KUC Lengkap REV 7
KUC Lengkap REV 7
Teknik Kimia I
Percobaan I
Kesetimbangan Uap-Cair
Dosen Pengampu:
Prof. Edy Saputra, MT. PhD
Kelompok VII
No Penugasan
1. Komposisi umpan yang digunakan:
0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7
Dosen Pengampu
Pekanbaru, Oktober 2019
i
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I
“Kesetimbangan Uap-Cair”
Kelompok VII
Catatan Tambahan :
Dosen Pengampu
Pekanbaru, Oktober 2019
ii
ABSTRAK
Kata kunci: oBrix, etanol, hand refractometer, kesetimbangan uap cair, konstanta
kesetimbangan
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Kesetimbangan Cyclohexsane-Toluene pada
(a) Tekanan Konstan (b) Temperatur Konstan ................................11
Gambar 3.1 Hand Refractometer .........................................................................20
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Kesetimbangan Uap-Cair........................................21
Gambar 4.1 Grafik Kesetimbangan Uap Cair Antara Konsentrasi Umpan (%)
dengan Konsentrasi Etanol dalam Campuran (oBrix) .......................25
Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Antara Konsentrasi Uap (YD) dan Konsentrasi
Cairan (XD) dengan Temperatur Kesetimbangan..............................26
Gambar 4.3 Perbandingan Konstanta Kesetimbangan Percobaan dengan
Konstanta Kesetimbangan Linear .....................................................27
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Identitas Etanol .......................................................................................3
Tabel 2.2 Data Kesetimbangan Untuk Sistem Etanol-Air ......................................6
Tabel 4.1 Hubungan Komposisi Etanol dengan °Brix ..........................................22
Tabel 4.2 Perbandingan Konstanta Kesetimbangan
Percobaan dengan Literatur ...................................................................22
Tabel 4.3 Data Konsentrasi Uap (YD) dan Cair (XD) ............................................25
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Etanol
Etanol (ROH) adalah cairan transparan, tidak berwarna, dan mudah menguap.
Molekul penyusun alkohol adalah molekul polar. Etanol memiliki titik didih 78,3˚C
dan beku pada suhu (-144˚C). Molekul penyusun etanol berbobot rendah sehingga
menyebabkan etanol dapat larut dalam air. Kelarutan dalam air tersebut disebabkan
oleh ikatan hidrogen antara etanol dan air. Etanol juga dapat melarutkan tetapi tidak
sebaik air (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Etanol adalah alkohol 2-karbon dengan rumus molekul CH3CH2OH. Rumus
molekul dari etanol itu sendiri adalah CH3CH2OH dengan rumus empirisnya
C2H6O. Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern (Fessenden dan Fessenden, 1992).
3
4
2.2 Aquadest
Aquadest memiliki rumus kimia H2O. Satu molekul aquadest tersusun atas
dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen. Aquadest memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa
jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Aquadest merupakan bahan kimia
yang berwujud cair, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan
standar. Massa molarnya adalah 18,01528 g/mol. Titik didih aquadest sebesar
100°C (373,15 K) sedangkan titik lelehnya 0°C (273,15 K). Massa jenisnya 1000
kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20°C). Sifat dari bahan ini adalah non-korosif
untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak berbahaya pada kulit, non-permeator oleh
kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga tidak berbahaya dalam
kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk paru-paru dan non-
korosif terhadap mata (Fessenden dan Fessenden, 1992).
sebagian lagi dibiaskan (refraksi) masuk kedalam air. Pengukuran indeks bias
berguna untuk sebagai berikut (Moran dan Horward, 2004):
a. Menilai sifat dan kemurnian suatu medium salah satunya berupa cairan.
b. Mengetahui konsentrasi-konsentrasi larutan.
c. Mengetahui nilai perbandingan komponen dalam campuran dua zat.
d. Mengetahui kadar zat yang diekstraksikan dalam pelarut.
Refraktometer adalah alat untuk mengukur indeks bias cairan, padatan atau
serbuk dalam cairan. Ciri khas refraktometer yaitu dapat dipakai untuk mengukur
secara tepat dan sederhana karena hanya memerlukan zat yang sedikit yaitu 0,1 mL
dan ketelitiannya cukup tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga indeks bias
cairan yaitu (Moran dan Horward, 2004):
a. Berbanding terbalik dengan suhu.
b. Berbanding terbalik dengan panjang gelombang sinar yang digunakan.
c. Berbanding lurus dengan tekanan udara dipermukaan udara.
d. Berbanding lurus dengan kadar atau konsentrasi larutan.
2.4 Kesetimbangan
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi perubahan
sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Untuk material dalam jumlah
tertentu, hal tersebut dapat diartikan tidak ada perubahan sifat material tersebut
dengan waktu. Keadaan setimbang yang sebenarnya mungkin tidak pernah tercapai.
Suatu proses berlangsung karena ada gaya penggerak dan selalu menuju ke titik
kesetimbangan. Gaya ini merupakan selisih antara potensi pada keadaan seketika
dan keadaan setimbang. Semakin dekat keadaan sistem dengan titik kesetimbangan,
semakin kecil gaya penggerak proses semakin kecil pula laju proses dan akhirnya
sama dengan nol bila titik kesetimbangan sudah tercapai.
Titik kesetimbangan hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu yang tak
terhingga. Pada prakteknya didalam pekerjaan ilmiah suatu kesetimbangan
dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat atau keadaan seperti yang
ditunjukkan oleh alat pengukur yang digunakan. Didalam masalah rekayasa
kesetimbangan dianggap ada bila sifat yang ditunjukkan oleh praktek sama dengan
sifat yang di hitung berdasarkan metoda yang menggunakan anggapan
6
Perubahan suhu (T), tekanan (P), konsentrasi (C), dan entalpi (H) selama
proses pemisahan dapat dianalisa berdasarkan konsep kesetimbangan
termodinamik. Korelasi fase menurut kaidah fase Gibbs:
F = C – P + 2......................................................(2.1)
dimana:
F = Variabel intensif/bebas
C = Jumlah spesies atau komponen dalam sistem
P = Jumlah fase dalam sistem
Dimisalkan bahwa sistem multi komponen yang tertutup yang terdiri dari
sejumlah fasa mempunyai temperatur dan tekanan yang uniform, akan tetapi pada
keadaan awal sistem ini tidak setimbang ditinjau dari segi perpindahan massa.
Setiap perubahan yang terjadi mesti bersifat irreversible, yang mendekatkan sistem
ini pada keadaan setimbang. Sistem ini dibayangkan dikelilingi keadaan yang selalu
setimbang secara termal dan mekanikal dengan sistem (sekalipun perubahan terjadi
dalam sistem), karena pertukaran panas dan pemuaian kerja antar sistem dan
sekelilingnya terjadi secara reversible. Dalam keadaan yang demikian perubahan
entropi dari sekeliling sistem:
dQsur
dS sur .................................................(2.2)
Tsur
Ditinjau dari sistem panas yang berpindah adalah –dQ yang mempunyai
harga numerik mutlak sama dengan dQsur. Selanjutnya Tsur = T dari sistem
(setimbang secara termal). Maka:
dQsur dQ
dS sur ...................................................(2.3)
Tsur T
menurut hukum ke dua termodinamika:
dS t dS sur 0 ...........................................................(2.4)
dimana St = entropi total dari sistem.
Gabungan dari persamaan (2) dan (3) menjadi:
8
dQ
dS t 0 atau dQ TdS ......................................(2.5)
t
T
Penerapan hukum pertama termodinamika:
dU t dQ dW dQ PdV t ........................................(2.6)
dQ dU t PdV t ..........................................................(2.7)
dU t PdV TdS t .........................................................(2.8)
dU t PdV t TdS t 0 ..................................................(2.9)
dS
t
U t ,V t 0 ................................................................(2.10)
Suatu sistem yang terisolasi mesti mempunyai syarat bahwa energi internal
dan volum tetap, maka untuk sistem semacam itu diketahui langsung dari hukum
kedua bahwa persamaan terakhir berlaku. Dari perumpamaan sistem persamaan
dU t PdV t TdS t 0 berlaku untuk T dan P yang tetap. Persamaan itu bisa juga
ditulis sebagai berikut:
dTS 0 ...........................................(2.11)
dU t T , P dPV t T ,P
t
T ,P
d U PV TS 0 ..............................................(2.12)
t t
T ,P
f i v iv xi P ......................................(2.16)
Gabungan persamaan (2.14), (2.15) dan (2.16) menjadi:
iL xi iv y i ...................................................(2.17)
Di dalam persamaan terakhir xi dan yi tidak berdiri explisit mengingat baik
iL maupun iv adalah fungsi dari T, P dan komposisi; hubungan tersebut
P sat
𝑓̂𝑖𝐿 = 𝑓𝑖𝑠𝑎𝑡 f i L f i sat iL
P
Hasil secara keseluruhan:
P sat
xi yi Pi = yi P = xiPsat
P
Persamaan terakhir merupakan rumus hukum Raoult. Persamaan tidak
realistik, disebabkan terutama oleh asumsi kedua yang biasanya tidak berlaku,
kecuali sistemnya terdiri dari komponen yang serupa secara kimiawi dan dalam
ukuran molekul. Sebagai koreksi terhadap keadaan terakhir diintroduksikan
koefisien aktifitas. Berikut ini diturunkan persamaan yang umum:
f i v y i Vi P ..............................................(2.21)
Dua konsep itu terpisah satu sama lain. Dalam arti kata Vi tidak
( i = 1,2,...N-1)
Untuk menentukan tekanan uap murni komponen dapat didekati dengan
persamaan Antoine yaitu:
B
P sat = Exp (A − T+C) ..........................................(2.26)
Psat dan T pada Persamaan (2.25) dan (2.26) dalam satuan mmHg dan derajat kelvin.
Konstanta kesetimbangan uap cair dapat ditentukan dari Persamaan Hukum Raoult:
Pi sat yi 𝑃 𝑠𝑎𝑡 𝒚
K 𝐾 = 𝑖 = 𝒊 .................................(2.29)
P xi 𝑃 𝒙𝒊
Potensial kimia adalah besaran yang tidak mudah dipahami dan juga sukar
dihubungkan dengan variabel-variabel yang mudah diukur seperti tekanan,
temperatur, dan komposisi. Untuk mengatasi hal tersebut, Lewis mengemukakan
sebuah konsep yang dikenal sebagai konsep fugasitas. Berdasarkan konsep ini,
kesamaan potensial kimia dapat diartikan pula sebagai kesamaan fugasitas tanpa
mengurangi arti yang terkandung di dalamnya (Prausnitz, 1991). Dengan demikian,
kriteria kesetimbangan uap-cair dapat dituliskan kembali sebagai:
fi V = fi L , i = 1 sampai N
dimana fi adalah fugasitas komponen i.
2.5 Fugasitas
2.5.1 Fugasitas Fasa Uap
Fugasitas di fasa uap dinyatakan dalam bentuk koefisien fugasitas yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara fugasitas di fasa uap dan tekanan parsial
komponen. Berdasarkan definisi ini, hubungan antara fugasitas dan koefisien
fugasitas di fasa uap dinyatakan sebagai:
fi V = θiV .yiP.............................................(2.30)
1 V RT
P
atau
1 V RT
P
Pi V OL ( P P S )
V
(T , P ) Pi exp
OL S i i
fi
RT
Pi ..............................(2.33)
i
OL SV S
fi (T , P ) Pi ......................................(2.34)
i
L SV
fi xi P ...........................................(2.35)
F = C – P + 2...........................................(2.1)
Untuk Pi adalah tekanan dalam fase gas dari komponen encer pada
kesetimbangan pada suatu suhu, dan Hi adalah konstanta hukum Henry. Catat
bahwa dalam limit dimana xi=0. Pi=0. Nilai Hi dapat ditentukan dalam buku
referensi. Perhitungan tekanan parsial suatu gas dalam fase gas yang berada dalam
kesetimbangan dengan gas terlarut dalam fase cair jika Hukum Henry berlaku
sungguh sederhana. Ambil sebagai contoh CO2 yang dilarutkan dalam air pada
400C dimana nilai H adalah 69.600 atm/fraksi mol. (Nilai H yang besar
menunujukkan bahwa CO2(g) hanya sedikit larut dalam air). Contohnya, jika xCO2
= 4,2 x 106, tekanan parsial CO2 dalam fase gas adalah :
𝑉𝑖 (𝑃 –𝑃𝑠𝑎𝑡)
Poynting, exp mendekati satu, pengambilan asumsi bahwa µi = 1
𝑅𝑇
menimbulkan kesalahan yang kecil untuk kesetimbangan uap cair tekanan rendah,
sehingga diperoleh persamaan untuk menghitung komposisi uap (yi) :
yi P = ɤi.xi.Pisat ............................................(2.39)
Harga T sebagai harga awal akan digunakan untuk mengetahui tekanan
uap jenuh suatu zat yang akan diestimasi dengan persamaan Antoine.
𝐵𝑖
ln (Pisat) = Ai - 𝐶𝑖 + 𝑇 ........................................(2.40)
Untuk larutan biner yang mengikuti hukum Roult, rumus diatas dapat dituliskan
sebagai perbandingan tekanan uap murni komponen yang lebih voletile terhadap
komponen yang kurang volatile yaitu :
αAB = PA/PB..................................................................................(2.44)
Oleh karena harga relative volatility akan selalu besar dari satu makin besar
harganya, makin mudah pula pemisahannya. Selanjutnya data kesetimbangan dapat
dinyatakan dengan relative volatility sebagai berikut (Kurniati, 2011):
αx
γ = 1+(α−1)x ......................................................(2.45)
17
2.7 Distilasi
Proses distilasi digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang
mempunyai titik didih komponennya. Pada proses ini distilat yang dihasilkan
mempunyai komposisi dan karakter yang berbeda dari campurannya. Klasifikasi
distilasi berdasarkan jumlah komponen dalam campurannya, yaitu :
1. Distilasi biner: bila campuran yang akan didistilasi terdiri dari dua
komponen.
2. Distilasi multi komponen: bila campuran yang akan terdiri lebih dari dua
komponen.
Berdasarkan penggunaannya berbagai proses distilasi antara lain:
a. Flash Distilation
Flash distilation banyak digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen yang mempunyai titik didih yang besar, biasanya dengan cara
kontinu akan terjadi penguapan suatu fraksi tertentu dari liquid dengan
menggunakan separator, dengan adanya waktu kontak yang cukup dianggap
bahwa uap dan liquid tersebut dalam keadaan setimbang. Uap yang keluar
dari separator dikondensasikan dengan kondensor sedang liquidnya keluar
dari bagian bawah separator. Pada proses ini dianggap bahwa semua
komponen yang ada dalam fase liquid dan fase uap atau kedua fase yang
berkontak mempunyai temperatur dan tekanan yang sama.
b. Differential Distilation
Differtial distilation adalah distilation yang dilakukan secara batch dimana
campuran di distilasi berdasarkan cara memanaskan campuran sampai titik
didihnya. Pada saat titik didihnya tercapai campuran mulai menguap dan
uap yang keluar dikondensasikan menjadi distilat dengan internal
18
kondensor. Dalam distilasi ini titik didih liquid akan naik perlahan-lahan
dengan makin berkurangnya komponen-komponennya yang lebih volatile
sehingga posisi liquid akan berubah secara continue, demikian juga sama
halnya setiap saat terjadi kesetimbangan antara uap yang terbentuk dan
liquidnya.
c. Steam Distilation
Steam distillation adalah distilasi suatu campuran liquid dengan media
pemanas steam (uap) yaitu steam yang dikontakkan secara langsung dengan
sistem campuran liquid yang didistilasi dalam suatu operasi batch atau
continue. Sebenarnya gas-gas lain dapat juga digunakan sebagai pemanas
seperti N2, CO2 dan fluegas.
d. Vacum Distillation
Suatu campuran yang mempunyai titik didih tinggi akan memerlukan
pemanasan yang cukup besar untuk memisahkan pada tekanan atmosfer
untuk mengurangi pemanasan tersebut dilakukan pada tekanan rendah
(vacum) dimana titik didih campuran akan turun (Kurniati, 2011).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
19
20
Keterangan:
4 1. Labu leher dua
2. Termometer
3. Ketel pemanas
4. Klem
2 5 5. Kondensor
6. Clavenger
8 6 7. Statif
1 8. Input
7
9. Output
9
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Komposisi Umpan dengan oBrix
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan dimana tidak ada lagi perubahan
makroskopis terhadap waktu. Maka berdasarkan analisa praktikum, kesetimbangan
uap cair adalah dimana laju pembentukan uap (evaporasi) sama dengan laju
pembentukan kondensat (kondensasi) yang dapat ditandai dengan kondesat tidak
lagi menetes dari kondensor ke clavenger. Dalam percobaan
22
23
kesetimbangan uap cair ini bahan yang digunakan adalah campuran etanol-air
dengan variasi komponen atau komposisi yang berbeda-beda. Tahap pertama dari
percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah membuat larutan etanol dengan
berbagai variasi konsentrasi (%volume), yaitu 20%, 30%, 40% 50%, 60%, dan
70%. Larutan etanol yang sudah dibuat kemudian dilakukan pengukuran
konsentrasi masing-masing larutan sebelum proses destilasi menggunakan hand
refractometer (°Brix). Hasil yang diperoleh akan dijadikan sebagai kurva kalibrasi
yang diperoleh dari grafik °Brix vs Konsentrasi (%volume).
o
Brix merupakan satuan etanol dalam suatu campuran. oBrix bisa dibaca
dengan menggunakan alat hand refractometer. Semakin tinggi nilai oBrix, semakin
besar pula konsentrasi etanol. Berdasarkan Tabel 4.1, oBrix etanol pada fase uap
(kondensat) dan fasa cair (distilat) berbanding terbalik. Ketika komposisi etanol
pada suatu campuran etanol air sudah terpisah, konsentrasi kondensat mendekati
nol maka pada cairan sudah berkurang komposisi etanolnya. Begitu juga dengan
etanol yang ada pada cairan. Semakin tinggi oBrix pada cairan, menyatakan bahwa
konsentrasi etanol pada cairan masih tinggi karena komposisi umpan etanol dalam
campuran etanol-air yang tinggi sehingga banyak etanol yang tertinggal
Selanjutnya, larutan etanol-air yang telah dibuat, dimasukkan kedalam labu
didih leher 2 dan dipanaskan pada temperatur yang tidak melebihi 100°C. Untuk
mengetahui kesetimbangan yang telah tercapai, diamati tetesan refluks yang terjadi
dan suhu pemanasan yang konstan. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin
besar konsentrasi etanol (%volume), maka temperatur kesetimbangan akan tercapai
pada suhu yang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena titik didih etanol lebih
rendah dari titik didih air, sehingga ketika komposisi etanol lebih banyak dari
etanol, maka temperatur campuran semakin rendah pula.
24
Gambar 4.1 Grafik Kestimbangan Uap Cair Antara Konsentrasi Umpan (%)
Dengan Konsentrasi Etanol dalam Campuran (oBrix)
Berdasarkan Gambar 4.1, semakin tinggi komposisi umpan atau semakin
banyak komposisi etanol dalam suatu campuran maka semakin tinggi pula oBrix.
Hal ini memiliki kesamaan dengan referensi dimana oBrix berbanding lurus dengan
kadar atau konsentrasi larutan (Moran dan Howard, 2004). Pada Gambar 4.1
diperoleh kurva kalibrasi yang digunakan untuk penentuan konsentrasi etanol fasa
cair pada saat kesetimbangan telah tercapai. Persamaan garis lurus yang didapatkan
adalah y = 17,714 x + 1,6952. Dengan menggunakan persamaan tersebut maka
diperoleh nilai fraksi massa etanol fasa cair (XD) dan uap (YD). Dari kurva juga
diperoleh nilai R2 = 0,9924. Nilai R2 merupakan gradien atau garis lurus yang
menyatakan tingkat ketelitian dari data yang diperoleh. Standar yang digunakan
sebagai nilai R2 berkisar antara 0,90 hingga 1.
Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Antara Konsentrasi Uap (YD) dan Konsentrasi
Cairan (XD) dengan Temperatur Kesetimbangan
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa konsentrasi uap dan cair dari
etanol mengalami penurunan seiring adanya kenaikan suhu. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi temperatur kesetimbangan maka semakin rendah pula
konsentrasi etanol dalam campuran etanol-air tersebut.
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar komposisi umpan, temperatur kesetimbangan akan semakin
menurun.
2. Pada percobaan ini persamaan yang didapat dari grafik hubungan
konsentrasi etanol (%volume) dengan oBrix adalah y = 17,714 x + 1,6952
dengan R2 = 0,9924.
3. Semakin besar komposisi umpan, maka oBrix fasa cair juga akan semakin
besar, sedangkan oBrix fasa uap akan semakin kecil.
5.2 Saran
1. Pastikan alat yang akan digunakan dalam keadaan kering dan bersih.
2. Dalam mengukur oBrix, pastikan sampel yang digunakan tidak terlalu
banyak ataupun terlalu sedikit.
27
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid 2. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Geankoplis, CJ. 1997. Transport Processes and Unit Operations. 3rd edition.
Eastern Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd. New Delhi,
India.
Jonas, N. 2011. Prarancangan Pabrik Etil Asetat Dari Etanol Dan Asam Asetat
Kapasitas 10.000 Ton/Tahun. Jurnal Teknik Kimia. UNS.
Kurniati, Ely, 2011, “Kesetimbangan Uap Cair Sistem Biner pada Distilasi Batch
N-Hexane-Air”, ISBN 978-602-8915-60-1, UPN Press, Surabaya.
Moran, M.J. dan Horward N.S. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 2. Edisi 4.
Erlangga. Jakarta.
Prausnitz, J. M. 1991. Molecular Thermodynamics of Liquid-Phase Equilibr. New
Jersey: Prentice-Hall.
Sari, Ketut Ni, 2012, “Data Kesetimbangan Uap-Air dan Ethanol-Air dari Hasil
Fermentasi Rumput Gajah”, Jurnal Ilmiah, Vol 1, No 1, Surabaya.
Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 1.
Pekanbaru: Universitas Riau.
28
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
a. Etanol 20%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,2 . 60 ml
M1 = 12,5 ml etanol
Akuades = 47,5 ml
b. Etanol 30%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,3 . 60 ml
M1 = 18,75 ml etanol
Akuades = 41,25 ml
c. Etanol 40%
V1M = V2M2
0,96 . M1 = 0,4 . 60 ml
M1 = 25 ml etanol
Akuades = 35 ml
d. Etanol 50%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,5 . 60 ml
M1 = 31,25 ml etanol
Akuades = 28,75 ml
e. Etanol 60%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,6 . 60 ml
M1 = 37,5 ml etanol
Akuades = 22,5 ml
f. Etanol 70%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,7 . 60 ml
M1 = 43,75 ml etanol
Akuades = 16,25 m
2. Menghitung Xd
Kurva hubungan komposisi etanol dengan °Brix diperoleh persamaan linear :
y = 17,714x + 1,6952
𝑦−1,6952
𝑥= 17,714
= 0,0172
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,0172 . 60 ml
= 1,032 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 1,032
= 0,814248 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 1,032)
= 58,968 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
0,814248 gram
= (0,814248 gram+ 58,968 gram)
0,814248
= 59,782248
= 0,0136
b. Etanol 30 %
5−1,6952
𝑥= 17,714
3,3048
= 17,714
= 0,186
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,186. 60 ml
= 11,16 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 11,16
= 8,80524 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 11,16)
= 48,84 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
8,80524 gram
= (8,80524 gram+ 48,84 gram)
8,80524
= 57,64524
= 0,153
c. Etanol 40%
6−1,6952
𝑥= 17,714
4,3048
= 17,714
= 0,243
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,243 . 60 ml
= 14,58 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 14,58
= 11,50362 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 14,58)
= 45,42 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
11,50362 gram
= (11,50362 gram+45,42 gram)
11,50362
= 56,92362
= 0,202
d. Etanol 50 %
8−1,6952
𝑥= 17,714
6,3048
= 17,714
= 0,356
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,356 . 60 ml
= 21,36 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 21,36
= 16,85304 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 21,36 )
= 38,64 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
16,85304 gram
= (16,85304 gram+38,64 gram)
16,85304
= 55,49304
= 0,304
e. Etanol 60 %
11−1,6952
𝑥= 17,714
9,3048
= 17,714
= 0,525
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,525 . 60 ml
= 31,5 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 31,5
= 24,8535 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 31,5 )
= 28,5 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
24,8535 gram
= (24,8535 gram+28,5 gram)
24,8535
= 53,3535
= 0,465
f. Etanol 70%
12−1,6952
𝑥= 17,714
10,3048
= 17,714
= 0,582
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,582 . 60 ml
= 34,92 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 34,92
= 27,55188 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 34,92 )
= 25,08 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
27,55188 gram
= (27,55188 gram+ 25,08 gram)
27,55188
= 52,63188
= 0,523
3. Menghitung yd
𝐵
ln Psat = A − 𝑇−𝐶
a. Etanol 20 %
T = 93 °C = 366 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 366 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,0136 . 1312,91 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 324,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔
b. Etanol 30 %
T = 92 °C = 365 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 365 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,153. 1261,42 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 323,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔
c. Etanol 40 %
T = 89,5 °C = 362,5 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 362,5 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,202 . 1152,85 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 320,82 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔
e. Etanol 60%
T = 87 °C = 360 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 360 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,465 . 1053,63 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 318,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔
f. Etanol 70 %
T = 85 °C = 358 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 358 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,523. 972,626 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 316,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔
𝑦 0,4741
𝐾= = = 5,76
𝑥 0,08235
b. Etanol 30 % (T = 92 oC)
91,8−92 92− 95,2
Xd= . 0,05 + . 0,1 = 0,09705
91,8− 95,2 91,8−95,2
91,8−92 92− 95,2
Yd = . 0,377 + . 0,527 = 0,5182
91,8− 95,2 91,8−95,2
𝑦 0,5182
𝐾= = = 5,34
𝑥 0,09705
𝑦 0,5929
𝐾= = = 3,92
𝑥 0,1511
d. Etanol 50 % (T = 88 oC)
87,3−88 88− 91,8
Xd= . 0,1 + . 0,2 = 0,1844
87,3− 91,8 87,3− 91,8
87,3−88 88− 91,8
Yd = . 0,527 + . 0,656 = 0,6359
87,3− 91,8 87,3− 91,8
𝑦 0,6359
𝐾= = = 3,44
𝑥 0,1844
e. Etanol 60 % (T = 87 oC)
84,7−87 87− 87,3
Xd= . 0,2 + . 0,3 = 0,2115
84,7− 87,3 84,7− 87,3
84,7−87 87− 87,3
Yd = . 0,656 + . 0,713 = 0,6625
84,7− 87,3 84,7− 87,3
𝑦 0,6625
𝐾= = = 3,13
𝑥 0,2115
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI