Anda di halaman 1dari 45

Laporan Praktikum Laboratorium Instruksional

Teknik Kimia I
Percobaan I
Kesetimbangan Uap-Cair

Dosen Pengampu:
Prof. Edy Saputra, MT. PhD

Kelompok VII

Alfiyah Najmi 1707114037


Farah Aulia Prihasti 1707122999
Putri Pajarwangi 1707121573

Program Studi Sarjana Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Riau
2019
Lembar Penugasan LABTEK I
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2019

Modul Praktikum : Kesetimbangan Uap - Cair


Kelompok/Kelas : VII / A
Nama Praktikan : 1. Alfiyah Najmi
2. Farah Aulia Prihasti
3. Putri Pajarwangi

No Penugasan
1. Komposisi umpan yang digunakan:
0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7

Dosen Pengampu
Pekanbaru, Oktober 2019

Prof. Edy Saputra, MT., PhD


NIP. 19730129 19993 1 002

i
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I

“Kesetimbangan Uap-Cair”

Dosen pengampu praktikum dengan ini menyatakan bahwa :

Kelompok VII

Alfiyah Najmi 1707114037


Farah Aulia Prihasti 1707122999
Putri Pajarwangi 1707121573

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Dosen


pengampu / Asisten Praktikum
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum “Kesetimbangau Uap-
Cair” dari praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I yang
disetujui oleh Dosen Pengampu / Asisten Praktikum.

Catatan Tambahan :

Dosen Pengampu
Pekanbaru, Oktober 2019

Prof. Edy Saputra, MT., PhD


NIP. 19730129 19993 1 002

ii
ABSTRAK

Kesetimbangan merupakan suatu keadaan tidak terjadi perubahan sifat


makroskopis dari sistem terhadap waktu. Data kesetimbangan uap cair merupakan
data yang sangat diperlukan pada perancangan dan pengoperasian kolom destilasi.
Tujuan dari praktikum adalah untuk mempelajari data kesetimbangan etanol-air.
Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan literatur untuk menganalisa
error yang terjadi. Pertama, untuk menentukan konsentrasi etanol maka terlebih
dahulu dibuat kurva standarisasi °Brix etanol, dengan komposisi etanol umpan
yaitu 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, dan 0,7. Hasilnya semakin besar besar komposisi etanol
maka °Brix semakin besar dengan nilai 5o, 7o, 9o, 11o, 12o, dan 14oBrix. Selanjutnya
alat kesetimbangan uap cair dirangkai. Kemudian campuran etanol-air dimasukkan
ke dalam labu dan ditutup rapat agar etanol tidak menguap. Setelah itu, sampel
kondensat dan sampel fasa cair diambil dalam waktu yang bersamaan setelah
temperatur konstan. Kedua sampel tersebut kemudian dianalisa menggunakan hand
refractometer dan dibandingkan dengan kurva standarisasi oBrix etanol sehingga
didapatkan data fraksi massa etanol dasa uap dan cair. Kemudian, dari data
kesetimbangan fraksi massa etanol dapat dicari nilai konstanta kesetimbangan (K).

Kata kunci: oBrix, etanol, hand refractometer, kesetimbangan uap cair, konstanta
kesetimbangan

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENUGASAN ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah ...........................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan .............................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Etanol .................................................................................................2
2.2 Aquadest ...........................................................................................3
2.3 Indeks Bias dan Refractometer ..........................................................3
2.4 Kesetimbangan .................................................................................4
2.4.1 Kriteria Kesetimbangan ...........................................................7
2.4.2 Kesetimbangan Uap Cair (KUC).............................................8
2.5 Fugasitas ..........................................................................................12
2.5.1 Fugasitas Fasa Uap ..............................................................12
2.5.2 Fugasitas Fasa Cair ................................................................13
2.6 Kurva Kesetimbangan ....................................................................15
2.6.1 Hukum Henry ......................................................................14
2.6.2 Hukum Raoult .......................................................................15
2.6.3 Relative Volatility ..................................................................16
2.6.4 VLE Ratio ..............................................................................17
2.7 Distilasi ............................................................................................18
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat-Alat yang Digunakan ...............................................................20
3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan ........................................................20
3.3 Prosedur Percobaan .........................................................................20
3.4 Rangkaian Alat ...............................................................................21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan ............................................................................22
3.2 Pembahasan .....................................................................................22
3.2.1 Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Uap Cair Etanol .....22
3.2.2 Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Uap Cair Etanol .....24
3.2.3 Konstanta Kesetimbangan Uap Cair Etanol ..........................25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan ......................................................................................27
3.2 Saran ................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B LEMBAR PERHITUNGAN
LAMPIRAN C DOKUMENTASI

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Kesetimbangan Cyclohexsane-Toluene pada
(a) Tekanan Konstan (b) Temperatur Konstan ................................11
Gambar 3.1 Hand Refractometer .........................................................................20
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Kesetimbangan Uap-Cair........................................21
Gambar 4.1 Grafik Kesetimbangan Uap Cair Antara Konsentrasi Umpan (%)
dengan Konsentrasi Etanol dalam Campuran (oBrix) .......................25
Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Antara Konsentrasi Uap (YD) dan Konsentrasi
Cairan (XD) dengan Temperatur Kesetimbangan..............................26
Gambar 4.3 Perbandingan Konstanta Kesetimbangan Percobaan dengan
Konstanta Kesetimbangan Linear .....................................................27

v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Identitas Etanol .......................................................................................3
Tabel 2.2 Data Kesetimbangan Untuk Sistem Etanol-Air ......................................6
Tabel 4.1 Hubungan Komposisi Etanol dengan °Brix ..........................................22
Tabel 4.2 Perbandingan Konstanta Kesetimbangan
Percobaan dengan Literatur ...................................................................22
Tabel 4.3 Data Konsentrasi Uap (YD) dan Cair (XD) ............................................25

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Dalam Operasi pemisahan fasa cair-cair ada beberapa macam antara lain
adalah distilasi, ekstraksi, dan adsorpsi, seperti halnya pemisahan komponen-
komponen campuran etanol air yang dilakukan dengan proses destilasi. Destilasi
adalah proses yang digunakan untuk memisahkan campuran fluida berdasarkan titik
didih yang diikuti oleh kondensasi.
Destilasi juga merupakan metode untuk pemisahan suatu campuran homogen
yang berdasarkan pada perbedaan titik didih komponen-komponen yang
mempunyai titik didih rendah dan menguap terlebih dahulu dibandingkan dengan
titik didih yang lebih dari pada didalam fasa cairannya. Bentuk dan data
kesetimbangan anatara fase cair dan gas diantaranya dapat digambarkan dalam
bentuk kurva biner atau dengan cara eksperimen.
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan tidak terjadi perubahan sifat
makroskopis dari sistem terhadap waktu. Kesetimbangan uap-cair dapat ditentukan
ketika ada variabel yang tetap (konstan) pasa suatu waktu tertentu. Kesetimbangan
uap-cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan
pengoperasian kolom-kolom destilasi. Pada prakteknya didalam pekerjaan ilmiah
suatu kesetimbangan dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat / keadaan
seperti yang ditunjukkan oleh praktek sama dengan sifat yang dihitung berdasarkan
metoda yang menggunakan anggapan kesetimbangan.
Kesetimbangan uap cair dapat diperoleh jika ada variabel yang tetap pada
suatu waktu tertentu saat kesetimbangan tercapai kecepatan antara molekul-
molekul campuran yang berbentuk fasa cair dan fasa uap. Data kesetimbangan uap
cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan
pengoperasian kolom-kolom destilasi. Adapun hal-hal berpengaruh dalam sistem
kesetimbangan yaitu tekanan, suhu, konsentrasi dalam fasa cair (x) dan konsentrasi
dalam fasa uap (y).

1
2

1.2 Tujuan Percobaan


2. Merancang dan menjalankan eksperimen.
3. Membuat dan menganalisis kurva kesetimbangan uap cair.
4. Bekerja sama dalam suatu tim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etanol
Etanol (ROH) adalah cairan transparan, tidak berwarna, dan mudah menguap.
Molekul penyusun alkohol adalah molekul polar. Etanol memiliki titik didih 78,3˚C
dan beku pada suhu (-144˚C). Molekul penyusun etanol berbobot rendah sehingga
menyebabkan etanol dapat larut dalam air. Kelarutan dalam air tersebut disebabkan
oleh ikatan hidrogen antara etanol dan air. Etanol juga dapat melarutkan tetapi tidak
sebaik air (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Etanol adalah alkohol 2-karbon dengan rumus molekul CH3CH2OH. Rumus
molekul dari etanol itu sendiri adalah CH3CH2OH dengan rumus empirisnya
C2H6O. Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Tabel 2.1 Identitas Etanol

Identitas Etanol Keterangan


Massa molekul relatif 46,07 gr/mol
Titik didih normal 78,32˚C
Titik beku −144,1˚C
(Sumber: Fessenden dan Fessenden,1992)

2.1.1 Sifat dan Kegunaan Etanol


Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau
CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4°C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna,
volatil dan dapat bercampur dengan air. Ada 2 jenis etanol, etanol sintetik sering
disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu
derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari sintesis kimia yang
disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui
proses biologi (enzimatik dan fermentasi) (Jonas, 2011).

3
4

Mengingat pemanfaatan etanol beraneka ragam, sehingga grade etanol yang


dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk etanol yang
mempunyai grade 90-96,5% dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol yang
mempunyai grade 96-99,5% dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan
bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade etanol yang dimanfaatkan sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya
grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air (Jonas, 2011).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang
ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum,
perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut
yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya.
Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar (Jonas, 2011).

2.2 Aquadest
Aquadest memiliki rumus kimia H2O. Satu molekul aquadest tersusun atas
dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen. Aquadest memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa
jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Aquadest merupakan bahan kimia
yang berwujud cair, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan
standar. Massa molarnya adalah 18,01528 g/mol. Titik didih aquadest sebesar
100°C (373,15 K) sedangkan titik lelehnya 0°C (273,15 K). Massa jenisnya 1000
kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20°C). Sifat dari bahan ini adalah non-korosif
untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak berbahaya pada kulit, non-permeator oleh
kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga tidak berbahaya dalam
kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk paru-paru dan non-
korosif terhadap mata (Fessenden dan Fessenden, 1992).

2.3 Indeks Bias dan Refractometer


Indeks bias menurut pengertian fisis adalah kemampuan cahaya merambat
dalam suatu zat berdasarkan molekul-molekul penyusun zat tersebut. Sedangkan
berdasarkan persamaan matematis, indeks bias adalah perbandingan cepat rambat
di udara dengan cepat rambat cahaya ketika melalui suatu zat. Apabila seberkas
cahaya jatuh pada permukaan air, sebagian dipantulkan (reflaksi) oleh permukaan,
5

sebagian lagi dibiaskan (refraksi) masuk kedalam air. Pengukuran indeks bias
berguna untuk sebagai berikut (Moran dan Horward, 2004):
a. Menilai sifat dan kemurnian suatu medium salah satunya berupa cairan.
b. Mengetahui konsentrasi-konsentrasi larutan.
c. Mengetahui nilai perbandingan komponen dalam campuran dua zat.
d. Mengetahui kadar zat yang diekstraksikan dalam pelarut.
Refraktometer adalah alat untuk mengukur indeks bias cairan, padatan atau
serbuk dalam cairan. Ciri khas refraktometer yaitu dapat dipakai untuk mengukur
secara tepat dan sederhana karena hanya memerlukan zat yang sedikit yaitu 0,1 mL
dan ketelitiannya cukup tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga indeks bias
cairan yaitu (Moran dan Horward, 2004):
a. Berbanding terbalik dengan suhu.
b. Berbanding terbalik dengan panjang gelombang sinar yang digunakan.
c. Berbanding lurus dengan tekanan udara dipermukaan udara.
d. Berbanding lurus dengan kadar atau konsentrasi larutan.

2.4 Kesetimbangan
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi perubahan
sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Untuk material dalam jumlah
tertentu, hal tersebut dapat diartikan tidak ada perubahan sifat material tersebut
dengan waktu. Keadaan setimbang yang sebenarnya mungkin tidak pernah tercapai.
Suatu proses berlangsung karena ada gaya penggerak dan selalu menuju ke titik
kesetimbangan. Gaya ini merupakan selisih antara potensi pada keadaan seketika
dan keadaan setimbang. Semakin dekat keadaan sistem dengan titik kesetimbangan,
semakin kecil gaya penggerak proses semakin kecil pula laju proses dan akhirnya
sama dengan nol bila titik kesetimbangan sudah tercapai.

Titik kesetimbangan hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu yang tak
terhingga. Pada prakteknya didalam pekerjaan ilmiah suatu kesetimbangan
dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat atau keadaan seperti yang
ditunjukkan oleh alat pengukur yang digunakan. Didalam masalah rekayasa
kesetimbangan dianggap ada bila sifat yang ditunjukkan oleh praktek sama dengan
sifat yang di hitung berdasarkan metoda yang menggunakan anggapan
6

kesetimbangan. Contoh komposisi pada pelat distilasi dibanding dengan komposisi


pelat teoritis.

Pada perhitungan stage wise contact konsep kesetimbangan memegang


peran penting selain neraca panas dan neraca massa. Konsep rate process tidak
diperhatikan pada alat kontak jenis ini karena dianggap kontak pada alat ini
berlangsung dengan baik sehingga arus-arus yang keluar dari stage dalam keadaan
kesetimbangan.

Perubahan suhu (T), tekanan (P), konsentrasi (C), dan entalpi (H) selama
proses pemisahan dapat dianalisa berdasarkan konsep kesetimbangan
termodinamik. Korelasi fase menurut kaidah fase Gibbs:
F = C – P + 2......................................................(2.1)
dimana:
F = Variabel intensif/bebas
C = Jumlah spesies atau komponen dalam sistem
P = Jumlah fase dalam sistem

Jadi, untuk komposisi (konsentrasi) dan tekanan kesetimbangan tertentu,


maka suhu kesetimbangan tertentu pula. Untuk komposisi (konsentrasi) dan suhu
kesetimbangan tertentu, maka tekanan kesetimbangan akan tertentu pula. Jika
dipilih suhu dan tekanan kesetimbangan tertentu, maka konsentrasi kesetimbangan
akan tertentu pula.

Tabel 2.2 Data Kesetimbangan Untuk Sistem Etanol – Air


Temperatur Temperatur
oC oF
xA yA oC oF
xA yA

100 212 0 0 81.0 177.8 0.600 0.794


98.1 208.5 0.020 0.192 80.1 176.2 0.700 0.822
95.2 203.4 0.050 0.377 79.1 174.3 0.800 0.858
91.8 197.2 0.100 0.527 78.3 173.0 0.900 0.912
87.3 189.2 0.200 0.656 78.2 172.8 0.940 0.942
84.7 184.5 0.300 0.713 78.1 172.7 0.960 0.959
83.2 181.7 0.400 0.746 78.2 172.8 0.980 0.978
82.0 179.6 0.500 0.771 78.3 173.0 1.000 1.000
(Sumber: Geankoplis, 1997)
7

2.4.1 Kriteria Kesetimbangan

Yang dimaksud disini bukan sekedar kriteria yang berupa kesetimbangan


termal dan mekanikal secara internal yang biasa kita terjemahkan sebagai
berlakunya T dan P yang uniform, melainkan pembatasan-pembatasan
termodinamika pada sistem dengan fasa banyak dan komponen banyak yang
mengalami keadaan kesetimbangan. Sekalipun sudah ada kesetimbangan termal
dan mekanikal dalam sistem demikian masih dimungkinkan perpindahan massa
antar fasa. Jadi kriteria yang dimaksudkan disini termasuk kesetimbangan antar fasa
ditinjau dari segi kemungkinan perpindahan antar fasa tersebut. Kriteria ini pertama
kali diturunkan oleh Gibbs.

Dimisalkan bahwa sistem multi komponen yang tertutup yang terdiri dari
sejumlah fasa mempunyai temperatur dan tekanan yang uniform, akan tetapi pada
keadaan awal sistem ini tidak setimbang ditinjau dari segi perpindahan massa.
Setiap perubahan yang terjadi mesti bersifat irreversible, yang mendekatkan sistem
ini pada keadaan setimbang. Sistem ini dibayangkan dikelilingi keadaan yang selalu
setimbang secara termal dan mekanikal dengan sistem (sekalipun perubahan terjadi
dalam sistem), karena pertukaran panas dan pemuaian kerja antar sistem dan
sekelilingnya terjadi secara reversible. Dalam keadaan yang demikian perubahan
entropi dari sekeliling sistem:
dQsur
dS sur  .................................................(2.2)
Tsur
Ditinjau dari sistem panas yang berpindah adalah –dQ yang mempunyai
harga numerik mutlak sama dengan dQsur. Selanjutnya Tsur = T dari sistem
(setimbang secara termal). Maka:
dQsur  dQ
dS sur   ...................................................(2.3)
Tsur T
menurut hukum ke dua termodinamika:
dS t  dS sur  0 ...........................................................(2.4)
dimana St = entropi total dari sistem.
Gabungan dari persamaan (2) dan (3) menjadi:
8

dQ
dS t   0 atau dQ  TdS ......................................(2.5)
t

T
Penerapan hukum pertama termodinamika:
dU t  dQ  dW  dQ  PdV t ........................................(2.6)

dQ  dU t  PdV t ..........................................................(2.7)
dU t  PdV  TdS t .........................................................(2.8)
dU t  PdV t  TdS t  0 ..................................................(2.9)
dS 
t
U t ,V t  0 ................................................................(2.10)

Suatu sistem yang terisolasi mesti mempunyai syarat bahwa energi internal
dan volum tetap, maka untuk sistem semacam itu diketahui langsung dari hukum
kedua bahwa persamaan terakhir berlaku. Dari perumpamaan sistem persamaan
dU t  PdV t  TdS t  0 berlaku untuk T dan P yang tetap. Persamaan itu bisa juga
ditulis sebagai berikut:
   dTS   0 ...........................................(2.11)
dU t T , P  dPV t T ,P
t
T ,P

d U  PV  TS   0 ..............................................(2.12)
t t
T ,P

Persamaan terakhir perlu mengingat bahwa (dGt)T,P tetap merupakan


persyaratan yang mudah untuk diatur. Keadaan setimbang dari sistem tertutup
adalah keadaan yang energi bebas Gibbs totalnya adalah minimum ditinjau dari
perubahan pada (dGt)T,P tertentu. Pada keadaan setimbang variasi dalam kadar
differensial dapat terjadi didalam sistem pada T dan P yang tetap. Tanpa
mengakibatkan perubahan Gt, jadi:
dG 
t
T ,P  0 ...................................................(2.13)

2.4.2 Kesetimbangan Uap Cair (KUC)


Jumlah derajat kebebasan F pada kesetimbangan adalah perbedaan antara
jumlah variabel yang diperlukan untuk karakterisasi keadaan intensif sistem dan
jumlah persamaan bebas yang menyatakan hubungan variabel-variabel tersebut.
Didalam KUC dengan jumlah komponen n dan jumlah fasa 2 terdapat
variabel T, P, N-1 fraksi mol dalam cairan dan N-1 fraksi mol dalam uap, jadi
jumlah variabel adalah 2N. Persamaan Gibbs-Duhem sebagai kriteria
kesetimbangan.
9

𝑓̂𝑖𝑉 = 𝑓̂𝑖𝐿 ( i = 1, 2, ..., N) ..........................................(2.14)


Memberikan N Persamaan bebas sehingga jumlah variabel yang harus ditetapkan
untuk fixing sistem adalah N, y.i T atau P dan N-1 fraksi mol cairan atau uap N
variabel yang lain selanjutnya dapat dihitung, digunakan persamaan:
f i v   iv y i P 𝑓̂𝑖𝑉 = 𝛩̂𝑖𝑉 𝑦𝑖 𝑃 .......................................(2.15)

f i v   iv xi P ......................................(2.16)
Gabungan persamaan (2.14), (2.15) dan (2.16) menjadi:
 iL xi   iv y i ...................................................(2.17)
Di dalam persamaan terakhir xi dan yi tidak berdiri explisit mengingat baik
 iL maupun  iv adalah fungsi dari T, P dan komposisi; hubungan tersebut

merupakan hubungan yang kompleks. Menyatakan hubungan antara  i dengan T,


P dan komposisi memerlukan persamaan keadaan yang menggambarkan secara
teliti keadaan masing-masing campuran uap dan cairan. Beberapa kesukaran yang
dihadapi dalam kaitan ini:
1. Data biasanya tersedia untuk zat murni dan tidak ada aturan-aturan yang
berlaku secara umum untuk campuran.
2. Tidak ada persamaan keadaan yang secara umum berlaku untuk fasa cairan.

Untuk mendapatkan bentuk persamaan yang lebih mudah digunakan


dilakukan penyederhanaan bila hal tersebut dibenarkan. Hasil yang paling
sederhana diperoleh bila diumpamakan bahwa fasa uap bersifat gas ideal dan fasa
cairan merupakan larutan ideal.
1. Bila fasa uap bersifat gas ideal:
𝛩̂𝑖𝑉 = 1  iv  1 .................................................(2.18)

2. Bila fasa cairan merupakan larutan ideal:


f i L xi f i L f i L
 iL    ..........................................(2.19)
xi P xi P P
3. Bila fugasitas cairan tidak peka terhadap tekanan:
𝑓̂𝑖𝐿 = 𝑓𝑖𝑠𝑎𝑡 f i L  f i sat .............................................(2.20)

Berdasarkan anggapan f i L  f i sat


10

P sat
𝑓̂𝑖𝐿 = 𝑓𝑖𝑠𝑎𝑡 f i L  f i sat  iL 
P
Hasil secara keseluruhan:
P sat
xi  yi Pi = yi P = xiPsat
P
Persamaan terakhir merupakan rumus hukum Raoult. Persamaan tidak
realistik, disebabkan terutama oleh asumsi kedua yang biasanya tidak berlaku,
kecuali sistemnya terdiri dari komponen yang serupa secara kimiawi dan dalam
ukuran molekul. Sebagai koreksi terhadap keadaan terakhir diintroduksikan
koefisien aktifitas. Berikut ini diturunkan persamaan yang umum:
f i v  y i Vi P ..............................................(2.21)

untuk fasa uap f i L  xi  i f i o ...............................................(2.22)

untuk fasa cair xi  i f i o  Vi y i P .........................................(2.23)


Dengan persamaan terakhir penyelesaian KUC dilaksanakan melalui pendekatan:
1. Untuk fasa uap digunakan konsep koefisien fugasitas yang dihitung dengan
menggunakan PVT data.
Vi  ( P, T , yi ,....., y N 1 ) .....................................(2.24)
2. Untuk fasa cair digunakan konsep koefisien aktifitas. Konsep ini
menggantikan konsep koefisien fugasitas yang tidak bisa diterapkan karena
tidak ada persamaan keadaan yang berlaku secara untuk cairan.
 i   ( P, T , xi , x2 ,...., x N 1 ) ...................................(2.25)

Dua konsep itu terpisah satu sama lain. Dalam arti kata  Vi tidak

dipengaruhi oleh komposisi cairan dan sebaliknya 𝜸𝒊 tidak dipengaruhi oleh


komposisi uap. Telah diuraikan bahwa untuk sistem N komponen dan dua fasa ada
N derajat kebebasan, artinya N variabel dapat ditentukan secara bebas sedang N
variabel yang lain merupakan variabel tidak bebas dan dapat dihitung. Beberapa
bentuk persoalan dalam KUC:
1. Menghitung T dan yi pada titik gelembung, bila ditentukan P dan xi.
2. Menghitung P dan yi pada titik gelembung, bila ditentukan T dan xi.
3. Menghitung T dan xi pada titik embun, bila ditentukan P dan yi.
4. Menghitung P dan xi pada titik embun, bila ditentukan T dan yi.
11

( i = 1,2,...N-1)
Untuk menentukan tekanan uap murni komponen dapat didekati dengan
persamaan Antoine yaitu:
B
P sat = Exp (A − T+C) ..........................................(2.26)

Untuk memprediksikan tekanan uap etanol:


3803,98
P sat = exp (18,9119 − T−41,68).....................................(2.27)

Untuk memprediksikan tekanan uap air:


3816,44
P sat = exp (18,3036 − ).....................................(2.28)
T−46,13

Psat dan T pada Persamaan (2.25) dan (2.26) dalam satuan mmHg dan derajat kelvin.
Konstanta kesetimbangan uap cair dapat ditentukan dari Persamaan Hukum Raoult:
Pi sat yi 𝑃 𝑠𝑎𝑡 𝒚
K  𝐾 = 𝑖 = 𝒊 .................................(2.29)
P xi 𝑃 𝒙𝒊

Dalam sebuah campuran dua fasa uap-cair pada kesetimbangan, suatu


komponen dalam fasa berada dalam kesetimbangan dengan komponen yang sama
dalam fasa lain. Hubungan kesetimbangan tergantung kepada suhu, tekanan, dan
komposisi campuran tersebut. Gambar 2.1 merupakan salah satu contoh diagram
dari kesetimbangan uap cair untuk sistem cyclohexane-toluene, dimana pada (a)
kesetimbanganpada temperatur konstan dan (b) kesetimbangan pada temperatur
konstan. Kurva ABC pada Gambar 2.1 menunjukkan keadaan campuran cair jenuh,
yang disebut dengan kurva buble point. Kurva ADC merupakan kurva dew point,
yang menunjukkan uap jenuh.

Gambar 2.1 Kurva Kesetimbangan Cyclohexsane-Toluene pada (a) Tekanan


Konstan b) Temperatur Konstan (Prausnitz, 1991).
12

Perhitungan kesetimbangan uap cair dilakukan untuk menentukan


komposisi fasa uap dan fasa cair suatu campuran yang berada dalam keadaan
setimbang. Perhitungan kesetimbangan uap cair diselesaikan dengan menerapkan
kriteria kesetimbangan uap cair. Dua fasa berada dalam kesetimbangan
termodinamik apabila temperatur dan tekanan kedua fasa sama serta potensial
kimia masing-masing komponen yang terlibat di kedua fasa bernilai sama. Dengan
demikian, pada temperatur dan tekanan tertentu, kriteria kesetimbangan uap cair
dapat dinyatakan sebagai berikut:
μi V = μi L dimana i = 1 sampai N
dimana µi adalah potensial kimia komponen i, N adalah jumlah komponen,
V dan L menyatakan fasa uap dan fasa cair.

Potensial kimia adalah besaran yang tidak mudah dipahami dan juga sukar
dihubungkan dengan variabel-variabel yang mudah diukur seperti tekanan,
temperatur, dan komposisi. Untuk mengatasi hal tersebut, Lewis mengemukakan
sebuah konsep yang dikenal sebagai konsep fugasitas. Berdasarkan konsep ini,
kesamaan potensial kimia dapat diartikan pula sebagai kesamaan fugasitas tanpa
mengurangi arti yang terkandung di dalamnya (Prausnitz, 1991). Dengan demikian,
kriteria kesetimbangan uap-cair dapat dituliskan kembali sebagai:
fi V = fi L , i = 1 sampai N
dimana fi adalah fugasitas komponen i.

2.5 Fugasitas
2.5.1 Fugasitas Fasa Uap
Fugasitas di fasa uap dinyatakan dalam bentuk koefisien fugasitas yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara fugasitas di fasa uap dan tekanan parsial
komponen. Berdasarkan definisi ini, hubungan antara fugasitas dan koefisien
fugasitas di fasa uap dinyatakan sebagai:

fi V = θiV .yiP.............................................(2.30)

Dimana θ adalah koefisien fugasitas, y adalah fraksi mol komponen di fasa


uap dan P adalah tekanan total. Koefisien fugasitas dihitung berdasarkan data
volumetrik dengan cara sebagai berikut:
13

1  V RT 
P

RT 0  ni T , P ,ni P 


ln  i     dP
  ........................(2.31)

atau

1  V RT 
P

RT 0  ni T , P ,ni


ln  i     dV  ln z
P 
  ..............(2.32)

Dimana T adalah temperatur, V adalah volum parsial, n adalah jumlah mol,


z adalah faktor pemampatan (compressibility factor) dan R adalah konstanta gas.
Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa koefisien fugasitas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan keadaan, persamaan yang menghubungkan
tekanan, temperatur, volume dan komposisi. Persamaan dengan fungsi dP dipakai
apabila persamaan keadaan yang ada berupa fungsi eksplisit dalam volum,
temperatur, dan komposisi. Sedangkan persamaan dengan fungsi dV dipakai bila
persamaan keadaan yang ada berupa fungsi eksplisit dalam tekanan, temperatur,
dan komposisi.

2.5.2 Fugasitas Fasa Cair


Fugasitas di fasa cair umumnya dinyatakan dalam bentuk koefisien aktifitas
yang didefinisikan sebagai perbandingan antara fugasitas di fasa cair dan hasil kali
antara fraksi mol komponen di fasa cair dan fugasitas komponen pada keadaan
standar dalam perhitungan-perhitungan koefisien aktifitas adalah kondisi cairan
murni.

1. Jika keadaan cairan murni dipakai sebagai keadaan standar, koefisien


aktifitas dinyatakan sebagai: fi L = γi xifi OL, dimana γ adalah koefisien
aktifitas, x adalah fraksi mol komponen di fasa cair, f 0L adalah fugasitas
cairan murni.

2. Koefisien fugasitas dapat dihitung berdasarkan data energi bebas Gibbs


berlebih (excess Gibbs energy). Persamaan-persamaan untuk menghitung
koefisien aktivitas antara lain persamaan Van Laar, persamaan Margules,
persamaan Wilson, persamaan NRTL, dan sebagainya. Koefisien aktivitas
14

juga dapat dihitung dengan menggunakan metoda kelompok (group


method) seperti dengan metoda UNIFAC dan metoda ASOG.

Suku eksponen dalam persamaan di atas dinamakan faktor koreksi Poynting


(Poynting correction). Jika cairan bersifat tidak termampatkan dan uap komponen
pada keadaan jenuhnya dapat dianggap sebagai gas ideal, persamaan di atas dapat
disederhanakan menjadi:

 Pi V OL ( P  P S ) 
 
 V
(T , P )  Pi exp
OL S i i
fi
RT 
 Pi  ..............................(2.33)

Jika faktor koreksi Poynting mendekati 1, maka:

 i
OL SV S
fi (T , P ) Pi ......................................(2.34)

Fugasitas di fasa cair juga sering dinyatakan dalam bentuk koefisien


fugasitas. Dalam hal ini fugasitas dinyatakan sebagai:

 i
L SV
fi xi P ...........................................(2.35)

Cara di atas memungkinkan masalah kesetimbangan uap-cair dapat


diselesaikan dengan menggunakan sebuah persamaan keadaan.

2.6 Kurva Kesetimbangan


Suatu kesetimbangan uap cair sangat ditentukan oleh fase yang dirumuskan
pada persamaan 2.1 (Kurniati, 2011).

F = C – P + 2...........................................(2.1)

Dimana : F = Jumlah derajat kebebasan


C = Jumlah komponen
P = Jumlah fasa
2.6.1 Hukum Henry
Digunakan untuk komponen yang fraksi molnya mendekati nol, seperti fas
encer yang dilarutkan sebagai cairan:
Pi  Hi.xi ..............................................(2.36)
15

Untuk Pi adalah tekanan dalam fase gas dari komponen encer pada
kesetimbangan pada suatu suhu, dan Hi adalah konstanta hukum Henry. Catat
bahwa dalam limit dimana xi=0. Pi=0. Nilai Hi dapat ditentukan dalam buku
referensi. Perhitungan tekanan parsial suatu gas dalam fase gas yang berada dalam
kesetimbangan dengan gas terlarut dalam fase cair jika Hukum Henry berlaku
sungguh sederhana. Ambil sebagai contoh CO2 yang dilarutkan dalam air pada
400C dimana nilai H adalah 69.600 atm/fraksi mol. (Nilai H yang besar
menunujukkan bahwa CO2(g) hanya sedikit larut dalam air). Contohnya, jika xCO2
= 4,2 x 106, tekanan parsial CO2 dalam fase gas adalah :

P CO2 = 69.000 (4,2 x 106) = 0,29 atm.

2.6.2 Hukum Raoult


Digunakan untuk komponen yang fraksi molnya mendekati satu atau larutan
dari komponen-komponen yang benar-benar mirip dalam sifat kimia, seperti rantai
lurus hidrokarbon. Misalnya subskrip i menunjukkan komponen, Pi tekanan parsial
dari komponen i dalam fase gas yi fraksi mol gas-gas dan xi fraksi mol fase cair.
Maka :
Pi  Pi.xi ................................................(2.37)
Dimana xi = 1 : Pi=Pi . Dengan menggunakan persamaan diatas dan
mengasumsikan bahwa Hukum Dalton berlaku untuk fasa gas (Pi=Ptot .yi) maka
didapatkan persamaan untuk konstanta kesetimbangan yaitu:
yi Pi
Ki   ............................................(2.38)
xi Ptot
Masalah khas yang mungkin akan ditemui dalam mencari konstanta
kesetimbangan antara lain :
1. Menghitung bubble point dari suatu campuran cairan dengan diberikan
tekanan total dan komposisi cairan.
2. Menghitung dew point dari suatu campuran uap dengan diberikan tekanan
total dan komposisi uap.
3. Menghitung komposisi uap cair pada saat kesetimbangan.

Untuk kondisi tekanan rendah, yaitu tekanan mendekati satu atmosfir,


koefisien fugasitas komponen i, µi = µis = 1 (gas ideal), sehingga harga Faktor
16

𝑉𝑖 (𝑃 –𝑃𝑠𝑎𝑡)
Poynting, exp mendekati satu, pengambilan asumsi bahwa µi = 1
𝑅𝑇

menimbulkan kesalahan yang kecil untuk kesetimbangan uap cair tekanan rendah,
sehingga diperoleh persamaan untuk menghitung komposisi uap (yi) :
yi P = ɤi.xi.Pisat ............................................(2.39)
Harga T sebagai harga awal akan digunakan untuk mengetahui tekanan
uap jenuh suatu zat yang akan diestimasi dengan persamaan Antoine.
𝐵𝑖
ln (Pisat) = Ai - 𝐶𝑖 + 𝑇 ........................................(2.40)

Prosedur iterasi untuk mencari temperatur bubble yaitu mencari harga


temperatur jenuh dari komponen murni Tisat pada P
𝐵𝑖
Tisat = 𝐴𝑖 − ln 𝑃 - Ci...................................................................(2.41)

Dimana A, B, C adalah konstanta Antoine untuk spesies i, untuk semua


estimasi awal.
T = ∑𝑠𝑎𝑡 sat
i Xi.Ti ...............................................(2.42)

Penelitian bertujuan memperoleh data kesetimbangan sistem biner uap-air


dan etanol-air dan membandingkan hasil eksperimen dengan data literatur (Sari,
2012).
2.6.3 Relative Volatility
Cara lain untuk membuat kurva kesetimbangan adalah dengan relative volatility
(a) untuk larutan biner relative volatility komponen A (lebih volatile) terhadap komponen
B (kurva volatile) dapat dinyatakan sebagai :
𝑌𝐴/𝑋𝐵
αAB = 𝑌𝐵/𝑋𝐵 ......................................................(2.43)

Untuk larutan biner yang mengikuti hukum Roult, rumus diatas dapat dituliskan
sebagai perbandingan tekanan uap murni komponen yang lebih voletile terhadap
komponen yang kurang volatile yaitu :
αAB = PA/PB..................................................................................(2.44)
Oleh karena harga relative volatility akan selalu besar dari satu makin besar
harganya, makin mudah pula pemisahannya. Selanjutnya data kesetimbangan dapat
dinyatakan dengan relative volatility sebagai berikut (Kurniati, 2011):
αx
γ = 1+(α−1)x ......................................................(2.45)
17

2.6.4 VLE Ratio


Apabila fasa liquid dan uap tidak mengikuti hukum Roult, ,maka dapat
dipergunakan “Vapor-Liquid Equilibrium Ratio”, k; yang dirumuskan sebagai berikut :
γ = KA.XA......................................................................................(2.46)
1−𝐾𝐵
XA = 𝐾𝐴−𝐾𝐵 ......................................................(2.47)

Harga K dapat diperoleh dengan cara perhitungan thermodinamika,


tergantung pada suhu dan tekanan sistem (Kurniati, 2011).

2.7 Distilasi
Proses distilasi digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang
mempunyai titik didih komponennya. Pada proses ini distilat yang dihasilkan
mempunyai komposisi dan karakter yang berbeda dari campurannya. Klasifikasi
distilasi berdasarkan jumlah komponen dalam campurannya, yaitu :
1. Distilasi biner: bila campuran yang akan didistilasi terdiri dari dua
komponen.
2. Distilasi multi komponen: bila campuran yang akan terdiri lebih dari dua
komponen.
Berdasarkan penggunaannya berbagai proses distilasi antara lain:

a. Flash Distilation
Flash distilation banyak digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen yang mempunyai titik didih yang besar, biasanya dengan cara
kontinu akan terjadi penguapan suatu fraksi tertentu dari liquid dengan
menggunakan separator, dengan adanya waktu kontak yang cukup dianggap
bahwa uap dan liquid tersebut dalam keadaan setimbang. Uap yang keluar
dari separator dikondensasikan dengan kondensor sedang liquidnya keluar
dari bagian bawah separator. Pada proses ini dianggap bahwa semua
komponen yang ada dalam fase liquid dan fase uap atau kedua fase yang
berkontak mempunyai temperatur dan tekanan yang sama.

b. Differential Distilation
Differtial distilation adalah distilation yang dilakukan secara batch dimana
campuran di distilasi berdasarkan cara memanaskan campuran sampai titik
didihnya. Pada saat titik didihnya tercapai campuran mulai menguap dan
uap yang keluar dikondensasikan menjadi distilat dengan internal
18

kondensor. Dalam distilasi ini titik didih liquid akan naik perlahan-lahan
dengan makin berkurangnya komponen-komponennya yang lebih volatile
sehingga posisi liquid akan berubah secara continue, demikian juga sama
halnya setiap saat terjadi kesetimbangan antara uap yang terbentuk dan
liquidnya.

c. Steam Distilation
Steam distillation adalah distilasi suatu campuran liquid dengan media
pemanas steam (uap) yaitu steam yang dikontakkan secara langsung dengan
sistem campuran liquid yang didistilasi dalam suatu operasi batch atau
continue. Sebenarnya gas-gas lain dapat juga digunakan sebagai pemanas
seperti N2, CO2 dan fluegas.

d. Vacum Distillation
Suatu campuran yang mempunyai titik didih tinggi akan memerlukan
pemanasan yang cukup besar untuk memisahkan pada tekanan atmosfer
untuk mengurangi pemanasan tersebut dilakukan pada tekanan rendah
(vacum) dimana titik didih campuran akan turun (Kurniati, 2011).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat yang digunakan


1. Alumunium foil
2. Clavenger
3. Gelas kimia 100 ml
4. Gelas ukkur 10 ml dan 100 ml
5. Hand refractometer
6. Ketel pemanas
7. Kondensor
8. Labu ukur 100 ml
9. Pipet tetes
10. Statip dan klem
11. Termometer

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


1. Aquadest
2. Etanol 96%

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Membuat Larutan Etanol Sebagai Konsentrasi
1. Volume etanol 96% yang diperlukan dihitung untuk membuat larutan etanol
dengan fraksi mol yang sudah ditentukan.
2. Pengenceran etanol 96% dilakukan sesuai dengan perhitungan.
3.3.2 Mengukur Konsentrasi Etanol Pada Suhu Kamar
1. Labu ukur diisi dengan 60 ml campuran etanol-air dengan komposisi tertentu.
2. Sejumlah sampel diambil, kemudian dianalisis konsentrasi sampel tersebut
dengan hand refractometer.
3. Percobaan tersebut diulangi dengan komposisi etanol yang berbeda.

19
20

3.2.3 Mengukur Konsentrasi Etanol dengan Adanya Pemanasan


1. Rangkaian peralatan KUC disusun seperti Gambar 3.2.
2. Labu didih diisi dengan 60 ml campuran etanol air dengan komposisi tertentu.
3. Labu tersebut kemudian ditutup dengan memasang rangkaian kondensor
dengan pengambil sampel kondensat dan pengambil sampel cairan.
4. Ketel pemanas dan aliran air pendingin dinyalakan sekaligus.
5. Kenaikan suhu diamati dan ditunggu sampai kondisi setimbang pada
temperatur tetap.
6. Sejumlah sampel uap yang terkondensasi dan juga sampel cair diambil pada
waktu yang bersamaan.
7. Konsentrasi masing-masing sampel tersebut kemudian dianalisis dengan
menggunakan hand refractometer untuk mendapatkan oBrixnya.
8. Percobaan tersebut diulangi dengan komposisi larutan etanol yang berbeda.
3.4 Gambar Alat

Berikut merupakan alat hand refractometer:

Gambar 3.1 Hand Refractometer

Rangkaian alat percobaan kesetimbangan uap-cair ditampilkan pada


Gambar 3.2.
21

Keterangan:
4 1. Labu leher dua
2. Termometer
3. Ketel pemanas
4. Klem
2 5 5. Kondensor
6. Clavenger
8 6 7. Statif
1 8. Input
7
9. Output
9

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Kesetimbangan Uap-Cair


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Data hasil percobaan dapat di lihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 di bawah.
Tabel 4.1 Hubungan Komposisi Etanol Dengan OBrix
Konsentrasi Konsentrasi Etanol fasa
Komposisi Temperatur Etanol Uap
Umpan Kesetimbangan Umpan Fase
Cair Kondensat
xf (oC) Cair, xawal
(oBrix) (oBrix)
(oBrix)
0,2 93 5 2 13
0,3 92 7 5 9
0,4 89,5 9 6 7
0,5 88 11 8 5
0,6 87 12 11 4
0,7 85 14 12 3

Tabel 4.2 Perbandingan Konstanta Kesetimbangan Percobaan dengan Literatur


Data Percobaan Data Literatur*
Temperatur
Temperatur
Kesetimbangan K K
o Kesetimbangan (oC)
( C)
93 1,73 93 5,76
92 1,66 92 5,34
89,5 1,515 89,5 3,92
88 1,43 88 3,44
87 1,38 87 3,13
85 1,28 85 2,45
(*Sumber: Geankoplis, 1997)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Komposisi Umpan dengan oBrix
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan dimana tidak ada lagi perubahan
makroskopis terhadap waktu. Maka berdasarkan analisa praktikum, kesetimbangan
uap cair adalah dimana laju pembentukan uap (evaporasi) sama dengan laju
pembentukan kondensat (kondensasi) yang dapat ditandai dengan kondesat tidak
lagi menetes dari kondensor ke clavenger. Dalam percobaan

22
23

kesetimbangan uap cair ini bahan yang digunakan adalah campuran etanol-air
dengan variasi komponen atau komposisi yang berbeda-beda. Tahap pertama dari
percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah membuat larutan etanol dengan
berbagai variasi konsentrasi (%volume), yaitu 20%, 30%, 40% 50%, 60%, dan
70%. Larutan etanol yang sudah dibuat kemudian dilakukan pengukuran
konsentrasi masing-masing larutan sebelum proses destilasi menggunakan hand
refractometer (°Brix). Hasil yang diperoleh akan dijadikan sebagai kurva kalibrasi
yang diperoleh dari grafik °Brix vs Konsentrasi (%volume).
o
Brix merupakan satuan etanol dalam suatu campuran. oBrix bisa dibaca
dengan menggunakan alat hand refractometer. Semakin tinggi nilai oBrix, semakin
besar pula konsentrasi etanol. Berdasarkan Tabel 4.1, oBrix etanol pada fase uap
(kondensat) dan fasa cair (distilat) berbanding terbalik. Ketika komposisi etanol
pada suatu campuran etanol air sudah terpisah, konsentrasi kondensat mendekati
nol maka pada cairan sudah berkurang komposisi etanolnya. Begitu juga dengan
etanol yang ada pada cairan. Semakin tinggi oBrix pada cairan, menyatakan bahwa
konsentrasi etanol pada cairan masih tinggi karena komposisi umpan etanol dalam
campuran etanol-air yang tinggi sehingga banyak etanol yang tertinggal
Selanjutnya, larutan etanol-air yang telah dibuat, dimasukkan kedalam labu
didih leher 2 dan dipanaskan pada temperatur yang tidak melebihi 100°C. Untuk
mengetahui kesetimbangan yang telah tercapai, diamati tetesan refluks yang terjadi
dan suhu pemanasan yang konstan. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin
besar konsentrasi etanol (%volume), maka temperatur kesetimbangan akan tercapai
pada suhu yang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena titik didih etanol lebih
rendah dari titik didih air, sehingga ketika komposisi etanol lebih banyak dari
etanol, maka temperatur campuran semakin rendah pula.
24

Gambar 4.1 Grafik Kestimbangan Uap Cair Antara Konsentrasi Umpan (%)
Dengan Konsentrasi Etanol dalam Campuran (oBrix)
Berdasarkan Gambar 4.1, semakin tinggi komposisi umpan atau semakin
banyak komposisi etanol dalam suatu campuran maka semakin tinggi pula oBrix.
Hal ini memiliki kesamaan dengan referensi dimana oBrix berbanding lurus dengan
kadar atau konsentrasi larutan (Moran dan Howard, 2004). Pada Gambar 4.1
diperoleh kurva kalibrasi yang digunakan untuk penentuan konsentrasi etanol fasa
cair pada saat kesetimbangan telah tercapai. Persamaan garis lurus yang didapatkan
adalah y = 17,714 x + 1,6952. Dengan menggunakan persamaan tersebut maka
diperoleh nilai fraksi massa etanol fasa cair (XD) dan uap (YD). Dari kurva juga
diperoleh nilai R2 = 0,9924. Nilai R2 merupakan gradien atau garis lurus yang
menyatakan tingkat ketelitian dari data yang diperoleh. Standar yang digunakan
sebagai nilai R2 berkisar antara 0,90 hingga 1.

4.2.2 Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Uap Cair Etanol


Variasi konsentrasi etanol yang digunakan pada percobaan ini yaitu 20%,
30%, 40% 50%, 60%, dan 70%. Larutan tersebut kemudian dipanaskan dengan alat
kesetimbangan uap cair. Pemanasan dihentikan ketika suhu konstan tidak
mengalami perubahan. Konsentrasi uap dan cairan dari etanol diukur dengan
menggunakan hand refractometer. Dengan menggunakan persamaan yang telah
didapatkan dari kurva kalibrasi (Gambar 4.1), ditentukan konsentrasi
uap/kondensat (YD) dan cair/distilat (XD). Kemudian setelah dilakukan
perhitungan, diperoleh data seperti pada Tabel 4.2.
25

Tabel 4.3 Data Konsentrasi Uap (YD) dan Cair (XD)


Komposisi Konsentrasi Fraksi Etanol
Temperatur (°K)
Etanol (Xf) XD YD
0% 373 0 0
20% 366 0,0136 0,0235
30% 365 0,153 0,254
40% 362,5 0,202 0,306
50% 361 0,304 0,434
60% 360 0,465 0,644
70% 358 0,532 0,669
100% 351,3 1 1
Dari data pada Tabel 4.3 kemudian dibuat kurva perbandingan antara
konsentrasi etanol uap (Yd) dan konsentrasi etanol cair (Xd) terhadap temperatur
kesetimbangan yang dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah.

Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Antara Konsentrasi Uap (YD) dan Konsentrasi
Cairan (XD) dengan Temperatur Kesetimbangan

Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa konsentrasi uap dan cair dari
etanol mengalami penurunan seiring adanya kenaikan suhu. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi temperatur kesetimbangan maka semakin rendah pula
konsentrasi etanol dalam campuran etanol-air tersebut.

4.2.3 Konstanta Kesetimbangan Uap Cair Etanol


Konstanta kesetimbangan uap cair percobaan dan literatur dapat dilihat pada
Tabel 4.2 di atas. Konstanta kesetimbangan dibandingkan untuk melihat apakah
data konstanta kesetimbangan uap cair percobaan mendekati data literatur.
26

Perbandingan konstanta kesetimbangan dengan konstanta literatur dapat dilihat


pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Perbandingan Konstanta Kesetimbangan Percobaan dengan


Konstanta Kesetimbangan Literatur

Fraksi mol etanol akan mempengaruhi konstanta kesetimbangan (K). Dari


Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa konstanta kesetimbangan berbanding lurus dengan
temperatur kesetimbangan. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa semakin rendah temperatur kesetimbangan, akan semakin rendah pula
konstanta kesetimbangan (K) (Geankoplis, 1997). Namun, nilai K percobaan cukup
jauh berbeda jika dibandingkan dengan nilai K literatur. Untuk temperatur 93oC
pada literatur memberikan nilai sebesar 5,76. Nilai ini jauh berbeda dengan nilai K
pada percobaan yang didapat pada temperatur 93oC yaitu sebesar 1,73.
Penyimpangan yang cukup besar ini disebabkan karena penanganan etanol yang
kurang baik sebelum dianalisa menggunakan hand refractometer.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar komposisi umpan, temperatur kesetimbangan akan semakin
menurun.
2. Pada percobaan ini persamaan yang didapat dari grafik hubungan
konsentrasi etanol (%volume) dengan oBrix adalah y = 17,714 x + 1,6952
dengan R2 = 0,9924.
3. Semakin besar komposisi umpan, maka oBrix fasa cair juga akan semakin
besar, sedangkan oBrix fasa uap akan semakin kecil.
5.2 Saran
1. Pastikan alat yang akan digunakan dalam keadaan kering dan bersih.
2. Dalam mengukur oBrix, pastikan sampel yang digunakan tidak terlalu
banyak ataupun terlalu sedikit.

27
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid 2. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Geankoplis, CJ. 1997. Transport Processes and Unit Operations. 3rd edition.
Eastern Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd. New Delhi,
India.
Jonas, N. 2011. Prarancangan Pabrik Etil Asetat Dari Etanol Dan Asam Asetat
Kapasitas 10.000 Ton/Tahun. Jurnal Teknik Kimia. UNS.
Kurniati, Ely, 2011, “Kesetimbangan Uap Cair Sistem Biner pada Distilasi Batch
N-Hexane-Air”, ISBN 978-602-8915-60-1, UPN Press, Surabaya.
Moran, M.J. dan Horward N.S. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 2. Edisi 4.
Erlangga. Jakarta.
Prausnitz, J. M. 1991. Molecular Thermodynamics of Liquid-Phase Equilibr. New
Jersey: Prentice-Hall.
Sari, Ketut Ni, 2012, “Data Kesetimbangan Uap-Air dan Ethanol-Air dari Hasil
Fermentasi Rumput Gajah”, Jurnal Ilmiah, Vol 1, No 1, Surabaya.
Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 1.
Pekanbaru: Universitas Riau.

28
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

1. Pembuatan larutan Etanol berbagai konsentrasi


Volume larutan = 60 ml
Konsentrasi Etanol = 96 %

a. Etanol 20%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,2 . 60 ml
M1 = 12,5 ml etanol
Akuades = 47,5 ml
b. Etanol 30%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,3 . 60 ml
M1 = 18,75 ml etanol
Akuades = 41,25 ml
c. Etanol 40%
V1M = V2M2
0,96 . M1 = 0,4 . 60 ml
M1 = 25 ml etanol
Akuades = 35 ml
d. Etanol 50%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,5 . 60 ml
M1 = 31,25 ml etanol
Akuades = 28,75 ml
e. Etanol 60%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,6 . 60 ml
M1 = 37,5 ml etanol
Akuades = 22,5 ml
f. Etanol 70%
V1M1 = V2M2
0,96 . M1 = 0,7 . 60 ml
M1 = 43,75 ml etanol
Akuades = 16,25 m
2. Menghitung Xd
Kurva hubungan komposisi etanol dengan °Brix diperoleh persamaan linear :
y = 17,714x + 1,6952
𝑦−1,6952
𝑥= 17,714

dimana : x = Komposisi etanol (% volume)


y = Konsentrasi etanol (°Brix)
Xd = Etanol pada komposisi tertentu
a. Etanol 20 %
2−1,6952
𝑥= 17,714
0,3048
= 17,714

= 0,0172
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,0172 . 60 ml
= 1,032 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 1,032
= 0,814248 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 1,032)
= 58,968 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
0,814248 gram
= (0,814248 gram+ 58,968 gram)
0,814248
= 59,782248

= 0,0136
b. Etanol 30 %
5−1,6952
𝑥= 17,714
3,3048
= 17,714

= 0,186
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,186. 60 ml
= 11,16 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 11,16
= 8,80524 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 11,16)
= 48,84 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
8,80524 gram
= (8,80524 gram+ 48,84 gram)
8,80524
= 57,64524

= 0,153
c. Etanol 40%
6−1,6952
𝑥= 17,714
4,3048
= 17,714

= 0,243
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,243 . 60 ml
= 14,58 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 14,58
= 11,50362 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 14,58)
= 45,42 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
11,50362 gram
= (11,50362 gram+45,42 gram)
11,50362
= 56,92362

= 0,202
d. Etanol 50 %
8−1,6952
𝑥= 17,714
6,3048
= 17,714

= 0,356
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,356 . 60 ml
= 21,36 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 21,36
= 16,85304 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 21,36 )
= 38,64 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
16,85304 gram
= (16,85304 gram+38,64 gram)
16,85304
= 55,49304

= 0,304
e. Etanol 60 %
11−1,6952
𝑥= 17,714
9,3048
= 17,714

= 0,525
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,525 . 60 ml
= 31,5 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 31,5
= 24,8535 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 31,5 )
= 28,5 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
24,8535 gram
= (24,8535 gram+28,5 gram)
24,8535
= 53,3535

= 0,465
f. Etanol 70%
12−1,6952
𝑥= 17,714
10,3048
= 17,714

= 0,582
Volume Etanol = x . Vtotal
= 0,582 . 60 ml
= 34,92 ml
Massa Etanol = ρ . Vetanol
= 0,789 . 34,92
= 27,55188 gram
Massa Air = ρ . Vair
= 1 (60 – 34,92 )
= 25,08 gram
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥𝑑 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟)
27,55188 gram
= (27,55188 gram+ 25,08 gram)
27,55188
= 52,63188

= 0,523
3. Menghitung yd
𝐵
ln Psat = A − 𝑇−𝐶

Untuk tekanan uap etanol :


3803,98
ln Psat = 18,9119 − 𝑇−41,68
3803,98
18,9119 −
Psat = 𝑒 T −41,68

a. Etanol 20 %
T = 93 °C = 366 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 366 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,0136 . 1312,91 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 324,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔

Psat = 𝑒 7,18 yd = 0,0235


Psat = 1.312,91 mmHg

b. Etanol 30 %
T = 92 °C = 365 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 365 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,153. 1261,42 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 323,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔

Psat = 𝑒 7,14 yd = 0,254


Psat = 1.261,42 mmHg

c. Etanol 40 %
T = 89,5 °C = 362,5 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 362,5 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,202 . 1152,85 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 320,82 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔

Psat = 𝑒 7,05 yd = 0,306


Psat = 1.152,85 mmHg
d. Etanol 50%
T = 88 °C = 361 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 361 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,304 . 1085,72 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 319,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔

Psat = 𝑒 6,99 yd = 0,434


Psat = 1085,72 mmHg

e. Etanol 60%
T = 87 °C = 360 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 360 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,465 . 1053,63 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 318,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔

Psat = 𝑒 6,96 yd = 0,644


Psat = 1053,63 mmHg

f. Etanol 70 %
T = 85 °C = 358 K
3803,98
18,9119 − 𝑋𝑑 . 𝑃𝑠𝑎𝑡
Psat = 𝑒 358 −41,68 yd = 𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3803,98
18,9119 − 0,523. 972,626 𝑚𝑚𝐻𝑔
Psat = 𝑒 316,32 yd = 760 𝑚𝑚𝐻𝑔

Psat = 𝑒 6,88 yd = 0,669


Psat = 972,626 mmHg
4. Menentukan Konstanta Kesetimbangan (K) Percobaan
a. Harga K untuk etanol 20% dengan temperatur kesetimbangan 93℃ yaitu:
𝑦 0,0235
𝐾= = = 1,73
𝑥 0,0136

b. Harga K untuk etanol 30% dengan temperatur kesetimbangan 92℃ yaitu:


𝑦 0,254
𝐾= = = 1,66
𝑥 0,153

c. Harga K untuk etanol 40% dengan temperatur kesetimbangan 89,5℃ yaitu:


𝑦 0,306
𝐾= = = 1,515
𝑥 0,202

d. Harga K untuk etanol 50% dengan temperatur kesetimbangan 88℃ yaitu:


𝑦 0,434
𝐾= = = 1,43
𝑥 0,304

e. Harga K untuk etanol 60% dengan temperatur kesetimbangan 87℃ yaitu:


𝑦 0,644
𝐾= = = 1,38
𝑥 0,465

f. Harga K untuk etanol 70% dengan temperatur kesetimbangan 85℃ yaitu:


𝑦 0,669
𝐾= = = 1,28
𝑥 0,523

5. Konstanta kesetimbangan (K) literatur


Tabel B.1 Equilibrim Data for Ethanol – Water System at 101.325 kPa

Vapor – liquid Equilibrium


Temperatur
Mass Fraction Ethanol
o o
C F Xw Yd
100 212 0 0
98.1 208.5 0.02 0.192
95.2 203.4 0.05 0.377
91.8 197.2 0.1 0.527
87.3 189.2 0.2 0.656
84.7 184.5 0.3 0.713
83.2 181.7 0.4 0.746
82.0 179.6 0.5 0.771
81.0 177.8 0.6 0.794
80.1 176.2 0.7 0.822
79.1 174.3 0.8 0.858
78.3 173.0 0.9 0.912
Interpolasi data pada literatur :
 X X   X  X1 
M   2  . M 1    . M 2
 2
X  X 1   2
X  X 1 

Dimana : X = Temperatur (T)


M = Fraksi massa etanol (Xw atau Yd literatur)
a. Etanol 20 % (T = 93 oC)
91,8−93 93− 95,2
Xd= . 0,05 + . 0,1 = 0,08235
91,8− 95,2 91,8− 95,2
91,8−93 93− 95,2
Yd = . 0,377 + . 0,527 = 0,4741
91,8− 952 91,8− 95,2

𝑦 0,4741
𝐾= = = 5,76
𝑥 0,08235

b. Etanol 30 % (T = 92 oC)
91,8−92 92− 95,2
Xd= . 0,05 + . 0,1 = 0,09705
91,8− 95,2 91,8−95,2
91,8−92 92− 95,2
Yd = . 0,377 + . 0,527 = 0,5182
91,8− 95,2 91,8−95,2

𝑦 0,5182
𝐾= = = 5,34
𝑥 0,09705

c. Etanol 40 % (T = 89,5 oC)


87,3−89,5 89,5− 91,8
Xd= . 0,1 + . 0,2 = 0,1511
87,3− 91,8 87,3− 91,8
87,3−89,5 89,5− 91,8
Yd = . 0,527 + . 0,656 = 0,5929
87,3− 91,8 87,3− 91,8

𝑦 0,5929
𝐾= = = 3,92
𝑥 0,1511

d. Etanol 50 % (T = 88 oC)
87,3−88 88− 91,8
Xd= . 0,1 + . 0,2 = 0,1844
87,3− 91,8 87,3− 91,8
87,3−88 88− 91,8
Yd = . 0,527 + . 0,656 = 0,6359
87,3− 91,8 87,3− 91,8

𝑦 0,6359
𝐾= = = 3,44
𝑥 0,1844

e. Etanol 60 % (T = 87 oC)
84,7−87 87− 87,3
Xd= . 0,2 + . 0,3 = 0,2115
84,7− 87,3 84,7− 87,3
84,7−87 87− 87,3
Yd = . 0,656 + . 0,713 = 0,6625
84,7− 87,3 84,7− 87,3

𝑦 0,6625
𝐾= = = 3,13
𝑥 0,2115
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Pengenceran larutan Gambar C.2 Larutan etanol


etanol yang sudah diencerkan

Gambar C.3 Rangkaian alat Gambar C.4 Kondensat yang


kesetimbangan uap cair di pasang didapat dari percobaan
Kesetimbangan uap Cair

Anda mungkin juga menyukai