PENDAHULUAN
Latar Belakang
menyebabkan kebutuhan jumlah pangan dan lahan pertanian yang cukup besar, di samping
lahan. Petani menjadi terdesak untuk memanfaatkan lahan kering di daerah berlereng sebagai
areal pertanian untuk usahatani tanaman semusim, sehingga di samping kondisi lahan yang
yang peka terhadap erosi. Meskipun demikian, sebagian besar petani sayuran belum
menerapkan teknologi konservasi tanah. Rendahnya adopsi teknologi konservasi tanah pada
usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan oleh berbagai alasan, seperti kekhawatiran akan
terganggunya drainase tanah, karena tanah selalu lembab yang akan mengganggu
pertumbuhan tanaman (Suganda et al. 1999), pengerjaannya sangat berat dan memerlukan
waktu lama (Undang Kurnia, 2000), serta mengurangi populasi tanaman (Haryati et al. 2000).
bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan tingkat kerusakan lahan,
pemerintah telah memberikan berbagai macam bantuan dan dukungan kepada petani di lahan
kering berupa subsidi atau kredit dan penyuluhan. Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
walaupun telah banyak, namun hasil yang diperoleh masih belum menunjukkan hasil yang
nyata. Sumberdaya lahan khususnya lahan kering di daerah aliran sungai (DAS) masih
banyak dalam kondisi kritis sementara keluarga petani di daerah tersebut masih banyak yang
tanaman pada prinsipnya tergantung dari persepsi dan partisipasi petani sebagai pelaku yang
menentukan dalam pengelolaan usahataninya. Namun disadari benar bahwa petani pada
umumnya masih dalam kondisi serba kekurangan sehingga pemenuhan kebutuhan jangka
konservasi usahataninya. Berdasarkan hal tersebut maka petani perlu mendapat informasi,
pembinaan dan bimbingan dari pemerintah melalui program pemberdayaan dan penyuluhan,
sehingga diperlukan pendekatan baik dari sisi perubahan sikap mental maupun perilaku
Optimalisasi pemanfaatan lahan kering dataran tinggi juga perlu dilakukan agar dapat
mengurangi terjadinya erosi dan degradasi lahan, sehingga tujuan program pembangunan
pertanian yang dilaksanakan di kawasan dataran tinggi dapat tercapai. Isu penting
pertanian dengan tingkat erosi yang rendah (Wibowo dan Ruwaida, 2014).
semakin intensif dan cenderung mengabaikan kaidah konservasi tanah. Dalam rangka
konservasi tanah berbasis tanaman sayuran dataran tinggi, perlu dilakukan penelitian tentang
teknik konservasi tanah pada lahan usahatani sayuran dataran tinggi agar dapat dilakukan
Tujuan Penulisan
dataran tinggi, melakukan estimasi besarnya erosi yang terjadi, dan memberikan rekomendasi
teknik konservasi tanah yang sesuai di lahan usahatani sayuran dataran tinggi.
BAB II
ISI
Sumberdaya alam dapat dikelompokkan menjadi: (1) Sumberdaya lahan atau tanah,
(2) Sumberdaya hutan, (3) Sumberdaya air, (4) Sumberdaya laut, dan (5) Sumberdaya
mineral. Tanah (soil) sebagai suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat
ditumbuhi oleh tumbuhan dan mempunyai sifat sebagai hasil kerja faktor iklim dan jasad
hidup terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh keadaan topografi dalam jangka waktu
tertentu. Lahan (Land) merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
Menurut Winarso (2005) tanah merupakan produk transformasi mineral dan bahan
organik yang dipengaruhi faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim,
organisme hidup, topografi, dan waktu. Tanah bersama air dan udara merupakan sumberdaya
alam utama yang mempengaruhi kehidupan. Sumberdaya lahan atau tanah mencakup semua
karakteristik dan proses-proses serta fenomena-fenomena lahan yang dapat digunakan untuk
Erosi merupakan pengikisan atau proses penghanyutan tanah oleh desakan – desakan
atau kekuatan air dan angin baik secara alamiah maupun perbuatan manusia, Erosi dapat
mempengaruhi kesuburan tanah. Pengaruh erosi terhadap kesuburan tanah dapat dicirikan
dengan penghanyutan partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan infiltrasi dan
(Kartasapoetra, 2010).
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan tindakan koservasi melalui cara
vegetatif, seperti yang dilaporkan Haryati, et al. (1995) bahwa budidaya lorong/alley
cropping dapat menurunkan laju erosi tanah sebesar 0,7 ton/ha/th dan aliran permukaan
sebesar 1,51 m3/ha/th pada musim ke VI penanaman dengan produksi jagung 0,73 ton/ha. Lal
(1994) menambahkan bahwa kemampuan budidaya lorong dalam menurunkan laju erosi dan
bahan organik dan sisa-sisa pangkasan ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah
Hasil penelitian tentang pola pergiliran tanaman yang dilakukan International Institut
of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan, Nigeria memberikan pengaruh yang besar dalam
memperbaiki kerusakan tanah (Lal, 1994). Penelitian Noeralam (2002) yang dilakukan pada
penerapan pola tanam (kacang tanah-jagung-kedele) dengan teknik pemanenan air (rorak
bergulud + mulsa vertikal) dapat menurunkan aliran permukaan dan besarnya erosi tanah
masing-masing sekitr 88% dan 94% serta dapat memperbaiki kualitas tanah pada lahan
kering di Malang, Jawa timur. Hasil penelitian lain yang menunjukkan tindakan konservasi,
seperti penggunaan sisa-sisa tanaman (jerami padi dan jagung) sebagai mulsa yang
disebarkan di atas permukaan tanah pada lahan pertanaman pangan menurunkan laju erosi
antara lain disebabkan karena terjadi erosi terutama pada lahan yang dimanfaatkan untuk
usaha tani tanaman semusim seperti tanaman pangan tanpa tindakan konservasi (Kurnia et al.
2005). Hasil penelitian menunjukkan budidaya tanaman pangan semusim tanpa disertai
konservasi tanah menyebabkan erosi berkisar antara 46−351 t/ha/tahun (Sukmana 1994).
Erosi bukan hanya mengangkut material tanah, tetapi juga unsur hara dan bahan organik, baik
yang terkandung di dalam tanah maupun yang berupa input pertanian. Santoso et al. (2004)
teknik vegetatif, karena efektif dalam mengendalikan erosi dan lebih cepat diadopsi petani.
Pengaturan pola tanam dengan mengusahakan permukaan lahan selalu tertutup oleh vegetasi
dan/atau sisa-sisa tanaman atau serasah, juga berperan penting dalam konservasi tanah.
Pengaturan proporsi tanaman semusim dan tahunan pada lahan kering juga penting; makin
dilakukan oleh Kurnia (1996), ternyata dapat mencegah hilangnya unsur hara makro N, P,
dan K dan dilaporkan bahwa perbandingan jumlah unsur hara N, P, dan K yang hilang akibat
erosi tanah pada penggunaan mulsa jerami padi dan Mucuna sp, berturut-turut sekitar 5,1%
Jenis teknik konservasi yang dapat diterapkan pada lahan usahatani sayuran adalah
teknik konservasi vegetatif seperti strip rumput, yaitu barisan rumput yang ditanam
memotong lereng. Fungsi dari strip rumput hampir sama dengan gulud yang memmotong
kontur. Strip rumput dalam jangka waktu tertentu (secara beretahap) dapat membentuk teras
(sering dinamakan teras kredit) (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007).
Jenis rumput yang baik untuk dijadikan tanman penguat teras diantaranya adalah
rumput gajah, setaria dan paspalum. Tanaman legum penutup tanah seperti arachis pintoi
(kakacangan) juga dapat digunakan untuk penguat tampingan teras, hadil pangkasannya juga
sangat baik untuk dijadikan sumber pakan ternak. Sehingga penerapan metode vegetatif pada
budidaya sayuran dilahan kering berlereng dapat diintegrasikan dengan ternak, dimana dari
kotoran ternak kita dapat menghasilkan pupuk kandang yang dapat meminimalisir
metode vegatatif yang diintegrasikan dengan ternak yaitu di daerah Temanggung, Jawa
Tengah.
BAB III
KESIMPULAN
Jenis teknik konservasi yang dapat diterapkan pada lahan usahatani sayuran adalah
teknik konservasi vegetatif seperti strip rumput, yaitu barisan rumput yang ditanam
memotong lereng. Fungsi dari strip rumput hampir sama dengan gulud yang memmotong
kontur. Strip rumput dalam jangka waktu tertentu (secara beretahap) dapat membentuk teras
(sering dinamakan teras kredit). Sehingga penerapan metode vegetatif pada budidaya sayuran
dilahan kering berlereng dapat diintegrasikan dengan ternak, dimana dari kotoran ternak kita
dapat menghasilkan pupuk kandang yang dapat meminimalisir penggunaan pupuk kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, I.H. 1994. Agroforestry Sebagai Solusi Sistem Usahatani Berkelanjutan Ultisol Di
Daerah Tropika Basah (Studi Kasus Sitiung). Prosiding Lokakarya Nasional
Agroforestry. Bogor.
Haryati, U., Haryono Dan A. Asbdulrachman. 1995. Pengendalian Erosi Dan Aliran
Permukaan Serta Produksi Tanaman Pangan Dengan Berbagai Tehnik Konservasi
Pada Tanah Typic Eutropepts Di Ungaran. Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian
Tanah Dan Pupuk. No. 13 : 40-50.
Haryati, U., N. L. Nurida, H. Suganda dan Undang Kurnia. 2000. Pengaruh arah bedengan
dan tanaman penguat teras terhadap erosi dan hasil kubis (Brassica oleracea)
didataran tinggi. Hal. 411-424 dalam Prosiding Seminar Nasional
SumberdayaTanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor.
Kartasapoetra, A. G. 2010. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Jakarta : Rineka Cipta.
Kurnia, U., N. Sinukaban, F.G. Suratmo, H. Pawitan Dan H. Suwardjo. 1997. Pengaruh
Teknik Rehabilitasi Lahan Terhadap Produktivitas Dan Kehilangan Air.
Pemberitaan Penelitian Tanah Dan Pupuk, No. 15 : 10-18. Lal, R. 1994.
Sustainable Land Use Systems And Soil Resilience. In Soil Resilience And
Sustainable Land Use. Proceding Of A Symposium Held In Budapest.
Nuraeni, Sugiyanto dan Zaenal. 2013. Usahatani Konservasi Di Hulu Das Jeneberang (Studi
Kasus Petani Sayuran Di Hulu Das Jeneberang Sulawesi Selatan). Fakultas
Pertanian Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Sitorus, S.R.P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi ke-3. Bogor:
Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suganda, H., H. Kusnadi dan Undang Kurnia. 1999. Pengaruh arah barisan tanaman dan
bedengan dalam pengendalian erosi pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal
Tanah dan Iklim, (17):55-64.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar Kesehatan Dan Kualitas Tanah. Yogyakarta :
Gava Media.