Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN KASUS

“SPACE OCCUPYING LESIONS”

Disusun oleh
Achmad Agus Purwanto
Muhammad Iz Zuddin Adha
Wita Aulia

Pembimbing
Dr. Fidha Rahmayani, Sp. S., M. Sc.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma, perdarahan, atau
granuloma, yang menempati ruang. SOL Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak
atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di
dalam rongga tengkorak..

Data dari Surveillance Epidemiology & End Result Registry USA dari tahun 1973-1995
dilaporkan bahwa setiap tahunnya di Amerika dijumpai 38.000 kasus baru neoplasma
intrakranial primer. Tahun 2001 dijumpai lebih dari 180.000 kasus neoplasma intrakranial.
Insidens neoplasma intrakranial lebih sering dijumpai pada laki-laki (6,3 dari 100.000
penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000 penduduk), dengan kelompok usia
terbanyak sekitar 65-79 tahun. Di Indonesia tepatnya di Medan, dari tahun 2005-2006
didapatkan 135 pasien neoplasma intrakranial yang dirawat di beberapa rumah sakit, dimana
pasien laki-laki (60,74%) lebih banyak dari perempuan (39.26%), dengan kelompok usia
terbanyak 51 - ≥60 tahun (31,85 %).

SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan intrakranial, intracranial shift, atau herniasi
otak, sehingga dapat mengakibatkan ‘brain death’. Tumor intrakranial menyebabkan
timbulnya gangguan neurologik progresif.Gangguan neurologik pada tumor otak disebabkan
oleh gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal
terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
II. STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP

2.1 Identitas Pasien

Nama : Supriana
Umur : 53 Tahun
No MR : 58 08 45
Alamat : Bangun Sari, Kecamatan Abung Surakarta
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 22 Januari 2019
Dirawat yang ke : 1

2.2 Riwayat Penyakit

Keluhan Utama
Nyeri Kepala

Keluhan Tambahan
Tidak bisa melihat, sulit mencium aroma

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek dengan keluhan nyeri
kepala yang dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala
dirasakan di seluruh bagian kepala. Nyeri kepala dirasakan terus menerus. Dirasakan
seperti berdenyut. Semakin hari semakin memberat. Pasien sempat meminum obat
yang dibeli dari warung namun nyeri kepala tidak kunjung hilang. Keluhan disertai
rasa mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Satu bulan sebelum masuk rumah
sakit pasien tiba-tba mengalami gangguan pada penglihatannya, dan saat ini pasien
tidak bisa melihat sama sekali. Pasien juga tidak dapat mencium bau-bauan yang ada
disekitarnya. Keluhan demam disangkal, riwayat trauma kepala disangkal, keluhan
kejang disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi disangkal, riwayat penyakit diabetes disangkal, riwayat penyakit
jantung disangkal, riwayat penyakit stroke disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada
Riwayat Ekonomi Sosial
Pasien tidak merokok, pasien jarang berolahraga.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present
 Keadaan Umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E3M6V5
 Tanda-Tanda Vital
o Tekanan Darah : 110/70 mmhg
o Nadi : 71 x/menit
o Laju Nafas : 20 x/menit
o Suhu : 36,2 C
o Saturasi Oksigen : 99%
 Berat Badan : 45 kg
 Tinggi Badan : 160 cm
 Gizi : Kurang

Status Generalis
 Kepala
o Rambut : normal
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/-)
o Telinga : normal
o Hidung : normal
o Mulut : normal
o Lidah : normal
 Leher
o Pembesaran KGB : tidak ada
o Pembesaran Tiroid : tidak ada
o JVP : dalam batas normal
o Trakea : dalam batas normal
 Thrax
o Cor
o Inspeksi : ictus cordis terlihat
o Palpasi : teraba setinggi ICS V linea midclavicula
sinistra
o Perkusi : batas jantung tidak melebar
o Auskultasi : bunyi jantung 1/2 reguler, tidak ada
bunyi jantung tambahan
o Pulmo
o Inspeksi : simetris
o Palpasi : fremitus taktil simbang, nyeri tekan (-)
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : Vesikuler (+/+)
 Abdomen
o Inspeksi : tampak datar
o Auskultasi : bising usus 9x/menit
o Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-)
o Perkusi : timpani
 Ekstrimitas
o Superior : teraba hangat, crt< 2s
o Inferior : teraba hangat, crt < 2s

2.4 Pemeriksaan Neurologis

Saraf Cranial
 N. Olfactorius
o Daya Penciuman : Anosmia
 N Opticus
o Tajam Penglihatan : 0/0
o Lapang Penglihatan : tidak dapat dinilai
o Tes Warna : tidak dapat dinilai
o Fundus oculi : tidak diperiksa
 N. Occulomotorius, N. Troklearis, N. Abdusen
o Kelopak mata
o Ptosis : -/-
o Endoftalmus : -/-
o Eksoftalmus : -/-
o Pupil
o Diameter : 6 mm/6 mm
o Bentuk : bulat
o Isokor/anisokor : isokor
o Posisi : ditengah
o Reflek cahaya : -/-
o Gerakan bola mata : normal
o Reflek Pupil akomodasi : tidak dapat dinilai
o Reflek Pupil konvergensi : tidak dapat dinilai
 N. Trigeminus
o Sensibilitas
o Ramus oftalmikus : normal
o Ramus maksilaris : normal
o Ramus mandibularis : normal
o Motorik
o M. Maseter : normal
o M. Temporalis : normal
o M. Pterigoideus : normal
o Reflek
o Reflek kornea : +/+
o Reflek Maseter : normal
 N. Fasialis
o Inspeksi wajah sewaktu
o Diam : normal
o Tertawa : normal
o Meringis : normal
o Menutup mata : normal
o Mengerutkan dahi : normal
o Menutup mata kuat2 : normal
o Menggembungkan pipi : normal
o Senosoris
o Pengecapan 2/3 depan lidah : normal
 N. Vestibulococlearis
o N. Coclearis
o Ketajaman pendengaran : normal
o Tinitus : -/-
o N. Vestibularis
o Test Vertigo :-
o Nistagmus :-
 N. Glosofaringeus dan N. Vagus
o Suara bindeng/ nasal : tidak ada
o Posisi uvula : di tengah
o Reflek batuk : normal
o Reflek muntah : normal
o Peristaltik usus : normal
o Bradikardia : tidak ada
o Takikardia : tidak ada
 N. Assesorius
o M. Sternocleidomastoideus : normal
o M. Trapezius : normal
 N. Hipoglosus
o Atropi : tidak ada
o Fasikulasi : tidak ada
o Deviasi : titdak ada

Tanda Peradangan Selaput Otak


 Kaku kuduk : -
 Kernig Test : -
 Brudzinsky I : -
 Brudzinsky II : -

Sistem Motorik

Superior (Ka/Ki) Inferior (Ka/Ki)


Gerak Aktif / aktif Aktif / aktif
Kekuatan otot 5/5 5/5
Tonus Normal/normal Normal/normal
Klonus Tidak ada Tidak ada
Atropi Tidak ada Tidak ada
Reflek Fisiologis
 Bicep N/N
 Patela N/N
 Trisep N/N
 Achiles N/N
Reflek Patologis
 Hoffman Traumer -/-
 Chadoks -/-
 Babinsky -/-
 Gordon -/-
 Gonda -/-
 Schaefer -/-
 Oppenheim -/-
Sensibilitas
 Rasa raba Normal Normal
 Rasa nyeri Normal Normal

Propiospetif
 Rasa sikap : normal
 Rasa Getar : normal
 Rasa nyeri dalam : normal

Fugnsi kortikal untuk sensibiltias


 Sterignosis : normal
 Grafognosis : normal

Tes Koordinasi
 Tes tunjuk hidung : normal
 Tes pronasi supinasi : normal

Susunan Saraf Otonom


 Miksi : normal
 Defekasi : normal

Fungsi luhur
 Fungsi bahasa : normal
 Fungsi orientasi : normal
 Fungsi memori : normal
 Fungsi emosi : normal

2.5 Laboratorium Rutin

 Darah rutin 22/01/2019


o Hemoglobin : 12,7 gr/dl
o Leukosit : 8.260/ul
o Eritrosit : 4,2 juta/ul
o Hematokrit : 36 %
o Trombosit : 301.000/ul
o MCV : 87 Fl
o MCH : 30 g/dl
o MCHC : 35 g/dl
o Hitung Jenis
 Basaofil : 0%
 Eosinofil : 2%
 Batang : 0%
 Segmen : 66 %
 Limfosit : 22 %
 Monosit : 8%
o LED : 49 mm/jam
o CT : 10 menit
o BT : 2 menit
 Kimia darah 22/01/2019
o SGOT : 12 U/L
o SGPT : 17 U/L
o Gula darah sewaktu : 112 mg/dl
o Ureum : 15 mg/dl
o Creatinin : 0,71 mg/dl
o Natrium : 136 mmol/l
o Kalium : 3,4 mmol/l
o Calsium : 8,6 mg/dl
o Chlorida : 112 mmol/l
 CT Scan kepala tanpa kontras 23/01/2019
o Massa solid multiple pada konkavitas temporalis bilateral, frontalis kiri
dan dengan kalsifikasi pada falx cerebri anterior disertai edema
vasogenic disekitarnya ec suspek multipel meningioma
 CT Scan kepala dengan kontas 29/01/2019
o Massa multiple degan perifokal edema, suspek meningioma degenerasi
ganas.

2.6 Diagnosis Banding

2.7 Diagnosis Kerja

 Diagnosis Klinis : Cranial Nerve I Palsy, Cranial Nerve II Palsy,


Cranial Nerve III Palsy, Cephalgia Kronis
 Diagnosis Topis : Konkavitas temporalis bilateral, frontalis kiri,
falx cerebri anterior
 Diagnosis Etiologi : Meningioma degenerasi ganas

2.8 Tatalaksana
 IVFD RL 15 tpm
 Inj Dexamethason 3x2 amp
 Inj Ranitidine 2x1 amp
 Inj Ceftriaxone 1x1 gram
 Paracetamol 500 mg
Ibuprofen 200 mg
Diazepam 1 mg
3x1 da in cup
 B1B6B12 2x1 tab

Follow Up

24-1-2019 - S/ Pasien Mengeluhkan sakit kepala - IVFD RL 15 tpm


- O/ KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis - Inj Dexamethason 3x2
TD: 110/70 mmHg amp
HR : 71 x/menit - Inj Ranitidine 2x1 amp
RR : 20x/menit - Inj Ceftriaxone 1x1
T : 36,2oC gram
Spo2 : 99% - Paracetamol 500 mg
- A/ SOL (Multiple Meningioma) Ibuprofen 200 mg
Diazepam 1 mg
3x1 da in cup
- B1B6B12 2x1 tab
- Rencana CT-Scan
Kepala dengan Kontras

25-1-2019 - S/ Pasien mengeluhkan sakit kepala - IVFD RL 15 tpm


yang hebat, nyeri ulu hati (+) - Inj Dexamethason 3x2
- O/ KU : Tampak sakit sedang amp
Kesadaran : Kompos Mentis - Inj Ranitidine 2x1 amp
TD: 110/80 mmHg - Inj Ceftriaxone 1x1
HR : 86 x/menit gram
RR : 20x/menit - Paracetamol 500 mg
T : 36,2oC Ibuprofen 200 mg
Spo2 : 98% Diazepam 1 mg
- A/ SOL (Multiple Meningioma) 3x1 da in cup
- B1B6B12 2x1 tab
- Antasid Syr 3x1 cth

26-1-2019 - S/ Pasien mengeluhkan sakit kepala - IVFD RL 15 tpm


sudah berkurang tetapi masih sedikit - Inj Dexamethason 3x2
pusing, nyeri ulu hati (-) amp
- O/ KU : Tampak sakit sedang - Inj Ranitidine 2x1 amp
Kesadaran : Kompos Mentis - Inj Ceftriaxone 1x1
TD: 110/70 mmHg gram
HR : 86 x/menit - Paracetamol 500 mg
RR : 18x/menit Ibuprofen 200 mg
T : 36,2oC Diazepam 1 mg
Spo2 : 98% 3x1 da in cup
- A/ SOL (Multiple Meningioma) - B1B6B12 2x1 tab
- Antasid Syr 3x1 cth
28-1-2019 - S/ Pasien mengeluhkan sakit kepala - IVFD NaCL 0,9% 20
(+), semalam tidak bisa tidur (+) tpm
- O/ KU : Tampak sakit sedang - Inj Dexamethason 3x2
Kesadaran : Kompos Mentis amp
TD: 160/100 mmHg - Inj Ranitidine 2x1 amp
HR : 56 x/menit - Inj Ceftriaxone 1x1
RR : 18x/menit gram
T : 36,5oC - Paracetamol 500 mg
Spo2 : 99% Codein 10 mg
- A/ SOL (Multiple Meningioma) 3x1 da in cup
- B1B6B12 2x1 tab
- Amlodipin 10 mg 1x1
tab
- Lisinopril 10 mg 1x1 tab
29-1-2019 - S/ Pasien mengeluhkan sakit kepala - Konsul Sp.BS 
(+), semalam tidak bisa tidur (+), sesak R/Craniotomi tumor
(+) removal
- O/ KU : Tampak sakit sedang - IVFD NaCL 0,9% 20
Kesadaran : Kompos Mentis tpm
TD: 100/70 mmHg - Inj Dexamethason 3x2
HR : 91 x/menit amp
RR : 24x/menit - Inj Ranitidine 2x1 amp
T : 36,7oC - Inj Ceftriaxone 1x1
Spo2 : 98% gram
- A/ SOL (Multiple Meningioma) - Paracetamol 500 mg
Codein 10 mg
Hasil CT-Scan Dengan Kontras 3x1 da in cup
- Massa multiple dengan perifokal - B1B6B12 2x1 tab
edem, suspek meningioma degenerasi - Amlodipin 10 mg 1x1
ganas tab
- Lisinopril 10 mg 1x1 tab
30-1-2019 - S/ Pasien mengeluhkan sakit kepala - Konsul Anestesi
(+), semalam tidak bisa tidur (+), sesak
sudah berkurang.
- O/ KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
TD: 100/80 mmHg Pasien Minta APS
HR : 73 x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5oC
Spo2 : 98%
- A/ SOL (Multiple Meningioma)
III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Space Ocupying Lesion didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau
sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang didalam otak.
SOL meliputi tumor, hematom, abses.1

3.2 Epidemiologi

Data dari Surveillance Epidemiology & End Result Registry USA dari tahun 1973-
1995 dilaporkan bahwa setiap tahunnya di Amerika dijumpai 38.000 kasus baru
neoplasma intrakranial primer. Tahun 2001 dijumpai lebih dari 180.000 kasus
neoplasma intrakranial. Insidens neoplasma intrakranial lebih sering dijumpai pada
laki-laki (6,3 dari 100.000 penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000
penduduk), dengan kelompok usia terbanyak sekitar 65-79 tahun. Di Indonesia tepatnya
di Medan, dari tahun 2005-2006 didapatkan 135 pasien neoplasma intrakranial yang
dirawat di beberapa rumah sakit, dimana pasien laki-laki (60,74%) lebih banyak dari
perempuan (39.26%), dengan kelompok usia terbanyak 51 - ≥60 tahun (31,85 %).1

3.3 Etiologi

Tumor intrakranial atau yang juga dikenal dengan tumor otak, ialah massa abnormal
dari jaringan di dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak
dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel normal.2 Terdapat lebih
dari 150 jenis tumor intrakranial yang telah ditemukan, namun menurut asalnya, tumor
intrakranial atau tumor otak dikelompokan menjadi tumor primer dan tumor sekunder.3
Tumor otak primer mencakup tumor yang berasal dari sel-sel otak, selaput otak
(meninges), saraf, atau kelenjar. Tumor otak sekunder merupakan tumor yang berasal
dari tumor ganas jaringan tubuh lain.3

Berdasarkan lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor intrakranial, yaitu tumor
supratentorial dan infratentorial.4 Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak ruang
(space occupied lession).5 Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial,
seperti neoplasma, perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang.6 SOL
Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder,
serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak.7
SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan intrakranial, intracranial shift, atau
herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan ‘brain death’.8

3.4 Penegakan Diagnosis


a. Anamnesis
 Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial

Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian tekanan intrakranial. Namun demikian, dua pertiga pasien
dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan
sisanya umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan intrakranial tergantung
pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi yang
konsisten antara tinggi tekanan dengan beratnya gejala.9
a. Nyeri Kepala
Kebanyakan struktur di kepala tidak sensitif nyeri, ahli bedah saraf dapat
melakukan kraniotomi major dalam anestesia lokal karena tulang tengkorak dan
otak sendiri dapat ditindak tanpa nyeri. Struktur sensitif nyeri didalam kranium
adalah arteria meningeal media beserta cabangnya, arteri besar didasar otak,
sinus venosus dan bridging veins, serta dura didasar fossa kranial. Peninggian
tekanan intrakranial dan pergeseran otak yang terjadi membendung dan
menggeser pembuluh darah serebral atau sinus venosus serta cabang utamanya
dan memperberat nyeri lokal. Nyeri yang lebih terlokalisir diakibatkan oleh
peregangan atau penggeseran duramater didaerah basal dan batang saraf sensori
kranial kelima, kesembilan dan kesepuluh. Nyeri kepala juga disebabkan oleh
spasme otot-otot besar didasar tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri atau
ditambah dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja.9
Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial secara klasik bangun pagi
dengan nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam. Nyeri kepala pagi ini
pertanda terjadinya peningkatan tekanan intrakrania; selama malam akibat
posisi berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena depresi pernafasan dan
mungkin karena penurunan reabsorpsi cairan serebrospinal.9

b. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh semua sebab dan
merupakan tampilan yang terlambat dan diagnosis biasanya dibuat sebelum
gejala ini timbul. Gejala ini mungkin jelas merupakan gambaran dini dari tumor
ventrikel keempat yang langsung mengenai nukleus vagal. Setiap lesi hampir
selalu meninggikan tekanan intrakranial akibat obstruksi aliran cairan
serebrospinal dan mungkin tidak mudah menentukan mekanisme mana yang
dominan. Muntah akibat peninggian tekanan intrakranial biasanya timbul
setelah bangun, sering bersama dengan nyeri kepala pagi. Walau sering
dijelaskan sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan kuat dan tanpa
peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran yang menarik perhatian.9

c. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan diskus
optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang menetap
selama lebih dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan dengan
obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan tekanan intrakranial pada
selubung nervus optikus menghalangi drainase vena dan aliran aksoplasmik
pada neuron optikus dan menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus dan
retina serta pendarahan diskus. Papila oedema tahap lanjut dapat menyebabkan
terjadinya atrofi sekunder papil nervus optikus. 9

 Gejala Umum Space Occupying Lesion

Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat


infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan
muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal
dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal
dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian
memberikan gejala umum10

Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan 10


a. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang meninggi.
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakranium dapat
berakhir hingga koma. Tekanan intrakranium yang meninggi dapat
menyebabkan ruang tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula
menyebabkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak sendiri akan
bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena
penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis dapat pula
terjadi karena penekanan pada vena dan disusuk dengan terjadi edema. Pada
umumnya tumor di fosa kranium posterior lebih cepat menimbulkan gejala-
gejala yang mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi. Hal ini
mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang berpusat di
fosa kranium posterior dapat tersebumbat sehingga tekanan dapat meninggi
dengan cepat.

Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan menjadi


tiga, yaitu :

Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke lateral


Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium
medial dan biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampus
ke arah garis tengah dan ke kolong tepi bebas daun tentorium. Karena
desakan itu, bukan diansefalon yang pertama kali mengalami gangguan,
melainkan bagian ventral nervus okulomotoris. Akibatnya, pada awalnya
akan kan terjadi dilatasi pupil kontralateral barulah disusul dengan
gangguan kesadaran. Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial,
yaitu keadaan terjepitnya diansefalon oleh tentorium. Pupil yang melebar
merupakan cerminan dari terjepitnya nervus okulomotoris oleh arteri
serebeli superior. Pada tahap berkembangnya paralisis okulomotoris,
kesadaran akan menurun secara progresif.

Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak


Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan secara
berangsur-angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral batang
otak. Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu
diansefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang pertama-tama
terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa berkonsentrasi dan tidak bisa
mengingat.

Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan


menyebabkan :
Respirasi yang kurang teratur
Pupil kedua sisi sempit sekali
Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan kanan
Gejala-gejala UMN pada kedua sisi

Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi:


Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah
Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus
Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar dan tidak lagi
bereaksi terhadap sinar cahaya
Herniasi serebelum di foramen magnum
Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula oblongata. Gejala-
gejala gangguan pupil, pernafasan, okuler dan tekanan darah berikut
nadi yang menandakan gangguan pada medula oblongata, pons,
ataupun mesensefalon akan terjadi.

b. Gejala-gejala umum tekanan intrakranium yang tinggi


Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual
dan muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih
progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal
depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang
sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya
hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior
atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala
fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum.10

Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk,
maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor
pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. Sakit
kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada tumor
intrakranium. Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-denyut
atau rasa penuh di kepala seolaholah mau meledak. Nyerinya paling
hebat di pagi hari, karena selama tidur malam PCO2 arteri serebral
meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari CBF dan dengan
demikian meningkatkan lagi tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri
yang unilateral akan sesuai dengan lokasi tumornya.

Pada penderita yang tumor serebrinya belum meluas, mungkin saja sakit
kepala belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat
mendekam di otak tanpa menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya,
astrositoma derajat 1 sekalipun dapat berefek buruk jika menduduki
daerah yang penting, misalnya daerah bicara motorik Brocca.
Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior (tumor infratentorial)
dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit kepala akan
terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak menunjukkan gejala
defisit neurologik. Tumor infratentorial yang berlokasi di samping
(unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit neurologik akibat
pergeseran atau atau desakan terhadap batang otak. Maka dari itu, tuli
sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia trigeminus, oftalmoplegia (paralisis
otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan) perifer fasialis dapat
ditemukan pada pemeriksaan.

Definisi “sakit kepala” dan “pusing” harus dapat dibedakan dengan


jelas. Pusing kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang
menimbulkan diplopia). Kombinasi pusing kepala ataupun sakit kepala
dan diplopia harus menimbulkan kecurigaan terhadapa adanya tumor
serebri, terutama tumor serebri infratentorial.
Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa
didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.

Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrakranium yang meninggi selama tidur
malam, di mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita
dengan tekanan intrakranium meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau
muncrat yang tanpa didahului mual.

Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma
multiform. Kejang tonik biasanya timbul pada tumor di fosa kranium
posterior.
Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada
penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini
bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya
somnolen hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar otak dapat
mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan
watak dan serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi
juga akan terjadi terutama jika tumor tersebut mendesak sistem limbik
(khususnya amigdala dan girus cinguli) karena sistem limbik merupakan
pusat pengatur emosi.

Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil
pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk
melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan
perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

Seizure
Kejang adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat
seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering
terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus
parietal dan temporal.

 Gejala Lokal Space Occupying Lesions


Gejala lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi parenkim, infark
atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor
(contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya
dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.10
a. Tumor di lobus frontalis / kortikal
Sakit kepala akan muncul pada tahap awal, sedangkan muntah dan
papiludema akan timbul pada tahap lanjutan. Walaupun gangguan mental
dapat terjadi akibat tumor di bagian otak manapun, namun terutama terjadi
akibat tumor di bagian frontalis dan korpus kalosum. Akan terjadi
kemunduran intelegensi, ditandai dengan gejala “Witzelsucht”, yaitu suka
menceritakan lelucon-lelucon yang sering diulang-ulang dan disajikan
sebagai bahan tertawaan, yang bermutu rendah.10

Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain dari tumor
di bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah premotorik. Tumor di
lobus frontalis juga dapat menyebabkan refleks memegang dan anosmia.10

Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti


paralisis post-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma
frontal khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara
lain disartri, kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant
dipengaruhi. Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus
olfaktorius.10

b. Tumor di daerah presentralis


Tumor di daerah presentralis akan merangsang derah motorik sehingga
menimbulkan kejang pada sisi kontralateral sebagai gejala dini. Bila
tumor di daerah presentral sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka
gejalanya berupa hemiparesis kontralateral. Jika tumor bertumbuh di
daerah falk serebri setinggi daerah presentralis, maka paparesis inferior
akan dijumpai.10

c. Tumor di lobus temporalis


Bila lobus temporalis kanan yang diduduki, gejala klinis kurang menonjol.
Kecuali, bila daerah unkus terkena, akan timbul serangan “uncinate fit”
pada epilepsi. Kemudian akan terjadi gangguan pada funsgi penciuman
serta halusinasi auditorik dan afasia sensorik. Hal ini logis bila dikaitkan
dengan fungsi unkus sebagai pusat penciuman dan lobus temporalis
sebagai pusat pendengaran. Gejala tumor lobus temporalis antara lain
disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang
homonim, perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial
kompleks .10

d. Tumor di lobus parietalis


Tumor pada lobus parietalis dapat merangsang daerah sensorik. Jika
tumor sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka segala macam
perasa pada daerah tubuh kontralateral yang bersangkutan tidak dapat
dikenali dan dirasakan. Han ini akan menimbulkan astereognosia dan
ataksia sensorik. Bila bagian dalam parietalis yang terkena, maka akan
timbul gejala yang disebut “thalamic over-reaction”, yaitu reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang protopatik. Selain itu, dapat terjadi lesi yang
menyebabkan terputusnya optic radiation sehingga dapat timbul
hemianopsia Daerah posterior dari lobus parietalis yang berdampingan
dengan lobus temporalis dan lobus oksipitalis merupakan daerah penting
bagi keutuhan fungsi luhur sehingga destruksi pada daerah tersebut akan
menyebabkan agnosia (hilangnya kemampuan untuk mengenali rangsang
sensorik) dan afasia sensorik, serta apraksia (kegagalan untuk melakukan
gerakan-gerakan yang bertujuan walaupun tidak ada gangguan sensorik
dan motorik). Tumor hemisfer dominan menyebabkan afasia, gangguan
sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang merupakan gejala utama
tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain diantaranya disfungsi
traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/ quadrianopsia inferior
homonim kontralateral dan simple motor atau kejang sensoris .10

e. Tumor pada lobus oksipitalis


Tumor pada lobus ini jarang ditemui. Bila ada, maka gejala yang muncul
biasanya adalah sakit kepala di daerah oksiput. Kemudian dapat disusul
dengan gangguan medan penglihatan.

Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang


kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
kontralateral episodik terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk
geometri.10
.
f. Tumor pada korpus kalosum
Sindroma pada korpus kalosum meliputi gangguan mental, terutama
menjadi cepat lupa sehingga melupakan sakit kepala yang baru dialami
dan mereda. Demensia uga akan sering timbul dosertai kejang tergantung
pada lokasi dan luar tumor yang menduduki korpus kalosum .10

g. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal


Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan
posisi dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala
berat pada daerah frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang
pingsan. Hal ini juga menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus,
amenorea, galaktorea dan gangguan pengecapan dan pengaturan suhu .10

h. Tumor Batang Otak


Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel
empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-
gejala umum .10

i. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan
nistagmus mungkin menonjol.

 Gejala Lokal yang Menyesatkan

Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor
yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial,
pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Kelumpuhan nervus VI
berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan
kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang difus atau tumor pada korpus kallosum
menyebabkan ataksia (frontal ataksia) .10

Secara umum, tanda-tanda fisik yang dapat didiagnosis pada tumor


intrakranium.10
a. Papiledema (edema pada discus opticus) dapat timbul akibat tekanan
intrakranium yang meninggi atauapun karena penekanan pada nervus optikus
secara langsung. Papil akan terlihat berwarna merah tua dan ada perdarahan
di sekitarnya. Untuk melihat papiledemea, dapat dilakukan funduskopi atau
oftalmoskopi. Karena ruang subarachnoid pada otak berlanjut hingga medula
spinalis, maka peningkatan tekanan intrakranial juga akan tercermin pada
ruang subarachnoid di medula spinalis. Pada kedaan demikian, fungsi lumbal
tidak boleh dilakukan dapat menyebabkan herniasi serebelum di foramen
magnus yang dapat mengkahiri kehidupan.

Pada anak-anak, tekanan intrakranium yang meningkat dapat menyebabkan


ukuran kepala membesar atau terenggannya sutura.

Tekanan intrakranium yang meninggi mengakibatkan iskemi dan gangguan


pada pusatpusat vasomorotik serebral, sehingga menimbulkan bradikardi
(melambatnya denyut jantung) atau tekanan darah sistemik meningkat secara
progresif

Irama dan frekuensi pernapasan berubah. Kompresi pada batang otak dari
luar akan mempercepat pernafasan, sedangkan kompresi sentral rostro-
kaudal terhadap batang otak menyebabkan pernafasan yang lambat namun
dalam.

Bagian-bagian dari tulang tengkorak dapat mengalami destruksi. Penipisan


tulang biasanya disebabkan meningioma yang bulat, sedangkan penebalan
tulang sebagai akibat rangsang dari meningioma yang gepeng.

b. Pemeriksaan Fisik Umum


Perubahan Tanda Vital
 Denyut Nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama pada
anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi
untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme reflex vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak
dihilangkan, maka denut nadi akan menjadi lambat dan irregular dan akhirnya
berhenti.
 Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang
otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini normalnya akan diikuti
dengan penurunan level dari kesadaran.Perubahan pada pola pernafasan adalah
hasil dari tekanan langsung pada batang otak. Pada bayi, pernafasan irregular dan
meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari
peningkatan ICP yang cepat dan dapat berkembang dengan cepat ke respiratory
arrest.
 Tekanan Darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan
ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan ICP, tekanan darah
akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari respon
Cushing, dengan meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari denyut
nadi disertai dengan perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini terus
berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun .
 Suhu Tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung, suhu tubuh
akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningktan suhu tubuh
akan muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.

Pemeriksaan Fisik Neurologis Dalam Menegakan Diagnosis.11


Tidak ada temuan fisik atau pola temuan yang khas dalam mengidentifikasi pasien
dengan SOL. Temuan pada pasien ini dapat meliputi.11
o Berdasarkan lokasi mereka, tumor intrakranial dapat menghasilkan defisit
fokal atau umum, tetapi tanda-tanda mungkin kurang (terutama jika tumor
terbatas pada lobus frontal) atau bahkan lokalisasi palsu.
o Papilledema, yang lebih lazim dengan tumor otak anak, mencerminkan
peningkatan ICP beberapa hari atau lebih lama. Papilledema biasanya tidak
menyebabkan kehilangan penglihatan. Tidak semua pasien dengan SOL
mengalami papilledema.
o Diplopia dapat terjadi akibat perpindahan atau kompresi saraf kranial
keenam di dasar otak.
o Pandangan ke atas yang terganggu, disebut sindrom Parinaud, dapat terjadi
dengan tumor pineal.
o Tumor lobus oksipital secara spesifik dapat menghasilkan hemianopia
homonim atau defisit bidang visual parsial.
o Anosmia dapat terjadi dengan tumor lobus frontal.
o Tumor batang otak dan serebelar menginduksi palsi saraf kranial, ataksia,
inkoordinasi, nistagmus, tanda-tanda piramidal, dan defisit sensorik pada
satu atau kedua sisi tubuh.
o SOL di daerah sudut cerebellopontine dapat mengganggu fungsi tiga saraf
kranial yang melintasi wilayah ini: wajah, koklea, dan vestibular. Neuroma
akustik paling sering berasal dari saraf vestibular (bagian dari saraf kranial
VIII) .11
o Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi,
reflek patologis, dan klonus.
o Pemeriksaan sensibilitas.

c. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan SOL karena neoplasma cenderung mengalami komplikasi medis,
termasuk gangguan perdarahan (hiperviskositas), gangguan metabolisme
(hiperkalsemia), dan produksi hormon berlebihan (sindrom sekresi hormon
antidiuretik yang tidak sesuai). Oleh karena itu, dengan kecurigaan klinis kanker,
dapatkan studi laboratorium rutin saat masuk, termasuk yang berikut:
• Pemeriksaan darah lengkap
• Studi koagulasi
• Pemeriksaan elektrolit
• Pemeriksaan faktor metabolisme yang komprehensif.11

 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan neuroimaging perlu dilakukan pada pasien dengan gejala yang
menunjukkan massa intrakranial (misalnya, perubahan status mental akut; kejang
onset baru; defisit fokal, motorik, atau sensorik, termasuk gangguan gaya berjalan;
sakit kepala yang mencurigakan; tanda-tanda peningkatan ICP, seperti
papilledema). Meskipun beberapa tumor menunjukkan penampilan yang khas,
jangan membuat diagnosis tegas hanya berdasarkan temuan radiologis.11

Diagnosis dugaan tumor otak tergantung pada pencitraan otak dan histopatologi
yang tepat. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas yang disukai
karena resolusi dan dapat ditingkatkan dengan agen kontras. Jika MRI tidak dapat
dilakukan (misalnya, pada pasien dengan implan logam, perangkat tertanam, atau
claustrophobia), CT scan kepala dan tulang belakang dapat diterima, walaupun
resolusinya tidak setinggi MRI dan tidak dapat menilai lesi di posterior secara
memadai. fossa dan tulang belakang..11

d. Penatalaksanaan
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi
penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP adalah
sebuah fenomena sementara yang berlangsung untuk waktu yang singkat kecuali
ada cedera sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan elektrolit.
Pengobatan ditujukan untuk mencegah peristiwa sekunder. ICP klinis dan
pemantauan akan membantu. Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan.
 Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE
(primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP
memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi
untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang
kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan
menghasilkan inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP.12

Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan usus.
Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus
dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan
walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar.12

Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala
melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi
pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus
ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan
disertai dengan fleksi pada leher akan meynebabkan penekanan pada vena
jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena.12

Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada autoregulasi yang


kemudian disertai dengan kejang dapat membahayakan kondisi pasien dengan
peningkatan ICP. Sehingga banyak praktisi kesehatan yang kemudian
menggunakan terapi profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan cedera
kepala, perdarahan subaraknoid, perdarahan intrakranial, dan kondisi yang
lainnya. Penggunaan fenitoin sebagai profilaksis pada pasein dengan tumor otak
dapat menghasilkan penurunan resiko untuk terjadinya kejang, tapi dengan efek
samping yang juga cukup besar .12

 Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2. PaCO2
yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan
mengurangi komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan
PaCO2 menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar PaCO2
berada pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF akan turun dan volume darah
otak berkurang dan dengan demikian mengurangi ICP. Hiperventilasi yang
berkepanjangan harus dihindari dan menjadi tidak efektif setelah sekitar 24 jam.
Kecenderungannya adalah untuk menjaga ventilasi normal dengan PaCO2 di
kisaran 30 – 35 mmHg dan PaO2 dari 120-140 mmHg. Ketikaa ada pemburukan
klinis seperti dilatasi pupil atau tekanan nadi melebar, hiperventilasi dapat
dilakukan (sebaiknya dengan Ambu bag) sampai ICP turun. Hyper barik O2,
hipotermia masih dalam tahap percobaan, terutama di Jepang. Mereka pada
dasarnya menyebabkan vasokonstriksi serebral dan mengurangi volume darah
otak dan ICP.12

Osmotherapi berguna dalam tahap edema sitotoksik, ketika permeabilitas kapiler


yang masih baik, dengan meningkatkan osmolalitas serum. Manitol masih
merupakan obat yang baik untuk mengurangi ICP, tetapi hanya jika digunakan
dengan benar: itu adalah diuretik osmotik yang paling umum digunakan. Hal ini
juga dapat bertindak sebagai scavenger radikal bebas. Manitol tidak inert dan
tidak berbahaya. Gliserol dan urea merupak golongan yang jarang digunakan hari
ini. Beberapa teori telah dikemukakan mengenai mekanisme yang mengurangi
ICP.12
• Dengan meningkatkan fleksibilitas eritrosit, yang menurunkan viskositas darah
dan menyebabkan vasokonstriksi yang mengurangi volume darah otak dan
menurunkan ICP dan dapat mengurangi produksi CSF oleh pleksus choroideus.
Dalam dosis kecil dapat melindungi otak dari iskemik karena fleksibilitas eritrosit
meningkat.12
• Efek diuretik terutama di sekitar lesi, di mana integritas sawar darah otak
terganggu dan tidak ada pengaruh yang signifikan pada otak normal. Lesi
intraaxial merespon lebih baik dari lesi ekstra aksial.12
• Teori lain adalah, manitol dengan menarik air di ependyma dari ventrikel
dengan cara analog dengan yang dihasilkan oleh drainase ventrikel. Dosis
tradisional adalah 1 gm/kg/24 jam 20% sampai 25% iv baik sebagai bolus atau
lebih umum secara bertahap. Tidak ada peran untuk dehidrasi. Efek Manitol pada
ICP maksimal adalah 1 / 2 jam setelah infus dan berlangsung selama 3 atau 4 jam
sebagai sebuah aturan. Dosis yang benar adalah dosis terkecil yang akan
berpengaruh cukup terhadap ICP. Ketika dosis berulang diperlukan, penggunaan
garis dasar osmolalitas serum meningkat secara bertahap dan saat ini melebihi
330 mosm / 1 terapi manitol harus dihentikan. Penggunaan lebih lanjut tidak
efektif dan cenderung menimbulkan gagal ginjal. Diuretik seperti furosemid, baik
sendiri atau bersama dengan bantuan manitol untuk mempercepat ekskresi dan
mengurangi osmolalitas serum awal sebelum dosis berikutnya. Beberapa
mengklaim, bahwa furosemid manitol dapat meningkatkan output. Beberapa
memberikan furosemid sebelum manitol, sehingga mengurangi overload
sirkulasi. Fenomena rebound adalah karena pembalikan gradien osmoICP sebagai
akibat kebocoran progresif dari agen osmotik melintasi penghalang darah otak
rusak, atau karena ICP yang meningkat kembali.12
• Barbiturat dapat menurunkan ICP ketika tindakan-tindakan lain gagal, tetapi
tidak memiliki nilai profilaksis. Mereka menghambat peroksidasi lipid dimediasi
radikal bebas dan menekan metabolisme serebral; persyaratan metabolisme otak
dan dengan demikian volume darah otak yang berkurang mengakibatkan
penurunan ICP. Fenobarbital yang paling banyak digunakan. Dosis 10 mg / kg
pemuatan lebih dari 30 menit dan 1-3mg/kg setiap jam secara luas digunakan.
Fasilitas untuk memantau dekat ICP dan ketidakstabilan hemodinamik harus
menemani setiap terapi obat tidur.12
• Dosis tinggi terapi steroid sangat populer beberapa tahun yang lalu dan masih
digunakan oleh beberapa ahli. Ini mengembalikan integritas dinding sel dan
membantu dalam pemulihan dan mengurangi edema. Barbiturat dan agen anestesi
lain mengurangi tekanan CBF dan arteri sehingga mengurangi ICP. Selain itu
mengurangi metabolisme otak dan permintaan energi yang memfasilitasi
penyembuhan lebih baik.12
• Hipotermi dapat digunakan sebagai terapi adjuvant terhadap terapi yang lain.
Temperatur tubuh dibuat menjadi lebih rendah dari temperature tubuh yang
normal yaitu sekitar 32°C – 34 °C. Metode ini dapat mungkin menurunkan ICP
dengan menurunkan metabolisme dari otak. Metode terapi hipotermia selama 48
jam atau kurang dapat dipertimbangkan pada pasien dengan TCB. Metode terapi
ini selama 8 jam atau lebih dapat dipertimbangkan untuk terapi pada peningkatan
ICP. Penggunaan metode ini hanya direkomendasikan pada ahli yang
berpengalaman yang benar-benar mengerti perubahan fisiologi yang
berhubungan dengan hipotermia dan mampu merespon dengan cepat perubahan
tersebut. Komplikasi dari metode hipotermia ini meliputi depresi jantung pada
suhu di bawah 32°C. dan peningkatan insiden komplikasi berupa infeksi seperti
pneumonia telah dilaporkan pada metode terapi ini.12
• Penggunaan Koagulopati
Kerusakan parenkim otak yang berat dapat terjadi karena adanya pelepasan
thromboplastin pada jaringan diamana hal ini akan mengaktivasi faktor instrinsik.
Sindroma klinis didiagnosa dengan adanya pemanjangan PT dan aktivasi
sebagian dari nilai APTT, penurunan level fibrinogen, peningkatan level fibrin,
dan penurunan jumlah platelet. APTT yang memanjang ditangani dengan
memberikan fresh frozen plasma. Kadar Fibrinogen di bawah 150 mg/dL
memerlukan penanganan berupa pemberian krioprecipitate. Pemberian platelet
harus dilakukan untuk mengobati nyeri kepala pada pasien dengan jumlah platelet
yang kurang dari 100.000/ml bila waktu perdarahan memanjang.12
• Intervensi bedah
Tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP) dapat diukur secara kontinu
dengan menggunakan transduser intrakranial. Kateter dapat dimasukkan ke dlam
entrikel lateral dan dapat digunakan untuk mengeluarkan CSF dengan tujuan
untuk mengurangi ICP. Drain tipe ini dikenal dengan EVD (ekstraventicular
drain). Pada situasi yang jarang terjadi dimana CSf dalam jumlah sedikit dapat
dikeluarkan untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui punksi lumbal dapat
digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan.13

Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan hematom


di di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan intrakranial dari
bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang tengkorak kepala.
Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan sebagai penanganan
untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan pengangkatan bagian
tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater dibebaskan agar otak dapat
membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang tengkorak kepala yang
diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat disimpan pada perut
pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari peningkatan ICP tersebut
telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai pengganti dari bagian
tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan material sintetik ini
dkenal dengan cranioplasty .13

Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini paling
banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak. Operasi ini
juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom), untuk
mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki malformasi
arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi.13

Sebelum melakukan tindakan kraniotomi, terlebih dahulu harus dilakukan


pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyebab dan lokasi dari lesi di otak.
Oleh karena itu dilakuakn neuroimaging. Neuroimaging yang dapat dilakukan
adalah.13
o CT scan
o MRI
o Arteriogram

Pasien yang akan dilakuakn tindakan kraniotomi dpat diberikan pengobatan


terlebih dahulu untuk mengurangi rasa cemas dan mengurangi resiko terjadinya
kejang, edema, dan infeksi setelah operasi. Obata-obatan seperti heparin, aspirin
dan golongan NSAID memiliki hubungan dengan meningkatnya bekuan darah
yang terjadi pasca operasi. Obat-obatan ini harus disuntikkan 7 hari sebelum
operasi agar efeknya hilang sebelum operasi dilakukan.Sebagai tambahan,
dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yang rutin atau yang khusus sesuai dengan
kebutuhan. Pasien tidak boleh makan dan minum 6-8 jam sebelum operasi dan
kepala pasien harus dicukur sesaat sebelum operasi.13

Ada dua metode yang umumnya digunakan untuk membuka tengkorak. Insisi
dibuat pada daerah leher di sekitar os. Occipital atau insisi melengkung yang
dibuat di bagian depan telinga yang melengkung ke atas mata. Insisi dilakukan
hingga sejauh membran tipis yang membungkus tulang tengkorak kepala. Selama
insisi dilakukan, ahli bedah harus menutup pembuluh darah kecil sebanyak
mungkin. Hal ini dikarenakan scalp merupakan daerah yang kaya akan suplai
darah.13

Scalp ditarik ke belakang agar tulang dapat terlihat. Dengan menggunakan bor
kecepatan tinggi, dilakukan pengeboran mengikuti pola lubang dan lakukan
pemotongan mengikuti pola lubang yang telah ada hingga bone flap dapat
diangkat. Hal ini akan memberikan akses ke dalam kraium dan memudahkan
untuk melakukan operasi di dalam otak. Setelah mengangkat lesi di dalam otak
atau setelah prosedur yang lainnya selesai, tulang dikembalikan ke posisi semula
dengan menggunakan kawat halus. Membran, otot, dan kulit dijahit dalam
posisinya. Apabila lesinya adalah suatu aneurisma, maka arteri yang terlibat
diklem. Apabila lesinya adalah tumor, sebanyak mungkin bagian dari tumor ini
diangkat. Untuk kelainan malformasi arteri vena, kelainannya dipotong kemudian
disambung kembali dengan pembuluh darah yang normal.13

e. Hidrosefalus
Tindakan bedah pada hidrosefalus sesungguhnya telah dirintis sejak beberapa
abad yang silam oleh Ferguson pada tahun 1898 berupa membuat shunt atau
pintasan untuk mengalirkan cairan otak di ruang tengkorak yang tersumbat ke
tempat lain dengan menggunakan alat sejenis kateter berdiameter kecil. Cara
mekanik ini terus berkembang, seperti Matson (1951) menciptakan pintasan dari
rongga ventrikel ke saluran kencing (ventrikulo ureter), Ransohoff (1954)
mengembangkan pintasan dari rongga ventrikel ke rongga dada (ventrikulo-
pleural). Selanjutnya, Holter (1952), Scott (1955), dan Anthony J Raimondi
(1972) memperkenalkan pintasan ke arah ruang jantung atria (ventrikulo-atrial)
dan ke rongga perut (ventrikulo-peritoneal) yang alirannya searah dengan
menggunakan katup pengaman.Teknologi pintasan terus berkembang dengan
ditemukan bahan-bahan yang inert seperti silikon yang sebelumnya
menggunakan bahan polietilen. Hal itu penting karena selang pintasan itu ditanam
di jaringan otak, kulit, dan rongga perut dalam waktu yang lama bahkan seumur
hidup penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh.
Tindakan dilakukan terhadap penderita yang telah dibius total, ada sayatan kecil
di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak
yang selanjutnya selang pintasan ventrikel di pasang, disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan
rongga perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan dengan sebuah
selang pintasan yang ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.13
DAFTAR PUSTAKA

1. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2010. Hal
15-28
2. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke-29. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2015.
3. University of Pittsburgh.Types of Brain Tumors. Pittsburg: University of Pittsburg;2014.
4. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Djogjakarta: Perimpunan ddokter spesialis saraf
Indonesia dengan Gadjah mada university press; 2015.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC;2005.
6. Fynn E, Khan N, Ojo A. Meningioma- a revieaw of 52 cases. SA J of Radiology. 2004:3-
5.
7. Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. Intra-Cranial space occupying lesions : A
morphological analysis. Biomedica. 2005; 21:31-5.
8. Cross SS. Underwood’s pathology: A clinical approach. Edisi ke-6. China: Elsevier;2013.
9. Syaiful, Saanin. 2006. Falsafah Dasar Kegawat-daruratan Instalasi Gawat Darurat RS Dr.
M. Djamil. Padang: Termuat dalam:
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/falsafahgd.html)
10. Bradley, W.G., Daroff, R.B., Fenichel, G.M., and Jankovic, J., 2008. Neurology In Clinical
Practice, 5 th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
11. Perkins A, Liu G. Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and Treatment. Am Fam
Physician. 2016 Feb 1. 93 (3):211-7
12. Thapar L, Ruthka JT, Laas ER. Brain edema, increased intracranial pressure, vascular
effects and other epiphenomena of human brain tumor. In: Kaye, Laws Jr, editors. Brain
tumors. 1st edition. Tokyo: Person Professional Limited; 1995. P. 39-42.
13. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2010. Hal.
105-110.

Anda mungkin juga menyukai