Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH TASAWUF

BAB ZUHUD

Dosen Pembimbing :
H. Muhammad Nizom Chotib, M.Pd.i

Pemakalah :
Indri Agus Lestari
Sarah Safira
BAB 1.
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Zuhud adalah sebuah kata yang mengungkapkan berpaling atau


berpindahnya keinginan terhadap sesuatu kepada hal lain yang lebih baik
darinya. Sesuatu yang ditinggalkan itu mestinya adalah sesuatu yang
dicintai. Barangsiapa meninggalkan sesuatu yang tidak dia sukai atau tidak
diinginkan oleh jiwanya,maka tidak disebut orang yang zuhud. Seperti
orang yang meninggalkan tanah, maka tidak disebut zuhud.Dari sini, maka
orang yang berpaling meninggalkan cinta dunia kepada cinta akhirat
disebutsebagai orang yang zuhud terhadap dunia. Karena pada setiap jiwa
manusia telah tertanamsecara naluri kecintaan kepada perkara-perkara
duniawi. Sedangkan akhirat, jauh lebih baik daridunia.
Dan ketahuilah, bahwa zuhud adalah amalan hati sehingga tidak bisa
diukur dengan perkara lahiriah seperti kemiskinan, badan yang kurus,
pakaian yang compang-camping dan semisalnya.
Zuhud tidak sama dengan kemiskinan,meskipun keduanya sama-sama
merupakan bentuk gambaran meninggalkan dunia. Dan masingmasingdari
zuhud ataupun kemiskinan memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri untuk
mencapai kebahagiaan dan keduanya bisa membantu seseorang untuk
meraih kemenangan dan keberhasilan. Terkadang seseorang yang
meninggalkan harta dianggap sebagai orang yang zuhud, padahal tidak
demikian.

II. Rumusan Masalah

1. Pengertian Zuhud ?
2. Macam-macam Zuhud dan tingkatannya ?
3. Faktor yang mempengaruhi Zuhud ?
4. Tujuan dari Zuhud ?
Bab 2.
PEMBAHASAN

1. Pengertian Zuhud

Secara etimologis, zuhud berarti ragaban ‘ ansyai’in watarakahu, artinya tidak


tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zuhud dalam Bahasa Arab berasal
dari asal kata zahada (‫ )زهد‬yang memiliki makna sama dengan raghiba an (‫)رغب عن‬
yaitu berarti meningalkan atau tidak menyukai . Sehingga zuhud diartikan sebagai
mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk beribadah
Ada beberapa pendapat dari para ulama yaitu dari Syaikhul-islam ibnu taimiyah
berkata, “zuhud artinya meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat untuk
kepentingan akhirat”. Sedangkan menurut Sufyan Ats-Tsaury, zuhud di dunia artinya
tidak mengumbar harapan,bukannya makan sesuatu yang kering dan mengenakan
pakaian yang tidak bagus. Al-Junaid berkata, “Aku pernah mendengar sary
mengatakan, bahwa Allah merampas keduniaan dari para waliNya, menjaga agar
tidak melalaikan hamba-hambaNya yang suci dan menggeluarkanya dari hati orang-
orang layak bersanding dengan-Nya. Sebab Allah tidak meridhainya bagi mereka.

2. Macam-macam Zuhud dan tingkatannya

 Macam-macam Zuhud :
Di dalam kitab Taziyatun Nafs karya Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab dan Imam
Ghazali zuhud dibagi ke dalam beberapa tingkatan, yaitu :
1) Yaitu seorang berzuhud terhadap dunia tapi sebenarnya ia
menginginkannya (tertarik kepadanya). Hatinya condong kepadanya.
Jiwanya berpaling Namun, ia memiliki usaha, bermujahadah untuk
mencegahnya. Inilah yang disebut mutazahhid atau orang yang berusaha
untuk zuhud.
2) Seorang meninggalkan dunia—dalam rangka taat kepada Allah—karena ia
melihatnya sebagai suatu yang hina, jika disbanding apa yang hendak ia
gapai (yaitu akhirat). Orang ini sadar betul bahwa ia berzuhud. Ia juga
memperhitungkannya. Keadaannya sama seperti orang yang meninggalkan
sekeping dirham untuk mendapatkan dua keping.
3) Seorang berzuhud terhadap dunia dalam rangka taat kepada Allah dan dia
berzuhud dalam kezuhudannya. Artinya ia melihat dirinya tidak
meninggalkan sesuatu pun. Keadaan orang seperti ini ibarat seorang
membuang sampah lalu mengambil mutiara.
 Tingkatan-tingkatan Zuhud
Menurut Ahmad ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata ada 3 tingakatn zuhud, yaitu :

a. Tingkatan pertama, Di antara manusia ada yang zuhud terhadap dunia sedangkan
dia menyenangi dan menginginkan dunia itu. Hanya saja dia berusaha melawan
jiwanya. Maka orang yang semacam ini disebut mutazahhid (orang yang berusaha
zuhud). Inilah permulaan zuhud.[5]
b. Tingkatan kedua, orang yang zuhud terhadap dunia secara sukarela. Jiwanya tidak
merasa berat untuk zuhud. Akan tetapi dia masih memandang dan melirik kepada
sikap zuhudnya. Hampir-hampir dia merasa takjub terhadap dirinya. Dia
memandang dirinya telah meninggalkan sesuatu yang bernilai (maksudnya adalah
dunia -pen) untuk mencari sesuatu yang lebih besar nilainya (yakni akhirat).
Seperti orang yang meninggalkan uang satu dirham untuk mendapatkan dua
dirham. Maka zuhud semacam ini masih ada kekurangan.
c. Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan tertinggi. Orang yang zuhud secara sukarela, dan
lebih dari itu dia juga zuhud terhadap sikap zuhudnya. Maksudnya, dia tidak
memandang bahwa dirinya telah meninggalkan sesuatu. Karena dia mengetahui
bahwa dunia bukanlah sesuatu yang bernilai.

3. Faktor yang mempengaruhi Zuhud

Para sarjana, baik dari kalangan orientalis maupun islam sendiri saling berbeda
pendapat tentang factor yang mempengaruhi zuhud.
Harun Nasution mengemukakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi zuhud,
yaitu:
1) Dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen.
2) Dipengaruhi oleh Pythagoras yang mengharuskan meninggalkan kehidupan materi
dalam rangka membersihkan roh. Ajaran meninggalkan dunia da pergi
berkopetensi inilah yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam
islam.
3) Dipengaruhi oleh ajaran politinus yang menyatakan bahwa dalam rangka
penyucian roh yang telah kotor, sehingga bisa menyatu dengan Tuhan harus
meninggalkan dunia.
4) Pengaruh budha dengan faham-faham nirwananya, bahwa untuk mencapainya
orang harus meninggalkan dunia da memasuki hidup kontemplasi.
5) Pengaruh ajaran hindu yang juga mendorong manusia mrninggalkan dunia dan
mendekatkan diri kepada tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan
Brahman.
4. Tujuan Zuhud

1) Untuk menyelamatkan diri dari neraka


Orang yang zuhud dia akan jauh dari neraka, karena dia selalu menahan diri dari
sikap yang tidak terpuji seperti mengadu, hasud, iri, cemburu, keserakahan dan
lain sebagainya. Karena orang-orang yang zuhud dia akan selalu berusaha untuk
membersihkan dirinya dari sikap tidak dibaik dengan tujuan untuk mendekatkan
diri dengan Tuhan dan selalu menyibukkan dirinya dengan sesuatu yang berguna
untuknya dan itu akan menjauhkan mereka dari segala sesuatu yang
merugikannya.
2) Jauh dari Marahnya dan Murkanya Allah
Seorang Zahid juga jauh dari murka Allah karena dia selalu menjaga dirinya dari
sifat-sifat tercela. Dia akan menyibukkan diri dengan penyembahan kepada Tuhan
dan tidak ada waktu baginya untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna.
Baginya Tuhan ada di mana dia berlindung dan meminta bantuan.
3) Ma’rifatullah
Ma'rifatullah berasal dari kata ma'rifah dan Allah. Ma'rifah ingin tahu. Mengenal
Tuhan tidak melalui substansi Gad tetapi untuk mengenal-Nya melalui tanda-
tanda-Nya (ayat-ayat-Nya) Beberapa yang tahu Tuhan pasti tahu tujuan hidupnya
dan tidak tertipu oleh Dunia. Ketika kami berbicara tentang Makrifatullah, itu
berarti kami berbicara tentang Rabb, Malik, dan Ilah kami. Rabb apa yang kami
pahami dari istilah Al-Quran adalah Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa.
Maksudnya adalah dalam surat An-Nas (144): 1-3.

Bab 3.

PENUTUP

I. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa zuhud adalah
berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah, melatih dda
mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat)
berkelana, puasa, mengurangi makan, dan memperbanyak zikir. Tapi
dalam pengertian lain bahwa zuhud adalah tidak merasa bangga dengan
kemewahan dunia yang telah ada di tangan, dan tidak merasa bersedih atas
kehilangan kemewahan itu dari tangannya dan zuhud itu upaya
menjauhkan diri dari kelezatan dunia dan mengingkari kelezatan itu
meskipun halal, engan jala berpuasa walaupun kadang-kadang
pelaksanaanya melebihi apa yang ditentukan oleh agama. Demikian pula
Ruwaim Ibnu Ahmad mengatakan bahwa zuhud ialah menghilangkan
bagian jiwa dari dunia, baik berupa pujian dan sanjungan, maupun posisi
dan kedudukan disisi manusia.
II. Daftar Pustaka

 Prof.Dr. H.M. Syukur Amin, M.A zuhud di abad modern (pustaka pelajar)
 Ahmad imam bin hambal, Az-Zuhd,( dar Ar-Rayyan Lit-Turats Cairo)
 Al-jauziyah Ibnu Qayyim, Madarijus salikin, (Jakarta:pustaka Al-
Kautsar,1998)
 Ghazali Imam, Ihya Ulumuddin (Jakarta: pustaka sahara, 2012) h. 150
 DR.M. QUZWAIN CHATIB, mengenal Allah, (Jakarta:P.T Bulan
Bintang,1985)
 Prof. Dr. Hamka, Tasawuf modern, (Jakarta: pustaka panjimas)

Anda mungkin juga menyukai