Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri Pengecoran Logam adalah Industri Hulu, dimana semua industri
manufacturing tidak akan pernah ada tanpa peran Industri Pengecoran logam,
lebih jauh lagi berat bagi perekonomian suatu negara tanpa memiliki peran
industri didalam negara itu sendiri. Begitu perlunya peran sektor industri sebagai
faktor kunci perekonomian suatu Negara sehingga perlu diupayakan agar sektor
industri dapat berjalan aman. Industri Pengecoran logam di negeri Indonesia saat
ini masih perlu banyak meningkatkan teknologi pengecoran Logam. Beberapa
faktor yang perlu mendapat perhatian adalah meningkatkan penguasaan teknologi
pengecoran logam agar proses peleburan dapat lebih effisien ekonomis serta
menghasilkan kualitas yang lebih baik.
Dapur kupola adalah tempat peleburan/pembuatan besi tuang.Pada
umumnya digunakan untuk menghasilkan peleburan sehari-hari berdasarkan pada
kapasitas dari pabrik foundry. Kupola-kupola biasanya dioperasikan sepasang,
jadi pemeliharaannya bisa diatur untuk yang satu sedangkan yang lainnya tetap
beroperasi, demikian seterusnya secara bergantian. Bahan yang diolah adalah besi
kasar pig iron dan besi rongsokan/potongan-potongan dengan dicampur potongn
baja untuk membantu mengontrol kandungan karbon akhir dengan dilusi.
Sejumlah batu kapur dicampurkan ke dalam muatan untuk membantu
pembentukan terak dan beberapa tambahan yang diperlukan untuk mengatur
analisa dari besi biasanya dicampurkan ke dalam ember tuang sewaktu
dikeluarkan.
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi
pengecoran karena berpengaruh pada kualitas produk cor. Pada proses peleburan,
mula-mula muatan yang terdiri dari logam, unsur-unsur paduan dan material
lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukan kedalam tungku.
Fluks adalah senyawa inorganic yang dapat "membersihkan" logam cair dengan
menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor

1
impurities. Fluks memiliki beberapa kegunaan yang tergantung pada logam yang
akan dicairkan, seperti pada paduan aluminium terdapat cover fluks (yang
menghalagi oksida dipermukaan aluminium cair). Cleaning fluks, drossing fluks,
refining fluks, dan wall cleaning fluks.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang Adapun rumusan masalah yang akan penulis angkat
yaitu:
a. Gambar dan bagian-bagian konstruksi dapur kupola
b. Cara kerja dapur kupola

1.3 Batasan Masalah


Pada penyusunan seminar ini penulis batasan masalah yang di ambil adalah:
a. Tidak membahas Proses Peleburan Logam
b. Tidak membahas perhitungan bahan-bahan yang di gunakan untuk
peleburan

1.4 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui gambar serta bagian-bagian dari dapur kupola
b. Mengetahui cara peleburan logam menggunakan tanur kupola

1.5 Metode Penulisan


Penulis melakukan penulisan berdasarkan studi pustaka dan literatur-
literatur. Sehingga diharapkan dapat diperoleh pendekatan penyelesaian masalah
(Gambar 1.1.). Adapun urutan pekerjaan penulisan yaitu :
1. Studiliteratur.
a. Literatur di perpustakaan
b. Informsi-informasi.
c. Gambar dan tabel.
2. Pengambilan data, terdiri dari :

2
Pengambilan data dilakukan setelah dilakukan studi literatur. Adapun
data yang diambil berupa data sekunder yaitu data yang diambil dari
literatur yang berhubungan dengan pembahasan yang ada.
3. Akuisisi data
a. Pengelompokan data dari literatur.
b. Pengecekan keakuratan data, agar kerja lebih efisien.
4. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa pembahasan ataupun
penggambaran yang selanjutnya akan direalisasikan dalam bentuk
pembahasan yang menuju perumusan penyelesaian masalah.
5. Analisis data
Melakukan analisis terhadap hasil pengolahan data dan memberikan
alternative penyelesaian masalah sebagai acuan untuk pembahasan
permasalahan.
6. Menarik kesimpulan
Kesimpulan akan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil
pengolahan data-data yang ada dengan permasalahan yang diteliti.
Dengan adanya kesimpulan berarti telah diperoleh hasil akhir sebagai
pemecahan masalah yang diteliti.

1.6 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini adalah :
a. Agar pembaca dapat mengetahui kontruksi tanur kupola dan bagian-
bagiannya.
b. Agar pembaca dapat mengetahui cara pengoperasian tanur kupola.
.

3
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sejarah Pengecoran


Sejarah pegecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana
mencairkan logam dan memasukan kedalam cetakan. Hal itu terjadi kira-kira
tahun 4.000 sebelum masehi. Awal penggunaan logam adalah ketika orang
membuat perhiasan dari emas dan perak tempaan, dan kemudian membuat senjata
atau mata bajak dengan menempa tembaga, hal itu karena dimungkinkan karena
logam-logam ini ditemukan di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan
mudah orang-orang dapat menempanya. Pengecoran perunggu pertama dilakukan
di Mesopotamia kemudian berkembang ke Asia Tenggara, India, dan Cina. Proses
pengecoran ini dilakukan dengan cara menuang logam cair kedalam rongga yang
terbuat dari batu. Bahan batu tersebut adalah pasir, batu gamping dan tanah liat
untuk menguatkannya. Cetakan biasanya dibuat dengan cara memadatkan pasir.
Pasir yang biasa digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung
kadar lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal harganya asalkan
memakai pasir yang cocok. Pasir cetak yang baik harus memiliki sifat-sifat
tertentu yang memenuhi persyaratan diantaranya adalah permeabilitas. Pengujian
permeabilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan aliran udara atau gas saat
proses penuangan logam cair. Pengecoran merupakan salah satu cara
pembentukan logam banyak digunakan orang. Kebutuhan akan teknik pengecoran
ini meningkat seiring dengan banyak permintaan logam yang dibutuhkan
masyarakat.

Pembangunan di bidang industri misalnya, dalam memenuhi kebutuhan


akan mesin-mesin produksi yang sebagian besar terbuat dari logam semakin hari
semakin bertambah. Untuk membuat coran dilakukan proses-proses seperti
pencairan logam, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan
cetakan. Proses mencairkan logam dilakukan dalam berbagai macam tanur seperti
tanur induksi frekuensi rendah yang digunakan untuk besi cor, tanur busur listrik

4
yang digunakan untuk baja coran dan tanur krus untuk tembaga dan logam paduan
ringan lainnya. Dalam proses pengecoran banyak variabel yang menentukan
produk coran maka dibutuhkan kehati-hatian dalam proses ini, baik dalam
mendesain bentuk cetakan, pembuatan cetakan, penuangan dan pembersihan
cetakan. Oleh karena itu penting sekali untuk mengenal dan memahami teknik-
teknik dari pengecoran. Maka, perlu diadakan praktikum untuk mengenalkan
teknik pengecoran pada aplikasinya.

2.2 Pengertian Tanur Kupola


Dapur kupola adalah tempat peleburan/pembuatan besi tuang. Pada
umumnya digunakan untuk menghasilkan peleburan sehari-hari berdasarkan pada
kapasitas dari pabrik foundry. Kupola-kupola biasanya dioperasikan sepasang,
jadi pemeliharaannya bisa diatur untuk yang satu sedangkan yang lainnya tetap
beroperasi, demikian seterusnya secara bergantian. Bahan yang diolah adalah besi
kasar pig iron dan besi rongsokan/potongan-potongan dengan dicampur potongn
baja untuk membantu mengontrol kandungan karbon akhir dengan
dilusi.Sejumlah kecil batu kapur dicampurkan ke dalam muatan untuk membantu
pembentukan terak dan beberapa tambahan yang diperlukan untuk mengatur
analisa dari besi biasanya dicampurkan ke dalam ember tuang sewaktu
dikeluarkan.
Tanur kupola mulai dibuat di china sekitar 403-221 sebelum masehi. pada
masa dinasti Han (202SM-220M), kebanyakan besi yang dilebur menggunakan
blast furnace (tanur udara), dilebur ulang pada tanur kupola. ini rancangan bahwa
udara dingin bisa diinjeksi mulai pipa tuyer yang dilewatkan pada lubang atas
tanur, sehingga udara dingin menjadi panas hingga bawah tanur. Tanur kupola
dibuat oleh Rene-Antoine Ferechault de Reaumur.

Kupola bisa dibuat dalam berbagai ukuran, mulai dari kupola mini hingga
kupola dalam kapasitas besar. Tipikalnya ukuran kupola dalam satuan diameter
dalam. untuk kupola konvensional, ukuran diameter dalam mulai dari 0,5 meter
hingga 4 meter. Kupola mini biasanya mempunyai diameter 0,25 meter. pada
bagian bawah kupola terdapat pintu bulat dengan sistem engsel untuk

5
mengeluarkan muatan sisa peleburan. Pada bagian atas terdapat kubah penutup
sebagai penutup dari hujan, namun kubah ini sudah banyak tidak dipakai (dalam
kupola konvensional).

Lain halnya dengan kupola yang emisinya digunakan lagi untuk


pemanasan selanjutnya. selubung kupola biasanya terbuat dari plat baja dengan
lapisan Lining bahan tahan api. Bagian landasan kupola dilapisi bahan clay, pasir
dan bahan tahan api. Lapisan lining ini diperbaiki setiap akan melakukan operasi
peleburan. abu batubara Ash coal dicampurkan pada lapisan clay untuk bagian
bawah, sehingga ketika dipanaskan, abu batubara akan terdekomposi dan
campuran akan menjadi gembur, sehingga akan memudahkan dalam membuka
pintu bawah.Beberapa kupola memakai instalasi pendingin pada selubung kupola
dan injeksi oksigen agar pembakaran kokas lebih panas.

2.3 Penggolongan daerah dalam kupola


Bagian dari mulai pintu pengisian sampai lubang keluar, dibagi menjadi
beberapa daerah seperti disebut di bawah ini, sesuai keadaan bahan baku dalam
kupola.
a. Daerah pemanasan mula adalah bagian dari pintu pengisian sampai di
tempat dimana logam mulai cair. Selama turun di daerah ini, logam
mengalami pemanasan mula.
b. Daerah lebur adalah bagian atas dari alas kokas dimana logam mencair.
c. Daerah panas lanjut adalah bagian bawah daerah lebur sampai rata tuyer.
Logam cair dipanaskan lanjut selama turun melalui daerah ini.
d. Daerah krus adalah bagian dari tuyer sampai dasar kupola. Logam cair dan
sebagian kecil terak ditampung di daerah ini.

Selain hal tersebut diatas, bagian dalam kupola dibagi menjadi daerah oksidasi
dan daerah reduksi, tergantung pada reaksi antara kokas dan gas.

a. Daerah oksidasi: dimulai dari tuyer sampai rata tengah-tengah alas kokas.
Dalam daerah ini kokas dioksidasi oleh udara yang ditiupkan melalui
tuyer.

6
b. Daerah reduksi: Bagian atas dari daerah oksidasi, dimana gas CO2 yang
timbul di daerah oksidasi, direduksi oleh kokas.

Gambar 2.1
Bagian-Bagian Tanur Kupola

2.4 Pengoperasian Kupola


Dalam perhitungan harga peleburan, ketahanan lapisan tanur merupakan
faktor yang ikut menentukan. Biasanya pengerjaan pelapisan tanur dengan
pemadatan biasa ataupun penyemprotan telah mencukupi untuk dipergunakan
selama satu rangkaian proses peleburan (7 – 8 jam). Kemudian setelah itu harus
dibersihkan dan dilapisi kembali pada bagian-bagian yang terkikis. Tanur kupola
yang diopersikan menerus hingga beberapa kali rangkaian proses peleburan akan
kehilangan lebih banyak lapisan tanur, bahkan terkadang sampai menembus ke
mantel tanur. Kerusakan pada mantel ini dapat dihindari dengan pendinginan air

7
dari luar yang disemprotkan secara menerus disekitarnya. Kebutuhan akan
ketahanan lapisan tanur ini tidak dapat diuraikan secara umum saja, karena
pengaruh-pengaruh yang timbul di berbagai operasi selalu berbeda. Dalam hal ini
hanya dapat diperkirakan, bahwa dari 250 – 300 mm ketebalan lapisan hanya
tersisa sekitar 100 – 150 mm ketebalan setelah selesai satu rangkaian operasi.
Pengikisan dapat lebih banyak terjadi pada pengoperasian di atas 1500 C (suhu
terukur). Ketinggian pengikisan ini tergantung dari letak daerah pencairan.

Hal-hal penting yang mempengaruhi ketahanan lapisan adalah :


a. Besar maupun jenis kupola
b. Persiapan tanur ( bahan, sistem, cara dan waktu pengeringan lapisan)
c. Pengoperasian kupola (lama operasi ; jumlah batu kapur ; komposisi dan
jumlah terak komposisi dan suhu bahan yang dilebur).

2.4.1 Pelapisan
Lapisan: Bahan tahan api, bahan tahan api yang dapat dicorkan,
atau bahan tahan api penambal dipergunakan untuk lapisan kupola.
Operasi dengan lapisan asam memerlukan bahan tahan api schamote, atau
silika dan operasi dengan lapisan basa memerlukan bahan tahan api
magnesia atau dolomit. Ketebalan yang dikehendaki dari adonan kira kira
3 sampai 4 mm dan untuk pengikat dipakai air sesedikit mungkin. Kupola
yang baru dilapisi, sebaiknya dikeringkan secara alamiah untuk dua atau
tiga hari yang kemudian dilanjutkan dengan membakar kokas atau kayu
sekurang-kurangnya satu hari satu malam. Perbaikan biasanya
mempersiapkan kupola dimulai dengan memperbaiki lapisan yang telah
kena erosi selama pemakaian yang lalu. Mula-mula pintu dasarnya dibuka
dan baru tempat-tempat yang terkena erosi diperbaiki setelah bagian dalam
dari kupola mendingin. Biasanya perbaikan ini dibatasi pada daerah lebur
yang bertemperatur tinggi. Terak, kokas dan besi yang melekat pada
dinding di daerah lebur dibuang dengan pahat atau palu pneumatik sampai
bata api asli terlihat. Lapisan diperbaiki dengan bata tahan api atau bahan

8
penambah tergantung pada besarnya erosi, sampai ke ukuran semula.
Sebaiknya kadar air pada adukan mortar dan bahan penambah diusahakan
sekecil mungkin.
Pada perbaikan tuyer dan lubang cerat, harus diperhatikan ukuran,
bentuk dan sudutnya. Setelah perbaikan dinding dan lubang-lubang
selesai, pintu dasar ditutup dan dilapis dengan pasir dasar, yakni: pasir
cetak kering ditebarkan di atas pintu dasar setebal 30 sampai 50 mm,
kemudian pasir cetak basah dipadatkan di atasnya. Dasar dibuat miring ke
arah lubang cerat dengan kemiringan. Kemiringan ini memberikan hasil
baik pada pengeluaran besi cair. Tebalnya pasir dasar sekurang-kurangnya
200 mm dan ditentukan dengan memperhitungkan ukuran kupola dan jam
pemakaian. Pemanasan mula dari kupola: Setelah pelapisan selesai lapisan
harus dikeringkan perlahan-lahan. Pengeringan dilakukan dengan
membakar alas kokas seperti diuraikan. Lubang dan saluran cerat harus
cukup dipanaskan mula dengan membakar kayu alas kokas, atau dengan
burner, yaitu untuk mencegah penurunan temperatur pada logam cair yang
pertama.

2.4.2 Persiapan
Penyulutan: Setelah kupola diperbaiki dan dikeringkan, penyulutan
harus dilakukan kira-kira tiga sampai empat jam sebelum jadwal waktu
pengeluaran. Pada permulaan, sejumlah yang cocok dari kayu bakar
ditempatkan di dasar dan dinyalakan dengan membakar kain yang telah
diberi minyak alas dengan burner disertai tiupan. Apabila digunakan
burner gas khusus untuk penyulutan, alas kokas langsung bisa dinyalakan
tanpa kayu bakar. Dengan mempergunakan cara terakhir ini banyak waktu
dihemat dibanding dengan cara pertama.
Tiupan mula: Saat api pembakaran telah mencapai bagian alas dari
alas kokas, lubang-lubang pengintip ditutup dan tiupan mulai dilakukan
selama tiga sampai lima menit. Selama tiupan mula, alas kokas harus
diatur sampai mencapai tinggi yang benar, yaitu diukur dari pintu

9
pengisian dengan mempergunakan rantai atau batang baja. Untuk kupola
kecil yang diameternya kurang dari 700 mm, tinggi alas kokasnya 1,5
sampai 1,8 kali diameter dalam, dan untuk kupola besar 1200 sampai
1300mm
Bahan muatan: Jumlah bahan logam sebagai muatan dihitung
berdasarkan daftar penyusunan bahan. Berat satu muatan logam
disarankan 1/10 sampai 1/15 dari laju peleburan per jam. Jumlah muatan
kokas ditentukan berdasarkan angka perbandingan besi terhadap kokas.
Jumlah batu gamping sebagai pengikat terak disarankan 25 sampai 35
persen dari berat kokas. Urutan pemuatan pertama adalah batu gamping,
kemudian logam, kokas dan seterusnya. Tetapi urutan pemuatan tidak
begitu penting. Yang lebih utama untuk diperhatikan ialah mencegah
pemuatan bahan-bahan yang ukurannya tidak seragam.

2.4.3 Cara Operasi


Permulaan dari tiupan: Setelah bahan-bahan dimuatkan sampai
mencapai bagian bawah pintu pengisian, logam dipanaskan mula selama
15 sampai 20 menit tanpa tiupan. Pemanasan mula yang terlalu lama
menyebabkan turunnya tinggi alas kokas, karena alas kokas terus terbakar.
Setelah pemanasan mula, tiupan udara dimulai. Tetesan besi dapat dilihat
melalui lubang pengintip tiga atau empat menit setelah tiupan dimulai.
Biasanya pembukaan pertama dari lubang cerat dilakukan 20 menit setelah
tiupan dimulai. Logam cair yang pertama mempunyai temperatur rendah
dan mempunyai perubahan komposisi yang besar. Karena itu ia tidak
dipakai untuk coran Untuk mendapat logam cair yang bertemperatur tinggi
sejak permulaan, perlu dipergunakan alas kokas yang tinggi, tiupan udara
yang berlebih atau ditambahkan 1 sampai 2 % kalsium karbid pada muatan
kokas yang pertama.
Pencairan dan pengeluaran: Dalam proses-proses pengeluaran terak
dari depan dan, dari muka, pengeluaran besi dilakukan secara kontinyu
tanpa henti. Terak dari dalam kupola mengalir keluar bersama-sama logam

10
cair tetapi sudah terpisah. Dalam proses pengeluaran terak secara terputus-
putus, lubang cerat dibuka setelah waktu tertentu, yaitu apabila jumlah
tertentu dari besi cair dan terak telah terkumpul dalam tanur. Kokas, batu
gamping dan logam harus dimasukkan pada waktu-waktu tertentu untuk
mengisi kupola sampai bagian bawah dari pintu pengisian. Selama proses
pen¬cairan perlu dilakukan pengecekan pada laju pencairan, temperatur
besi cair, tekanan angin dan lain-lainnya. Jadi, keadaan tanur, yaitu
temperatur, tekanan, tinggi alas kokas dan sebagainya harus diusahakan
stabil. Walaupun kupola beroperasi pada angka perbandingan yang cocok
antara besi dan kokas, namun dalam pemakaian yang lama akan terjadi
penurunan tinggi alas kokas disebabkan erosi pada lapisan dalam tanur di
daerah cair. Oleh karena itu agar tinggi alas kokas tetap, maka perlu
diisikan kokas tambahan kira-kira satu muatan untuk tiap-tiap satu jam
atau satu setengah jam.
Akhir dari waktu operasi: Menjelang akhir operasi, tekanan udara
turun disebabkan penurunan tinggi alas kokas. Oleh karena itu katup udara
perlu diturunkan, agar volume angin tetap. Kalau operasi dilanjutkan
sampai logam dalam tanur semuanya mencair, hal ini dapat menyebabkan:
melekatnya besi pada lapisan dalam tanur karena percikan besi cair, erosi
dari bata tahan api, oksidasi dari besi dan lain sebagainya. Oleh karena itu
tiupan udara dihentikan sementara dua atau tiga muatan masih berada di
alas alas kokas. Serempak dengan penghentian tiupan udara; lubang intip
tuyer dibuka, besi dari terak dikeluarkan dari lubang cerat dan lubang
terak. Kemudian pintu dasar kupola dibuka dan isinya
dijatuhkan/dikeluarkan di atas landasan pasir yang sudah ditaburkan di
bawah kupola. Apabila isi yang tersisa tidak jatuh/keluar dengan
sendirinya, maka proses ini harus dibantu dengan cara menusuk lapisan
pasir dasar dengan mempergunakan batang baja. Kesukaran ini biasanya
disebabkan karena tanah lempung yang berlebihan pada pasir dasar, oleh
karena itu perlu pengaturan komposisi dari pasir dasar tersebut.

11
2.4 Reaksi pembakaran dalam tanur
Dalam kupola, panas yang terjadi karena reaksi eksotermis antara
O2 dalam udara yang ditiupkan dan kokas, akan mencairkan logam,
membentuk terak, memindahkan kotoran kedalam terak dan mereduksi
oksida-oksida. Distribusi gas cerobong dalam udara melalui tuyer
menyebabkan oksidasi:

C + O2 CO2 (1)

Kokas terbakar dalam daerah ini, yang mempunyai temperaturnya


tertinggi didalam tanur. Daerah ini disebut daerah oksidasi seperti tersebut
diatas. Bagian atas dari daerah ini adalah daerah reduksi dimana CO2 yang
terjadi di daerah oksidasi sebagian dirubah menjadi CO oleh reaksi reduksi
sebagai berikut:

CO2 + C 2CO (2)

Reaksi ini adalah endotermis dan dipercepat kalau temperatur


bertambah. Makin ke bagian atas tungku, makin laju reaksi dan temperatur
gas makin turun. Reaksi pada persamaan (1) dan (2) terjadi kalau kokas
bersentuhan dengan udara tiup. Oleh karena itu tempat dimana terjadi
reaksi itu secara aktip dan distribusi gas cerobong, dipengaruhi oleh :
ukuran kokas, volume udara tiup, ukuran tuyer, dan faktor-faktor lain.

Dalam peleburan kupola, adalah penting mengatur kedudukan


daerah oksidasi dan reduksi, sebab hal itu mempengaruhi mutu logam cair.
Kalau daerah oksidasi meluas ke bagian atas dari tungku, maka logam
padat berada dalam lingkungan oksidasi kuat dan oksidasi dari logam
meningkat. Oleh karena itu dal tersebut menyebabkan kerugian seperti
kehilangan banyak Si, formasi grafit yang tidak biasa, penyusutan dan
seterusnya.

12
2.5 Reaksi Terak dan fluktuasi dari komposisi logam cair
Terak kupola terdiri dari: Fluks, batu gamping, bahan pelapis, abu
kokas, dan oksida logam. Komposisi dari terak berfluktuasi, tergantung
pada keadaan operasi atau macam bahan yang dipakai. Karena terak
bereaksi dengan logam cair, maka komposisi terak adalah salah satu faktor
yang memberikan fluktuasi dari komposisi logam cair. Oleh karena itu
komposisi terak perlu diperhatikan.
Umumnya terlalu banyak udara tiup atau perbandingan yang kecil
dari besi terhadap kokas, akan meningkatkan oksida logam, terutama
oksida silikon dan oksida mangan akan meningkat dan kwalitas logam cair
menurun dengan meningkatnya kehilangan logam tersebut. Oksida-oksida
ini dalam terak akan bereaksi dengan karbon dari logam cair dan dengan
kokas, menurut reaksi sebagai berikut:

FeO + C Fe + CO
SiO + 2C Si + 2CO

Jadi logam-logam tersebut direduksi. Reaksi ini meningkat dengan


naiknya temperatur. Oleh karena itu sebanding dengan titik cair,
kehilangan karena okasidasi dari tiap unsur dan cacat-cacat pada kokas
akan menurun. Faktor lain yang penting adalah pengambilan belerang dari
kokas. Kokas biasa mengandung 0,5% sampai 0,8% belerang, kira-kira 30
dari itu dapat dikatakan diabsorbsi oleh logam cair. Tetapi belerang yang
diabsorbsi itu berupa sulfida dalam logam cair, diambil oleh CaO yang
telah berada dalam terak secara berlebihan. Reaksi itu adalah sebagai
berikut:

CaO + FeS CaS + FeO


CaO + MnS CaS + MnO

Kalau FeO dan MnO terdapat pada terak dalam jumlah besar, maka
reaksi tersebut sukar berkisar ke kanan, jadi penghilang belerang yang

13
cukup tidak terjadi. Karena alasan ini peleburan yang bersifat oksida harus
dihindari.

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Persyaratan Operasi yang Sempurna


Dalam peleburan kupola, sifat-sifat besi akan berubah mengikuti
perubahan keadaan tanur, walaupun tanur bekerja pada keadaan kontinyu. Oleh
karena itu tanur perlu bekerja dengan persyaratan yang cocok, sesuai dengan
perubahan keadaannya.
A. Persyaratan untuk pengeluaran dengan temperatur yang tinggi adalah
1) Tinggi efektif dari kupola
2) Volume angin yang cocok (perbandingan tuyer yang cocok)
3) Mempergunakan kokas yang keras, mengandung sedikit abu
4) Alas kokas yang tinggi
5) Peniupan yang cukup sebelum tanur bekerja secara stabil
6) Muatan kokas yang cukup
7) Ukuran dari berat besi muatan sesuai dengan diameter kupola
8) Laju pencairan yang cocok sesuai dengan diameter kupola.

B. Persyaratan untuk besi bersih tanpa oksida adalah:


1) Alas kokas yang tinggi
2) Muatan kokas yang cukup
3) Ukuran dan berat besi muatan sesuai dengan diameter kupola
4) Mencegah kelebihan volume dan tekanan angin.

C. Persyaratan untuk besi yang homogen dan mempunyai komposisi kimia


yang sesuai dengan permintaan adalah:
1) Mempergunakan besi kasar yang baru yang komposisi kimianya
diketahui.
2) Pengaturan lebih baik dari sekrap balik dengan penggolongan
sekrap.

15
3) Mempergunakan besi yang cocok dengan diameter kupola.
4) Mempergunakan tuyer yang meniupkan jumlah udara yang sama.
5) Mempergunakan perapian muka.

3.2 Operasi kupola pada masa sekarang


Untuk memperbaiki produktivitas, maka dalam industri-industri masa
sekarang dipergunakan kupola berpendingin air dan kupola angin panas.

A. Kupola dengan Pendinginan air


Lapisan di daerah cair diatas tuyer adalah bagian yang paling banyak
mengalami erosi, dan apabila terjadi erosi yang sangat kuat, sehingga dinding
baja terpanaskan dan menjadi merah, maka operasi harus dihentikan. Erosi
lapisan kupola yang berlebihan akan membutuhkan waktu perbaikan yang
lama. Karena alasan-alasan tersebut, maka secara umum sekarang banyak
dipergunakan kupola dengan pendinginan air, terutama pen¬dinginan di
daerah cair.
Dipergunakan dua jenis kupola dengan pendinginan air, yaitu jenis
pertama mem-pergunakan selubung air dan jenis kedua mempergunakan
semprotan air pada bagian luar dinding baja. Pada pendinginan dengan
selubung air, dinding baja didinginkan secara merata dengan mempergunakan
selubung pendingin yang terpisah. Pendinginan dengan selubung air biasanya
dipergunakan untuk kupola ukuran kecil. Pada pendinginan dengan semprotan
air, dinding baja harus tertutup lapisan air secara merata. Kupola macam ini
memerlukan dinding baja yang lebih tebal di atas 10 mm, sehubungan dengan
konduktivitas termal dan kekuatan mekanis. Cara pendinginan tersebut
dipergunakan pada kupola yang ukuran besar.
Keuntungan dari kupola berpendingin air adalah memungkinkan operasi
yang lama dan memungkinkan pekerjaan perbaikan yang sedikit. Selain hal
tersebut fluktuasi dari komposisi besi menjadi kecil disebabkan oleh keadaan
tanur yang stabil karena erosi lapisan yang sedikit. Sekarang kupola yang
didinginkan dengan air dipakai dengan mempergunakan lapisan kira-kira 2

16
atau 3 cm atau tanpa lapisan. Agar dapat membatasi pembakaran di daerah
yang dikonsentrasikan dan untuk mencegah kehilangan panas yang
berlebihan, maka beberapa kupola mempergunakan tuyer tembaga yang
didinginkan dengan air.

B. Operasi Tiupan udara panas


Kupola yang biasa, dioperasikan dengan mempergunakan tiupan udara
dingin dimana temperaturnya sama dengan temperatur udara luar. Tetapi
sekarang beberapa kupola mempergunakan udara yang dipanaskan mula,
penggunaan itu disebut "operasi tiupan udara panas". Udara yang dipanaskan
mula akan meningkatkan temperatur di dalam kupola dan keuntungannya
adalah sebagai berikut:
a. Menaikkan temperatur besi cair.
b. Menurunkan perbandingan besi dan kokas pada temperatur tertentu.
c. Menurunkan kehilangan unsur-unsur silikon, mangan, besi dan
lainnya, karena oksidasi.
d. Memungkinkan untuk mempergunakan bahan logam yang berkwalitas
rendah dan ongkos bahan yang lebih sedikit.
e. Meningkatkan laju pencairan.

Ada tiga macam cara memanaskan udara: pertama mempergunakan panas


yang terdapat dalam gas buang dari kupola, kedua mempergunakan panas
pembakaran dari gas CO yang terdapat pada gas kupola dan ketiga
mempergunakan sumber panas dari luar, yaitu panas dari pembakaran gas atau
minyak. Temperatur udara panas-mula hasil sistem pertama adalah 150°C
hingga 200°C dan pengaruhnya tidak begitu terlihat. Temperatur udara panas
hasil sistem kedua adalah 350 hingga 500°C dan pengaruhnya besar sekali.

C.Operasi Tiupan dengan Penurunan kelembaban


Uap air dalam udara masuk ke dalam kupola dan menurunkan temperatur
besi cair yang menyebabkan cacat tuangan. Alasannya adalah sebagai berikut:

17
Uap air dari udara bereaksi dengan kokas
H2O + C -> CO + H2 ΔH = - 29,4 cal
2H2O + C -> CO2 + 2H2 ΔH = - 19,4cal
Reaksi ini adalah reaksi endotermik dan karenanya panas dari pembakaran
kokas terbuang untuk reaksi tersebut. Pengaruhnya ialah menurunkan
temperatur, memperluas daerah oksidasi, dan menyebabkan oksidasi pada
waktu pencairan.
Agar dapat menghilangkan pengaruh buruk tersebut perlu
dilakukan penurunan kelembaban udara yang ditiupkan. Di bawah ini
adalah penanggulangan yang banyak dipakai untuk proses tersebut dalam
kupola:
a. Penurunan kelembaban dengan slika gel (padat)
b. Penurunan kelembaban dengan litium khlorida (larutan)

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan-pembahasan sebelumnya maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Dapur kupola adalah tempat peleburan/pembuatan besi tuang. Pada


umumnya digunakan untuk menghasilkan peleburan sehari-hari
berdasarkan pada kapasitas dari pabrik foundry.
b. Dalam proses peleburan logam besi menggunakan tanur kupola ada
beberapa hal yang pelu di perhatikan, seperti perhitungan untuk
menentukan volume angin, perhitungan kokas yang dipakai dalam
proses peleburan secara teoritik serta perhitungan kapasitas peleburan.
Hal-hal inilah yang menentukan hasil dari peleburan besi.
c. Dalam kupola, panas yang terjadi karena reaksi eksotermis antara O2
dalam udara yang ditiupkan dan kokas, akan mencairkan logam,
membentuk terak, memindahkan kotoran kedalam terak dan mereduksi
oksida-oksida.
d. Dalam peleburan kupola, adalah penting mengatur kedudukan daerah
oksidasi dan reduksi, sebab hal itu mempengaruhi mutu logam cair.
e. Terak kupola terdiri dari: Fluks, batu gamping, bahan pelapis, abu
kokas, dan oksida logam.

4.2 Saran

a. Dalam pemakaian tanur kupola pasti akan menghasilkan tailing, jika


tidak di perhatikan dengan baik tailling ini bisa mengakibatkan
kerusakan lingkungan sekitar, maka dari itu perlu penanganan khusus
untuk mencari solusi agar tailling tidak merusak lingkungan sekitar.

19
b. Pada umumnya sifat logam adalah asam. Untuk mengurangi tingkat
keasaman logam besi cara yang bisa dipakai adalah dengan
menambahkan zat kapur (CaCO3) untuk mengurangi tingkat
keasamannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Tata Surdia dan Kenji Chijiwa. 1982. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.

Wahyu Aprilianto. 2012. Dapur Kubah (Kupola). http://wahyu-


appsn.blogspot.co.id/2012/12/dapur-kubahkupola.html

Renvile T. 2012. Dapur Peleburan Logam.


http://iantscientiest.blogspot.co.id/2012/12/dapur-peleburan-logam_5240.html

Indonesia Kita. 2011. Pengolahan logam dengan dapur Kupola.


http://kiteklik.blogspot.co.id/2011/01/pengolahan-logam-dengan-dapur-
kupola.html

21
LAMPIRAN

22

Anda mungkin juga menyukai