PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KETENTUAN TENTANG FASILITAS
1
c) pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib
memiliki izin pemanfaatan dari instansi yang berwenang
memberikan izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi
dari Kepala instansi yang bertanggung jawab
3) pasal 43 ayat 1: Untuk kegiatan pengumpulan, pemanfaatan,
pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 sebagai kegiatan utama
wajib dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4) Pasal 43 ayat 2: Dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup diajukan bersama dengan permohonan izin operasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) kepada instansi yang
bertanggung jawab.
5) Pasal 45 ayat 1: Kegiatan baru yang menghasilkan limbah B3
yang melakukan pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 yang
lokasinya sama dengan kegiatan utamanya, maka analisis mengenai
dampak lingkungan hidup untuk kegiatan pengolahan limbah B3 dibuat
secara terintegrasi dengan analisis mengenai dampak lingkungan
hidup untuk kegiatan utamanya.
6) Pasal 45 Ayat 2: Apabila pengolahan limbah B3 dilakukan oleh
penghasil dan pemanfaat limbah B3 di lokasi kegiatan utamanya, maka
hanya rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup yang telah disetujui yang diajukan
kepada instansi yang bertanggung jawab bersama dengan
permohonan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasa140.
2
Dokumen limbah B3 terdiri dari 7 (tujuh) rangkap apabila
pengangkutan hanya satu kali dan apabila pengangkutan lebih
dari satu kali (antarmuda), maka dokumen terdiri dari 11
(sebelas) rangkap dengan perinciansebagai berikut:
a) lembar asli (pertama) disimpan oleh pengangkut limbah
B3 setelah ditandatangani oleh penghasil, pengumpul, dan
pengolah limbah B3 (warna putih);
b) lembar kedua yang sudah ditandatangani pengangkut
limbah B3, oleh penghasil limbah B3 atau pengumpul dikirim
kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (warna
kuning);
c) lembar ketiga yang sudah ditandatangani oleh
pengangkut limbah B3 disimpan oleh penghasil atau pengumpul
limbah B3 yang menyerahkan limbah B3 untuk diangkut oleh
pengangkut limbah B3 (warna hijau);
d) lembar keempat setelah ditandatangani oleh pengumpul
atau pengolah limbah B3 oleh pengangkut diserahkan kepada
pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3 yang menerima
limbah B3 dari pengangkut limbah B3 (warna merah muda);
e) lembar kelima dikirim kepada Badan Penngendalian
Dampak Lingkungan setelah ditandatangani oleh pengumpul
limbah B3 atau pengolah limbah B3 (warna biru);
f) lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, setelah
ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah
B3 (warna krem);
g) lembar ketujuh dikirim oleh pengangkut kepada penghasil
limbah B3 oleh pengumpul limbah B3 atau pengolah limbah B3,
setelah ditandatangani oleh pengumpul limbah B3 atau
pengolah limbah B3 (warna ungu);
h) lembar kedelapan s/d lembar kesebelas dikirim oleh
pengangkut kepada penghasil atau pengumpul setelah
ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan
kepada pengangkut berikutnya
3
d. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 18 tahun 2009 Tentang Cara
perizinan pengelolaan Limbah B3
1) Pasal 6 ayat 1: usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan
produk dan/atau produk antara yang dihasilkan dari suatu usaha
dan/atau kegiatan pemanfaatan limbah B3 tidak di wajibkan memiliki
izin
2) Produk dan/atau produk antara sebagaimana dimaksud diatas
harus telah memenhi standar nasional atau standar lain yang telah di
akui oleh nasiona maupun internasional.
Keterangan :
Usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan produk dan/atau produk
antara yang dihasilkan dari usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan
limbah B3 tetap diwajibkan memiliki izin apabila produk antara tersebut
belum atau tidak memenuhi standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar lain yang diakui oleh nasional maupun internasional.
4
2. Peraturan Perundang-Undangan tentang Kesiapan menghadapi
Bencana.
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana
1) Pasal 1 Ayat 1: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alamdan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis
2) pasal 1 ayat 2: Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
3) Pasal 1 ayat 3: Bencana nonalam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang
antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit.
4) Pasal 1 ayat 4: Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar
komunitas masyarakat, dan teror.
5) Pasal 1 Ayat 5: Penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
6) Pasal 1 ayat 10: Tanggap darurat bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
7) Pasal 4
Penanggulangan bencana bertujuan untuk:
5
a) memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman bencana;
b) menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang
sudah ada;
c) menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d) menghargai budaya lokal;
e) membangun partisipasi dan kemitraan publik serta
swasta;
f) mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan,
dan kedermawanan; dan menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
8) Pasal 35
6
f) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
7
5) Pasal 14 Ayat 2: Pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan
informal yang berupa pelatihan dasar, lanjutan, teknis, simulasi, dan
gladi.
6) pasal 21 ayat 1 : Penyelenggaraan penanggulangan bencana
pada saat tanggap darurat meliputi: pengkajian secara cepat dan tepat
terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
a) penentuan status keadaan darurat bencana;
b) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana;
c) pemenuhan kebutuhan dasar;
d) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
e) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
8
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
3) Pasal 3
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak
seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya
yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib
menerapkan Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh
tenaga kerja sebagai satu kesatuan
9
sehingga bangunan gedung senantiasa andal dan berkualitas
sesuai dengan fungsinya
3) Pasal 3 ayat 1
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan
meliputi: Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran,
a) Sarana penyelamatan,
b) Sistem proteksi pasif,
c) Sistem proteksi aktif,
d) Pengawasan dan pengendalian
10
c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No.kep.186/men/1999 tentang
Unit penanggulangan kebakaran Ditempat kerja
1) Pasal 1 ayat 3
Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk
mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya
pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana
proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta
pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas
kebakaran
2) Pasal 2 ayat 2
Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a) Pengendalian setiap bentuk energi;
b) penyediaan sarana deteksi, alarm, memadamkan
kebakaran dan sarana evakuasi;
c) pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d) pembentukan unit penanggulanan kebakaran di tempat
kerja
e) penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan
kebakaran secara berkala;
f) memilki buku rencana penanggulangan keadaan darurat
kebakaran, bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50
(lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat yang berpotensi
bahaya kebakaran sedang dan berat.
3) Pasal 4
a) Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri
(a) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan;
(b) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang
I
(c) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang
II
11
(d) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang
III dan;
(e) klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran berat.
b) Jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat resiko
bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) seperti
tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.
c) Jenis tempat kerja yang belum termasuk dalam klasifikasi
tingkat resiko bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ditetapkan sendiri oleh Menteri atau pejabat yang di
tunjuk
4) Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 terdiri dari:
a) Petugas peran kebakaran;
b) Regu penanggulangan kebakaran;
c) Koordinator unit penanggulangan kebakaran;
d) Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai
penanggung jawab teknis.
Mengetahui
12