Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk yang cukup besar di Negara berkembang seperti di Indonesia

menyebabkan kebutuhan jumlah pangan dan lahan pertanian yang cukup besar, di samping

itu perkembangan pembangunan juga menyebabkan terjadinya persaingan dalam penggunaan

lahan. Petani menjadi terdesak untuk memanfaatkan lahan kering di daerah berlereng sebagai

areal pertanian untuk usahatani tanaman semusim, sehingga di samping kondisi lahan yang

berlereng juga menyebabkan lahan kering rawan erosi

(Nuraeni, Sugiyanto dan Zaenal, 2013).

Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya didominasi oleh tanah Andisols

yang peka terhadap erosi. Meskipun demikian, sebagian besar petani sayuran belum

menerapkan teknologi konservasi tanah. Rendahnya adopsi teknologi konservasi tanah pada

usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan oleh berbagai alasan, seperti kekhawatiran akan

terganggunya drainase tanah, karena tanah selalu lembab yang akan mengganggu

pertumbuhan tanaman (Suganda et al. 1999), pengerjaannya sangat berat dan memerlukan

waktu lama (Undang Kurnia, 2000), serta mengurangi populasi tanaman (Haryati et al. 2000).

Dalam rangka mengembangkan sistem usahatani konservasi lahan kering yang

bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan tingkat kerusakan lahan,

pemerintah telah memberikan berbagai macam bantuan dan dukungan kepada petani di lahan

kering berupa subsidi atau kredit dan penyuluhan. Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah

walaupun telah banyak, namun hasil yang diperoleh masih belum menunjukkan hasil yang

nyata. Sumberdaya lahan khususnya lahan kering di daerah aliran sungai (DAS) masih

banyak dalam kondisi kritis sementara keluarga petani di daerah tersebut masih banyak yang

tergolong miskin (Nuraeni, Sugiyanto dan Zaenal, 2013).


Upaya penerapan kaidah-kaidah konservasi sumberdaya lahan dalam sistem budidaya

tanaman pada prinsipnya tergantung dari persepsi dan partisipasi petani sebagai pelaku yang

menentukan dalam pengelolaan usahataninya. Namun disadari benar bahwa petani pada

umumnya masih dalam kondisi serba kekurangan sehingga pemenuhan kebutuhan jangka

pendek lebih diprioritaskan dibandingkan persoalan jangka panjang seperti penerapan

konservasi usahataninya. Berdasarkan hal tersebut maka petani perlu mendapat informasi,

pembinaan dan bimbingan dari pemerintah melalui program pemberdayaan dan penyuluhan,

sehingga diperlukan pendekatan baik dari sisi perubahan sikap mental maupun perilaku

ekonomi rumah tangganya (Nuraeni, Sugiyanto dan Zaenal, 2013).

Optimalisasi pemanfaatan lahan kering dataran tinggi juga perlu dilakukan agar dapat

mengurangi terjadinya erosi dan degradasi lahan, sehingga tujuan program pembangunan

pertanian yang dilaksanakan di kawasan dataran tinggi dapat tercapai. Isu penting

pembangunan pertanian di lahan kering dataran tinggi adalah bagaimana meningkatkan

kesejahteraan petani dan mampu mempertahankan keberlanjutan (sustainability) sistem

pertanian dengan tingkat erosi yang rendah (Wibowo dan Ruwaida, 2014).

Seiring dengan meningkatnya penduduk, pengelolaan lahan kering di daerah hulu

semakin intensif dan cenderung mengabaikan kaidah konservasi tanah. Dalam rangka

pengembangan kawasan dataran tinggi di Kabupaten Sukabumi dengan orientasi teknologi

konservasi tanah berbasis tanaman sayuran dataran tinggi, perlu dilakukan penelitian tentang

teknik konservasi tanah pada lahan usahatani sayuran dataran tinggi agar dapat dilakukan

pengelolaan lahan secara berkelanjutan (Wibowo dan Ruwaida, 2014).

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui teknik penerapan konservasi tanah di lahan usahatani sayuran

dataran tinggi, melakukan estimasi besarnya erosi yang terjadi, dan memberikan rekomendasi

teknik konservasi tanah yang sesuai di lahan usahatani sayuran dataran tinggi.
BAB II

ISI

Sumberdaya alam dapat dikelompokkan menjadi: (1) Sumberdaya lahan atau tanah,

(2) Sumberdaya hutan, (3) Sumberdaya air, (4) Sumberdaya laut, dan (5) Sumberdaya

mineral. Tanah (soil) sebagai suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat

ditumbuhi oleh tumbuhan dan mempunyai sifat sebagai hasil kerja faktor iklim dan jasad

hidup terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh keadaan topografi dalam jangka waktu

tertentu. Lahan (Land) merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air

dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap

penggunaan lahan (Sitorus, 2004).

Menurut Winarso (2005) tanah merupakan produk transformasi mineral dan bahan

organik yang dipengaruhi faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim,

organisme hidup, topografi, dan waktu. Tanah bersama air dan udara merupakan sumberdaya

alam utama yang mempengaruhi kehidupan. Sumberdaya lahan atau tanah mencakup semua

karakteristik dan proses-proses serta fenomena-fenomena lahan yang dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Erosi merupakan pengikisan atau proses penghanyutan tanah oleh desakan – desakan

atau kekuatan air dan angin baik secara alamiah maupun perbuatan manusia, Erosi dapat

mempengaruhi kesuburan tanah. Pengaruh erosi terhadap kesuburan tanah dapat dicirikan

dengan penghanyutan partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan infiltrasi dan

penampungan, perubahan profil tanah serta menghanyutkan sejumlah unsur hara

(Kartasapoetra, 2010).

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan tindakan koservasi melalui cara

vegetatif, seperti yang dilaporkan Haryati, et al. (1995) bahwa budidaya lorong/alley

cropping dapat menurunkan laju erosi tanah sebesar 0,7 ton/ha/th dan aliran permukaan
sebesar 1,51 m3/ha/th pada musim ke VI penanaman dengan produksi jagung 0,73 ton/ha. Lal

(1994) menambahkan bahwa kemampuan budidaya lorong dalam menurunkan laju erosi dan

aliran permukaan terbukti lebih rendah dibanding sistem penanaman agroforestry.

Melengkapi kelebihan budidaya lorong, Basri (1994) melaporkan, bahwa mengembalikan

bahan organik dan sisa-sisa pangkasan ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah

dan kimia tanah, serta mempertahankan kandungan bahan organik tanah.

Hasil penelitian tentang pola pergiliran tanaman yang dilakukan International Institut

of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan, Nigeria memberikan pengaruh yang besar dalam

memperbaiki kerusakan tanah (Lal, 1994). Penelitian Noeralam (2002) yang dilakukan pada

penerapan pola tanam (kacang tanah-jagung-kedele) dengan teknik pemanenan air (rorak

bergulud + mulsa vertikal) dapat menurunkan aliran permukaan dan besarnya erosi tanah

masing-masing sekitr 88% dan 94% serta dapat memperbaiki kualitas tanah pada lahan

kering di Malang, Jawa timur. Hasil penelitian lain yang menunjukkan tindakan konservasi,

seperti penggunaan sisa-sisa tanaman (jerami padi dan jagung) sebagai mulsa yang

disebarkan di atas permukaan tanah pada lahan pertanaman pangan menurunkan laju erosi

tanah sebesar 80 sampai 100% (Kurnia, et al. 1997).

Menurut Abdurachman dan Sutono (2005) menurunnya produktivitas lahan kering,

antara lain disebabkan karena terjadi erosi terutama pada lahan yang dimanfaatkan untuk

usaha tani tanaman semusim seperti tanaman pangan tanpa tindakan konservasi (Kurnia et al.

2005). Hasil penelitian menunjukkan budidaya tanaman pangan semusim tanpa disertai

konservasi tanah menyebabkan erosi berkisar antara 46−351 t/ha/tahun (Sukmana 1994).

Erosi bukan hanya mengangkut material tanah, tetapi juga unsur hara dan bahan organik, baik

yang terkandung di dalam tanah maupun yang berupa input pertanian. Santoso et al. (2004)

menyarankan, penerapan teknik konservasi mekanik sebaiknya dikombinasikan dengan

teknik vegetatif, karena efektif dalam mengendalikan erosi dan lebih cepat diadopsi petani.
Pengaturan pola tanam dengan mengusahakan permukaan lahan selalu tertutup oleh vegetasi

dan/atau sisa-sisa tanaman atau serasah, juga berperan penting dalam konservasi tanah.

Pengaturan proporsi tanaman semusim dan tahunan pada lahan kering juga penting; makin

curam lereng sebaiknya makin tinggi proporsi tanaman tahunan.

Penelitian penggunaan mulsa sebagai tindakan konservasi secara vegetatif yang

dilakukan oleh Kurnia (1996), ternyata dapat mencegah hilangnya unsur hara makro N, P,

dan K dan dilaporkan bahwa perbandingan jumlah unsur hara N, P, dan K yang hilang akibat

erosi tanah pada penggunaan mulsa jerami padi dan Mucuna sp, berturut-turut sekitar 5,1%

dan 26,8% dibandingkan perlakuan kontrol.

Jenis teknik konservasi yang dapat diterapkan pada lahan usahatani sayuran adalah

teknik konservasi vegetatif seperti strip rumput, yaitu barisan rumput yang ditanam

memotong lereng. Fungsi dari strip rumput hampir sama dengan gulud yang memmotong

kontur. Strip rumput dalam jangka waktu tertentu (secara beretahap) dapat membentuk teras

(sering dinamakan teras kredit) (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007).

Jenis rumput yang baik untuk dijadikan tanman penguat teras diantaranya adalah

rumput gajah, setaria dan paspalum. Tanaman legum penutup tanah seperti arachis pintoi

(kakacangan) juga dapat digunakan untuk penguat tampingan teras, hadil pangkasannya juga

sangat baik untuk dijadikan sumber pakan ternak. Sehingga penerapan metode vegetatif pada

budidaya sayuran dilahan kering berlereng dapat diintegrasikan dengan ternak, dimana dari

kotoran ternak kita dapat menghasilkan pupuk kandang yang dapat meminimalisir

penggunaan pupuk kimia (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007).


Gambar diatas merupakan salah satu contoh penerapan konservasi lahan dengan

metode vegatatif yang diintegrasikan dengan ternak yaitu di daerah Temanggung, Jawa

Tengah.
BAB III

KESIMPULAN

Jenis teknik konservasi yang dapat diterapkan pada lahan usahatani sayuran adalah

teknik konservasi vegetatif seperti strip rumput, yaitu barisan rumput yang ditanam

memotong lereng. Fungsi dari strip rumput hampir sama dengan gulud yang memmotong

kontur. Strip rumput dalam jangka waktu tertentu (secara beretahap) dapat membentuk teras

(sering dinamakan teras kredit). Sehingga penerapan metode vegetatif pada budidaya sayuran

dilahan kering berlereng dapat diintegrasikan dengan ternak, dimana dari kotoran ternak kita

dapat menghasilkan pupuk kandang yang dapat meminimalisir penggunaan pupuk kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. Dan S. Sutono. 2005. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng.


Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering : Menuju Pertanian Produktif Dan
Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat,
Bogor.

Basri, I.H. 1994. Agroforestry Sebagai Solusi Sistem Usahatani Berkelanjutan Ultisol Di
Daerah Tropika Basah (Studi Kasus Sitiung). Prosiding Lokakarya Nasional
Agroforestry. Bogor.

Haryati, U., Haryono Dan A. Asbdulrachman. 1995. Pengendalian Erosi Dan Aliran
Permukaan Serta Produksi Tanaman Pangan Dengan Berbagai Tehnik Konservasi
Pada Tanah Typic Eutropepts Di Ungaran. Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian
Tanah Dan Pupuk. No. 13 : 40-50.

Haryati, U., N. L. Nurida, H. Suganda dan Undang Kurnia. 2000. Pengaruh arah bedengan
dan tanaman penguat teras terhadap erosi dan hasil kubis (Brassica oleracea)
didataran tinggi. Hal. 411-424 dalam Prosiding Seminar Nasional
SumberdayaTanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor.

Kartasapoetra, A. G. 2010. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Jakarta : Rineka Cipta.

Kurnia, U., N. Sinukaban, F.G. Suratmo, H. Pawitan Dan H. Suwardjo. 1997. Pengaruh
Teknik Rehabilitasi Lahan Terhadap Produktivitas Dan Kehilangan Air.
Pemberitaan Penelitian Tanah Dan Pupuk, No. 15 : 10-18. Lal, R. 1994.
Sustainable Land Use Systems And Soil Resilience. In Soil Resilience And
Sustainable Land Use. Proceding Of A Symposium Held In Budapest.

Minardi. 2009.Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering Untuk Pengembangan Pertanian


Tanaman Pangan Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Nuraeni, Sugiyanto dan Zaenal. 2013. Usahatani Konservasi Di Hulu Das Jeneberang (Studi
Kasus Petani Sayuran Di Hulu Das Jeneberang Sulawesi Selatan). Fakultas
Pertanian Universitas Muslim Indonesia. Makassar.

Sitorus, S.R.P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi ke-3. Bogor:
Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suganda, H., H. Kusnadi dan Undang Kurnia. 1999. Pengaruh arah barisan tanaman dan
bedengan dalam pengendalian erosi pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal
Tanah dan Iklim, (17):55-64.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar Kesehatan Dan Kualitas Tanah. Yogyakarta :
Gava Media.

Anda mungkin juga menyukai