Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keganasan hematologi pada anak yang sering terjadi pada anak adalah leukemia.
Leukemia disebabkan karena meningkatnya jumlah sel darah putih dalam darah atau sumsum
tulang dimana sel-sel darah putih yang sebetulnya tidak normal tersebut menggantikan sel
darah yang normal. Salah satu akibat dari penyakit leukimia adalah rentan terkena infeksi.
Pada umumnya penderita leukemia sering terserang infeksi seperti tonsilitis, stomatitis,
pneumonia, diare, maupun berbagai jenis infeksi lainnya. Diare adalah peningkatan
pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair, bahkan dapat berupa air saja
dan terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. Penyebab diare secara klinis dikelompokkan
menjadi 6 golongan besar, yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit),
malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi akibat infeksi kronik, keganasan hematologi
maupun malnutrisi. (1)
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan dilaporkan
terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit diare merupakan salah satu
penyebab utama kematian pada anak dibawah usia lima tahun. Berdasarkan laporan dari
World Health Organization (WHO), satu dari sepuluh anak meninggal akibat diare dengan
jumlah kematian 800.000 anak setiap tahunnya. Berdasarkan proporsi penyebab kematian
balita terbanyak di Indonesia, diare menempati urutan kedua sebesar 17,2% setelah masalah
neonatus (asfiksia, berat bayi lahir rendah, infeksi) yaitu sebesar 36%. Data dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan insiden diare pada anak di Indonesia
sebesar 6,8%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi yaitu Aceh 10,2%, Papua 9,6%,
DKI Jakarta 8,9%, Sulawesi Selatan 8,1% dan Banten 8,0%, sedangkan provinsi Riau
menempati urutan ke delapan belas dari 33 provinsi yaitu sebesar 5,2%. (2) (3)
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50 kejadian
diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena penderita
mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang berusia balita. Menurut
data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua di Indonesia yang dapat
menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru atau pneumonia. Diare
menyebabkan tubuh kehilangan air dan garam-garamnya, terutama natrium dan kalium. Hal
ini mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi, kekurangan kalium (hipokaliemia) dan
asidosis (darah menjadi asam) yang tidak jarang berakhir dengan syok dan kematian. (4)
Pada anak dengan status immunocompromised memiliki risiko mengalami diare yang
lebih tinggi dari anak – anak dengan status imunokompeten. 50 % anak dengan status
immunocompromised pada pasien keganasan hematologi mengalami diare walaupun tidak
disebabkan bakteri pathogen, namun bisa diinduksi akibat kemoterapi. (5) Tidak dapat
disingkirkan pula komplikasi paling umum yang terlibat dalam merawat pasien dengan
keganasan hematologi adalah infeksi. Dalam banyak kasus ada beberapa faktor yang
membuat pasien rentan terhadap infeksi seperti neutropenia yang disebabkan oleh terapi atau
keterlibatan sumsum tulang, hipogamaglobulinemia, disfungsi sel T, dan kerusakan mukosa.
Diare adalah komplikasi yang dapat mengancam jiwa pada anak dengan keganasan
hematologi. Ini adalah manifestasi dari neutropeni enterocolitis yang terkait dengan cedera
mukosa yang diinduksi kemoterapi, diikuti oleh superinfeksi biasanya oleh bakteri
gram-negatif dan dapat menyebabkan bakteremia. (6)
Diare umumnya dialami pada pasien anak keganasan hematologi hingga 37%, terutama
pada pasien post kemoterapi. Rekurensi diare pada anak dengan keganasan hematologi
memiliki risiko 5,4 kali lebih sering daripada anak tanpa keganasan hematologi. Tingkat
kematian hingga 55% telah dikaitkan dengan diare tidak menular pada pasien dengan sistem
status immunocompromised . Hingga 60% episode diare pada post kemoterapi tidak memiliki
etiologi spesifik yang teridentifikasi. Kematian terutama disebabkan karena penderita
mengalami dehidrasi berat dan 70-80% penderita adalah mereka yang berusia balita. Diare
menyebabkan tubuh kehilangan air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium. Hal ini
mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi, kekurangan kalium (hipokaliemia) dan asidosis
(darah menjadi asam) tidak jarang berakhir dengan kematian. (7)
Supresi imun diduga akan meningkatkan resiko terjadinya diare berkepanjangan atau
persisten, namun demikian hingga saat ini mekanismenya belum jelas. Masih sedikit
penelitian mengenai hubungan antara supresi imun yang berkaitan keganasan hematologi
dengan diare di Indonesia. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa penggunaan
methotrexate (MTX), hydroxyurea, dan dactinomycin dalam kemoterapi menyebabkan
penderita mengalami diare. Kemoterapi merupakan pengobatan yang menggunakan obat-
obat untuk membunuh sel neoplasma. Dilain pihak kemoterapi tidak hanya membunuh sel-
sel leukemia tetapi juga menyerang sel-sel normal. Salah satu contoh efek samping
kemoterapi ialah kerusakan sel mukosa gastrointestinal yang menyebabkan diare. (8)
Sulit dibedakan antara penyebab gejala abdominal yang menular dan tidak menular pada
pasien-pasien ini, tetapi sangat penting untuk menghindari salah tafsir dan penundaan
selanjutnya dari perawatan yang memadai. Perubahan mikroflora tinja yang normal pada
diare yang disebabkan oleh kemoterapi, pada banyak pasien, menunjukkan penurunan
proporsi bakteri anaerob dengan proporsi bakteri aerob dan toleran oksigen yang lebih tinggi.
Sifat lumen yang berkurang secara normal menjadi teroksidasi setelah kemoterapi,
menghambat bakteri anaerob dan memungkinkan pertumbuhan bakteri toleran oksigen.(9)
Diare terkait kemoterapi adalah masalah dalam manajemen klinis pasien kanker. Hal ini
dapat mengurangi kepatuhan pasien dalam menjalani kemoterapi dan terkadang bisa menjadi
berpotensi gangguan yang mengancam jiwa. Selain itu, perubahan potensial dalam status gizi
dapat menyebabkan penurunan penyerapan nutrisi. Meskipun beberapa penelitian berusaha
untuk mengevaluasi efek obat antineoplastik pada mukosa saluran pencernaan, sejauh ini
belum ada data konklusif pada etiopatogenesis efek samping. Setelah kemoterapi, penurunan
yang pada tinggi vili yaitu indeks mitosis ditemukan pada biopsi jejunal spesimen. Aktivitas
disakarida juga memburuk. Namun, korelasi antara tingkat disakarida dan morfologi mukosa
tidak ditemukan.(10)
Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut tentang pendekatan diagsona diare maupun
tata laksana pada pasien anak keganasan hematologi. Uraian latar belakang tersebut menjadi
dasar penulis untuk melakukan penulisan tinjauan kepustakaan tentang diare pada pasien
anak dengan keganasan hematologi.
1.2 Tujuan

Tujuan penulisan tinjauan kepustakaan ini untuk membahas lebih lanjut pendekatan
diagnostik dan tata laksana diare pada anak dengan penyakit keganasan hematologi.

Anda mungkin juga menyukai