Anda di halaman 1dari 10

KDK1 : KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI

Posted by Faizal Hamzah , at 8:53 PM

A. Definisi Kebutuhan Eliminasi Alvi

Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran,

penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan. Sisa metabolisme

tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).

Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang

berasal dari saluran pencernaan melalui anus. (Tarwoto dan Wartonah (2004) , 48). Eliminasi alvi

adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat

atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat

melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari.

Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu

minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut

diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih

besar.

B. System Tubuh Yang Berperan dalam Eliminasi Alvi

1. Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletah diantara lambung

dan usus besar. Bagian-bagian dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari), jejunum

(usus kosong), ileum (usus penyerapan).

2. Duodenum (usus dua belas jari)

Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan

menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang antara 25-38 cm. bagian usus dua belas jari

merupakan bagian terpendek dari usus halus.

3. Jejunum (usus kosong)

Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas jari dan usus

penyerapan. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter

adalah bagian usus kosong.

4. Ileum (usus penyerapan)


Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ini

memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum dan dilanjutkan

oleh usus buntu.

5. Usus Besar

Usus besar adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah

menyerap air dan feses. Bagian-bagian dari usus besar yaitu; kolon, rektum, dan anus.

6. Kolon

Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

7. Rektum

Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

feses sementara.

8. Anus

Anus atau dubur adalah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh.

C. Proses Defakasi

Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua

pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan sussum tulang

belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur

dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian

sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup

atau mengendur. Selam defekasi berbagai otot lain membantu prose situ, seperti otot dinding

perut, diafragma, dan otot – otot dasar pelvis.

Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi

intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa

makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian flexus mesenterikus

merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada saat sphincter

internal relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasintetis

dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan

merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik

dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter

internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan
zat makanan lainyang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme,

sekresi kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.

D. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi

1. Usia

Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang

berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol

defekasi menurun.

2. Diet

Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan

yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam

tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.

3. Asupan Cairan

Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu,

proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake cairan yang

berkurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan yang

meningkat.

4. Aktivitas

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen, pelvis,

dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.

5. Pengobatan

Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau antasida

yang terlalu sering.

6. Kebiasaan atau Gaya Hidup

Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada

seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat

bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan

mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit – penyakit tersebut

berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi

lainnya.

8. Nyeri

Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri pada

kasus hemorrhoid atau episiotomy.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat

menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

10. Fisiologis

Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare.

11. Prosedur diagnostic

Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma dahulu

agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.

12. Anestesi dan pembedahan

Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat

menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam.

13. Posisi selama defekasi

Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang

untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak kearah depan,

mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot pahanya.

E. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Alvi

1. Konstipasi

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit, yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan

pengeluaran faeces yang sulit’ keras dan mengedan. BAB keras dapat menyebabkan nyeri rectum.

Kondisi ini terjadi karena faces berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

Frekuensi BAB masing-masing orang berbeda. Jika kurang dari 2 kali BAB setiap minggu, maka

perlu pengkajian. Penyebab:

a. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur


b. Klien memproduksi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewan

c. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga

d. Pemakaian laksatif yang berat

e. Obat penenang, opiate, antikolinergik, zat besi yang menyebabkan konstipasi

f. Pada lansia mengalami perlambatan peristaltic

g. Konstipasi juga disebabkan oleh kelainan saluran GI

h. Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon

i. Penyakit organic, seperti hipokalsemia

2. Impaction

Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak berakhir sehingga, tumpukan faces yang keras

di rectum tidak dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan faces sampai pada kolon sigmoid.

Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras dan mengendap di rectum dan tidak dapat

dikeluarkan. Impaksi feses diakibatkan doleh konstipasi yang tidak diatasi. Klien yang mengalami

kebingumgan, kelemahan, atau tidak sadar berisiko mengalami impaksi. Apabila feses diare keluar

secara mendadak dan continue dicurigai berisiko impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia),

distensi, dank ram abdomen serta nyeri di rectum dapat menyertai kondisi impaksi.

Penyebab: pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang, pemeriksaan

yang dapat menimbulkan konstipasi.

Tanda: tidak BAB, anoreksia, kembung/kram, nyeri rectum.

Pengkajian dengan meraba rectum dengan hati-hati, dan harus dengan “standing order” dari

dokter, karena dapat menimbulkan reflek vital (menurunkan denyut nadi) dan perform (terutama

pada orang tua dengan tumor di kolom).

3. Diare

Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feces yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati

usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolom merupakanfakta tambahan yang

menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feces menjadi encer sehingga pasien

tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. Pada diare, elektrolit dan kulit terganggu, terutama

pada bayi dan orang tua. Kondisi yang menyebabkan diare, antara lain :

a. Stress emosional

b. Infeksi usus

c. Alergi makanan

d. Intoleransi makanan

e. Selang pemberian makanan

f. Obat-obat zat besi dan antibiotic


g. Laksatif (jangka pendek)

h. Perubahan melalui pembedahan gastrektomi

i. Reseksi kolon

4. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan di mana tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan

jumlahnya banyak.Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spinter anal, penyakit

neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara

mental klien sadar akan kebutuhan Bab tidak sadar secara fisik. Pakaian klien basah,

menyebabkan ia menjadi terisolasi. Kebutuhan dasar klien tergantung pada perawat. Klien dengan

gangguan mental dan sensori tidak sadar ia telah BAB. Perawat harus mengerti dan sabar

meskipun berulang-ulang kali membereskannya. Seperti diare, inkontinensia bias menyebabkan

kerusakan kulit. Jadi perawat harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan

bersih. 60% usila inkontinensi.

5. Flatulens

Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distendend, merasa

penuh, nyeri dank ram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Tapi jika

berlebihan yaitu kasus penggunaan penenang anastesi umum, operasi abdominal, dan

immobilisasi gas pendek. Gas menumpuk menyebabkan diafragma terdorong ke atas sehingga

ekspansi paru terganggu.

Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus ada: pemecahan makanan oleh bakteri yang

menghasilkan gas meta pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. dan makanan perhasil gas

seperti bawang dan kembang kol.

6. Hemoroid

Yaitu dilatasi, pembengkakan vena pada dinding rectum (bias internal dan eksternal). Hal ini

terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal dengan mudah jika dinding pembuluh darah

teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa gatal. Kadang-

kadang BAB dilupakan oleh klien, karena selama BAB menimbulkan nyeri. Akibat lanjutannya

adalah konstipasi.

F. Proses Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Alvi

1. Pengkajian.

a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi.


Pengkajian ini antar lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama defekasi. Secara

normal, frekuensi buang air besar, sedangkan pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang

dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.

b. Keadaan feses,

c. Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi.

Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet,pola

makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan obat, stress, fekasi, diet,pola makan sehari-hari,

aktivitas, penggunaan obat, stress, pembedahan atau penyakit menetap, dn lain-lainnya.

d. Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik meliputi keadaa abdomen seperti ada atau tindaknya distensi, simetris atau

tidak, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut, dan tenderess.kemudian , pemeriksaan

rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda imflamasi, seperti perubahan warna, lesi,

fistula, hemorrhoid.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Konstipasi berhubugan dengan : penurunan respons berdefekasi, defek persyarafan, kelemahan

pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA.

b. Konstipasi kolonik berhubunga dengan : penurunan laju metabolisme akibat hipotiroidime atau

hipertiroidisme.

c. Konstipasi dirasakan berhubungan degan : penilaian salah akibat penyimpangan susunan syaraf

pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif dan kurangnya informasi akibat keyakinan budaya.

d. Diare berhubugan dengan : peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolisme stres

psikologis.

e. Ikontinensia usus berhubungan dengan : gagguan sfigter rectal akibat cedera rectum atau

tindakan pembedahan,distensi rectum akibat konstipasi kronis.

f. Kurangnya volume berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare).

3. Perencanaan atau intervesi keperawatan.

Tujuan :

a. Memahami arti eliminasi secara normal.

b. Mempertahankan asupa makanan dan minuman cukup.

c. Membantu latihan secara teratur.

d. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur .

e. Mempertahankan defekasi secara normal.

f. Mencegah gagguan integritas kulit.


Rencana Tindakan :

a. Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi.

b. Kurangi faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti :

1) Konstipasi secara umum :

• Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur,misalnya pergi ke kamar mandi satu jam

setelah makan pagidan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.

• Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum.

• Diet yanag seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.

• Melakukan latihan fisik, misalya melatih otot perut

• Mengatur posisi yang baik untuk buang air besar,sebaiknya posisi duduk dengan lutut melentur

agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.

• Anjurkan agar tidak memaksakan diri dalam buang besar.

• Berikan obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat supositoria.

• Lakukan enema (huknah).

2) Konstipasi akibat nyeri :

• Tingkatkan asupan cairan.Diet tinggi serat.

• Tingkatkan latihan setiap hari .

• Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.

• Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.

• Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46 derajat celcius,selama 15menit) jika

nyeri hebat.

• Berikan pelunak feses.Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam

kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan .

3) Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup.

• Beriksn stimulus untuk defekasi, seperti mium kopi atau jus.Bantu pasien untuk menggunakan

pispot bila memungkinkan .

• Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.

• Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain-lain.

• Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.

4) Inkontinensia Usus.

• Pada waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.

• Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.

• Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang lembab, supaya pasien dan

sprei tidak begitu kotor.

• Pakai laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai .

Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat pengertian perawatan khusus.
5) Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.

6) Pertahankan asupan makanan dan minuman.

7) Bantu defekasi secara manual.

8) Bantu latihan buang air besar, dengan cara :

• Kaji pola eliminasi normal dan cacat waktu ketika inkontinensia terjadi.

• Pilih waktudefekasi untuk mengukur kontrolnya.

• Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah jam sebelum

waktu defekasi ditentukan.

• Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah sebelum waktu defekasi.

• Bantu pasien ke toilet ( program ini kurang efektif jika pasien menggunakan pispot ).

• Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi ( 15-20 menit).

• Intruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah

dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.

• Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defesika.

• Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air anserat yangadekuat.

• Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.

4. Tindakan Keperawatan

a. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan

Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk

mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap

dan pemeriksaan kultur (pembiakan).

b. Memberikan Huknah Rendah

Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon

desensen dengan menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk

mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan

sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien yang mengalami

kesulitan buang air besar.

c. Memberikan Huknah Tinggi

Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon

asenden dengan menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus

pada pasien prabedah untuk prosedur diagnostik.

d. Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot

Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi pasien

yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar mandi.

e. Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan

menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga pasien

dapat buang air besar.

f. Mengeluarkan Feses dengan Jari

Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien

untuk mengambil atau menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya kemampuan

dalam:

a. Memahami cara eliminasi yang normal.

b. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan dengan adanya

kemampuan dalam merencanakan pola makan,seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (

tergantung dari tendensi diare atau konstipasi serta mampu minum 2000-3000 ml).

c. Melakukan latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan, berdiri, dan

lain-lain).

d. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol

defekasi tanpa bantuan obat atau enema,berpartisipasi dalam program latihan secara teatur.

e. Mempertahankan nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan defekasi,

tidak terjadi bleeding,tidak terjadi inflamasi, dan lain-lain.

f. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak ada

inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai