Manajemen Kasus
Manajemen Kasus
Disusun oleh
Achmad Agus Purwanto
Muhammad Iz Zuddin Adha
Wita Aulia
Pembimbing
Dr. Fidha Rahmayani, Sp. S., M. Sc.
Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma, perdarahan, atau
granuloma, yang menempati ruang. SOL Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak
atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di
dalam rongga tengkorak..
Data dari Surveillance Epidemiology & End Result Registry USA dari tahun 1973-1995
dilaporkan bahwa setiap tahunnya di Amerika dijumpai 38.000 kasus baru neoplasma
intrakranial primer. Tahun 2001 dijumpai lebih dari 180.000 kasus neoplasma intrakranial.
Insidens neoplasma intrakranial lebih sering dijumpai pada laki-laki (6,3 dari 100.000
penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000 penduduk), dengan kelompok usia
terbanyak sekitar 65-79 tahun. Di Indonesia tepatnya di Medan, dari tahun 2005-2006
didapatkan 135 pasien neoplasma intrakranial yang dirawat di beberapa rumah sakit, dimana
pasien laki-laki (60,74%) lebih banyak dari perempuan (39.26%), dengan kelompok usia
terbanyak 51 - ≥60 tahun (31,85 %).
SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan intrakranial, intracranial shift, atau herniasi
otak, sehingga dapat mengakibatkan ‘brain death’. Tumor intrakranial menyebabkan
timbulnya gangguan neurologik progresif.Gangguan neurologik pada tumor otak disebabkan
oleh gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal
terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
II. STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP
Nama : Supriana
Umur : 53 Tahun
No MR : 58 08 45
Alamat : Bangun Sari, Kecamatan Abung Surakarta
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 22 Januari 2019
Dirawat yang ke : 1
Keluhan Utama
Nyeri Kepala
Keluhan Tambahan
Tidak bisa melihat, sulit mencium aroma
Status Present
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E3M6V5
Tanda-Tanda Vital
o Tekanan Darah : 110/70 mmhg
o Nadi : 71 x/menit
o Laju Nafas : 20 x/menit
o Suhu : 36,2 C
o Saturasi Oksigen : 99%
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Gizi : Kurang
Status Generalis
Kepala
o Rambut : normal
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/-)
o Telinga : normal
o Hidung : normal
o Mulut : normal
o Lidah : normal
Leher
o Pembesaran KGB : tidak ada
o Pembesaran Tiroid : tidak ada
o JVP : dalam batas normal
o Trakea : dalam batas normal
Thrax
o Cor
o Inspeksi : ictus cordis terlihat
o Palpasi : teraba setinggi ICS V linea midclavicula
sinistra
o Perkusi : batas jantung tidak melebar
o Auskultasi : bunyi jantung 1/2 reguler, tidak ada
bunyi jantung tambahan
o Pulmo
o Inspeksi : simetris
o Palpasi : fremitus taktil simbang, nyeri tekan (-)
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : Vesikuler (+/+)
Abdomen
o Inspeksi : tampak datar
o Auskultasi : bising usus 9x/menit
o Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-)
o Perkusi : timpani
Ekstrimitas
o Superior : teraba hangat, crt< 2s
o Inferior : teraba hangat, crt < 2s
Saraf Cranial
N. Olfactorius
o Daya Penciuman : Anosmia
N Opticus
o Tajam Penglihatan : 0/0
o Lapang Penglihatan : tidak dapat dinilai
o Tes Warna : tidak dapat dinilai
o Fundus oculi : tidak diperiksa
N. Occulomotorius, N. Troklearis, N. Abdusen
o Kelopak mata
o Ptosis : -/-
o Endoftalmus : -/-
o Eksoftalmus : -/-
o Pupil
o Diameter : 6 mm/6 mm
o Bentuk : bulat
o Isokor/anisokor : isokor
o Posisi : ditengah
o Reflek cahaya : -/-
o Gerakan bola mata : normal
o Reflek Pupil akomodasi : tidak dapat dinilai
o Reflek Pupil konvergensi : tidak dapat dinilai
N. Trigeminus
o Sensibilitas
o Ramus oftalmikus : normal
o Ramus maksilaris : normal
o Ramus mandibularis : normal
o Motorik
o M. Maseter : normal
o M. Temporalis : normal
o M. Pterigoideus : normal
o Reflek
o Reflek kornea : +/+
o Reflek Maseter : normal
N. Fasialis
o Inspeksi wajah sewaktu
o Diam : normal
o Tertawa : normal
o Meringis : normal
o Menutup mata : normal
o Mengerutkan dahi : normal
o Menutup mata kuat2 : normal
o Menggembungkan pipi : normal
o Senosoris
o Pengecapan 2/3 depan lidah : normal
N. Vestibulococlearis
o N. Coclearis
o Ketajaman pendengaran : normal
o Tinitus : -/-
o N. Vestibularis
o Test Vertigo :-
o Nistagmus :-
N. Glosofaringeus dan N. Vagus
o Suara bindeng/ nasal : tidak ada
o Posisi uvula : di tengah
o Reflek batuk : normal
o Reflek muntah : normal
o Peristaltik usus : normal
o Bradikardia : tidak ada
o Takikardia : tidak ada
N. Assesorius
o M. Sternocleidomastoideus : normal
o M. Trapezius : normal
N. Hipoglosus
o Atropi : tidak ada
o Fasikulasi : tidak ada
o Deviasi : titdak ada
Sistem Motorik
Propiospetif
Rasa sikap : normal
Rasa Getar : normal
Rasa nyeri dalam : normal
Tes Koordinasi
Tes tunjuk hidung : normal
Tes pronasi supinasi : normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : normal
Fungsi orientasi : normal
Fungsi memori : normal
Fungsi emosi : normal
2.8 Tatalaksana
IVFD RL 15 tpm
Inj Dexamethason 3x2 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp
Inj Ceftriaxone 1x1 gram
Paracetamol 500 mg
Ibuprofen 200 mg
Diazepam 1 mg
3x1 da in cup
B1B6B12 2x1 tab
Follow Up
3.1 Definisi
Space Ocupying Lesion didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau
sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang didalam otak.
SOL meliputi tumor, hematom, abses.1
3.2 Epidemiologi
Data dari Surveillance Epidemiology & End Result Registry USA dari tahun 1973-
1995 dilaporkan bahwa setiap tahunnya di Amerika dijumpai 38.000 kasus baru
neoplasma intrakranial primer. Tahun 2001 dijumpai lebih dari 180.000 kasus
neoplasma intrakranial. Insidens neoplasma intrakranial lebih sering dijumpai pada
laki-laki (6,3 dari 100.000 penduduk) dibanding perempuan (4,4 dari 100.000
penduduk), dengan kelompok usia terbanyak sekitar 65-79 tahun. Di Indonesia tepatnya
di Medan, dari tahun 2005-2006 didapatkan 135 pasien neoplasma intrakranial yang
dirawat di beberapa rumah sakit, dimana pasien laki-laki (60,74%) lebih banyak dari
perempuan (39.26%), dengan kelompok usia terbanyak 51 - ≥60 tahun (31,85 %).1
3.3 Etiologi
Tumor intrakranial atau yang juga dikenal dengan tumor otak, ialah massa abnormal
dari jaringan di dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak
dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel normal.2 Terdapat lebih
dari 150 jenis tumor intrakranial yang telah ditemukan, namun menurut asalnya, tumor
intrakranial atau tumor otak dikelompokan menjadi tumor primer dan tumor sekunder.3
Tumor otak primer mencakup tumor yang berasal dari sel-sel otak, selaput otak
(meninges), saraf, atau kelenjar. Tumor otak sekunder merupakan tumor yang berasal
dari tumor ganas jaringan tubuh lain.3
Berdasarkan lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor intrakranial, yaitu tumor
supratentorial dan infratentorial.4 Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak ruang
(space occupied lession).5 Space occupied lession (SOL) ialah lesi fisik substansial,
seperti neoplasma, perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang.6 SOL
Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder,
serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak.7
SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan intrakranial, intracranial shift, atau
herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan ‘brain death’.8
Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian tekanan intrakranial. Namun demikian, dua pertiga pasien
dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan
sisanya umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan intrakranial tergantung
pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi yang
konsisten antara tinggi tekanan dengan beratnya gejala.9
a. Nyeri Kepala
Kebanyakan struktur di kepala tidak sensitif nyeri, ahli bedah saraf dapat
melakukan kraniotomi major dalam anestesia lokal karena tulang tengkorak dan
otak sendiri dapat ditindak tanpa nyeri. Struktur sensitif nyeri didalam kranium
adalah arteria meningeal media beserta cabangnya, arteri besar didasar otak,
sinus venosus dan bridging veins, serta dura didasar fossa kranial. Peninggian
tekanan intrakranial dan pergeseran otak yang terjadi membendung dan
menggeser pembuluh darah serebral atau sinus venosus serta cabang utamanya
dan memperberat nyeri lokal. Nyeri yang lebih terlokalisir diakibatkan oleh
peregangan atau penggeseran duramater didaerah basal dan batang saraf sensori
kranial kelima, kesembilan dan kesepuluh. Nyeri kepala juga disebabkan oleh
spasme otot-otot besar didasar tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri atau
ditambah dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja.9
Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial secara klasik bangun pagi
dengan nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam. Nyeri kepala pagi ini
pertanda terjadinya peningkatan tekanan intrakrania; selama malam akibat
posisi berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena depresi pernafasan dan
mungkin karena penurunan reabsorpsi cairan serebrospinal.9
b. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh semua sebab dan
merupakan tampilan yang terlambat dan diagnosis biasanya dibuat sebelum
gejala ini timbul. Gejala ini mungkin jelas merupakan gambaran dini dari tumor
ventrikel keempat yang langsung mengenai nukleus vagal. Setiap lesi hampir
selalu meninggikan tekanan intrakranial akibat obstruksi aliran cairan
serebrospinal dan mungkin tidak mudah menentukan mekanisme mana yang
dominan. Muntah akibat peninggian tekanan intrakranial biasanya timbul
setelah bangun, sering bersama dengan nyeri kepala pagi. Walau sering
dijelaskan sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan kuat dan tanpa
peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran yang menarik perhatian.9
c. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan diskus
optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang menetap
selama lebih dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan dengan
obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan tekanan intrakranial pada
selubung nervus optikus menghalangi drainase vena dan aliran aksoplasmik
pada neuron optikus dan menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus dan
retina serta pendarahan diskus. Papila oedema tahap lanjut dapat menyebabkan
terjadinya atrofi sekunder papil nervus optikus. 9
Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk,
maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor
pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. Sakit
kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada tumor
intrakranium. Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-denyut
atau rasa penuh di kepala seolaholah mau meledak. Nyerinya paling
hebat di pagi hari, karena selama tidur malam PCO2 arteri serebral
meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari CBF dan dengan
demikian meningkatkan lagi tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri
yang unilateral akan sesuai dengan lokasi tumornya.
Pada penderita yang tumor serebrinya belum meluas, mungkin saja sakit
kepala belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat
mendekam di otak tanpa menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya,
astrositoma derajat 1 sekalipun dapat berefek buruk jika menduduki
daerah yang penting, misalnya daerah bicara motorik Brocca.
Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior (tumor infratentorial)
dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit kepala akan
terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak menunjukkan gejala
defisit neurologik. Tumor infratentorial yang berlokasi di samping
(unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit neurologik akibat
pergeseran atau atau desakan terhadap batang otak. Maka dari itu, tuli
sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia trigeminus, oftalmoplegia (paralisis
otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan) perifer fasialis dapat
ditemukan pada pemeriksaan.
Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrakranium yang meninggi selama tidur
malam, di mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita
dengan tekanan intrakranium meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau
muncrat yang tanpa didahului mual.
Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma
multiform. Kejang tonik biasanya timbul pada tumor di fosa kranium
posterior.
Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada
penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini
bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya
somnolen hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar otak dapat
mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan
watak dan serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi
juga akan terjadi terutama jika tumor tersebut mendesak sistem limbik
(khususnya amigdala dan girus cinguli) karena sistem limbik merupakan
pusat pengatur emosi.
Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil
pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk
melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan
perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
Seizure
Kejang adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat
seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering
terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus
parietal dan temporal.
Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain dari tumor
di bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah premotorik. Tumor di
lobus frontalis juga dapat menyebabkan refleks memegang dan anosmia.10
i. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan
nistagmus mungkin menonjol.
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor
yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial,
pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Kelumpuhan nervus VI
berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan
kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang difus atau tumor pada korpus kallosum
menyebabkan ataksia (frontal ataksia) .10
Irama dan frekuensi pernapasan berubah. Kompresi pada batang otak dari
luar akan mempercepat pernafasan, sedangkan kompresi sentral rostro-
kaudal terhadap batang otak menyebabkan pernafasan yang lambat namun
dalam.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan SOL karena neoplasma cenderung mengalami komplikasi medis,
termasuk gangguan perdarahan (hiperviskositas), gangguan metabolisme
(hiperkalsemia), dan produksi hormon berlebihan (sindrom sekresi hormon
antidiuretik yang tidak sesuai). Oleh karena itu, dengan kecurigaan klinis kanker,
dapatkan studi laboratorium rutin saat masuk, termasuk yang berikut:
• Pemeriksaan darah lengkap
• Studi koagulasi
• Pemeriksaan elektrolit
• Pemeriksaan faktor metabolisme yang komprehensif.11
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan neuroimaging perlu dilakukan pada pasien dengan gejala yang
menunjukkan massa intrakranial (misalnya, perubahan status mental akut; kejang
onset baru; defisit fokal, motorik, atau sensorik, termasuk gangguan gaya berjalan;
sakit kepala yang mencurigakan; tanda-tanda peningkatan ICP, seperti
papilledema). Meskipun beberapa tumor menunjukkan penampilan yang khas,
jangan membuat diagnosis tegas hanya berdasarkan temuan radiologis.11
Diagnosis dugaan tumor otak tergantung pada pencitraan otak dan histopatologi
yang tepat. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas yang disukai
karena resolusi dan dapat ditingkatkan dengan agen kontras. Jika MRI tidak dapat
dilakukan (misalnya, pada pasien dengan implan logam, perangkat tertanam, atau
claustrophobia), CT scan kepala dan tulang belakang dapat diterima, walaupun
resolusinya tidak setinggi MRI dan tidak dapat menilai lesi di posterior secara
memadai. fossa dan tulang belakang..11
d. Penatalaksanaan
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi
penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP adalah
sebuah fenomena sementara yang berlangsung untuk waktu yang singkat kecuali
ada cedera sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan elektrolit.
Pengobatan ditujukan untuk mencegah peristiwa sekunder. ICP klinis dan
pemantauan akan membantu. Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan.
Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE
(primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP
memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi
untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang
kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan
menghasilkan inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP.12
Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan usus.
Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus
dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan
walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar.12
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala
melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi
pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus
ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan
disertai dengan fleksi pada leher akan meynebabkan penekanan pada vena
jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena.12
Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2. PaCO2
yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan
mengurangi komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan
PaCO2 menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar PaCO2
berada pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF akan turun dan volume darah
otak berkurang dan dengan demikian mengurangi ICP. Hiperventilasi yang
berkepanjangan harus dihindari dan menjadi tidak efektif setelah sekitar 24 jam.
Kecenderungannya adalah untuk menjaga ventilasi normal dengan PaCO2 di
kisaran 30 – 35 mmHg dan PaO2 dari 120-140 mmHg. Ketikaa ada pemburukan
klinis seperti dilatasi pupil atau tekanan nadi melebar, hiperventilasi dapat
dilakukan (sebaiknya dengan Ambu bag) sampai ICP turun. Hyper barik O2,
hipotermia masih dalam tahap percobaan, terutama di Jepang. Mereka pada
dasarnya menyebabkan vasokonstriksi serebral dan mengurangi volume darah
otak dan ICP.12
Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini paling
banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak. Operasi ini
juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom), untuk
mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki malformasi
arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi.13
Ada dua metode yang umumnya digunakan untuk membuka tengkorak. Insisi
dibuat pada daerah leher di sekitar os. Occipital atau insisi melengkung yang
dibuat di bagian depan telinga yang melengkung ke atas mata. Insisi dilakukan
hingga sejauh membran tipis yang membungkus tulang tengkorak kepala. Selama
insisi dilakukan, ahli bedah harus menutup pembuluh darah kecil sebanyak
mungkin. Hal ini dikarenakan scalp merupakan daerah yang kaya akan suplai
darah.13
Scalp ditarik ke belakang agar tulang dapat terlihat. Dengan menggunakan bor
kecepatan tinggi, dilakukan pengeboran mengikuti pola lubang dan lakukan
pemotongan mengikuti pola lubang yang telah ada hingga bone flap dapat
diangkat. Hal ini akan memberikan akses ke dalam kraium dan memudahkan
untuk melakukan operasi di dalam otak. Setelah mengangkat lesi di dalam otak
atau setelah prosedur yang lainnya selesai, tulang dikembalikan ke posisi semula
dengan menggunakan kawat halus. Membran, otot, dan kulit dijahit dalam
posisinya. Apabila lesinya adalah suatu aneurisma, maka arteri yang terlibat
diklem. Apabila lesinya adalah tumor, sebanyak mungkin bagian dari tumor ini
diangkat. Untuk kelainan malformasi arteri vena, kelainannya dipotong kemudian
disambung kembali dengan pembuluh darah yang normal.13
e. Hidrosefalus
Tindakan bedah pada hidrosefalus sesungguhnya telah dirintis sejak beberapa
abad yang silam oleh Ferguson pada tahun 1898 berupa membuat shunt atau
pintasan untuk mengalirkan cairan otak di ruang tengkorak yang tersumbat ke
tempat lain dengan menggunakan alat sejenis kateter berdiameter kecil. Cara
mekanik ini terus berkembang, seperti Matson (1951) menciptakan pintasan dari
rongga ventrikel ke saluran kencing (ventrikulo ureter), Ransohoff (1954)
mengembangkan pintasan dari rongga ventrikel ke rongga dada (ventrikulo-
pleural). Selanjutnya, Holter (1952), Scott (1955), dan Anthony J Raimondi
(1972) memperkenalkan pintasan ke arah ruang jantung atria (ventrikulo-atrial)
dan ke rongga perut (ventrikulo-peritoneal) yang alirannya searah dengan
menggunakan katup pengaman.Teknologi pintasan terus berkembang dengan
ditemukan bahan-bahan yang inert seperti silikon yang sebelumnya
menggunakan bahan polietilen. Hal itu penting karena selang pintasan itu ditanam
di jaringan otak, kulit, dan rongga perut dalam waktu yang lama bahkan seumur
hidup penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh.
Tindakan dilakukan terhadap penderita yang telah dibius total, ada sayatan kecil
di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak
yang selanjutnya selang pintasan ventrikel di pasang, disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan
rongga perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan dengan sebuah
selang pintasan yang ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.13
DAFTAR PUSTAKA
1. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2010. Hal
15-28
2. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke-29. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2015.
3. University of Pittsburgh.Types of Brain Tumors. Pittsburg: University of Pittsburg;2014.
4. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Djogjakarta: Perimpunan ddokter spesialis saraf
Indonesia dengan Gadjah mada university press; 2015.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC;2005.
6. Fynn E, Khan N, Ojo A. Meningioma- a revieaw of 52 cases. SA J of Radiology. 2004:3-
5.
7. Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. Intra-Cranial space occupying lesions : A
morphological analysis. Biomedica. 2005; 21:31-5.
8. Cross SS. Underwood’s pathology: A clinical approach. Edisi ke-6. China: Elsevier;2013.
9. Syaiful, Saanin. 2006. Falsafah Dasar Kegawat-daruratan Instalasi Gawat Darurat RS Dr.
M. Djamil. Padang: Termuat dalam:
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/falsafahgd.html)
10. Bradley, W.G., Daroff, R.B., Fenichel, G.M., and Jankovic, J., 2008. Neurology In Clinical
Practice, 5 th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
11. Perkins A, Liu G. Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and Treatment. Am Fam
Physician. 2016 Feb 1. 93 (3):211-7
12. Thapar L, Ruthka JT, Laas ER. Brain edema, increased intracranial pressure, vascular
effects and other epiphenomena of human brain tumor. In: Kaye, Laws Jr, editors. Brain
tumors. 1st edition. Tokyo: Person Professional Limited; 1995. P. 39-42.
13. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2010. Hal.
105-110.