Bab I-V DBD
Bab I-V DBD
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites,
efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti
nyeri kepala, nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata. Tidak
semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat.
Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan
sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik).
Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan
kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian. Dalam 3 dekade terakhir
penyakit ini meningkat insidennya di berbagai belahan dunia terutama daerah
tropis dan sub-tropis, banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung
virus dengue.Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung
semakin meningkat angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit
semakin luas.Pada tahun 2016, DBD berjangkit di 463 kabupaten/kota dengan
angka.kesakitan sebesar 78,13 per 100.000 penduduk, namun angka kematian
dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB DBD terjadi hampir
setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga.
DBD diperkirakan akan masih cenderung meningkat dan meluas
sebarannya. Hal ini karena vektor penular DBD tersebar luas baik di tempat
pemukiman maupun ditempat umum. Selain itu kepadatan penduduk, mobilitas
penduduk, urbanisasi yang semakin meningkat terutama sejak 3 dekade yang
terakhir. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyebar luasan DBD antara lain
adalah perilaku masyarakat, perubahan iklim (climate change) global,
pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih Sampai saat ini belum ada obat
atau vaksin yang spesifik, tetapi bila pasien berobat dini, dan mendapat
penatalaksanaan yang adekuat, umumnya kasus-kasus penyakit ini dapat
1
diselamatkan. Cara yang dapat dilakukan saat ini dengan menghindari atau
mencegah gigitan nyamuk penular DBD.Oleh karena itu upaya pengendalian
DBD yang penting pada saat ini adalah melalui upaya pengendalian nyamuk
penular dan upaya membatasi kematian karena DBD.
Atas dasar itu maka upaya pengendalian DBD memerlukan kerjasama
dengan program dan sektor terkait serta peran serta masyarakat. Atas dasar hal-hal
tersebut di atas maka Visi, Misi, Strategi dan Tujuan Pengendalian DBD adalah
sebagai berikut :
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DHF/DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, Famili Flaviviridae, mempunyai 4
jenis seroyipe yaitu den-1, den-2, dan den-4, melalui perantara nyamuk Aedes
Aegypty atau Aedes albopictus. Keempat serotipe terdapat di Indonesia, den-3
merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti
serotipe den-2.Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per
100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%.Umur
terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun,
walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Spektrum
Klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) tanpa gejala klinis paling ringan
tanpa gejala (Silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam
berdarah dengue (DBD), dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (Sindrome
Syok Dengue).
2.2. Epidemiologi
Penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruh ioleh faktor
iklim.Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap faktor iklim, khususnya
suhu, curahhujan, kelembaban, permukaan air, dan angin. Begitu juga dalam hal
distribusi dan kelimpahan dari organism vektor dan host intermediate. Penyakit
yang tersebar melalui vektor (vector borne disease) seperti malaria dan Demam
Berdarah Dengue (DBD) perlu diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini
akan makin meningkat dengan perubahan iklim. Di banyak Negara tropis penyakit
ini merupakan penyebab kematian utama.Epidemiologi perubahan vektor penyakit
merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah penyakit
demam berdarah dengue.Penyakit ini terus menyebar luas di negara tropis dan
subtropis. Sekitar2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai risiko untuk
terkena infeksi virus dengue. Lebih dari100 negara tropis dan subtropis pernah
3
mengalami letusan demam berdarah dengue, lebih kurang 500.000 kasus setiap
tahun dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia.4,5
Di Indonesia, terdapat lebih dari 35% dari populasi penduduknya di daerah
kota yang menderita infeksi virus dengue, dengan 150.000 kasus telah terdata
pada tahun 2007 (jumlah tertinggi dari seluruh data) dan lebih dari 25.000 kasus
dilaporkan terjadi di Jakarta dan Jawa Timur. Jumlah kasus kematian sekitar 1%.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 sampai 2009, WHO mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara
(WHO,2009).
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran.
Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah
kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus
DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun (Achmadi, 2010).
2.3. Etiologi
Virus Dengue termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis Dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan
di berbagai daerah di indonesia.
Di Indonesia, pengamatan virus Dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang terbanyak
berhasil diisolasi (48,6%), disusul berturut-turut DEN-2 (28,6%), DEN-1 (20%),
DEN-4 (2,9%).3
4
2.4. Patogenesis
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan
demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada
penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak
dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit.
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar
menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka
waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.Patogenesis
terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi sekunder dicoba dirumuskan oleh
Suvatte dan dapat dilihat pada gambar.
5
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibody
anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer
tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akanmengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan
meningginya permeabilitas dindingpembuluh darah dan merembesnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-
48 jam.Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran
hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat
diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar penderita DBD.Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.Jumlah tromosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari
ke 10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD.Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor
II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.Faktor XII juga dilaporkan menurun.Perubahan
faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya
memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.
6
Gambar. Patogenesis perdarahan pada DBD
2.5.Manifestasi Klinis
Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang
terdiri atas kriteria diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah
Dengue (DBD), Demam Berdarah Dengue dengan syok (Sindrom Syok
Dengue/SSD), dan Expanded Dengue Syndrome (unusual manifestation). (UKK
7
Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2014)
Manifestasi klinis
Penjelasan lebih rinci mengenai infeksi virus dengue dapat dilihat di bawah
Demam yang tidak terdiferensiasi
Demam yang tidak terdiferensiasi merupakan demam pada bayi, anak-
anak maupun dewasa yang disebabkan oleh infeksi virus dengue, khususnya
bila infeksi adalah yang pertama kali terjadi (infeksi dengue primer) dimana
demam ini tidak dapat dibedakan dengan demam akibat infeksi virus
lainnya. Ruam makulopapular dapat muncul menyertai demam ataupun
pada saat demam berangsur normal. Gejala lain yang sering menyertai
adalah gejala yang melibatkan sistem respirasi dan gastrointestinal.
Demam dengue
Demam dengue adalah demam yang paling sering dijumpai pada
kelompok usia anakanak, remaja dan dewasa. Secara umum demam dengue
merupakan suatu kondisi demam akut, yang kadang-kadang memiliki pola
bifasik dan disertai sakit kepala hebat, mialgia, athralgia, ruam di kulit,
leukopenia dan trombositopenia.Meskipun sebenarnya demam dengue
merupakan suatu kondisi yang tidak berbahaya, namun hal ini dapat
menyebabkan penderita tidak dapat beraktivitas akibat sakit kepala yang
8
hebat, nyeri otot, persendian dan tulang (break-bone fever), khususnya pada
orang dewasa.Kadang-kadang muncul perdarahan yang tidak khas seperti
perdarahan gastrointestinal, hipermenore, serta epistaksis masif.Pada daerah
yang mengalami epidemis demam dengue, penularan demam dengue jarang
terjadi antara sesama penduduk lokal.
9
bukti adanya kebocoran plasma.Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
koinfeksi, komorbiditas, ataupun komplikasi dari syok yang
berkepanjangan.Studi yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk kasus ini.
Kebanyakan pasien demam berdarah dengue yang mengalami manifestasi
yang tidak lazim ini disebabkan oleh syok berkepanjangan yang disertai
gagal organ ataupun pasienpasien dengan komorbid ataupun koinfeksi
2.6. Diagnosis
A. Kriteria Diagnosis Klinis
1. Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih
gejala/tanda penyerta:
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
- Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )
- Peningkatan hematokrit 5 – 10 %
10
• Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia
Tanda-tanda perdarahan
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva.Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.
11
sensitivitas 90,6% dan spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3
demam nilai sensitivitas 98,7% dan spesifisitas 74,2%. Uji
Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie
pada area 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian
depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).
Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue
12
Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)
• Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
• Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi
13
B. Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi
dengue antara lain:
1) Hematologi
a. Leukosit
• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi
sel neutrofil. • Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit
plasma biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada
hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh.
b. Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
• Semi kuantitatif (tidak langsung)
• Langsung (Rees-Ecker)
• Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi Jumlah trombosit
≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai
terbuktibahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan
klinis penderita sudah membaik.
c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator yang
peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan
trombosit mendahului peningkatan hematokrit.Hemokonsertrasi dengan
peningkatan hematokrit > 20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi
42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan
plasma.Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi
oleh penggantian cairan atau perdarahan.
14
2) Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi
adanya efusi pleura minimal pada paru kanan.Sedangkan asites, penebalan
dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).
3) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada
penderita terinfeksi virus Dengue.
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition
Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold
standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah
(serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase
konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil
yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder
dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG.
Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan satusampel darah (serum) saja,
yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue
Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip
pemeriksaan ELISA.
15
yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue sekunder
(biasanya IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan
disetarakan dengan titer HI > 1:2560 (tes HI sekunder) sesuai standar
WHO. Hanya respons antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja yang
dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak
dideteksi.Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke-14,
namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-2.
Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM dan
kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD).
Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG
dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis
kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya
garis kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi
apabila gejala klinis kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid
apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM
dan/atau IgG saja.
16
DHF I Demam dan manifestasi Trombositopenia ≤ 100.000
perdarahan (uji tourniquet sel/mm3; Hematokrit
positif) dan meningkat ≥ 20%
adanyabuktikebocoran
plasma
DHF II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia ≤ 100.000
dengan perdarahan spontan sel/mm3; Hematokrit
meningkat ≥ 20%
DHF* III Seperti derajat I dan II Trombositopenia ≤ 100.000
ditambah dengan kegagalan sel/mm3; Hematokrit
sirkulasi (nadi lemah, tekanan meningkat ≥ 20%
darahmenyempit (≤ 20
mmHg), hipotensi, gelisah
DHF* IV Seperti derajat III ditambah Trombositopenia ≤ 100.000
syok yang nyata dimana sel/mm3; Hematokrit
tekanan darah dannadi tidak meningkat ≥ 20%
dapat terdeteksi
2.8.Diagnosis Banding
Diagnosa Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis,
demam chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia
yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.1
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya
(DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan
penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC
memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek,
suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet
17
positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.1,3
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak
semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-
tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel
polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED
dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan
kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.1,3
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.
Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit
DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak
disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi,
tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada
ITP.1,3
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada
leukimia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia
(leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat
membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan
hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.1,3
Demam fase akut mencakup spectrum infeksi bakteri dan virus yang luas.
Pada hari – hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan
idiopathic thrombocytopenic purpura ( ITP ) ayng disertai demam. PAda hari
demam ke 3 – 4, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala
klinis seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjad nyata. Kesulitan
18
kadang – kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis ;
dalam hal ini trombositopenis dan hmokonsentrasi disamping penilaian gejala
klinis lain seperti tipe dan lama demam dapat membantu.
2.9. Penatalaksanaan
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)
19
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravena rumatan perlu diberikan.Antipiretik kadang-kadang diperlukan,
tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD.
b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya
hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok
yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.Hematokrit
harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal
kembali.Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu
sensitif.
c) Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai
Ht=3x kadar Hb
20
Cairan intravena diperlukan, apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok,
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan
NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%,
1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa
5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital,
diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya
evaluasi 12-24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht
cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka
tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalamobservasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
Jenis Cairan
- Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan
garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA), Dekstrosa 5% dalam
1/2 larutan garam faali (D5/ 1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang mengandung
dekstosa)
- Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%,
gelafundin
21
c) Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul pada
daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.
22
Tatalaksana DBD dengan Syok meliputi:
a) Penggantian Volume Plasma Segera Cairan resusitasi awal adalah larutan
kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur,
bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan
koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan
cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada
umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau
maksimal pemberian koloid 1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan
pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan
koloid, syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, maka
pikirkan adanya perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar/ komponen sel darah merah. Apabila nilai
hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil
(10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah
keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dan kadar hematokrit.
23
sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.Nadi yang
kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan
tanda terjadinya fase reabsorbsi.
d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok.Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker,
tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah
apabila dipasang masker oksigen.
24
Intravascular Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi
pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian.
e) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada monitoring adalah :
(1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap
15-30menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
(2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinispasien stabil.
(3) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan,jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudahmencukupi.
(4) Jumlah dan frekuensi diuresis
25
mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan
secara intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.
2.10. Pencegahan
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan
kegiatan penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan
penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor, penyuluhan kepada
masyarakat dan evaluasi.11
26
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NNP
Tanggal Lahir : 14/11/2010
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Tanah Harapan
Tanggal Masuk RS : 31 Oktober 2019
No. Rekam Medik : 17.08.60
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam sejak ± 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak ± 4 hari yang lalu, demam tinggi, terus menerus,
tidak menggigil dan tidak berkeringat
Nyeri kepala sejak ± 2 hari yang lalu
Nafsu makan berkurang sejak 3 hari yang lalu
Keluar darah dari hidung sejak 1 hari yang lalu
Gusi berdarah tidak ada
Mual (+) muntah tidak ada
Nyeri ulu hati (-)
Batuk-batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Penurunan berat badan tidak ada
Nyeri menelan tidak ada
Disekitar rumah ada yang terkena Demam Berdarah
BAB dan BAK biasa
27
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat sakit dengan gejala yang
sama disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CMC
TD : 100/ 60 mmHg
Nadi : 96 x/ menit
Nafas : 20 x/ menit
Suhu : 38 0C
BB : 16 Kg
28
Dada
Paru
Inspeksi : simetris kiri kanan dalam keadaan statis
dan dimanis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi :Bunyi jantung murni,irama teratur,bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap
29
Hasil Pemeriksaan darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Basofil 0% 0 -1
Neutrofil Segmen 74 % 42 – 85
Limfosit 21 % 11 – 49
Monosit 5% 0 -9
30
Hasil tubex test
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Ig M Salmonella Typhi Score 3 Score 2 : negatif
Score 3 : Borderline
Score 4-5: Positif indikasi Typhoid
fever
Score 6: Indikasi Kuat infeksi
Typhoid fever
E. DIAGNOSIS KERJA
DHF derajat II
F. DIAGNOSIS BANDING
Malaria
Demam Thypoid
G. PENATALAKSANAAN
Bed Rest
IVFD RL 25 tetes/ menit
Paracetamol syr 4 x 1,5 cth
PSDII syr 3x1 cth
Laprosin 3x1/2 cth
Cek ulang darah rutin besok pagi
H. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam
31
I. FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN
01/11/2019 S : Demam (+) naik turun, P:
nyeri kepala (-), nyeri ulu hati Bed Rest
(-), mual (-), muntah (-), nafsu IVFD RL 25 tetes/ menit
makan berkurang Paracetamol syr 4 x 1,5 cth
O: PSDII syr 3x1 cth
Kes : CMC Laprosin 3x1/2 cth
TD : 100/60 mmHg Cek ulang darah rutin besok
HR : 94 x/ menit pagi
RR : 20 x/ menit
T : 37,6oC
A :DHF derajat II
16/05/2018 S : Demam (-), nyeri kepala (- P:
), nyeri ulu hati (-), mual (-), Bed Rest
muntah (-), nafsu makan IVFD RL 25 tetes/ menit
O: Paracetamol syr 4 x 1,5 cth
Kes : CMC PSDII syr 3x1 cth
TD : 10/60 mmHg Laprosin 3x1/2 cth
HR : 95 x/ menit Cek ulang darah rutin besok
RR : 24 x/ menit pagi
T : 36,5oC
A : DHF derajat II
32
03/11/2019 S: P:
Demam (-), nyeri kepala (-), Bed Rest
nyeri ulu hati (-), mual (-), IVFD RL 25 tetes/ menit
muntah (-), nafsu makan Paracetamol syr 4 x 1,5 cth
O: PSDII syr 3x1 cth
Kes : CMC Laprosin 3x1/2 cth
TD : 100/60 mmHg Cek ulang darah rutin besok
HR : 92 x/ menit pagi
RR : 20 x/ menit
T : 37oC
A : Demam dengue
04/11/19 S: P:
Demam (-), nyeri kepala (-), Bed Rest
nyeri ulu hati (-), mual (-), IVFD RL 25 tetes/ menit
muntah (-), nafsu makan Paracetamol syr 4 x 1,5 cth
O: PSDII syr 3x1 cth
Kes : CMC Laprosin 3x1/2 cth
TD : 100/60 mmHg
HR : 100 x/ menit
RR : 30 x/ menit
T : 36,8oC
A : DHF derajat II
33
BAB IV
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
34
Pemeriksaan Penunjang:
Kriteria Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada
a. Trombositopenia ( trombosit 100.000/mm3)
pasien:
b.Hemokonsentrasi(peningkatan hematokrit
1. Darah lengkap
20%)
Hb : 14,1 g/dL
Diagnosis ditegakkan bila terdapat dua kriteria Leukosit: 2.060/mm3
klinis ditambah satu kriteria laboratorium. Pada Trom: 52.000/mm3
kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya Ht: 41%
trombositopenia mendukung diagnosis demam Eri : 4,48 juta/mm3
berdarah dengue.
Tatalaksana:
35
derajat III dan IV)
36
BAB V
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38