Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

WANITA 29 TAHUN G2P1A0 DENGAN ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:
dr. Basofi Ashari Mappakaya

Pembimbing:
dr. H. Syarifudin Basri, Sp.OG (K)

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD H. BADARUDDIN KASIM
TANJUNG, TABALONG
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

WANITA 29 TAHUN G2P1A0 DENGAN ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:
dr. Basofi Ashari Mappakaya

Pembimbing:
dr. H. Syarifudin Basri, Sp.OG (K)

Tanjung, Januari 2020


Telah setuju diajukan

……………………..
dr. H. Syarifudin Basri, Sp.OG (K)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan Angka


Kematian Ibu (AKI) adalah 248 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian
Bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup. Departemen kesehatan menargetkan
pada tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi
26 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007 dan DepKes 2009).
Ada 3 penyebab klasik kematian ibu yaitu perdarahan, keracunan kehamilan
dan infeksi. Sebenarnya ada penyebab ke 4 yaitu abortus. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus.
Komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian.
Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus
misalnya faktor paritas dan usia ibu. Resiko abortus semakin tinggi dengan
bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu. Usia kehamilan saat
terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang penyebab dari abortus
tersebut. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan
kelainan sitogenetik (Prawirohardjo, 2009 dan SPMPOGI, 2006).
Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan
punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali,
risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus
setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45% (Prawirohardjo, 2009).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan
abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa
tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus
provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja,
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Mochtar, 1998).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di
dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di
dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau
umur kehamilan lebih daripada 20 minggu (Sastrawinata et al., 2005).
Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20
minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan.

2. Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus adalah seperti berikut :
a. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis.
a) Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan
ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium
uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih dalam kandungan.
b) Abortus Insipien merupakan abortus yang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran.
c) Abortus Inkompletus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari
kavum uteri. Ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri
terbuka.

4
d) Abortus Kompletus adalah keluarnya seluruh hasil konsepsi dari kavum
uteri. Besar perut ibu akan lebih kecil dibanding usia kehamilan
e) Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan meninggalnya fetus
dalam kandungan dan ostium uteri tertutup. Rata-rata terjadi pada umur
kehamilan 6 minggu.
f) Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi 3 kali atau lebih secara
berturut-turut. Pasien umumnya tidak mengalami keluhan dalam fertilitas
namun kehamilannya berakhir dengan keguguran secara berturut-turut.
g) Abortus Septik adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genetalia.
Penyebaran infeksi dapat melalui darah atau peritoneum.
b. Abortus buatan, Abortus provokatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a) Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis
atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu,
misalnya : penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks.
Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli
kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.
b) Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh
orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hokum (Sastrawinata et
al., 2005).

3. Etiologi Abortus
Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Faktor genetik.
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan
oleh kelainan kariotip embrio.Paling sedikit 50% kejadian abortus pada
trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik.Separuh dari abortus
karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Selain itu abortus
berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal,

5
dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut
tidak diturunkan.Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila
didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan
berikutnya juga berisiko abortus.
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik.
Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan
dengan riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27%
pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah
septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau
unikornis (10 - 30%).Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas
maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30% pada perempuan
usia reproduksi.
3. Penyebab Infeksi
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap
risiko abortus, diantaraya sebagai berikut:
a) Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.
c) Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut
kematian janin.
d) Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang
bias mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan
bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik.
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya

6
paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok
diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah
diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta.
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.
7. Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama ,
risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan
kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami
abortus (Prawirohardjo, 2002).

4. Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau
diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum
uteri.Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
melekat pada dinding cavum uteri.Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak.Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat

7
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak.Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasanyeri lebih
menonjol.Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya
perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).

5. Gejala Abortus Inkomplit


Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Amenorea
2. Perdarahan yang bisa sedikit dan bisa banyak, perdarahan biasanya berupa
darah beku
3. Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka,
kadang – kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis
atau kavum uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan (Mochtar,
1998).

6. Diagnosis Abortus Inkompletus


Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis

2. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus,
dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.

8
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil
konsepsi

7. Komplikasi Abortus Inkompletus


Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai
berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain
T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada
vagina ada lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric
bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur (Prawirohardjo,
1999).

9
8. Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus
Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:
1. PengeIuaran Secara digital
Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa. Pembersihan secara
digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri yang
dapat dilalui oleh satu janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas,
karena manipulasi ini akan menimbulkan rasa nyeri.
2. Kuretase
Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan
besarnya uterus.
3. Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat
vakum (Setyasworo, 2010).

Penanganan
Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis
syok, tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum.Tindakan
selanjutnya adalah untuk menghentikan sumber perdarahan.
Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh
ke tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju
keadaan yang lebih baik. Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil),
tindakan tahap ke dua umumnya akan berjalan dengan baik pula.
Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :
1. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut
nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu badan).
2. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti
adanya takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan
diberi oksigen melalui kateter nasal).

10
3. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi
Trendelenburg.
4. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan
NaCl 0,9%, Ringer laktat).
5. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan
elektrokardiografi dan dengan pengukuran tekanan vena sentral).
6. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah,
jenis Rhesus, Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor,
pemeriksaan pH darah, pO2, pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini
dijumpai tanda-tanda anemia sedang sampai berat, infus cairan diganti
dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan dengan transfusi darah.
Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul gangguan
pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-
tanda asidosis harus segera dikoreksi.
Tahap kedua:
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap kedua
dilakukan. Penanganan tahap kedua meliputi menegakkan diagnosis dan
tindakan menghentikan perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan
menghentikan perdarahan ini dilakukan berdasarkan etiologinya.
Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah
keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera
diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi
pelvis.Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak
memerlukan anestesi (Prawirohardjo, 1992).

11
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. EN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun
Alamat : Murung Pudak
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
HPMT : 24 Mei 2019
HPL : 14 Februari 2020
UK : 10+3 Minggu
Tanggal Masuk : 22 Juli 2019

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Perempuan G2P1A0, 29 tahun, umur kehamilan 10+3 minggu datang
sendiri dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS.
Pasien mengeluhkan keluar darah disertai mrongkol-mrongkol seperti
gajih sejak 4 jam yang lalu, sekitar + 1 gelas belimbing. Nyeri perut
bagian bawah disangkal. Pasien mengaku selama hamil tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan maupun jamu, dan tidak pernah terjatuh atau
terbentur di bagian perut. Gerakan janin belum dirasakan. Saat ini pasien
merasa hamil 2 bulan.

12
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
Riwayat Operasi : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
E. Riwayat Fertilitas : Baik
F. Riwayat Obstetri
Kehamilan pertama: Perempuan, 7 tahun, lahir spontan di bidan
G. Riwayat Ante Natal Care (ANC) :
Pertama kali periksa ke bidan pada usia kehamilan 4 minggu. Kemudian
satu minggu yang lalu pasien memeriksakan kehamilannya di bidan.
H. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama Haid : 5-7 hari
Siklus Haid : 28 hari
I. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali dengan suami sekarang selama 10 tahun
J. Riwayat KB : Suntik tiap 3 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup.
Tanda Vital : Tensi : 100/70 mmHg

13
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5° C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thorak : Tidak ada kelainan
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen: Inspeksi :Dinding perut>dinding dada,stria gravidarum (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar,
lien tidak membesar.
Genital : lendir (-), darah (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral dingin (-/-)

B. Status Obstetri
Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
 Palpasi : Pemeriksaan Leopold
Leopold I : Tinggi fundus uteri tidak dapat teraba.

14
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-).
 Perkusi : redup pada daerah uterus
 Auskultasi: DJJ (-)
Pemeriksaan Dalam:
 VT: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak
kesan OUE terbuka satu jari, adneksa dan parametrium kesan dalam
batas normal, sarung tangan terdapat darah (+).
 In Spekulo: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
livide, OUE terbuka, darah (+), discharge (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


LABORATORIUM DARAH (7 Februari 2017)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 13,7 g/dL 12.0 - 15.6
Hct 41 % 33 – 45
Leukosit 11.8 Ribu/uL 4.5 - 11.0
Trombosit 207 Ribu/uL 150 – 450
Eritrosit 4.78 Juta/uL 4.10 – 5.10
Golongan Darah O
KIMIA KLINIK
GDS 96 mg/dL 60 – 140
SEROLOGI
HBs Ag Rapid Nonreaktif Nonreaktif

USG:
 VU tampak terisi minimal, uterus membesar, gambaran massa amorf
intrauterin.
 Kesan menyokong gambaran sisa hasil konsepsi.

15
V. KESIMPULAN
Seorang G2P1A0 29 tahun, UK 10+3 minggu dengan riwayat fertilitas baik
dan riwayat obstetri hamil kedua kali, datang sendiri. Dari anamnesis pasien
mengeluh mengeluarkan darah disertai prongkolan seperti gajih. Pemeriksaan
abdomen didapatkan fundus uteri tidak dapat teraba, nyeri tekan (-). Dari
pemeriksaan dalam VT teraba porsio lunak dan OUE membuka 1 jari.
Inspekulo tampak portio livide, OUE terbuka, tampak darah pada OUE.
Pemeriksaan USG menyokong gambaran abortus inkomplet.

VI. DIAGNOSIS
Abortus Inkomplet

VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

VIII. PENATALAKSANAAN
- Infus RL 12 tpm + Oxytosin 1 amp
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
- Gastroel tab /4jam per vaginam
- Pasang laminaria malam hari sebelum kuretase
- Cek darah rutin (Hb, AE, AL, AT, Hct)
- Pro kuretase terapeutik

IX. FOLLOW UP
1. Dilakukan Kuretase pada tanggal 23 Juli 2019
Laporan operasi/kuretase:
- Pasien ditidurkan di meja ginekologi kemudian dilakukan anestesi
- Dilakukan toilet vulva vagina dan sekitarnya dalam keadaan narkose
- Dilakukan kateterisasi keluar urine 20 cc
- Dilakukan pemeriksaan bimanual teraba uterus sebesar telur bebek
- Dipasang spekulum sims posterior yang dipegang asisten

16
- Dipasang spekulum sims anterior kemudian jepit porsio dengan
tenakulum di arah jam 11 dan 1 dan spekulum sims anterior dilepas
- Dilakukan sonde 9 cm
- Dilakukan kuretase searah jarum jam sampai kering (terdengar bunyi
krek dan berbuih), didapatkan jaringan sisa konsepsi sebanyak 25 cc.
- Injeksi metergin 1 ampul IV
- Tenakulum dilepas, berikan antiseptik di tempat jepitan
- Kontrol perdarahan, didapat perdarahan + 15 cc
- Spekulum sims posterior dilepas
- Kuretase selesai

2. DPH 1/ 23 Juli 2019


S = nyeri (-), mual (+)
O = KU kesan baik, kesadaran CM
= VS: TD 110/80 mmHg, HR 82x/m, RR 20x/m, T 36,6oC
= Abdomen : supel, NT (-), TFU tidak teraba
= Genital : darah (+), discharge (-)
A = Post kuretase DPH 1 a/i abortus inkomplete
P = - Diet TKTP
= - Cefadroxil 500 mg/12 jam
= - Asam mefenamat 500 mg/8 jam
= - Vitamin C 50 mg/12 jam
= - Awasi tanda-tanda perdarahan

17
BAB IV
ANALISA KASUS

A. Analisis Kasus Diagnosis


Kasus: Abotus Inkomplet
Diagnosis Abortus Inkomplet dapat ditegakkan dari kondisi pasien:
 Anamnesis : pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir pada 1 hari
sebelum masuk rumah sakit , tanpa sebab jelas, trauma (-), perdarahan
disertai dengan mrongkol seperti gajih. Kenceng-kenceng teratur tidak
dirasakan, air kawah tidak dirasakan keluar.
 Pemeriksaan fisik :
1) Palpasi: TFU tidak dapat teraba. Pada abortus inkompletus, setelah
pengeluaran konsepsi secara spontan tinggi fundus uteri lebih rendah
dari usia kehamilan seharusnya. Perlu pemeriksaan ulang untuk
memastikan usia kehamilan pasien sesuai dengan TFU atau kehamilan
mola hidatidosa.
2) Genital eksterna: darah (+) disebabkan oleh sisa pengeluaran
konsepsi.
3) Genital interna: OUE membuka, STLD (+)
 Pemeriksaan penunjang :
1) USG : tampak massa amorf intrauterine, kesan menyokong gambaran
sisa hasil konsepsi
Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda yang mengarah abortus inkomplet, sehingga pasien ini
didiagnosis dengan abortus inkomplet,
2) Diagnosis abortus inkomplet dapat ditegakkan dari :
- Amenorea
- Perdarahan yang bisa sedikit / banyak dan biasanya berupa stolsel
(darah beku)
- Nyeri abdomen bawah
- Sudah ada keluar fetus / jaringan seperti gajih

18
- Sering kali disertai tanda-tanda infeksi
Pada pemeriksaan dijumpai gambaran :
- Tampak kanalis servikalis terbuka
- Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis.
 Etiologi terjadinya abortus pada pasien ini sementara diduga berasal dari
faktor genetik. Riwayat trauma, kebiasaan, dan konsumsi zat berbahaya
disangkal oleh pasien, sedangkan untuk penyakit penyerta pasien juga
menyangkalnya.

B. Analisis Penatalaksanaan
Seorang G2P1A0, 29 tahun, umur kehamilan 10+3 minggu datang
sendiri dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS.
Pasien mengeluhkan keluar darah disertai mrongkol-mrongkol seperti gajih
sejak 4 jam SMRS. Saat ini pasien merasa hamil 2 bulan. Pasien ini
dimondokkan di VK untuk direncanakan kuretase terapeutik. Secara teori
indikasi dilakukan kuretase adalah membersihkan sisa-sisa hasil konsepsi
dalam uterus yang tertinggal. Kuretase harus dilakukan segera untuk
mencegah terjadinya perdarahan yang lebih masif. Kuretase dikatakan sudah
bersih dari sisa konsepsi apabila pada pengerokan terasa keras dan berbusa,
pada kuretase juga perlu diberikan uterotonika untuk mencegah adanya
perdarahan masif. Pada pasien ini didapatkan sisa konsepsi sebanyak 25 cc,
pada anamnesis pasien mengatakan cukup banyak darah mrongkol seperti
gajih yang keluar sebanyak + 1 gelas belimbing.
Pemberian terapi post kuretase diberikan antibiotik dengan cefadroxil
untuk mencegah infeksi post-kuretase, analgetik berupa asam mefenamat
untuk mengurangi nyeri, dan vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi
dan re-epitelisasi sel yang rusak akibat kuretase. Selanjutnya pasien harus
dipantau adanya tanda perdarahan selama 1 hari, jika perdarahan yang keluar
dari jalan lahir tidak banyak pasien dapat dipulangkan dan diharuskan kontrol
ulang di poli.

19
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2009. http://bascommetro.blogspot.com.html. Aki dan Akb tahun 2007.

Prawiroharjo, S, dkk. 1992. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Yayasan Bina Pustaka,
1976. 66 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta.

SDKI. 2007. http://pdfpath.com/pdf/.html. Aki dan Akb tahun 2007 Menurut SDKI.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri/ Obstetri Fisiologi dan Patologi .Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Rustam Mochtar, 1998, Sinopsis Obstetri, Edisi II. Cetakan I. Jakarta: ECG.

Sastrawinata Sulaiman, 2005, Obstetri Patologi, Penerbit Buku Kedokteran,


Jakarta: ECG

Setyasworo, S. 2010. http://abortus.co.id. G3P2A0, 23 tahun Hamil 12 minggu dg


Abortus Inkompletus [03:38 UTC].

Wiknjosastro Hanifa, dkk, 2002, Ilmu Kebidanan, Edisi III. Cetakan VI. YBP SP.
Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai