan 2x24 jam 2 cukup menurun
Edukasi diharapkan ibu dapat berperan 3.sedang
dalam pengauhan anak
 ajari orang tua untuk menggapai isyarat 4.cukup meningkat

bayi 5.meningkat

33
PERAWATAN PASCA Observasi: Status kenyamanan  Kontraksi uterus (2)
PERSALINAN (I.07225)  monitor TTV pascapartum (L.07061)  berkeringat (2)
Def :  monitor lokhea Definis  merintih (2)
Mengidentifikasi dan merawat  monitor nyeri Perasaan nyaman yang  TTV (3)
ibu segera setelahmelahirkan  monitor status pencernaan berhubungan dengan kondisi
sampai dengan 6 minggu Terapeutik setelah melahirkan Ket:
 dukung ibu melakukan ambulasi dini Ekspektasi : meningkat 1. menurun
 berikan kenyamanan pada ibu Tujuan : 2. cukup menurun
Setelah dilakukan perawatan
 fasilitasi ibu berkemih secara normal 3.sedang
2x 24 jam diharpakn ibu 4.cukup meingkat
nyaman pasca persalinan dan 5.meningkat
Edukasi
perawatan
 edukasi tanda2 bahaya nifas
 edukasi penggunaan alat kontrasepsi(KB)
 mengajurkan ibu makan TKTP
Kolaborasi
 rujuk ke konselor laktasi jika perlu

34
5. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Tanggal/
Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD
Jam Jam

1. monitor TTV S: pasien mengatkan tidak ada keluhan

Hasil : TD : 110/70 mmHg dan masih belajar menjadi orang tua

N : 88 x/mnt kedepanya

RR: 20x/mnt O:

S: 36,5 C 1.TD : 110/70 mmHg

2. monitor status kesehatan anak dan N : 88 x/mnt

imuniasai RR: 20x/mnt

1 Hasil : anak BBL 3,6 kg S: 36,5 C

imunisasi BCG, Hep 0


25/11/2019 3. memberikan informasi tentang 25/11/2019 A : masalah keperawatan vteratasi
sebagian
perawatan nifas P:
hasil : ibu mengetahui dengan 1. monitor TTV
baik 2. monitor kesehatn anak dan
4. edukasi tentang KB imunisasi
hasil : ibu memilihg KB IUD 3. memberikan edukasi perawatan

35
PNC
4. kolaborasi dengan tim medis
lainya
1. monitor TTV S:pasien mengatakan tidak ada nyeri
Hasil : TD : 110/70 mmHg O: TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/mnt N : 88 x/mnt
RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt
S: 36,5 C S: 36,5 C
2. memonitor lokhea Skala nyeri 1
Hasil : lokhea rubra Lokhea rubra
3. memonitor skala nyeri A: masalah keperawatan teratasi
2 hasil : skala nyeri 1 25/11/2019 sebagian
4. edukasi tentang amulasi dini P:
hasil : ibu mepraktikan dengan baik  monitor TTV
5. edukasi penggunaan KB  monitor lokhea
hasil : ibu memilih IUD  monitor nyeri
6. edukasi nutrisi ibu TKTP  anjarkan mobilisasi
hasil : ibu makan putih telur 8-  edukasi nutrisi TKTP
10/hari

36
S: pasien mengatkan tidak ada keluhan

1. monitor TTV dan masih belajar menjadi orang tua

Hasil : TD : 100/70 mmHg kedepanya

N : 85 x/mnt O:

RR: 20x/mnt TD : 100/70 mmHg

S: 36,2 C N : 85 x/mnt
25/11/2019 RR: 20x/mnt
5. monitor status kesehatan anak dan
imuniasai S: 36,2 C

1 Hasil : anak BBL 3,6 kg A : masalah keperawatan vteratasi


sebagian
imunisasi BCG, Hep 0 P:
26/11/2019
6. memberikan informasi tentang 5. monitor TTV
perawatan nifas 6. monitor kesehatn anak dan
hasil : ibu mengetahui dengan imunisasi
baik 7. memberikan edukasi perawatan
7. edukasi tentang KB PNC
hasil : ibu memilihg KB IUD 8. kolaborasi dengan tim medis
lainya
2. monitor TTV S:pasien mengatakan tidakada nyeri
Hasil : TD : 100/70 mmHg O: TD : 100/70 mmHg
N : 85 x/mnt N : 85 x/mnt

37
RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt
S: 36,2 C S: 36,2 C
3. memonitor lokhea Skala nyeri 1
Hasil : lokhea rubra Lokhea rubra
4. memonitor skala nyeri A: masalah keperawatan teratasi
hasil : skala nyeri 1 sebagian
5. edukasi tentang amulasi dini P:
hasil : ibu mepraktikan dengan baik  monitor TTV
6. edukasi penggunaan KB  monitor lokhea
hasil : ibu memilih IUD  monitor nyeri
7. edukasi nutrisi ibu TKTP  anjarkan mobilisasi
hasil : ibu makan putih telur 8-  edukasi nutrisi TKTP
10/hari

38
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Disproporsi sevalopelvik adalah antara ukuran janin dan ukuran pelvis
tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui
pelvis sampai terjadi kelahiran per vagina. Adapun tindakan yang dilakukan
yaitu dengan SC. Secsio Caecarea merupakan prosedur operatif, yang di
lakukan di bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan
melalui insisi dinding abdomendan uterus. Penatalaksanaan post operasi
sectio caesarea, antara lain Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15
menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jamkemudian., Perdarahan
dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi
perdarahan post partum.

5.2 SARAN
1. Bagi Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
Hendaknya menggunakan laporan kasus ini sebagai bahan evaluasi
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien post partum
indikasi SC + SC dan CPD
2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Hasil laporan kasus ini hendaknya dapat digunakan untuk menambah
keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dan kebidanan
untuk pasien pasien post partum indikasi SC + SC dan CPD
3. Penulis
Penulis dapatnya memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan
ilmu keperawatan khususnya penatalaksanaan asuhan keperawatan
klien post partum indikasi SC + SC dan CPD

39
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis.


Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.
Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From


Http://sekuracity/blogspot.com. 2013

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

40
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC;
2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta.


2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC :


Jakarta. 2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina


Pustaka : Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

41

Anda mungkin juga menyukai