Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

TUBERKULOSIS DI RUANG 26P RSUD Dr SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :

RISKA NURFADILAH
NIM. 2019.04.064

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2019

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS DI


RUANG 26P RSUD Dr SAIFUL ANWAR MALANG
MAHASISWA

( )

PEMBIMBING RUANGAN PEMBIMBING INSTITUSI

( ) ( )

KEPALA RUANGAN

( )
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU
(TB PARU)

A. DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), yang menyerang terutama paru.
(Bambang Ruswanto,2010).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2016).
Penularan tuberkulosis umumnya melalui udara sehingga sebagian besar
fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan
dapat per oral jika meminum susu yang mengandung basil tuberkulosis bovis.
Ada mikrobakterium lain yakni Mycobacterium atipic yang dapat menyebabkan
penyakit menyerupai tuberkulosis.

B. Etiologi
Tuberkulosis paru disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant
ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali.
Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Adapun bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel
yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun
bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 -0,5 µm yang bergabung
membentuk rantai. Besar bakteri itu tergantung pada kondisi lingkungan (Suriadi,
2015).
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun – tahun dalam lemari es. Hal ini dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untunk berkembang,
kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali (hiswani M. Kes, 2010).

C. Patofisiologi
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1- 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembababn. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas
atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limpsit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cenderung tertahan
dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian
atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakateria namun
tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan
digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbulgejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan
bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menunju getah bening regional. Makrofag yabng
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
waktu 10 – 20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang membentuk
tuberkel.
Lesi primer paru dinakana fokus ghon dan gabungan terseranganya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain
yang daoat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejutan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencacpai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapt menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis
penyebaran ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keoragn-organ lainnya.

D. Pathways
Mycrobacterium
tuberculosis

Masuk traktus respiratorius

Tinggal di alveoli
Resiko tinggi Pertanahanan primer tidak adekuat
infeksi

Respon Ganggaun
Reaksi inflamasi imun termolegulasi

Pelepasan mediator Kerusakan membaran


Pembentukan
kimia seperti histamin, alveolar
sputum dan Hipertermi
bradikinin dan
sekret
prostagladin

Gangguan Penumpukan
respirasi sekret
Nyeri
Akut
Bersihan
Sianosis jalan nafas
Ketidakseimbang
tidak efektif
an suplai &
Gangguan kebutuhan O2
pola nafas Hipoksia Gangguan
pertukaran gas
Intoleransi
aktifitas
Respon tubuh
menurun

Obstruksi

Batuk refleks
muntah
Anoreksia

Gangguan
keseimbangan
nutrisi

E. Manifestasi Klinis
a. Gejala utama : batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau
lebih.
b. Gejala tambahan yang sering dijumpai :
- Dahak bercampur darah
- Batuk darah
- Sesak nafas dan rasa nyeri dada
- Badan lemah dan nafsu makan menurun
- Malaise atau rasa urang enak badan
- Berat badan menurun
- Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
- Demam meriang lebih dari satu bulan
Gejala-gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis.
Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
dengan gejala tersebut, harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis
paru atau tersangka penderita tuberkulosis paru, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

F. Pemeriksaan Penunjang
 Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium
aktif.
 Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA.
 Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak
mengindikasikan penyakit sedang aktif.
 Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian
paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau
cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous.
 Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF,
biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa.
 Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
 Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi;
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada
TB paru kronik lanjut.
 ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
 Darah : lekositosis, LED meningkat.
 Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan
menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.

G. Penatalaksanaan
Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, factor risiko
3) Mensosialisasikan BCG di masyarakat.
Preventif
1) Vaksinasi TBC
2) Menggunakan Isoniazid (INH)
3) Membersihkan .lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke puskesmas atau RS, agar dapat
diketahui secara dini.

Kuratif
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Cara kerja, potensi dan dosis Obat Anti Tuberkolosis (TBO) utama dapat
dilihat pada tabel berikut:

Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)


Obat Anti TB
Aksi Potensi Per Minggu
Esensial Per Hari
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15

Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10


Bakterisidal
Pirasinamid (Z) Rendah 25 35 50
Bakterisidal
Streptomisin Bakteriostatik Rendah 15 15 15
(S)
Rendah 15 30 45
Etambutol (E)

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih


dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima
komponen yaitu:

1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam


penanggulangan TB.

2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung


sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.

4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.

H. Faktor-faktor Resiko

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena penyakit TBC. Faktor


paling besar adalah apabila sistem kekebalan tubuh melemah, di antaranya
akibat:

1) HIV/AIDS

2) Diabetes

3) Penyakit ginjal stadium akhir

4) Kanker

5) Malnutrisi

6) Pengobatan kanker, seperti kemoterapi

7) Konsumsi obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit autoimun,


seperti rheumatoid arthritis, penyakit Crohn, dan psoriasis.

I. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2016), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu:
1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
2) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

J. Pencegahan
Vaksinasi BCG. Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh
terhadapinfeksi oleh basil tuberculosis yang virulen. Imunitas yang timbul 6 – 8
minggu setelah pemberian BCG, tetapi imunisasi yang terjadi tidaklah lengkap
sehingga masih.
 Tuberkulosis milier akut
a. Tuberkel – tuberkel yang terjadi akibat penyebaran umum ini biasanya
mempunyai ukuran yang sama meskipun tidak selalu sebesar miliares
( kurang dari 2 mm) sehingga tuberkulosis milier.
b. Komplikasi ini biasanya terjadi pada masa bayi dan anak kecil, terjadi
dalam waktu 6 bulan, terutama dalam 3 bulan setelahnya terbentuknya
kompleks primer. Dapat terjadi pembesaran hepar, limfa, dan kelenjar
getah bening superfisialis.
c. Uji tuberkulosis biasanya positif, menurut Linclon hanya 10 % kasus
tuberkulosis milier uji tuberkulin negative. Pada foto Rontgrn paru
tampak gambaran milier. Biakan basil tuberkulosis dari darah dan
sumsum tulang memastikan diagnosis tuberkulosis milier secara cepat.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis perlu dilakukan meskipun belum ada
gejala agar dapat ditemukan meningitis secara dini.
d. Perlu diingat bahwa penyakit milier terjadi ke seluruh tubuh dengan
kemungkinan basil tuberkulosis menetap di alat-alat tubuh tersebut dan
suatu ketika fokus-fokus tadi dapat aktif lagi. Oleh karenanya setelah
pengobatan masih harus dilakukan pengawasan sampai bertahun-tahun.

 Tuberkulosis milier kronik


a. Jarang terjadi pada anak, biasanya didahului oleh tuberkulosis milier
akut. Tuberkulosis milier kronik adalah jenis penyebaran hematogen
berulang-ulang. Penyebaran ini dapat menyebabkan gejala akut atau
dapat juga memperpanjang masa penyakitnya. Karena adanya baran
hematogen terus-menerus.
b. Gejala pertama penyebaran isalah demam tinggi yang berlangsunglama
atau dapat terjadi demam remiten, berat badan turun dengan ceoat hepar
limfa membesa, kelenjar getah bening superfisialis juga daoat bengkakan
persendian yang dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan. Gejala ini
dapat disebabkan toksik basik tuberkulosis yang beredar di dalam aliran
darah.
c. Progonosis biasanya buruk terutama bila tidak segera mendaoat
pengobatan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI TUBERKULOSIS

A. PENGKAJIAN KEPERWATAN
1. Identittas
2. Keluhan utama
Demam naik turun dan lama, batuk pilek, berat badan sukar naik atau
bahkan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Panas naik turun dan susah makan berat badan sukar untuk naik atau
bahkan semakin menurun
4. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami batuk pilek panas yang berkepanjangan dan tidak
segera diperiksakan ke dokter, mengkonsumsi obat penurun panas.
5. Riwayat nutrisi
kurangnya asupan nutrisi, terserang penyakit infeksi selama hamil.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga ada yang pernah terpapar bakteri tuberkulosis
7. Riwayat kesehatan lingkungan
Pemukiman yang padat penduduk, kurangnya ventilasi udara, dan udara
yang terlalu lembab mempercepat pertumbuhan bakteri tuberkulosis.
8. Pemriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
4. Kepala :Biasanya Makrosefali atau Mikrosifali, Ukuran lingkar kepala
33-34 atau < 49 dan di ukur bagian frontal kebagian occipital.
5. Wajah :Simetris kiri dan kanan
6. Mata :
1) Simetris kanan dan kiri
2) Tes konfrontrasi dan ketajaman pengelihatan
3) Oculomotoris reflek cahaya
4) Pergerakan bola mata
5) Reflek kornea
6) Sklera tidak icterus
7) Konjungtiva anemis

7. Hidung : Biasanya bersih, tidak terdapat secret, tidak terdapat polip


8. Mulut : Biasanya bersih, tidak terdapat karies dentis, tidk terdapat
stomatitis
9. Telinga : simetris kiri dan kanan
10. Leher : tidak terdapat pebesaran vena jugularis, tidak terdapat
pembesaran kelenjar limfe, tidak adanya pembesaran kelenjar tyroid,
lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa
11. Dada
a. Jantung :
Inspeksi : dada simetris
Palpasi : ictus cordis tidak nampak
Auskultasi :S1-S2 Tunggal
Perkusi : pekak, batas jantung tidak ada pembesaran
b. Paru-paru :
Inspeksi : dada simetris
Palpasi : tidak ada retraksi dada
Perkusi :suara sonor
Auskultasi : terdapat suara ronchi
12. Abdomen :
Inspeksi : Biasanya terlihat simetris
Auskultasi : ada nyeri tekan
Palpasi : bising usus 18 x / menit
Perkusi : timpani
13. Genetalia :
a. Laki-laki : biasanya bersih, skrotum simetris, testis sudah turun
b. Perempuan : biasanya bersih, labiya mayora simetris
14. Anus : Biasanya tidak terdapat hemoroid, biasanya ada infeksi daerah
anus, warna kulit merah segar
15. Integument : tampak kering

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keruakan membran alveolar
3. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia

C. Intervensi
1. Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret
Tujuan: Anak menunjukkan kebersihan nafas kembali normal / efektif.
Waktu: Dalam 30 menit diharapkan masalaah teratasi
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan jalan nafas pasien
2) Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
3) Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
4) Berpartisipasi dalam program oengobatan sesuai kndisi
5) Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat
No Intervensi Rasional
1 Kaji ulang fungsi pernapasan, Penurunan bunyi napas indikasi
bunyi nafas, kecepatan, irama, atelektasis, ronki indikasi
kedalam dan penggunakan otot akumulasi sekret/
aksesori ketidakmampuan membersihkan
jalan nafas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan
meningkat.
2 Bersihkan sekret dai mulut dan Mencegah obstruksi jalan nafas
trakea suction bila perlu

3 berikan pasien posisi semi Meningkatkan ekspansi paru,


fowler, dan batu ajarkan batuk ventilasi maksimal membuka.
efektif
4 Pertahankan intake cairan Membantu mengencerkan sekret
minimal 2500ml/hari kecuali sehingga mudah dikeluarkan
kontraindikasi.
5 Catat kemampuan untuk Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
mengeluarkan sekret atau batuk sputum berdarah akibat kerusakan
efektif catat karakter, jumlah paru
sputum adanya hemoptisis
6 Kolaborasi dengan dokter untuk Menurunkan kekentalan sekret.
menurunkan sekret (agen
mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi)

2. Diagnosa 2: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keruakan


membran alveolar
Tujuan: pertukaran gas efektif
Waktu: Dalam 30 menit diharapkan masalaah teratasi
Kriteria Hasil :
1) Melaporkan tidak terjadi dispenia
2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
3) Bebas dari gejala distress pernapasan

No Intervensi Rasional
1 Kaji dispenia, takipnea, bunyi Tuberkulosis paru dapat
pernapsan abnormal, menyebabkan meluasnya
peningkatan upaya respirasi, jangkauan dalam paru-paru yang
keterbatasan ekspansi dada dan berasal dari bronkopneumonia
kelemahan yang meluas menjadi inflamasi,
nekrosis.
2 Evaluasi perubahan tingkat Akumulasi sekret dapat
kesadaran, catat tanda-tanda mengangkat oksigenasi di organ
sianosis dan perubahan warna vital dan jaringan
kulit, membran mukosa, dan
warna kuku.

3 Demonstrasikan untuk Meningkatnya resistensi aliran


mengeluarkan nafas dengan udara untuk mencegah kolpasnya
bibir disuitkan terutama pada jalan nafas
pasien dengan kerusakan
jaringan parenkim
4 Anjurkan untuk bedrest batasi Mengurangi konsumsi oksigen
dan bantu aktivitas pada periode respirasi
5 Berkolaborasi dengan tim medis Membantu mengoreksi
dalam pemberian oksigenasi hipoksemia yang terjadi sekunder
sesuai indiaksi hipoventilasi dan penurunan
permukaan alveolar paru

3. Diagnosa 3: Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia
Tujuan: kebutuhan nutrisi adekuat
Waktu: Dalam 1 kali 24 jam diharapkan masalaah teratasi
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan berat badan meningkat sesuai kebutuhan
2) Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan
berat badan yang tepat.
No Intervensi Rasional
1 Catat status nutrisi pasien, turgor Berguna dalam mendefinisikan
kulit, tibang BB, intregritas derajat masalah dan intervensi
mukoa mulut, kemampuan yang tepat
menelan, adanya bising usus.
2 Kaji ulang pola diet pasien yang Membantu intervensi kebutuhan
disukai dan tidak disukai yang spesifik, meningkatkan
intake diet pasien
3 Catat adanya anoreksia, mual Dapat mengidentifikasi jenis diit
muntah yang teepat

4 Lakukan perawatan mulut Mengurangi rasa tidak enak dan


sevelum dan sesudah tindakan sputum atau obat-obatan yang
pernapasan digunakan yang dapat merangsang
muntah.
5 Berkolaborasi dengan ahli gizi Memberikan bantuan dalam
dalam memberikan diit yang perencanaan diit dengan nutrisi
tepat adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diit

D. Implementasi
Suatu realisasi tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data
yang berkelanjutan, mengobservasi respon klien sebelum dan sesudah
tindakan serta menilai data yang baru.
E. Evaluasi
Dilakukan setelah diberikan tindakan keperawatan dengan melihat
respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, ada 3 tahap yaitu :
a. Berhasil
Jika perilaku klien sesuai dengan tujuan dalam waktu yang telah ditetapkan
b. Tercapai Sebagian
Jika klien menunjukkan peilaku perkembangan tetapi tidak sebaik yang
ditentukan pada pernyataan tujuan
c. Belum Tercapai
Jika klien tidak mampu sama sekali untuk menunjukkan perilaku yang
diharapkan pada pernyataan tujuan
DAFAR PUSTAKA

Hiswani M. Kes, 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC.


Price, A. Sylvia. 2016. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. (terjemahan).
Peter Anugrah. EGC. Jakarta
Ruswanto, Bambang. 2010. Analisis Sebaran Kasus Tuberculosis Paru ditinjau dari
Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten
Pekalongan, Semarang. FKM; Universitas Diponegoro. [TESIS].
Diperoleh pada tanggal 26 November 2019 dari
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf 7
Price, A. Sylvia. 2016. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. (terjemahan).
Peter Anugrah. EGC. Jakarta
Suriadi. 2015. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai