Hand-Out2 1
Hand-Out2 1
Pembahasan.1
MENGENAL TEORI ARSITEKTUR
3. Logika
Menurut Willian S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian (1965),bahwa
definisi logika adalah “Pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Logika
diperlukan untuk mendasari cara berpikir induktif dan deduktif dengan cara saling
mengaitkan berbagai elemen informasi dan gagasan dalam satu pola hubungan
yang sahih. Sehingga logika digunakan sebagai dasar analisis. Logika merupakan
dasar untuk menentukan hal-hal yang harus dipertimbangkan dan dengan urutan
tertentu sehingga pendapat yang dikemukakan bersifat akurat dan menghasilkan
kesimpulan yang tepat. Penentuan seperti itu dapat dilakukan secara intuitif,
dengan cara memanipulasi secara sadar, atau dengan metode matematis.
4. Paradigma
Teori dalam ilmu pengetahuan masih mutlak keberadaannya. Padahal
keberadaan suatu teori dalam status apapun ditentukan oleh pemakainya, yaitu
masyarakat ilmuwan (community of interest). Karena itu yang melandasi ilmu
pengetahuan bukan teori tetapi paradigma. Dalam sebuah paradigma terdapat :
a. Teori yang belum terbukti.
b. Teori yang sudah terbukti tidak dapat difalsifikasikan namun belum terbukti
dengan pengamatan.
c. Teori yang sudah terbukti tidak dapat difalsifikasikan dan terbukti dengan
pengamatan.
Oleh Abraham Kaplan (1964) memberikan komentar tentang teori yaitu “Sebuah
teori adalah cara untuk membuat sesuatu masuk akal dari suatu situasi yang
mengganggu sehingga memperbolehkan kita untuk lebih efektif dalam
membuktikan sekumpulan kebiasaan dan lebih penting lagi untuk memodifikasi
atau menghilangkannya, menggantikannya dengan yang baru. sebagai permintaan
dari situasi”. Oleh Jon Lang mendefinisikan teori dalam Alan Johnson,1994
mengajukan dua dasar berpijak bagi beberapa teori. Yang satu berkaitan dengan
dunia “sebagaimana adanya” (disebut Positif Teori) sedangkan yang lain
berkaitan dengan dunia “sebagamana mestinya” (disebut Normatif Teori).
5. Teori Positif
Merupakan pernyataan yang tegas yang melukiskan, menerangkan
kenyataan dan mampu untuk memperluas prediksi terhadap kenyataan-kenyataan
dimasa datang. Teori positif merupakan pernyataan-pernyataan positif yaitu
pernyataan tegas tentang realita (sebagaimana adanya). Teori positif pada
hakekatnya bersifat empirik dan tentative. Teori positif tidak akan menyiratkan
bahwa sebenarnya teori-teori itu harus sesuai dengan epistimologi para positifist
yang berpedoman bahwa tidak ada kebenaran sebelum ada tahap pembuktian
sesuatu dan pembongkaran kepalsuannya.
a. Fungsi Teori Positif
Fungsi utama dari teori itu adalah membuka jalan bagi peneliti untuk
memperoleh sesuatu yang bernilai besar dari beberapa pernyataan deskriptif suatu
pernyataan tertentu. Nilai besar dan murni itulah yang menguatkan pendapat
bahwa suatu teori positif berfungsi untuk semua disiplin ilmu di mana kemudian
memberikan batasan yang jelas dengan tahapan seperti sistem kontrol yang baik.
Fungsi lain dari teori positif adalah untuk meningkatkan kesadaran berperilaku
dalam penciptaan lingkungan yang penting bagi manusia dan karena itu harus
memiliki dampak dalam keputusan perencanaan.
Teori positif secara eksplisit pada dasarnya penting bagi berbagai disiplin
ilmu jika teori ini untuk merespon permasalahan-permasalahan yang dihadapi,
pelaksanaan dalam penelitian penting untuk kemajuannyanya, pengembangan-
6. Teori Normatif
Normatif berasal dari bahasa latin Norma yang pda mulanya berarti alat
tukang batu atau tukang kayu yang berbentuk segi empat, pola, aturan atau secara
umum berarti standar. Norma juga terjadi dari hal-hal yang biasa atau nilai-nilai
yang berulang-ulang yang sudah disepakati atau suatu konsensus.
Teori normatif bagi Kevin Lynch dalam “Good City Form” menguraikan
hubungan-hubungan yang dapat digeneralisasi antara nilai-nilai manusia dan
bentuk tempat tinggal atau bagaimana mengetahui sebuah kota yang baik dengan
melihat kota lainnya (1984:37), tetapi berkembang menjadi tidak terkendali
menjadi suatu kekeliruan naturalistik. John Lang (1987) juga melihat teori
normatif sebagai penentu untuk kegiatan tetapi dalam bentuk yang prinsipil,
standar-standar dan manifesto yang menuntun kegiatan.
Teori normatif berisi preskripsi-preskripsi (petunjuk-petunjuk) untuk
bertindak melalui standar-standar (norma-norma), manifesto dan prinsip-prinsip
perancangan dan filosofi-filosofi (Alan Johnson,1994). Karena teori ini berkaitan
dengan dunia “sebagaimana mestinya” maka biasanya cenderung merupakan
pernyataan sebagi petunjuk merancang. Dalam hal ini normatif diartikan sebagai
norma-norma, aturan-aturan, kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip.
Teori normatif adalah teori yang berasal dari suatu ideologi dan
bermacam-macam orientasi professional dengan membandingkan sesuatu
8. Penutup
Dalam pandangan umum pada dasarnya tidak ada Arsitek yang
melontarkan sebuah teori setelah menyelesaikan karyanya yang pertama. Bahkan
jika diperhatikan tidak setiap arsitek berani menyusun teori kecuali beberapa
diantaranya. Teori arsitektur dikemukakan oleh para arsitek yang telah banyak
mengahsilkan karya. Kebanyakan teori-teori tersebut baru diakui setelah
arsiteknya tiada, yaitu ketika karya-karya mereka diakui keberhasilannya karena
mampu bertahan terhadap waktu. Suatu teori dalam arsitektur digunakan untuk
mencari apa yang sebenarnya harus dicapai dalam arsitektur dan bagaimana cara
yang baik untuk merancang. Teori dalam arsitektur tidak seteliti dan secermat
dalam ilmu pengetahuan yang lain (obyektif), satu ciri penting dari teori ilmiah
yang tidak terdapat dalam teori arsitektur ialah pembuktian yang lebih terperinci.
Teori dalam arsitektur adalah sebuah hipotesa, harapan dan dugaan-dugaan
tentang apa yang terjadi bila semua unsur yang menjadikan bangunan
dikumpulkan dalam satu cara, tempat dan waktu tertentu.
Pemahaman ini menjelaskan ada tiga kategori teori dalam lingkup disiplin
arsitektur :
Teori Arsitektur, dalam hal ini dipahami sebagai pengandaian teori-teori
yang tersusun sebagai unsur-unsur yang membentuk arsitektur sebagai
ilmu pengetahuan.
Teori tentang Arsitektur, teori ini berusaha menyusun definisi dan
deskripsi medan pengetahuan yang tercakup dalam sebutan “Arsitektur”.
Sasarannya adalah menjelaskan kedudukan arsitektur dalam taksonomi
ilmu pengetahuan yaang berlaku dalam periode yang bersangkutan.
Salahsatu contoh adalah teori arsitektur yang dikemukakan oleh Vitruvius
berikut semua modifikasi dan tiruannya..
Teori perencanaan dan Perancangan Arsitektur yaitu teori yang secara
aplikatif membantu dalam proses dan pelaksanaan perancangan, misalnya
teori pengolahan bentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Gary t More – D.Paul Tuttle & Sandra C.Howell, 1985. Enviromental Design
Reaserch Direction: Praeger Publishers . New York
Jon Lang, 1987. Creating Architectural Theory : Van Nostrand Reinhold
Company. New York
Paul – Alan Johson, 1994. The Theory Of Architecture : Van Nostrand Reinhold
Company. New York
Pembahasan.2
MENGENAL POSTMODERN ?
1. Apakah Postmodern
Postmodern bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok berpikir,
dasar berpikir, ide, gagasan, teori. Masing-masing menggelarkan pengertian
tersendiri tantang dan mengenai Postmodern, dan karena itu tidaklah
mengherankan bila ada yang mengatakan bahwa postmodern itu berarti “sehabis
modern” (modern sudah usai); “setelah modern” (modern masih berlanjut tapi
tidak lagi populer dan dominan); atau yang mengartikan sebagai `kelanjutan
modern' (modern masih berlangsung terus, tetapi dengan melakukan penyesuaian /
adaptasi dengan perkembangan dan pembaruan yang terjadi di masa kini). Di
dalam dunia arsitektur, postmodern menunjuk pada suatu proses atau kegiatan dan
dapat dianggap sebagai sebuah langgam, yakni langgam postmodern. Dalam
kenyataan hasil karya arsitekturnya, langgam ini muncul dalam tiga versi/sub-
langgam yakni Purna Modern, Neo Modern, dan Dekonstruksi. Mengingat bahwa
masing-masing pemakai dan pengikut dari sub-langgam/versi tersebut cenderung
tidak peduli pada sub-langgam/versi yang lain, maka masing-masing
menamakannya langgam purna-modern, langgam neo-modern dan langgam
dekonstruksi. Sebagai catatan yang harus diingat banyaknya pengertian maupun
versi tentang postmodern ini memang telah membuat sejumlah pihak mengalami
kebingungan, khususnya untuk menentukan siapa dan manakah yang dapat
dipercaya atau dapat diandalkan sebagai yang benar.
5. Daftar Pustaka
Paul – Alan Johson, 1994. The Theory Of Architecture : Van Nostrand Reinhold
Company. New York
Prestel, 1991, Arcitecture In Transition : Between Deconstruction and New
Modern, Munich. Germany.
Ching, DK., Francis. 2000. Arsitektur Bentuk,Ruang dan Tatanan. Erlangga.
Jakarta.
Catanese. J.a., end Snyder C.J., 1984. Pengantar Arsitektur. Erlangga. Jakarta
Wiryomartono. B. P., 1990. Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern Di
Jerman dan Postmodernism. Universitas Atma Jaya. Jogjakarta.
Tanudjaja. F.C.J.S., 1998. Arsitektur Modern: Tradisi-Tradisi dan Aliran-Aliran
Serta Peranan Politik-Politik. Universitas Atma Jaya. Jokjakarta.
Pembahasan.3
Teori Arsitektur Postmodern
1. Pengantar
Tantangan dalam dunia arsitektur dapat dilihat dari praktek dan karya
arsitektur itu sendiri. Teori yang berkembang di dunia Arsitektur berasal dari
kritikan, penafsiran, dan deskripsi dari hasil pekerjaan yang telah dihasilkan dan
berhasil membangun opini masyarakat sehingga timbul pemahaman baru. Dalam
perkembangan dunia arsitektur, muncul aliran post modern yang menekankan
pada kunci dominansi persoalan tunggal, hal ini berbeda dengan arsitektur modern
yang bersifat formalisme, dan gagasan fungsionalisme, kebutuhan “ pemecahan
radikal ” dan ungkapan jujur bahan dan struktur.
Sejak pertengahan tahun 1960–an, teori arsitektur benar-benar telah
menjadi interdisipliner ; bergantung pada kritis. Proyek perbaikan modernisme ini
disajikan sebagai pembuatan teori agenda baru untuk arsitektur, dilihat dari sudut
pandang politik, etika, ilmu bahasa, estetika, dan fenomenologi.
Teori dapat digolongkan menjadi beberapa pokok pikiran masalah
berdasarkan subjeknya diantaranya : Preskriptif, proskriptif, Afirmatif, atau Kritis.
Yang kesemuanya itu berbeda dari sudut pandang deskriptif yang netral.
Teori preskriptif menawarkan penjelasan baru mengenai masalah khusus
yang berfungsi untuk menentukan norma baru yang digunakan sebagai pedoman
dalam praktek. Jadi ini menaikan standart metode desain. Jenis ini dapat bersifat
kritis dalam situasi status quo.
Sedangkan teori proskritif yang menawarkan keadaan standart apa yang
dihindarkan dalam desain. Urbanisme dalam sudut pandang proskriptif
didefinisikan tidak secara negatif tetapi lebih kepada pemecahan atau
pembelajaran untuk mengatasi hal tersebut, contohnya dengan menentukan zona
fungsional. Seperti kode perencanaan kota untuk Seaside, Florida oleh Andreas
Duany dan Elizabeth Plater – Zyberk.
Teori kritis menilai perkembangan dunia arsitektur dan hubungannya
dengan masyarakat. Jenis tulisan yang berpolemik ini sering memiliki orientasi
politik atau etika yang dinyatakan untuk mendorong perubahan. Teori kritis secara
ideologi didasarkan pada marxisme atau feminisme. Contoh yang bagus dari teori
kritis adalah Critical Regionalisme karya arsitektur kenneth Frampton yang
mengusulkan ketahanan terhadap homogenisasi lingkungan visual melalui tradisi
bangunan lokal. Teori kritis bersifat spekulatif, mengandung pertanyaan dan
terkadang utopia.
Inti dari teori – teori yang ada pokoknya mengenai masalah pelaksanaan
dan seni. Berasitektur dinyatakan sebagai cikal bakal seni bangunan yang halus.
Hal ini sangat berbeda dengan prinsip ilmu matematika dan ilmu yang lainnya.
Dilihat dari subjek dasar, prinsip dalam dunia arsitektur dapat digolongkan
menjadi 5 point, diantaranya:
a. Arsitektur yang memiliki tingkatan mutu yang diharuskan oleh seorang arsitek
dalam hal kepribadian, pendidikan, dan pengalaman.
b. Apresiasi arsitektur baik berupa seni maupun kesenangan sebagai salah satu
kriteria arsitektur.
c. Teori desain atau metode konstruksi. Meliputi: teknik, bagian, jenis, bahan,
dan prosedur unsur pokok.
d. contoh contoh senjata arsitektur, pemilihan, dan penyajian yang menyatakan
sikap menulis terhadap sejarah.
e. Sikap tentang hubungan antara teori dan praktek. Pandangan yang tentang
subyek pokok ini dinyatakan oleh arsitektur Bernard Tschumi. Bagi Tschumi
arsitek bukanlah seni dan teori yang mengambarkan. Tulisannya menunjukan
bahwa peran teori merupakan penafsiran dan propokasi.
Jika teori harus membawa hasil sesuai dengan yang diperkirakan maka
satu satunya teori yang dapat diterima Preskriptif atau Proskriptif. Kedua aspek
dalil ini ditantang oleh para pembuat teori postmodern seperti Alberto Perez
Gomez yang berpendapat bahwa kekuatan kritis dari proyek yang tidak dibangun
untuk arsitektur kertas. Teori juga menyelamatkan hubungan arsitektur dengan
alam paradikma pilosofi dan ilmiah sebagian besar telah membentuk pandangan
arsitektur tentang daerah aktifitas dimana alam menjadi pemandangan alam
melalui upaya desainer.
2. Pengertian Postmodern
Postmodern adalah istilah yang memiliki arti yang berbeda dalam konteks
yang berbeda, dilihat dari tiga sudut yakni: sebagai periode sejarah dengan
hubungan khusus ke modern; sebagai golongan paradikma siknifikan untuk
pertimbangan persoalan dan obyek budaya; sebagai kelompak tema.
Bangunan ini memiliki suatu unsur yang tidak mempunyai kaitan dengan
segala keteraturan yang ditimbulkan dari aspek phenomonologi. Hal ini dapat
dilihat dari bentukan yang ada, kurang dirasakan adanya kesinambungan dengan
lingkungan sekitar ‘posisi bangunan terhadap lingkungan’ dan juga tidak terdapat
unsur budaya dan sejarah yang melandasi perancangan.
b. Paradigma 2 : Aesthetic Of Sublime
1) Pada pembahasan ini lebih menampilkan akan artikulasi dari sebuah
kategori oestetik yang penting pada periode postmodern. Untuk menuju
titik yang radikal sejarah dari modernisasi, haruslah merombak teori
aestetik secara utuh. Dalam teori aestetik tabula rasa dibahas mengenai
polemic modernist beirisikan akan aplikasi antara ilmu dan desain yang
saling terkait. Dalam arsitektur fragmentasi merupakan suatu hal yang
sangat penting dari sejarah modern karena mengandung suatu penolakan
dari bentukan desain yang umumnya ada.
2) Dalam bukunya Robert Am Stern mengemukakan bahwa tubuh dari aliran
clasic tidak mengarah pada politik dan moral, tetapi lebih mengarah pada
bahasa. Dan bahasa clasic yang dipakai bukan merupakan sesuatu hal yang
pasti tetapi haruslah dapat memberikan suatu kemurnian bentuk.
Sedangkan menurut Aldo Rosi yang mengemukakan pendapatnya bahwa
bangunan clasic memiliki sesuatu yang praktis.
Perumahan gaya Mediterania ini dibangun pada tahun 1983 oleh Oscar
Tusquets dan lous Clotet, dimana mereka telah bekerja sama sejak 1964. Gerakan
ini, meskipun mendapatkan keuntungan dari ahli mordenisasi, tidak memiliki
hasrat untuk menghabiskan simbol – simbol sejarah untuk membangkitkan image
dalam kebudayaan bersama. Gaya baru Clotet memanggil kembali gaya baru
klasik dengan struktur dan proporsinya meskipun dimasukan gaya klasik,
Tusquets disisi lainnya dia juga memiliki kebebasan pediman baluster dan
molding , disain interiornya dengan detail yang cermat dan tidak takut dengan
konstruksi skala besar. Pada bangunan ini usur alam menjadi pendukung utama
Aplikasi Bentukan:
Bangunan ini merupakan bangunan ketiga dari Katholik centre yang ada
di Vienna. Pada bangunan ini kita dapat melihat bangunan ini memang dengan
sengaja didesain dari awal dengan konsep klasik dimana tujuan arsitek yang
berusaha menciptakan kesan formal dan religius. Dimana hal tersebut dapat
dicapai dengan pengolahan ruang dan tampilan bangunan yang bergaya klasik dan
kuno. Dari tampilan depan bangunan yang menggunakan efek dan pengolahan
lengkung dalam desain tampilan depan bangunan memperjelas unsur postmodern
dalam bangunan ditambah pengolahan masa yang tampak kokoh dengan beton–
beton tebal, dimana bukaan hanya mengandalkan jendela yang penempatannya
disusun sedemikian rupa sehingga memberikan penerangan yang baik dan cukup
terhadap ruangan. Pada bagian interior dari bangunan kita dapat melihat kesan
ruang yang tinggi dan besar yang berusaha mencapai kesan monumental yang
memang sangat cocok ditimbulkan oleh bangunan – bangunan yang digunakan
untuk acara – acara religius. Dari berbagai segi bangunan ini mempunyai suatu
pertanda tersendiri, muali dari tampak luar yang terkesan formil dan religius yang
dapat dirasakan dan dibaca dengan pola pemikiran kita. Lalu setelah kita
memasuki ruangan akan terkesan berbeda dengan pola pafon yang lengkung dan
tinggi akan memberikan suatu kesan akan kebesaran yang kuasa. Bila dibahas
lebih dalam lagi konteks bahasa arsitektur akan semakin banyak dan tidak
mempunyai batasan yang begitu jelas.
gerakan yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada arsitektur modern,
melepaskan diri dari kungkungan doktrin form follow function, menitikberatkan
bentukan daripada fungsi, mengubah slogan menjadi function follow form atau
ada juga yang menggantinya dengan form follow fun, bentukan bisa semaunya
berdasarkan konsep sang arsitek, fungsi ruang mengikuti belakangan tanpa
mengurangi nilai fungsi dan estetis. Dalam mencapai bentukan yang diiginkan
terkadang menghadirkan dua hal yang saling bersebrangan dan berlawanan, antara
ada dan tidak ada, ide kebanyakan berangkat dari elemen –elemen ruang yang
telah dipisah –pisah dan diuraikan menjadi bagian – bagian yang kemudian
dikomposisi ulang .
Menurut Nietzche dan Derrida, Dekonstruksi adalah terdiri dari komponen
de dan dis yang bila diartikan “Dekonstruksi itu tidak tersentral, tidak
terkomposisi dan memisah struktur ke dalam bagian menolak kepalsuan,
mencemooh, mengutuk, mencela semua nilai dan tujuan yang dicapai oleh
pemikiran tunggal dan menunjukkan sejauh mana keterkaitannya. Merendahkan
sistem unity, menon-manusiawikan kemanusiaan, menon-sakralkan agama,
menurunkan monarkhi, menon-sentralkan kota, menghancurkan dan menurunkan
kualitas atau hanya dengan memindahkan saja. Akhirnya untuk mereka yang
menginginkan keharmonisan sosial dan setidaknya gedung berdiri saja harus ada
pengrusakan, pembongkaran dan penghancuran. Asas Dekonstruksi harus humor,
ironis, skeptical, penuh dengan peran atau tidak tersikap, kesalahpahaman
terhadap agendanya sendiri dan pengkhianatan terhadap ketidakjujuran”.
d. Paradigma 4 : Marxisme
Aliran kelompok Marxisme lebih menitikberatkan perubahan besar-
besaran dalam bidang arsitektur yang dapat memenuhi kebutuhan sosial,
perubahan berupa bentuk kerjasama grup berkala seperti revolusi mahasiswa yang
diharapkan membawa perubahan besar. Institusi memegang peranan penting
dalam melakukan kontrol dan fungsi sosial.
Menurut Marshall Berman, dalam bukunya “All that is solid melts into
air” Subtitle Experience of Modernity
Samitaur Building oleh Eric Owen Moss merupakan salah satu contoh
yang diambil untuk membuktikan teori dari Marshall Berman. Beberapa poin
penting dari Marxism secara garis besar yaitu adanya perubahan besar di bidang
sosial yang berhubungan dengan gaya arsitektur borjuis, kemudian hasil karya
merupakan bentuk kerjasama kelompok, menyatukan philosophy sejarah
psychology dan politik ke dalam suatu aliran. Pada Samitaur Building ini terlihat
adanya beberapa faktor di atas yaitu hasil karya ini merupakan bentuk kerjasama
kelompok terdiri dari grup arsitek, lebih dari satu arsitek (Smith dan Moss)
menggabungkan dua pola pikir yang membawa ke perubahan besar. Gaya
e. Paradigma 5 : Feminisme
Sistem arsitektur didefinisikan dari apa yang ikut serta dan yang tidak
diikutsertakan, menekankan pada psychoanalisis yang memiliki arti ruang sebagai
penekanan pada interior didefinisikan oleh wanita dan tubuhnya serta sistem yang
terkandung dalam penekanan tersebut.
Aliran feminisme lahir karena didasari rasa ingin mendapatkan persamaan
kedudukan dengan kaum pria dalam aspek social politik, hukum, pendidikan
dimana wanita diharapkan lebih berperan dalam arsitektur (include) daripada
hanya dieksploitasi keindahan tubuhnya, dijadikan patokan dalam represi makna
rung interior (exclude).
Dalam arsitektur postmodern kebanyakan pria lebih memegang peranan
penting dalam perubahan dunia arsitektur, melihat hal ini para arsitek – arsitek
wanita menuntut persamaan kedudukan melalaui gerakan feminisme. Mereka
menyadari bahwa selama ini tubuh dan kemolekan mereka dijadikan objek dalam
arsitektur (diikutsertakan ) terutama dalam penataan interior ruang tanpa adanya
kesempatan ikut serta sendiri dalam berarsitektur.Selain itu juga
memperjuangkan persamaan kedudukan dalam hal upah kerja,persamaan hukum
dan pendidikan
Menurut Dolores Hayden dalam “What Would a Non Sexist City Be Like
?”. “Saya mempercayai titik serang feminist yang menunjukkan adanya
pembagian ruang publik dengan ruang privat”. Para feminist menuntut adanya
pembagian ruang dalam arsitektur yang memperhatikan kebutuhan ruang seorang
wanita, seperti adanya dapur khusus dan taman pribadi. Mereka menginginkan
pembagian ruang yang jelas antara ruang privat dan publik dengan tambahan
ruang yang lebih baik. Kaitannya dengan paradigma, adalah dari teori ini kita
dapat melihat adanya jalan pemikiran yang sama antara Hayden dengan feminist
yang lain yang menolak adanya pengeksploitasian tubuh wanita sebagai acuan
estetis interior , sehingga mereka menuntut lebih ke pembagian ruang yang jelas
Aplikasi Bentukan
Science Centre Wolfsburg
Salah satu contoh arsitek wanita yang sejalan dengan pemikiran ini
mungkin adalah Zaha Hadid dengan bangunannya Science Centre Wolfsburg di
Jerman. Bangunan ini merupakan galery dimana bentukan bangunan geometri
penuh sudut saling berpotongan dan kadang hanya berupa bidang yang
membentuk rongga . Dibuat berdasar sistem visual axis,berkesan masif tapi ringan
dengan konsep ruang yang menciptakan hubungan organis antara public square
dengan gallery dan foyer
Dilihat dari konsep ruang terlihat adanya pembagian ,namun kurang begitu
jelas mana yang publik dan yang privat .Bila dikaitkan antara teori Dolores
dengan bangunan Zaha terlihat adanya hubungan walaupun tidak langsung,tapi
ada kecocokan antara keduanya sama-sama membatasi area publik dan privat
dengan caranya sendiri. Dikaitkan dengan paradigma feminism yaitu adanya
penataan interior yang yang terdiri dari bidang yang menampilkan kesederhanaan
sekaligus kerumitan yang tingi tanpa pemakaian tubuh wanita sebagai acuan
estetis interior, Contoh ini dapat masuk dalam teori Hayden walaupun lemah ,
dan cocok dengan paradigma feminism.
diadopsi secara standard. Penggunaan elemen masa lalu tidak hanya terbatas pada
aliran Greko-Roman saja seperti kolom ionic,doric,pedimen gaya Yunani dsb tapi
perlu juga mengingat kesejarahan dibalik pengadopsian elemen tersebut, ada nilai
tersendiri yang berkaitan dengan sejarah. Kalau diperhatikan secara seksama
antara tema sejarah dengan tema makna ada batas tipis yang membedakan,
dimana bisa saja London Bridge Tower dimasukkan kedalam tema makna dan
tema sejarah
Sebagai contoh adalah karya Renzo Piano, London Bridge Tower Bagian
puncak menara dari tower seperti tiang kapal yang tinggi , mengikuti konsep
dimana arsitektur harus menggunakan memory menjadi bagian dari bangunan.
b. Makna
Tujuan dari arsitektur adalah menghasilkan wacana tektonis yang
menandai sebagai tempat bernaung sekaligus pada saat yang sama mewakili suatu
makna atau sebuah cerita. Sebuah lukisan modern berhenti menghadirkan image
yang dapat dikenali dalam kehidupan. Jadi mengapa arsitektur harus dibatasi
untuk menghadirkan suatu yang eksternal dari diri arsitektur sendiri? Pemikiran
ini menggaris bawahi posisi otonomi yang memandang fungsi sebagai eksternal
dalam arsitektur.Postmodern menempatkan nilai lebih tinggi pada bentukan
daripada fungsi dengan sengaja dan menolak dictum form follow function.
“ Saya memandang makna sebagai suatu ide yang fundamental dalam
arsitektur dan ide dari segala bentuk di lingkungan atau tanda dalam bahasa , yang
membantu menjelaskan mengapa bentuk bisa mendadak menyeruak hidup dan
terkadang terkesan hancur berkeping. Selama ada dalam masyarakat maka setiap
kegunaan akan diubah dengan sendirinya menjadi sebuah tanda contoh sederhana
seperti sebuah jas hujan yang melindungi kita dari hujan, tidak dapat dilepaskan
dari tanda yang mengindikasikan situasi di atmosfer, jas hujan identik dengan
tanda akan turun hujan.jas hujan akan dipisahkan dari maknanya jika guna
sosialnya menurun atau masyarakat secara expisit menyangkal maknanya lebih
lanjut”. Teori ini dikemukakan oleh Charles Jencks yang merupakan penjelasan
mengenai pentingnya makna dari sebuah bangunan akan dapat memberikan jiwa,
menghidupkan existensi dari bangunan itu sendiri. Teori ini berkaitan dengan
tema makna yang memandang tujuan dari arsitektur bukan hanya menciptakan
tempat hunian untuk bernaung namun jug sebuah karya yang sarat makna bahkan
didasari konsep yang mampu menceritakan asal-usul terjadinya bentukan
bangunan ini cocok dengan teori Jencks karena memiliki “nyawa” sendiri yang
mampu bercerita dan dapat dikategorikan kedalam bangunan yang memiliki tema
makna karena berangkat dari bentukan
Contoh kedua dari tema makna yaitu Rumah sakit anak-anak penderita
“Neuromuscular disorder”(epilepsi) yang dibuat dengan ide dasar “Bahtera Nuh”
(Noah’s Ark) yang menceritakan bagaimana Nuh membawa dan merawat
bermacam-macam binatang dalam bahteranya melalui badai dan banjir besar. Dan
interpretasi pada kenyataannya yaitu sebagai tempat penampungan dan perawatan
anak-anak dari berbagai usia, latar belakang, dan jenis penyakit yang cukup
beragam.
c. Tempat
Fungsionalisme pada kenyataannya mematikan sisi manusia dari suatu
karya arsitektur, menjadikannya suatu lingkungan skematis dan tidak berkarakter
yang sangat miskin kemungkinan untuk penempatan sisi manusiawi.
Karena itu bangunan sedapat mungkin dibuat menjadi seperti suatu unsur
organik yang terkesan tidak masif dan dapat bergerak. Struktur atap dan
dinding yang menyatu dan dengan lengkungan-lengkungan di seluruh
bagian membuat bangunan ini tampak seperti suatu organisme hidup.
Tempat dan Genius Loci
Menurut Albert Einstein, tempat tidak lain hanyalah bagian dari
permukaan bumi yang dapat dideskripsikan dengan sebuah nama dan terdiri
dari satu atau lebih material yang tersusun di dalamnya. Sejarahwan
arsitektur Peter Collins mengembangkan pernyataan tersebut dengan
mengatakan bahwa itulah arti ruang (space) yang tepat dalam arsitektur yang
mungkin juga berarti “place” (plaza, piazza) adalah karya seni terbesar yang
mampu digarap oleh arsitek. Teori penempatan bermula dari fenomena
geografis dari suatu daerah / tempat tertentu dengan karakter dan jiwa yang
unik dari tempat tersebut. Merupakan kewajiban arsitek untuk menempatkan
karyanya dengan baik pada kondisi tertentu dari suatu tempat dimana
karyannya akan dibangun. Struktur yang terjadi dari teori penempatan yang
baik juga merupakan realisasi dari pikiran yang mengacu pada keadaan
setempat yang kemudian dimodifikasi sehingga menjadi serasi dan sesuai
untuk kebutuhan manusia di tempat tersebut. Halangan dan hambatan /
tantangan adalah elemen yang mendasar dari tempat. Kedua hal ini akan
mengarahkan segala pikiran ke suatu ide menjadi bermakna, berangkat dari
pemikiran untuk mengakali penempatan, dengan kata lain mencari Genius
Loci dari tempat tersebut.
Konfrontasi dan Penempatan
Dalam membangun sebuah karya arsitektur perlu dipertimbangkan
kondisi topografi dari suatu tempat. Hal ini juga menjadi masalah serius
yang dapat menimbulkan konfrontasi serta mempengaruhi tema dan
bentukan yang terjadi. Menurut Heidegger dalam hal ini dikenal istilah
“nature and nurture” arsitektur yang baik juga merawat lingkungan tempat
dimana ia didirikan. Menurut Tadao Ando begitu pula di lingkungan
perkotaan dengan kepadatan dan kultur tertentu, sebuah karya arsitektur
d. Teori Perkotaan
Seringkali arsitek fokus pada bangunan sebagai suatu objek tunggal dan
bukan objek yang berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut teori perkotaan,
setiap bangunan dengan fungsi tertentu telah diatur sedemikian rupa untuk berdiri
sesuai dengan konteksnya.
Kontekstualisme
Karena itulah ada muncul teori kontekstual yang mengatur tatanan
perkotaan secara umum. Ide-ide mengenai tatanan perkotaan sudah muncul
sejak awal peradaban manusia. Contoh paling dapat dilihat yaitu kota-kota
Romawi yang membagi-bagi secara umum menjadi kompleks-kompleks
bangunan seperti bangunan pemerintahan, bangunan spiritual, bangunan
tempat hiburan dan pertemuan rakyat dan pemerintah (kaisar), daerah
pemukiman rakyat, tempat pembuangan sampah dan lain-lain. Semuanya
diatur dalam suatu konteks tertentu yang mengacu pada suatu tatanan
perkotaan yang dapat menjadi tema dari arsitektur.
Teori Pembacaan dan Pengartian
Sebuah kota berisi elemen-elemen yang kuat dan yang lemah
dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan membentuk suatu arti dan
makna tertentu. Makna ini dapat berubah menjadi suatu sistem yang
kemudian dapat dibaca dan dibedakan antara yang menandai dan yang
ditandai dari suatu daerah. Adanya yang dominan dan sub dominan
menjadikan suatu kota memiliki makna yang berbeda dipandang dari sudut
pandang yang berbeda pula.
Gambaran dari Kota
Gambaran suatu kota dapat terproyeksi dari sejarah kota tersebut.
Misalnya dengan adanya bangunan-bangunan bersejarah yang kemudian
adanya bangunan-bangunan baru disekitarnya yang disesuaikan dengan
bangunan lama namun tidak menengelamkan bangunan lama namun
sebaliknya justru membuat eksistensi bangunan lama menjadi semakin kuat
dan berpengaruh serta memberi kesan tersendiri pada lingkungan tempat ia
berdiri. Dengan memanfaatkan secara efektif akan jalur/jalan (path),
sudut/ujung (edge), node (titik temu), daerah/area (district) dan penanda
(landmark) pada suatu kota, maka akan terbentuk makna yang kemudian
menjadi gambaran (image) dari kota tersebut.
Satu contoh implementasi teori ini dalam suatu karya arsitektur adalah
Parc de la Villette, Paris oleh Bernard Tschumi. Kompetisi Parc de la
Villette diadakan oleh pemerintah Perancis tahun 1982 secara obyektif,
kompetisi tersebut adalah :
o Untuk menandakan visi dari suatu masa/era
o Sebagai aksi terhadap ekonomi masa depan dan perkembangan budaya
dari suatu “key are” di Paris.
Parc de la Vilette adalah pusat dari berbagai polemik. Pada permulaan
kompetisi terjadi polemik antara para disainer lansekap dan para arsitek.
Sampai terjadi pergantian pemerintahan dan bermacam krisis perbelanjaan
negara. Parc de la Villette berlokasi di suatu tapak terbesar dan yang
terakhir, yang tersisa di Paris. Terletak di sebelah Timur Laut kota, antara
the Metro Stations Porte de Pantin dan Porte de la Villette seluas 70 ha. Parc
de la Villette kelihatan sebagai percampuran bermacam-macam dasar
pragmatis, disamping adanya “the Park, a large museum of science &
industry, a city of music, a grand hall for exhibitions and a rock concert
hall”. Oleh sebab itu, “the park” bukan merupakan replika lansekap yang
sederhana. Sebaliknya merupakan “urban park for 21st century” yang
mengembangkan suatu program yang kompleks dari kultur dan fasilitas
hiburan, yang terdiri “open air theatre, restaurant, art galleries, music &
painting workshop, playgrounds, video computer displays”, sebaik
“obligatory garden” yang lebih menekankan pada hasil ciptaan kultural
daripada hanya berupa rekreasi alami. Tschumi berhasil menampilkan “a
large metropolitan venture”, yang diperoleh dari “isjunction &
diassociations” dari waktu kini. Ini dicobanya untuk mempromosikan suatu
strategi urban yang baru dengan keterkaitan konsep : seperti
“superimposition” architectural “combination”&”cinematic” lansekap.
Tchumi menggambarkan ini sebagai “the largest discontinious building in
the world”.
Urbanisme Eropa : Neorasionalisme dan Tipologi
Kota-kota di Eropa merupakan gudang dari banyak kenangan sejarah. Dan
kota merupakan hasil karya manusia dari masa ke masa. Hal ini sangatlah
berarti dan harus diteruskan dan jangan dibinasakan dengan dominasi dari
modernisme yang ingin membangun modern city yang membinasakan
keberadaan unsur-unsur sejarah dan memori dari suatu kota. Simbolisasi
dari suatu kota sangatlah penting dalam upaya memfokuskan kembali
perhatian pada ide membuat arsitektur dalam konteks perkotaan. Arsitektur
adalah kekontrasan yang muncul dari suatu kota yaitu antara yang partikular
dan universal, antara yang individual dan kolektif. Tipologi merupakan alat
analisis dan sebagai basis rasional untuk proses disain dari suatu
transformasi.
Belajar dari para ahli bahasa
Perlukah fungsi simbolis dengan fungsi literatur dalam
berarsitektur? Jika perlu apakah akan dibuat tanda pada bangunan secara
khusus atau merupakan bangunan itu sendiri? Akankah arsitektur
menyesuaikan bahasanya masing-masing menjadi satu bahasa atau tetap
dengan bahasanya dan saling menterjemahkannya kepada yang lain
Adapun uraian yang kami paparkan diatas kami dapat berdasarkan dari
beberapa temuan teori berikut ini; sebagaimana yang disampaikan oleh
Christopher Day bahwa meskipun arsitektur sebagai seni tetapi arsitektur itu
sendiri bukan hanya berbicara indah dan tidak indah melainkan arsitektur juga
harus bisa memperhatikan lingkungan sekitar, dan bahkan sebaliknya pula
lingkungan harus bisa juga cocok dengan bahan bangunan dari arsitektur yang
akan kita bangun, sehingga agar suatu material bangunan bisa bermanfaat, secara
biologi mendukung, secara emosional memuaskan, maka kita harus menggali
lebih dalam mengenai apa yang bisa mempersatukan antara material yang dipakai
dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu ada benarnya juga bila Christopher
Day mengatakan “It starts with the feelings; architecture built up out of
adjectives-architecture for the soul” yang artinya bahwa membangun haruslah
diawali dengan mengembangkan perasaan barulah kemudian menumbuhkan jiwa
yang kuat bagi tempat yang bersangkutan dengan pemilihan material yang benar-
benar cocok dan berkualitas tertentu seperti yang dibutuhkan oleh lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud pada paparan di atas bukan sekedar
lingkungan fisik semata melainkan juga termasuk lingkungan budaya, karena
sebagaimana kita ketahui bahwa setiap lingkungan punya perbedaan budaya maka
secara individual setiap orang yang berasal dari daerah yang berlainan akan
mempunyai tanggapan yang berbeda satu sama lain. Seperti halnya juga yang
disampaikan oleh Prof. Ir. Eko Budiharjo MSc. Dalam bukunya yang berjudul
Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, dimana karya arsitektur merupakan
pernyataan kreatif yang jujur dari interaksi kehidupan sosio-kultural
masyarakatnya sehingga tidak mungkin bentuk yang tampil merupakan wujud
tunggal rupa, melainkan akan berkembang terus penuh kreativitas dan inovasi
baru seiring dengan perkembangan sosio-budayanya.
Menindaklanjuti paparan di atas, adapun Christopher Jones juga
berpendapat sama yakni “Architecture is becoming not just visual but social,
thermal, temporal, historical.” (Essay In Desaign, 1984), yang intinya perlunya
kemampuan artistic dipadukan dengan kepekaan sosial dan moral, dan
diseimbangkan dengan kesadaran lingkungan.
bangunan Hong Kong bank dimana konsep struktrur dan visualitas bangunan yang
ada, sedianya merupakan intervensi dari pemerintah Inggris, maka boleh dibilang
arsitektur tersebut menjadi bagian dari obsesi nasional. Jadi sebenarnya
komitment dan perhatian yang besar dari pemerintah atau penentu kebijakan
mampu merangsang terciptanya wajah-wajah arsitektur yang baik.
Sebagai ilustrasi atas pernyataan teori di atas berikut ini kami sajikan
beberapa contoh bangunan yang relevan dengan pembahasan kali ini diantaranya
Gedung parlemen yang ada di Tokyo, di sana terlihat sekali kalau bangunan itu
berdiri dengan mempertimbangkan budaya setempat, bahkan kalau kita lihat pada
“façade” bangunannya pun mengikuti “façade” bangunan yang ada di samping
kanan-kirinya sehingga bisa tampil menyatu dan selaras, maka boleh dikata benar-
benar tampil dengan menghargai ciri budaya setempat. Demikian juga yang
ditampilkan oleh menara Hitechniaga, bangunan ini meskipun memakai teknolgi
yang canggih dan terlihat benar-benar “high tech” akan tetapi tampilan itu diramu
sedemikan rupa namun sangat memperhatikan iklim dan kekhasan setempat,
karena overstek-overstek yang ada dipakai untuk tampias hujan sekaligus tatanan
“façade” benar-benar ditata untuk pembayangan terhadap cahaya matahari.
f. Badan
Sebelum kita kaitkan badan dengan dunia arsitektur ada baiknya kalau kita
juga pahami bahwa secara harafiah badan tidak lain merupakan komponen fisik
dari tubuh manusia, yang dianggap sebagai subyek.
Sehubungan dengan dunia arsitektur, badan ini dianalogikan sebagai
wadah arsitektur. Wadah arsitektur bukan berarti tempat seperti arti harafiah
sesungguhnya, karena kalau kita telaah lebih dalam dari ulasan yang ada maka
dapat kita tarik kesimpulan bahwa arsitektur menempatkan manusia sebagai inti
dan pedoman dalam membangun dan merancang suatu bentuk desain, karena
segala macam desain yang tampil itu tidak lain ditujukan untuk bisa dipakai oleh
manusia sebagai subyek pengguna yang harus juga merasa nyaman, sehingga
badan nantinya diproyeksikan ke dalam perencanaan gambar, fasade, dan detil.
Dalam rangka mendukung uraian di atas, berikut ini kami sampaikan
beberapa pendapat para pakar, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Dipl.
Ing Suwondo B Sutedjo, bahwa arsitektur merupakan suatu karya manusia untuk
manusia yang berarti sesungguhnya arsitektur tidak dapat dinilai hanya sebagai
seni bangunan saja tetapi harus selalu dalam konteks manusianya, jadi suatu karya
arsitektur bisa dinilai setelah karya tersebut berfungsi dan bukan pada saat karya
tersebut secara fisik terselesaikan. Karena manusia menjadi pengguna di dalam
karya arsitektur tersebut maka menjadi penting sekali untuk mengetahui tingkah
laku manusia sehingga manusia bisa benar-benar menjadi initi dari suatu proses
terbentuknya karya arsitektur. Dan menurut beliau bahwa dewasa ini sudah
semakin tinggi tingkat kejenuhan arsitek-arsitek Pasca Modern terhadap
perancangan yang terlalu ditekankan pada aspek fungsi, bentuk dan estetika yang
serba normative dan dogmatis, karena itu mereka ingin menempatkan faktor
manusia sebagai titik sentral dalam perancangannya.
Menyambung pendapat dari Dipl. Ing Suwondo B Sutedjo, adapun Robert
Venturi juga berpendapat sama dalam bukunya yang berjudul Complexity and
Contradiction in Architecture tahun 1966, dimana beliau mengecam perancangan
arsitektur yang terlalu menekankan aspek rasional sehingga implikasinya
mengabaikan kenyataan bahwa manusia adalah juga makhluk yang emosional,
menurutnya kalaupun ingin menerapkan “high tech” maka perlu diperkaya juga
dengan “high touch”, nalar dan rasa bukan saja untuk dinikmati oleh arsiteknya
melainkan juga bagi manusia lain terlebih sebagai pengguna.
Sebagai pelengkap pemahaman kita akan tema ini, maka kami sertakan
juga beberapa obyek kasus diantaranya adalah Henley Regatta Heat Quarters yang
berdiri di Henley, bangunan ini terlihat seperti benteng sehingga bila dikaitkan
dengan tema yang ada bangunan ini berperan menampilkan kesan kekuasaan
karena tampilan bangunan yang mirip dengan benteng, sehingga manusia dalam
arti penghuni di dalamnya ikut juga terangkat statusnya oleh karena tampilan yang
disajikan oleh bangunan itu. Oleh karena itu kebutuhan manusia sebagai
pengguna bangunan ini yang kurang lebih menghendaki bangunan ini sebagai
semacam kantor militer yang syarat dengan kekuasaan bisa dipenuhi. Ini
merupakan bukti konkrit kalau bangunan ini mampu memuaskan pemakainya.
Contoh lain dari tema ini adalah bangunan Montmorillon Hospital yang
dirancang oleh Architecture Studio (M. Robain, J. F. Galmidre, R. Tisnada, E. X.
Descart, J. F. Bonne). Bangunan ini difungsikan sebagai rumah sakit dengan
tampilan yang demikian unik menurut kami hal itu dimaksudkan memberikan
kepuasan bagi pasien yang tinggal di dalamnya agar tidak mengalami kebosanan
dan kejenuhan seperti layaknya ketika tinggal di rumah sakit pada umumnya.
Tetapi menurut kami agak kurang cocok dengan tema ini karena tampilan dari
luar tidak seperti sebuah rumah sakit apalagi “entrance”nya dibuat sedemikian
megah seolah menyimbolkan suatu kekuasaan dan kemegahan dan tidak
sebanding dengan seukuran manusia yang masuk.
5. Daftar Pustaka
Catanese. J.a., end Snyder C.J., 1984. Pengantar Arsitektur. Erlangga. Jakarta
Ching, DK., Francis. 2000. Arsitektur Bentuk,Ruang dan Tatanan. Erlangga.
Jakarta.
Paul – Alan Johson, 1994. The Theory Of Architecture : Van Nostrand Reinhold
Company. New York
Prestel, 1991, Arcitecture In Transition : Between Deconstruction and New
Modern, Munich. Germany.
Wiryomartono. B. P., 1990. Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern Di
Jerman dan Postmodernism. Universitas Atma Jaya. Jogjakarta.
Tanudjaja. F.C.J.S., 1998. Arsitektur Modern: Tradisi-Tradisi dan Aliran-Aliran
Serta Peranan Politik-Politik. Universitas Atma Jaya. Jokjakarta.
Portoghesi. Paolo., 1987. Postmodern. Rizoli, New York
London. Academy., 1981. Postmodern Classicim, London, Academy
Pembahasan. 4
ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
Kajian Teori, Metode dan Aplikasi
1. Pendahuluan
Sejarah desain dalam arsitektur dapat dilihat sebagai perjalanan
pergerakan waktu yang menarik dan memiliki pengaruh tersendiri pada masanya.
Pada dasarnya setiap desain baru yang muncul berdasarkan akibat, perkembangan,
penyangkalan maupun penolakan dari apa yang sudah desain yang sudah ada.
Munculnya desain-desain itu sering kali merupakan terobosan baru seorang
arsitek yang mencoba ‘jalur lain’ yang merupakan jawaban atas keinginan untuk
merealisasikan impian kreativitasnya. Di tahun 1920-an dan 1930-an secara nyata
dapat kita saksikan berkembangnya berbagai gerakan yang mulai meninggalkan
prinsip-prinsip fungsionalisme yang secara tegas merupakan landasan
konsepsional dari gerakan modern. Meskipun gerakan modern telah menciptakan
suatu pesona keindahan bagi perwujudan arsitektur, namun karena
bentuk-bentuknya yang terbatas pada bentukan geometri dimana bentuk-bentuk
geometri sebagai bentuk dasar sekaligus menjadi bentuk akhir tampilan bangunan,
sehingga keindahan yang terjadipun merupakan keindahan yang statis dan
monoton. Untuk mengatasi hal tersebut, penikmatan terhadap arsitektur harus
diperkaya dengan meniadakan kestatisan dan kemonotonan tersebut.
Arsitektur purna modern berusaha untuk meniadakan kestatisan dan
kemonotonan yang merupakan ciri arsitektur modern, yaitu dengan jalan
memperlakukan bentuk geometri sebagai bentuk dasar bukanlah merupakan
bentuk akhir, akan tetapi bentuk dasar geometri tersebut akan melalui
proses-proses transpormasi, penggabungan, modifikasi, pengulangan dengan cara
yang tumpang tindih, dan bahkan mungkin dengan pemecahan arah sumbu,
sehingga memungkinkan bentuk dasar geometri tersebut akan kehilangan bentuk
geometri awalnya dan hadir bentukan yang baru.
2. Devenisi Dekontruksi
Deconstructivism, atau deconstructivist architecture atau yang lazim
disebut dekonstruksi hadir pada tahun 1970-an melengkapi berbagai langgam
arsitektur yang masuk dalam postmodernism atau langgam purna modern.
Arsitektur dekonstruksi merupakan suatu pendekatan desain bangunan yang
merupakan usaha-usaha percobaan untuk melihat arsitektur dari sisi yang lain
(Zaha Hadid.1998).
Gambar. 01
Ekspresi Dekonstruksi oleh Zaha Hadid. Sumber : www.Geocities.com
Objek tektonika yang muncul dalam 2 mode, yaitu mode ontologis (Semper
menyebutnya sebagai struktural-teknikal) dan mode representasional (Semper
menyebutnya struktural-simbolik).
Lebih lanjut, Semper membagi bentuk terbangun dalam 2 prosedur
material, yaitu tektonika rangka dimana balok-balok dengan berbagai panjang
digabung-gabungkan untuk membentuk suatu medan keruangan, dan stereotomika
massa padat identik yang ditumpuk-tumpuk membentuk ruang. Hal ini secara
ontologis akan bermakna bahwa struktur rangka cenderung mengarah pada
dematerialisasi massa, dan bersifat ringan. Di sisi lain, bentukan massa akan
bersifat lembam dan tertanam pada tanah. Atau dapat dilihat juga sebagai
pasangan terang dan gelap, ringan dan berat, atau juga langit dan bumi.
Penekanan Semper bahwa sambungan yang juga merupakan peralihan
sintaks akan terjadi tatkala seseorang melintasi dari massa stereotomik ke rangka
tektonik, dan bahwa peralihan inilah yang merupakan intisari arsitektur.
Sementara Botticher membedakan antara Kernform yang merupakan bentuk
struktural yang esensial dengan Kunstform yang merupakan pengkayaan
dekoratif. Kunstform ini lebih lanjut disamakan Semper dengan bekleidung, atau
selubung suatu struktur.
Dari penjelasan diatas penulis penulis mengaitkan teori yang mendasari
pembahasan ini dimana hubungan arsitektur itu sendiri berada pada pemaknaan
simbolik bentuk dasar yang biasa dipakai pada perencanaan arsitektur. Konteks
‘bentuk’ merupakan hal mendasar dan menjadi tujuan dari pembahasan ini.
Seperti kita ketahui dalam ilmu arsitektur ‘bentuk’ merupakan istilah inklusif
yang mengandung beberapa pengertian. Bentuk dapat dihubungkan baik dengan
struktur internal maupun garis eksternal serta prinsip yang memberikan kesatuan
secarah menyeluruh.
Gambar. 02:
Bentuk dasar Oleh Ching (1996)
b. Teori Dekonstruksi
Sebelum mengangkat tentang arsitektur dekonstruksi dalam pembahasan
ini, perlu ditinjau secara singkat pemahaman Jacques Derrida tentang bahasa,
metode dekonstruksi, serta kritiknya terhadap phonosentrisme dan logosentrisme.
Bahasa
Ferdinand de Soussure (yang tergabung dalam kelompok Strukturalisme)
mengemukakan bahwa tanda adalah kesatuan antara pola suara dan konsep, yang
oleh Roland Barthes di kembangkan menjadi penanda (signifier) dan petanda
(signified), kesatuan ini dianggap bersifat stabil.
Menurut Derrida (yang tergabung dalam kelompok Tel Quel), paling
lantang dalam menyuarakan kritik terhadap strukturalisme dalam bahasa, yang
menurut kelompok ini, bahwa bahasa tidak lagi semata sistem pembedaan
(difference) akan tetapi jejak (differance), penanda (signifier) atau bentuk dan
petanda ( signified ) atau makna, tidak lagi satu kesatuan bagai dua sisi dari
selembar kertas menurut Saussure, melainkan terpisah; penanda tidak begitu saja
hadir, melainkan ia selalu di dekonstruksi, hubungan antara penanda dengan
petanda tidak lagi bersifat stabil berdasarkan konvensi, akan tetapi terbuka bagi
permainan bebas penanda.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bahasa tidak lagi bersifat statis
dan stabil seperti yang diduga aleh para kelompok strukturalisme, elemen-elemen
bahasa tidak bisa didefinisikan, karena harus senantiasa dibaca ditelusuri dalam
kaitan dengan yang lain.
Metode Dekonstruksi
Dekonstruksi menurut Derrida adalah metode membaca teks secara teliti,
sehingga premis-premis yang melandasinya dapat digunakan untuk meruntuhkan
argumentasi yang disusun atas premis tersebut, Dekonstruksi dengan demikian
membuktikan bahwa bibit kehancuran sebuah teks ada dalam dirinya, berupa
inkonsistensi dan paradoks dalam penggunaan premis dan konsep, Dekonstruksi
dengan demikian menyangkal kemungkinan hadirnya suatu makna yang tunggal
dan koheren dalam teks.
Derrida mengaitkan metode dekonstruksi dengan kritik terhadap
"metaphysics of presence" yang menjadi asumsi dasar para filosof tradisional.
Derrida menolak gagasan bahwa ada yang disebut "present" dalam pengertian
suatu saat yang terdefinisikan sebagai sekarang (now). Manusia tidak pernah
yakin tentang apa yang terjadi di masa lampau dan apa yang akan terjadi di masa
depan.
Istilah penting dalam dekonstruksi adalah diseminasi. Diseminasi adalah
keadaan kehampaan makna disebabkan telah dibongkarnya petanda (signified).
Dengan membongkar petanda dan dengan demikian makna-makna lenyap pula
fungsi komunikasi dari bahasa.
Phonosentrisme
Usaha untuk mendekonstruksi oposisi antara bahasa ucapan dan bahasa
tulisan menurut Derrida dapat dilakukan melalui kritik terhadap “metaphysics of
presence” ia misalnya mengritik Hussed yang mencoba menemukan bukti
kehadiran diri lewat suara. Husserl berargumentasi bahwa ketika berbicara,
manusia berhadapan dengan dirinya secara berbeda dibanding ketika ia menulis.
Kata-kata yang diucapkan manusia segera hadir dalam kesadarannya
secara intim, sementara tulisan cenderung merampas eksistensi manusia. Melalui
kritik “metaphysics of presence”. Derrida berusaha mengangkat bahasa tulisan
pada posisi yang sejajar dengan bahasa ucapan.
Logosentrisme
Metapisika adalah sistem berfikir yang berlandas pada "oposisi binary",
dua kutub yang satu dengan lain saling menyangkal, Oposisi binary
mencerminkan suatu cara memandang atau ideologi yang cenderung menarik
garis tegas antara apa yang bisa diterima dan apa yang harus ditolak, antara yang
dianggap benar dan yang salah, antara permukaan dan isi.
Derrida berusaha menhancurkan oposisi binary yang dianggap telah
membatasi cara berfikir manusia dan memperkokoh kehadiran metafisika dalam
pikiran manusia. la memusatkan analisisnya pada daerah di antara oposisi tersebut
(margin) dan berusaha menggeser fokus perhatian menusia dari pusat ke tepi, dari
persamaan ke perbedaan, dari kesatuan ke fragmentasi, dan dari presence ke
absence atau dari elemen pertama yang selama ini dianggap-penting dan dominan
ke elemen kedua yang dianggap tidak penting sub ordinat, inferior atau negatif.
a. Dekonstruksi Derridean
Dekonstruksi Teks
Dekonstruksi dapat dilakukan pada teks arsitektur seperti karya Vitruvius,
Le Corbusier, dan penulis lainnya, dengan cara mencari “kontradiksi intemalnya”.
Robert Venturi misalnya dalam “Complexity and Contradiction (1966)” mencoba
menyerang konsep "transparansi" yang oleh kritikus dianggap sebagai ciri penting
gerakan arsitektur modern yang membedakannya dari arsitektur masa
sebelumnya.
Dekonstruki Program
Dekonstruksi dapat dilakukan terhadap program yang dominan dalam
tradisi arsitektur modern, seperti konsep estetika murni, kaitan bentuk dengan
fungsi, dan lain-lain. Dekonstruksi program berusaha mematahkan otonomi
modernisme dan kaidah-kaidahnya dengan menggunakan pembalikan
konsep-konsep yang diturunkan dari modernisme sendiri atau sumber-sumber
lain.
Sebagai contoh Bernard Tschumi melakukan dekonstruksi program
dengan beberapa pendekatan antara lain :
b. Dekonstruksi Non-Derridean
Dekonstruksi Non-Derridean mencakupi dekonstruksi bentuk dan struktur
bangunan, yang didasarkan pada konsep-konsep "disruption, deviation, dan
distortion" sehingga menyebabkan stabilitas kohesi dan identitas bentuk-bentuk
murni terganggu.
Dekonstruksi Bentuk Arsitektural
Dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
Secara intelektual melalui permainan sistem-sistem geometri yang konpleks
dan canggih seperti banyak dilakukan oleh Peter Eisenman.
Secara pragmatik atau mekanik melalui model trial-and-error, sketsa dan
eksperimen lapangan; seperti dilakukan oleh Zaha Hadid dan Coop
Himmelblau.
Secara intuitif melalui pengembangan respons dan impuls kreatif dalam diri
arsitek seperti terjadi pada Rem Koolhaas.
Dekonstruksi Struktur
Dekonstruksi struktur umumnya dilakukan melalui metode pragmatis
trial-and-eroor, dan dibedakan sebagai berikut :
Dekonstruksi Konstruksi Massa seperti pada "Choral Work" karya Peter
Eisenman dan Derrida.
Teori Dekonstruksi
Dekonstruksi
Deriddean
Disruption
Implementasi
Jalur Lain Deviation Arsitektur
Dekonstruksi
Distortion
Dekonstruksi
Non Deriddean
Teori arsitektur
Gambar. 03
Skematik Metode Dekonstruksi . Sumber : Analisa Penulis
Mengkombinasikan lay
out massa secara
trimatra terkesan ada
semacam konfigurasi
spasial.
Gambar. 04 Denver Art Museum
Arsitek : Daniel Libeskind Lokasi : Denver, Colorado – USA
Bangunan ini didirikan diatas lahan seluas 146.000 square feet dan
menjadi bangunan yang memiliki konstruksi paling unik bagi lingkungan
sekitarnya. Hal yang pertama kali nampak pada bangunan ini adalah proyeksi
trimatra yang nampak kontras namun menjadikan bangunan ini lebih berirama.
Bentukan yang penuh dengan bidang mencuat yang dikantilever menjadi daya
tarik utama dari bangunan ini. Penggunaan metal, kaca, titanium dan batu-batu
alam dianggap menambah sifat artistic dari bangunan ini.
- Pemancaran gersang
dari tekstur batang
kayu.
- Penampilan dari
warna mencerminkan
bangunan
pengkantoran jadi ada
trans spasial dari
peruntukan museum
The Vila Olimpica Hotel Arts berlokasi di Olympic Village yang memiliki
luas 150.000 square feet. Dengan waktu pelaksanaan yang cukup lama (1989-
1992), bangunan ini menjadi sebuah karya yang unik. Dengan menampilkan
bentukan – bentukan trimatra , bangunan yang merupakan transformasi dari
bentuk ikan yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi sepanjang 54 meter
dengan ketinggian 35 meter. Dengan bentukan dan dimensi seperti ini, bangunan
ini menjadi landmark bagi daerah sekitar.
Menantang warna
lingkungan alam berupa
material logam spektakular.
Matriks 3. Plaza EX
INTERPRETASI
METODA
DIMENSI WARNA TEKSTUR
Dirupsion - Abstraksi warna terang -
merupakan perwujudan
dirupsion dengan
lingkungan sekitar
Deviation Gaya remaja terbentuk - Bawaan tekstur
melalui trend yang ada terkesan menyimpang
tampa terbatas pada dari apa yang
budaya kultur bangsa. dinamakan dengan
menyatu dengan
lingkungan sekitar
Distortion - Menantang warna -
terhadap apa yang
disebut redupan
terahdap kesan warna.
Cross Programing - - -
Trans Programing - - -
Dis Programing - Penampilan dari warna -
mencerminkan sebuah
bangunan untuk anak-
anak, bukan remaja.
5. Penutup
Setelah melihat pembahasan dari contoh diatas, jelas bahwa arsitektur
dekonstruksi menghembuskan kesegaran dengan menunjukkan eksistensinya
sebagai ‘alternatif’ pemikiran lain . Namun hal ini tidak berhenti sampai disini
dan menganggap dekonstruksi sebagai puncak dari kesempurnaan dalam desain
arsitektur sehingga tidak menutup untuk munculnya langgam – langgam baru
yang merupakan sanggahan , pembetulan , perkembangan , bahkan penolakan dari
arsitektur dekonstruksi. Kelemahan dari arsitektur dekonstruksi yaitu apakah idea
yang lahir dari kenyataan yang ada merupakan implikasi murni dari sang
arsitektur atau hanya lahir dari ketiak sabaran dari proses perancangan, karena
kenyataan dari arsitektur dekonstruksi sangat cepat membosankan atau cepat
jenuh.
6. Daftar Pustaka
Adityani Natalisa, 2002 , Dekonstruksi Dalam Arsitektur Kajian Teori dan
Metoda Perancangan, JUTA UGM., Yogyakarta
Andreas Papadakis, Catherine Cooke and Andrew Benyamin, 1989,
Deconstruction, Omnibus Volume, Rizzoli. New York.
Francis D.K. Ching, 1996, Architecture: Form, Space and Order, Van Nostrand
Reinhold, New York.
Palmer E.Richard, 2003, Hermeutika : Teori Baru Mengenai Interpretasi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Paul Alan Johson, 1994, The Theory Of Architecture, Van Nostrand Reinhold,
Company. New York
Prestel, 1991, Arcitecture In Transition : Between Deconstruction and New
Modern, Munich. Germany.