Anda di halaman 1dari 13

KESEHATAN DAERAH MILITER VI/ MULAWARMAN

RUMAH SAKIT TK II DR. R. HARDJANTO

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KETENTUAN TENTANG FASILITAS

TIM MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN


RUMAH SAKIT TK II DR. R. HARDJANTO
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT
DENGAN FASILITAS RUMAH SAKIT

1. Landasan Perundang-undangan Tentang Bahan Berbahaya dan Beracun.


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
1) Pasal 22 ayat 1: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
2) Pasal 34 ayat 1: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKLUPL.
3) Pasal 59 ayat 1: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3
wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
4) Pasal 59 ayat 4: Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
5) Pasal 69 butir f: Setiap orang dilarangmembuang B3 dan limbah
B3 ke media lingkungan hidup.

b. PP No 18 1999 Tentang pengeloaan limbah B3


1) Pasal 9 sd 26:
Pelaku pengelolaan limbah B3 (Penghasil, Pengumpul, Pengangkut,
pemanfaat, Pengolah dan atau penimbun limbah B3) wajib melakukan
pengelolaan limbah B3 sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Pasal 40 ayat 1 point a dan b: Setiap badan usaha yang
melakukan kegiatan:
a) penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan
dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari
Kepala instansi yang bertanggung jawab.
b) pengangkut limbah B3 wajib memi1iki izin pengangkutan
dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari
Kepa1a instansi yang bertanggung jawab.

1
c) pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib
memiliki izin pemanfaatan dari instansi yang berwenang
memberikan izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi
dari Kepala instansi yang bertanggung jawab
3) pasal 43 ayat 1: Untuk kegiatan pengumpulan, pemanfaatan,
pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 sebagai kegiatan utama
wajib dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4) Pasal 43 ayat 2: Dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup diajukan bersama dengan permohonan izin operasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) kepada instansi yang
bertanggung jawab.
5) Pasal 45 ayat 1: Kegiatan baru yang menghasilkan limbah B3
yang melakukan pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 yang
lokasinya sama dengan kegiatan utamanya, maka analisis mengenai
dampak lingkungan hidup untuk kegiatan pengolahan limbah B3 dibuat
secara terintegrasi dengan analisis mengenai dampak lingkungan
hidup untuk kegiatan utamanya.
6) Pasal 45 Ayat 2: Apabila pengolahan limbah B3 dilakukan oleh
penghasil dan pemanfaat limbah B3 di lokasi kegiatan utamanya, maka
hanya rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup yang telah disetujui yang diajukan
kepada instansi yang bertanggung jawab bersama dengan
permohonan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasa140.

c. Keputusan Kepala Bapedal No. 2 tahun 1995 tentang Dokumen limbah


bahan berbahaya dan beracun
1) Pasal 2
Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Dokumen limbah B3 merupakan dokumen yang senantiasa
dibawa daritempat asal pengangkutan limbah B3 ke tempat
tujuan.Dokumendiberikan pada waktu penyerahan limbah
B3.Dokumen limbah B3 tersebut meliputi juga dokumen muatan.

2
Dokumen limbah B3 terdiri dari 7 (tujuh) rangkap apabila
pengangkutan hanya satu kali dan apabila pengangkutan lebih
dari satu kali (antarmuda), maka dokumen terdiri dari 11
(sebelas) rangkap dengan perinciansebagai berikut:
a) lembar asli (pertama) disimpan oleh pengangkut limbah
B3 setelah ditandatangani oleh penghasil, pengumpul, dan
pengolah limbah B3 (warna putih);
b) lembar kedua yang sudah ditandatangani pengangkut
limbah B3, oleh penghasil limbah B3 atau pengumpul dikirim
kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (warna
kuning);
c) lembar ketiga yang sudah ditandatangani oleh
pengangkut limbah B3 disimpan oleh penghasil atau pengumpul
limbah B3 yang menyerahkan limbah B3 untuk diangkut oleh
pengangkut limbah B3 (warna hijau);
d) lembar keempat setelah ditandatangani oleh pengumpul
atau pengolah limbah B3 oleh pengangkut diserahkan kepada
pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3 yang menerima
limbah B3 dari pengangkut limbah B3 (warna merah muda);
e) lembar kelima dikirim kepada Badan Penngendalian
Dampak Lingkungan setelah ditandatangani oleh pengumpul
limbah B3 atau pengolah limbah B3 (warna biru);
f) lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, setelah
ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah
B3 (warna krem);
g) lembar ketujuh dikirim oleh pengangkut kepada penghasil
limbah B3 oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3,
setelah ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau
pengolah limbah B3 (warna ungu);
h) lembar kedelapan s/d lembar kesebelas dikirim oleh
pengangkut kepada penghasil atau pengumpul setelah
ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan
kepada pengangkut berikutnya

3
d. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 18 tahun 2009 Tentang Cara
perizinan pengelolaan Limbah B3
1) Pasal 6 ayat 1: usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan
produk dan/atau produk antara yang dihasilkan dari suatu usaha
dan/atau kegiatan pemanfaatan limbah B3 tidak di wajibkan memiliki
izin
2) Produk dan/atau produk antara sebagaimana dimaksud diatas
harus telah memenhi standar nasional atau standar lain yang telah di
akui oleh nasiona maupun internasional.
Keterangan :
Usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan produk dan/atau produk
antara yang dihasilkan dari usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan
limbah B3 tetap diwajibkan memiliki izin apabila produk antara tersebut
belum atau tidak memenuhi standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar lain yang diakui oleh nasional maupun internasional.

e. Prosedur perizinan pengelolaan limbah B3


Persyaratan pengajuan izin pengelolaan limbah B3 adalah sebagai
berikut
1) Pemohon untuk mengajukan izin pengumpulan limbah B3 skala
nasional pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan
limbah B3 mengajukan permohonan dengan mengisi formulir sesuai
dengan lampiran Peraturan Mentei Lingkungan Hidup Nomor 18 tahun
2009 tentang Tata cara perizinan pengelolaan limbah B3.
2) Pemohon untuk mengajukan izin penyimpanan sementara
limbah B3, izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi dan
kabupaten/kota, dan rekomendasi pengumpullan skala nasional
mengisi formulir sesuai dengan lampiran Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang tata laksana
perizinan dan pengawasan limbah B3 serta pengawasan pemulihan
akibat pencemaran limbah

4
2. Peraturan Perundang-Undangan tentang Kesiapan menghadapi
Bencana.
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana
1) Pasal 1 Ayat 1: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alamdan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis
2) pasal 1 ayat 2: Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
3) Pasal 1 ayat 3: Bencana nonalam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang
antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit.
4) Pasal 1 ayat 4: Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar
komunitas masyarakat, dan teror.
5) Pasal 1 Ayat 5: Penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
6) Pasal 1 ayat 10: Tanggap darurat bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
7) Pasal 4
Penanggulangan bencana bertujuan untuk:

5
a) memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman bencana;
b) menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang
sudah ada;
c) menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d) menghargai budaya lokal;
e) membangun partisipasi dan kemitraan publik serta
swasta;
f) mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan,
dan kedermawanan; dan menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
8) Pasal 35

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak


terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a
meliputi:

a) perencanaan penanggulangan bencana;


b) pengurangan risiko bencana;
c) pencegahan;
d) pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e) persyaratan analisis risiko bencana;
f) penegakan rencana tata ruang;
g) pendidikan dan pelatihan; dan
h) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
9) pasal 48 Pasal 48
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi:
a) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, dan sumber daya;
b) penentuan status keadaan darurat bencana;
c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d) pemenuhan kebutuhan dasar;
e) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6
f) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008


Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
1) Pasal 5 ayat 1: Penyelenggaraan penanggulangan bencana
dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a meliputi:
a) perencanaan penanggulangan bencana;
b) pengurangan risiko bencana;
c) pencegahan; pemaduan dalam perencanaan
pembangunan;
d) persyaratan analisis risiko bencana;
e) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
f) pendidikan dan pelatihan; dan
g) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
2) Pasal 7 ayat 1: Pengurangan risiko bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b merupakan kegiatan untuk
mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana.

3) Pasal 7 ayat 2: Pengurangan risiko bencana dilakukan melalui


kegiatan:
a) pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b) perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c) pengembangan budaya sadar bencana;
d) peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
bencana; dan
e) penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana
4) Pasal 14 ayat 1: Pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kepedulian, kemampuan, dan kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana.

7
5) Pasal 14 Ayat 2: Pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan
informal yang berupa pelatihan dasar, lanjutan, teknis, simulasi, dan
gladi.
6) pasal 21 ayat 1 : Penyelenggaraan penanggulangan bencana
pada saat tanggap darurat meliputi: pengkajian secara cepat dan tepat
terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
a) penentuan status keadaan darurat bencana;
b) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana;
c) pemenuhan kebutuhan dasar;
d) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
e) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor per.05/men/1996 Tentang


sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
1) Pasal 1 ayat 1
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yangmeliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif;
2) Pasal 2
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan
suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan

8
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
3) Pasal 3
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak
seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya
yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib
menerapkan Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh
tenaga kerja sebagai satu kesatuan

3. Peraturan Perundang-Undangan tentang Penanggulangan kebakaran

a. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan umum Nomor: 10/KPTS/2000


tentang Ketentuan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran Pada
bangunan gedung dan lingkungan
1) Pasal 1 ayat 1
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan adalah segala upaya yang menyangkut
ketentuan dan persyaratan teknis yang diperlukan dalam
mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan
bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan,
pelaksanaan dan pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung,
serta pemeriksaan kelaikan dan keandalan bangunan gedung
terhadap bahaya kebakaran.
2) Pasal 2 ayat 1
Pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan dimaksudkan untuk
mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang aman
terhadap bahaya kebakaran, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan pembangunan sampai pada tahap pemanfaatan

9
sehingga bangunan gedung senantiasa andal dan berkualitas
sesuai dengan fungsinya
3) Pasal 3 ayat 1
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan
meliputi: Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran,
a) Sarana penyelamatan,
b) Sistem proteksi pasif,
c) Sistem proteksi aktif,
d) Pengawasan dan pengendalian

b. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/Kpts/2000


TentangKetentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di
Perkotaan
1) Pasal 1 Ayat 1:Manajemen penanggulangan kebakaran di
perkotaan adalah segala upaya yang menyangkut sistem organisasi,
personel, sarana dan prasarana, serta tata laksana untuk mencegah,
mengeliminasi serta meminimasi dampak kebakaran di bangunan,
lingkungan dan kota.
2) Pasal 1 ayat 2: Bangunan gedung adalah bangunan yang
didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau
seluruhnya pada, di atas, atau di dalam tanah dan/atau perairan secara
tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya.
3) Pasal 2 ayat 1: Pengaturan manajemen penanggulangan
kebakaran di perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan
gedung, lingkungan, dan kota yang aman terhadap bahaya kebakaran
melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran
yang efektif dan efisien.
4) Pasal 2 Ayat 2: Pengaturan manajemen penanggulangan
kebakaran di perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk terwujudnya kesiapan, kesigapan dan keberdayaan
masyarakat, pengelola bangunan, serta dinas terkait dalam mencegah
dan menanggulangi bahaya kebakaran

10
c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No.kep.186/men/1999 tentang
Unit penanggulangan kebakaran Ditempat kerja
1) Pasal 1 ayat 3
Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk
mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya
pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana
proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta
pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas
kebakaran
2) Pasal 2 ayat 2
Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a) Pengendalian setiap bentuk energi;
b) penyediaan sarana deteksi, alarm, memadamkan
kebakaran dan sarana evakuasi;
c) pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d) pembentukan unit penanggulanan kebakaran di tempat
kerja
e) penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan
kebakaran secara berkala;
f) memilki buku rencana penanggulangan keadaan darurat
kebakaran, bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50
(lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat yang berpotensi
bahaya kebakaran sedang dan berat.
3) Pasal 4
a) Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri
(a) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan;
(b) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang
I
(c) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang
II

11
(d) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang
III dan;
(e) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran berat.
b) Jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat resiko
bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) seperti
tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.
c) Jenis tempat kerja yang belum termasuk dalam klasifikasi
tingkat resiko bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ditetapkan sendiri oleh Menteri atau pejabat yang di
tunjuk
4) Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 terdiri dari:
a) Petugas peran kebakaran;
b) Regu penanggulangan kebakaran;
c) Koordinator unit penanggulangan kebakaran;
d) Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai
penanggung jawab teknis.

Mengetahui

Kepala Rumkit Tk. II Dr. R. Hardjanto

dr. Azhari Ramdani

Kolonel Ckm NRP 14930059770264

12

Anda mungkin juga menyukai