Anda di halaman 1dari 29

Laporan Pendahuluan

Cardiac Heart Failure (CHF)


Oleh
Arif Nurrohman/1506800451

ANATOMI JANTUNG

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks),


diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut perikardium, yang
terdiri atas 2 lapisan:
Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada
dan selaput paru.
Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri,
yang juga disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat sedikit cairan pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat
memompa. Cairan ini disebut cairan perikardium.

Struktur Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yakni:
1. Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium viseralis.
2. Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
3. Lapisan dalam disebut endokardium.

Ruang-ruang Jantung
Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut
atrium (serambi), dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).
1. Atrium
a. Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang
rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena
kava superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari
jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan
selanjutnya ke paru.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4
buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan
selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut
dipisahkan oleh sekat, yang disebut septum atrium.
2. Ventrikel
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut
trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut muskulus papilaris.
Ujung muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup
atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut korda tendinae.
a. Ventrikel kanan- menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis.
b. Ventrikel kiri - menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.

Katup-katup Jantung

1. Katup atrioventrikuler
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup atrio-
ventrikuler. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan
mempunyai tiga buah daun katup, disebut katup trikuspid. Sedangkan katup
yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah
daun katup, disebut katup mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan
darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastol
ventrikel, dan mencegah aliran balik pada saat sistol ventrikel (kontraksi).

2. Katup semilunar
Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini
dari ventrikel kanan. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari 3 daun
katup yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan
dengan sebuah cincin serabut. Adanya katup semilunar memungkinkan darah
mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama
sistol ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastol ventrikel.
Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi,
dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari pada tekanan di dalam pembuluh-
pembuluh arteri. Di sebelah atas daun katup aorta terdapat tiga buah
penonjolan dinding aorta, yang disebut “Sinus Valsava“. Muara arteri
koronaria terletak pada tonjolan-tonjolan ini, sinus-sinus tersebut berfungsi
melindungi muara koroner dari penyumbatan oleh daun katup pada waktu
aorta terbuka.
Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi
koroner terdiri dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.

Arteri koroner kiri (Left Main Coronary Artery - LMCA)


Mempunyai 2 cabang besar, yaitu: ramus desenden anterior (Left Anterior
Descendence - LAD) dan ramus sirkumpleks (Left Circumflex - LCx). Arteri
ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu: sulkus atrio
ventrikuler yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikuler, dan
sulkus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikuler. Pertemuan kedua
lekuk ini di bagian permukaan posterior jantung merupakan suatu bagian yang
kritis dipandang dari sudut anatomis. Tempat ini dikenal dengan sebutan kruks
jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. Nodus Atrio
Ventrikuler (Atrio Ventricular Node - AVN) berlokasi pada titik pertemuan ini,
dan pembuluh darah yang melewati kruks tersebut merupakan pembuluh yang
memasok nutrisi untuk AVN. Istilah dominasi kanan dan dominasi kiri
sebenarnya menggambarkan apakah arteri koroner kanan atau kiri yang
melewati kruks tersebut.

Arteri koronaria kiri bercabang segera sesudah meninggalkan pangkalnya di


aorta. Ramus sirkumfleks berjalan disisi kiri jantung di sulkus atrioventrikuler
kiri. Perjalanan secara berkeliling ini sesuai dengan sebutan dan fungsinya
sebagai pembuluh sirkumfleks. Demikian juga sebutan ramus desenden
anterior, yang menyatakan jalan anatomis dari cabang arteri tersebut. Arteri
tersebut terdapat di sebelah depan kiri dan turun ke bagian bawah permukaan
jantung melalui sulkus interventrikuler sebelah depan. Kemudian melintasi
apeks jantung, berbalik arah dan terus mengarah ke atas sepanjang permukaan
bawah dari sulkus interventrikuler untuk bersatu di bagian distal dengan
cabang arteri koroner kanan. Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu
hubungan antara arteri koroner dan penyediaan nutrisi otot jantung.

Arteri koroner kanan berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus atrio
ventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri koronaria kanan memberi makan pada
atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri.
Ramus sirkumfleks memberi nutrisi pada atrium kiri dan dinding samping
serta bawah dari ventrikel kiri. Ramus desenden arterior memberi nutrisi pada
dinding depan ventrikel kiri yang masif. Meskipun nodus SA (Sino Atrial
Node SAN) letaknya di atrium kanan, tetapi hanya 55% kebutuhan nutrisinya
dipasok oleh arteri koronaria kanan, sedang 42% lainnya dipasok oleh cabang
arteri sirkumfleks kiri.

Vena Jantung
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner.
Sistem vena jantung mempunyai tiga bagian, yaitu:
1. Vena tebesian merupakan sistem yang terkecil, menyalurkan sebagian darah
dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.
2.Vena kardiaka anterior mempunyai fungsi yang cukup berarti,
mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke atrium kanan.
3. Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang paling besar
dan paling penting; berfungsi menyalurkan pengembalian darah vena
miokard ke dalam atrium kanan melalui ostium sinus koronarius yang
bermuara di samping vena kava inferior.

Fungsi Sistem Kardiovaskuler


Arteri
1. Arteri
Berfungsi untuk tranportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke jaringan-
jaringan. Karena itu sistem arteri mempunyai dinding yang kuat, dan darah
mengalir dengan cepat menuju jaringan. Dinding aorta dan arteri relatif
mengandung banyak jaringan elastis. Dinding tersebut teregang waktu sistol
dan mengadakan rekoil pada saat diastol.

2. Arteriol
Adalah cabang-cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai
katup pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol juga
mempunyai dinding yang kuat. Arteriol mampu konstriksi/ menyempit secara
komplit atau dilatasi/ melebar sampai beberapa kali ukuran normal, sehingga
dapat mengatur aliran darah ke kapiler.

Dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan lebih banyak otot
polos. Otot ini di persarafi oleh serabut saraf kolinergik yang fungsinya
vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu utama resistensi/ tahanan aliran
darah, perubahan kecil pada diameternya menyebabkan perubahan yang
besar terhadap resistensi perifer. Nutrisi untuk nodus AV dipasok oleh arteri
yang melintasi kruks, yakni 90% dari arteri koroner kanan dan 10% dari
arteri sirkumfleks.

3. Kapiler
Berfungsi sebagai tempat pertukaran cairan dan nutrisi antara darah dan
ruang interstitial. Untuk peran ini kapiler dilengkapi dinding yang sangat
tipis dan permeabel terhadap subtansi-subtansi bermolekul halus.

Venul dan Vena


1. Venul
Dinding venul hanya sedikit lebih tebal daripada dinding kapiler. Venul
berfungsi menampung darah dari kapiler dan secara bertahap bergabung
kedalam vena yang lebih besar.

2. Vena
Berfungsi sebagai jalur transportasi darah dari jaringan kembali ke jantung.
Karena tekanan dalam sistem vena rendah (0 – 5 mmHg), maka dinding vena
tipis namun berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi sehingga mem-
punyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai
kebutuhan tubuh.
Tabel 1. Sifat berbagai pembuluh darah manusia
Tebal Diameter Luas
dinding lumen penampang
Aorta 2 mm 2,5 cm 4,5 cm
Arteri 1 mm 0,4 cm 20 cm
Arteriol 20 mikron 30 mikron 400 cm
Kapiler 1 mikron 5 mikron 4.500 cm
Venul 1 mikron 20 mikron 4.000 cm
Vein 0,5 mm 5 mm 40 cm
V kava 2,5 mm 3 cm 18 cm

Pembuluh-pembuluh darah tersebut membentuk lingkaran sirkulasi, yang


mempunyai perbedaan tebal dinding, besar rongga, dan luas diameter seperti
yang terlihat pada tabel 1 di atas. Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua
bagian besar yaitu: sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal.

Sirkulasi Sistemik
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ.
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
4. Banyak mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatik panjang.

Sirkulasi Pulmonal
1. Hanya mengalirkan darah ke paru-paru
2. Hanya berfungsi untuk paru-paru
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
4. Hanya sedikit mengalami tahanan
5. Kolom hidrostatik panjang.

Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang
cukup pada otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
jantung dan membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang
intra-miokardial yang kecil.
Aliran darah koroner meningkat pada:
1. Aktivitas.
2. Denyut jantung.
3. Rangsang sistem syaraf simpatis.

B. DEFINISI CHF
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-
ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif
terhadap kebutuhan metabolik, dan kedua, penekanan arti gagal jantung
ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme konpensantorik sirkulasi
dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangannya menjadi gagal
jantung dalam fungsi pompanya.

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal
sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk
melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala
kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak
memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler, dan
jantung. Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan dimana terjadi
bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme konpensatoriknya.
Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum
yaitu gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat
bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab di luar
jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.

C. ETIOLOGI
Etiologi dari gagal jantung meliputi :
1. Kelainan Otot Jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuk-
an asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kon-
traktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot
jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Keadaan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung Lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya
terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis., stenosis
katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis.,
tamponade perikardium, perikarditas konstriktif, atau stenosis katup AV),
atau pengosongan jantung abnormal (mis., insufisiensi katup AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi “Maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun
tidak ada hipertropi miokardial.
6. Faktor Sistemik.
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis: demam, tirotoksikosis),
hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
mcmenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik)
dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya secara sekunder
akibat gagal jantung, menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah
fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume sekuncup (SV: Stroke
Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi


tergantung pada tiga faktor : preload, kontraktilitas, dan afterload.
Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjung serabut
jantung dan kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole.

Pada gagal jantung jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu,
hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran
hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasif telah mempermudah
diagnosa gagal jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi
farmakologis yang efektif.

Hubungan Hipertensi dengan CHF


Pasien dengan Hipertensi terjadi peningkatan preload dan afterload. Serta
adanya faktor usia yang memperberat peningkatan tersebut, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah (atherosklerosis)
yang mengakibatkan retensi pembuluh darah meningkat. Dengan masa atau
lamanya hipertensi tersebut tentunya otot-otot miokardium mengalami
konpensasi yaitu dengan meningkatnya kontraktilitas, namun kontraktilitas
otot jantung memiliki ambang tertentu dalam berkompensasi, sehingga ketika
darah masuk kedalam ventrikel kiri, terjadi peningkatan afterload dan
penurunan kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan terjadinya
penuruan stroke volume darah tidak seluruhnya masuk keaorta, sehingga
jumlah darah yang diedarkan kejaringan pun kurang jumlahnya. Sementara itu
darah yang berasal dari vena pulmonalis masuk ke atrium kiri kemudian ke
ventrikel kiri. Padahal di dalam ventrikel kiri masih ada sisa darah yang tidak
ikut diejeksikan oleh ventrikel selama fase sistol ventrikel, sehingga akhirnya
darah berkumpul semakin banyak, terjadi hipertrofi miokard dan jantung gagal
berkontraksi dengan baik, sehingga pada akhirnya darah akan refluks atau
terjadi bacward failure mengisi atrium kiri, kembali ke vena pulmonalis
kemudian akan membanjiri paru-paru, sehingga terjadilah edema paru.

F. TANDA DAN GEJALA


Gagal jantung menurut New York Heart Association terbagi atas 4 (empat)
kelas fungsional yaitu:
I. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
II. Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang
III. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
IV. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan atau istirahat.
Berdasarkan disfungsi sistolik, gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Gagal jantung kiri (Left Heart Failure)
Merupakan kegagalan memompa pada ventrikel kiri yang berakibat
terjadinya bendungan cairan di belakang ventrikel tersebut. Hal ini akan
disertai kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi, kelainan-
kelainan pada katup aorta dan mitral, yang selanjutnya terjadi gagal
jantung sistolik atau ketidak mampuan mengeluarkan darah.

2. Gagal Jantung Kanan (Right Heart Failure)


Apabila proses pada gagal jantung kiri berlangsung lama, maka cairan
yang terbendung akan terakumulasi secara sistemik, sehingga
mempengaruhi aliran balik darah vena ke jantung, selanjutnya akan
ternjadi gagal jantung diastolik atau ketidak mampuan pengisian darah.

Gagal Jantung Kiri


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi
klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat
(takikardia)dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Dispnu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh
gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas
saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopnu tidak akan mau berbaring,
tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di
kursi, bahkan saat tidur.

Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada malam hari, suatu kondisi
yang dinamakan Paroxysmal Nokturnal Dispnea (PND). Hal ini terjadi bila
pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah,
pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di
ekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel
kiri yang sudah terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume
dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih
lanjut, cairan berpindah ke alveoli.

Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai
bercak darah.

Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk

Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres


akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga dispnu, pada gilirannya
memperberat kecemasan, menciptakan lingkaran setan.

Gejala lain yang mungkin terjadi adalah Cheyne Stokes, yaitu pola
pernafasan yang terdiri atas fase nafas dan fase berhenti. Fase nafas dimulai
dengan respirasi yang dangkal, makin lama makin dalam sampai mencapai
puncak, kemudian mendangkal lagi dan akhirnya berhenti beberapa lamanya.

Gagal Jantung Kanan


Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua
darah yang secara normal kernbali dari sirkulasi vena.

Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema


dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan
cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genital eksterna dan
tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang
berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting
edema, adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan
ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling
tidak sebanyak 4,5 kg (10 lb).

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, makan tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga
abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam
rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres
pernapasan.

Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena
dan stasis vena di dalam rongga abdomen. Nokturia, atau rasa ingin kencing
pada malam hari, terjadi karena perfusi renal di dukung oleh posisi penderita
pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena
curah jantung akan membaik dengan istirahat. Lemah yang menyertai gagal
jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan
sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan.

G. ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHF


1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan dll.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien
sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara lain: sesak
nafas, batuk lendir atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar,
cepat lelah dsb.
 Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien
meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama clan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat
clan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang
sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi
keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah
usaha tersebut, dsb.

 Riwayat penyakit terdahulu


Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Misalnya: apakah klien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dsb.
 Riwayat keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta
bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian
juga ditanyakan.
 Riwayat pekerjaan
Menanyakan situasi tempat bekerja clan lingkungannya.
 Riwayat geografi
Menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
 Riwayat allergi
Menanyakan kemungkinan adanya allergi terhadap cuaca, makanan,
debu clan obat.
 Kebiasaan sosial
Menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alkohol,
atau obat tertentu.
 Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah
berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok.

c. Pemeriksaan Fisik
Fokus pengkajian keperawatan untuk pasien gagal jantung ditujukan untuk
mengobservasi adanya tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan paru dan
tanda serta gejala sistemik. Semua tanda yang mengarah kesana harus
dicatat dan dilaporkan.
1) Pernapasan.
Paru harus diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk
menentukan ada atau tidak adanya krekel dan wheezing. Krekel terjadi
oleh gerakan udara melalui cairan, dan menunjukan terjadinya ko-
ngesti paru. Frekuensi dan dalamnya pernapasan juga harus dicatat.
2) Jantung.
Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3 atau S4.
Adanya tanda tersebut berarti bahwa pompa mulai mengalami
kegagalan, dan pada setiap denyutan, darah yang tersisa didalam
ventrikel makin banyak. Frekuensi dau irama juga harus dicatat.
Frekuensi yang terlalu cepat menunjukkan bahwa ventrikel memer-
lukan waktu yang lebih banyak untuk pengisian, serta terdapat stagnasi
darah yang terjadi di atria dan pada akhirnya juga di paru.
3) Penginderaan/Tingkat Kesadaran.
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat, maka
darah yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas transpor oksigen
menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan
oksigen. dan pasien mengalami konfusi.
4) Perifer.
Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya edema. Bila
pasien duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai
bawah, bila pasien berbaring telentang, yang dikaji adalah sakrum dan
punggung untuk melihat adanya edema. Jari dan tangan kadang juga
bisa mengalami edema. Pada kasus khusus gagal jantung, pasien dapat
mengalami edema periorbital, dimana kelopak mata tertutup karena
bengkak.
5) Hati
Hati diperiksa juga akan adanya hepatojugular refluks (HJR). Pasien
diminta bernapas secara normal pada saat dilakukan penekanan pada
hati selama 30 sampai 60 detik. Bila distensi vena leher meningkat
lebih dari 1 cm, maka tes ini positif menunjukkan adanya peningkatan
tekanan vena.
6) Distertsi Vena Juguler.
JVD Juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan mengangkat pasien
dengan sudut sampai 45°. Jarak antara sudut Louis dan tingginya
distensi vena juguler ditentukan. (Sudut Louis adalah hubungan antara
korpus sternum dengan manubrium). Jarak yang lebih dari 3 cm
dikatakan tidak normal. Ingat bahwa ini hanya perkiraan dan bukan
pengukuran pasti.
7) Haluaran Urin.
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urin kurang
dari 100 dan 400 ml/24 jam) atau anuria (haluaran urin kurang dari 100
ml/24 jam). Maka penting sekali mengukur haluaran sesering mungkin
untuk membuat dasar pengukuran efektivitas diuretik. Masukan dan
haluaran harus dicatat dengan baik dan pasien ditimbang setiap hari,
pada saat yang sama dan, pada timbangan yang sama.
d. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
 EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia,
dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, mis. Takikardia,
fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan
adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi
jantung).
 Sonogram (ekokardiogrum, ekokardiograrn dopple): Dapat
menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
 Skan jantung: (Multiguted acquisition (MUGA): Tindakan
penyuntikkan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding. Kateterisasi
jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis
katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat
kontras disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal
dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
 Rontgen dada: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur
abnormal, mis., bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat
menunjukkan aneurisme ventrikel.
 Enzim Hepar: Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
 Elektrolit: Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
 Oksimetri nadi: Saturasi oksigen munkin rendah, terutama jika GJK
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
 AGD: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
 BUN, kreatinin: Peningkatan BUN menandakan penurunan perpusi
ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal
ginjal.
 Albumin/transferin serum: Mungkin menurun sebagai akibat
penurunan masukun protein atau penurunan sistesis protein dalam
hepar yang mengalami kongesti.
 HSD: Mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan
kepekatan menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat,
mencermikan MI baru/akut, perikarditis, atau status inflamasi atau
infeksius lain.
 Kecepatan sedimentasi (ESR): Mungkin meningkat, menandakan
reaksi inflamasi akut.
 Pemeriksaan tiroid: Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus GJK.

e. Terapi/Pengobatan
 Diuretik
 Vasodilator
 ACE inhibitor
 Digitalis
 Dopaminergik
 Oksigen

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1) Curah Jantung, menurun
Mungkin berhubungan dengan:
 Perubahan kontraktilitas miokardial
 Perubahan inotropik.
 Perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik.
 Perubahan struktural (mis., kelainan katup, aneurisme ventrikular).
Kemungkinan dibuktikan oleh:
 Peningkatan frekuensi jantung (takikardia); disritmia; perubahan
gambaran pola EKG.
 Perubahan tekanan darah (TD) (hipotensi hipertensi). Bunyi
jantung ekstra (S3, S4).
 Penurunan haluaran urine.
 Nadi perifer tidak teraba. Kulit dingin kusam; diaforesis.
 Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema; Nyeri dada.
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi, Pasien akan:
 Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang)
 bebas gejala gagal jantung (mis., parameter hemodinamik dalam batas
normal, haluaran urine adekuat).
 Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Ikut serta dalam
aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi Keperawatan
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, dan irama jantung:
Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventri-
kuler. KAP, PAT, MAT, PVC dan AF disritmia umum
berkenaan dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi.
2. Catat bunyi jantung.
Rasional: S 1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.

3. Palpasi nadi perifer.


Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi
rnungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi,
dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut
lemah) mungkin ada.
4. Pantau TD.
Rasional: Pada GJK dini, sedang atau kronis TD dapat meningkat
sehubungan dengan SVR. Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat
normal lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional: Pucat menunjukkan menururunya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi,
dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK.
Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena
peningkatan kongesti vena.
6. Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
Rasional: Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan
menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya
menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke
jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga
cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.
7. Kaji perubahan pada sensori, letargi, bingung, disorientasi, cemas, dan
depresi.
Rasional: Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
sekunder terhadap penurunan curah jantung.
8. Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji
dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
Rasional: Istirahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut atau
refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan
kerja berlebihan.
9. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang.
Rasional: Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang meningkat-
kan TD dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.
10. Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respons
valsalva, mengejan selama defekasi, menahan napas selama
perubahan posisi.
Rasional: Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi
atau kerja keras menggunakan bedpan. Manuver Valsalva
menyebabkan rangsang vagal diikuti dengan
takirkardi. yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi
jantung /curah jatung.
11. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga
aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.
Rasional: Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden
trombus/pembentukan embolus.
12. Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan,
kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas.
Rasional: Menurunnya curah jantung, bendungan/stasis vena dan
tirah baring lama meningkatkan risiko tromboflebitis.
13. Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata
terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.
Rasional: Insiden toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas
antara rentang terapeutik dan toksik. Digoksin, harus
dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi
jantung lambat, atau kadar kalium rendah.
14. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
15. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkun
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
 Diuretik, contoh furosemid (Lasix); asam etakrinik (Edecrin);
bumetanid (Bumex); spironolakton (Aldakton).
Rasional: Tipe dan dosis diuretik tcrgantung pada derajat gagal
jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan preload
paling banyak digunakan dalam mengobati pasien
dengan curah jantung relatif normal ditambah dengan
gejala kongesti. Diuretik blok reabsorpsi diuretik,
sehingga mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air.
 Vasodilator, contoh nitrat (nitrodur, isodril); arteriodilator, contoh
hidralazin (Apresoline); kombinasi obat, contoh prazosin
(Minippres).
Rasional: Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator)
dan tahanan vaskuler sistemik (arteriodilator), juga
kerja ventrikel.
 Digoksin (lanoxin).
Rasional: Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlama periode refraktori pada
hubungan AV untuk rneningkatkan efesiensi/curah
jantung.
 Captopril (Capoten); lisinopril (Prinivil); enalapril (Vasotec).
Rasional: Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol gagal
jantung dengan mengharnbat konversi angiotensin
dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR dan
TD.
 Morfin sulfat
Rasional: Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena
menurunkan kerja miokard. Menghilangkan cemas dan
mengistirahatkan siklus umpan balik cemas/pengeluaran
katekolamin/cemas.
 Tranquilizer/sedatif.
Rasional: Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebu-
tuhan oksigen dan kerja miokard. Catatan: Ada 'on trial'
oral yang analog dengan amrinon (inocor) agen
inotropik positif, disebut milrinon, yang dapat cocok
untuk penggunaan jangka panjang.
 Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin
Rasional:Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
pembentukan trombus/emboli pada adanya faktor risiko
seperti stasis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan
riwayat episode trombolik sebelumnya.
16. Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari
cairan garam
Rasional: Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien
tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan
(preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium
yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja
miokard.
17. Pantau/ganti elektrolit.
Rasional: Perpindahan cairan dan penggunaan diuretik dapat mem-
pengaruhi elektrolit (khususnya kalium dan klorida) yang
mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas.
18. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional: Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi
karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun
tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat
menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti
pulmonal.
19. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : Peningkatan BUN/kreatinin menunjukkan hipoper-
fusi/gagal ginjal.
20. Pemeriksaan tungsi hati (AST, LDH).
Rasional: Dapat meningkat sehubungan dengan kongesti hati dan
menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih
kecil yang didetoksikasi oleh hati.
21. Siapkan untuk insersi/mempertahankan alat pacu jantung,
Rasional: Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak
responsif terhadap intervensi obat yang dapat berlanjut
menjadi gagal kongesti/menimbulkan edema paru.
22. Siapkan pembedahan sesuai indikasi.
Rasional: Gagal kongesti sehubungan dengan aneurisma ventrikuler
atau disfungsi katup dapat membutuhkan aneurisektomi
atau penggantian katup untuk memperbaiki kontrak-
si/fungsi miokard.

2) Intoleransi aktivitas
Dapat dihubungkan dengan:
 Ketidakseimbangan antara suplai oksigen.
 Kelemahan umum.
 Tirah baring lama/imobilisasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
 Ketemahan, kelelahan.
 Perubahan tanda vital, adanya disritmia.
 Dispnea.
 Pucat dan berkeringat.
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi, Pasien akan:
 Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan
perawatan diri sendiri.
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital DBN selama
aktivitas.
Intervensi Keperawatan:
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilatasi, perpindahan cairan (diuretik) atau
pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dengan menyebabkan
peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3. Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat (beta
bloker), tranquilezer, dan sedatif). Nyeri dan program penuh
stres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatkan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi
periode aktivitas dengan periode istirahat.
Rasional: Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
6. Implementsikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
Rasional: Peningkatan terhadap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung
tidak dapat membaik kembali.

3) Kelebihan Volume Cairan


Mungkin berhubungan dengan:
 Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/ air.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
 Ortopnea, bunyi jantung S3
 Oliguri, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
 Peningkatan berat badan
 Hipertensi
 Distress pernapasan, bunyi jantung abnormal
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi, Pasien akan:
 Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran, bunyi napas bersih/ jelas, tanda vital dalam
rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema
 Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual
Intervensi Keperawatan
1. Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi
Rasional: Haluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya
selama sehari) karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis; sehingga haluaran urin
dapat ditingkatkan pada malam/ selama tirah baring
2. Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam
Rasional: Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/ berlebihan (hipovolemi) meskipun edema/ asites
masih ada
3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama
fase akut
Rasional: Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan
diuresis
4. Buat jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum
bila mungkin. Berikan perawatan mulut/ es batu sebagai bagian dari
kebutuhan cairan
Rasional: Melibatkan pasien dalam program terapi dapat
meningkatkan perasaan mengontrol dan kerjasama dalam
pembatasan
5. Timbang berat badan tiap hari
Rasional: catat perubahan ada/ hilangnya edema sebagai respon
terhadap terapi. Peningkatan 2,5 kg menunjukkan kurang
lebih 2 L cairan. Sebaliknya, diuretik dapat mengakibatkan
cepatnya kehilangan/ perpindahan cairan dan kehilangan
berat badan
6. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen
untuk edema dengan/ tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum
(anasarka)
Rasional: Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh
pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema
perifer mulai pada kaki/ mata kaki (atau area dependen)
dan meningkat sebagai kegagalan paling buruk. Edema
pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah
retensi sedikitnya 5 kg cairan. Peningkatan kongesti
vaskuler (sehubungan dengan gagal jantung kanan) secara
nyata mengakibatkan edema jaringan sistemik
7. Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat
permukaan kulit, pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai
indikasi
Rasional: Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutrisi dan imobilisasi/ tirah baring lama
merupakan kumpulan stresor yang mempengaruhi
integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan
ketat/ pencegahan.
8. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan/ atau bunyi tambahan,
contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea,
ortopnea, dispnea noktural paroksismal, batuk persisten
Rasional: Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti
paru. Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal
jantung kiri akut. Gejala pernafasan pada gagal jantung
kanan (dispnea, batuk, ortopnea) dapat timbul lambat
tetapi lebih sulit membaik
9. Selidiki keluhan dispnea ekstrem tiba-tiba, kebutuhan untuk bangun
dari duduk, senasasi sulit bernafas, rasa panik atau ruangan sempit
Rasional: Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema paru/
emboli) dan berbeda dari ortopnea dan dispnea nokturnal
paroksismal yang terjadi lebih cepat dan memerlukan
intervensi segera
10. Pantau TD atau CVP (bila ada)
Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya/
peningkatan kongesti paru, gagal jantung
11. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen,
konstipasi
Rasional: Kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/ intestinal
12. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil tapi sering
Rasional: Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada
digestif dan absorpsi. Makan sedikit tapi sering
meningkatkan digesti/ mencegah ketidaknyaman abdomen
13. Ukur lingkar abdomern sesuai indikasi
Rasional: Pada gagal jantung kanan lanjut, cairan dapat berpindah
ke dalam area peritoneal, menyebabkan meningkatnya
lingkar abdomen (asites)
14. Dorong untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan
Rasional: Expresi perasaan/ masalah dapat menurunkan stres/
cemas, yang mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan
lemah
15. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan
atas/ nyeri tekan
Rasional: Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena,
menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati, dan
nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan mengganggu/
memperpanjang metabolisme obat.
16. Catat peningkatan letargi, hipotensi, kram otot
Rasional: Tanda defisit kalium dan natrium yang dapat terjadi
sehubungan dengan perpindahan cairan dan terapi diuretik
17. Pemberian obat sesuai indikasi
 Diuretik, contoh furosemid (lasiks), bumetanide (bumex)
Rasional: Meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat
reabsorpsi natrium/ klorida pada tubulus ginjal

 Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton


(aldakton)
Rasional: Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan
 Tambahan kalium contoh K Dur
Rasional: Mengganti kehilangan kalium sebagai efek samping terapi
diuretik, yang dapat mempengaruhi fungsi jantung
18. Mempertahankan cairan/ pembatasan natrium sesuai indikasi
Rasional: Menurunkan air total tubuh/ mencegah reakumulasi cairan
19. Konsul dengan ahli diet
Rasional: Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium
20. Pantau foto thorak
Rasional: Menunjukkan perubahan indikatif peningkatan/ perbaikan
kongesti paru
21. Kaji dengan torniket rotasi/ flebotomi, dialisis atau ultrafiltrasi sesuai
indikasi
Rasional: Meskipun tidak sering digunakan, penggantian cairan
mekanis dilakukan untuk mempercepat penurunan volume
sirkulasi, khususnya edema paru refraktori pada terapi lain

4) Pertukaran Gas, Kerusakan, Resiko Tinggi


Faktor resiko meliputi: Perubahan membran kapiler-alveolus.
contohya pengumpulan/perpindahan cairan
kedalam area interstisial/alveoli.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
 [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala
membuat diagnosa aktual]
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien:
 Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi akan adekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal
dan bebas gejala distres pernapasan
 Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Tindakan/Intervensi
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional: Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam.
Rasional: Mernbersihkan jalan napas dan memudahkan aliran
oksigen.
3. Dorong perubahan posisi sesering mungkin.
Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur
tinggi 20-30 derajat, posisi semi Fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkat-
kan inflamasi paru maksimal.
5. Pantau/gambarkan seri AGD, nadi oksimetri.
Rasional: Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
Perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipokscmia jaringan.
7. Berikan obat sesuai indikasi:
 Diuretik contoh furosernid (Lasix)
 Bronkodilator contoh aminofitin.
Rasional: Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan
pertukaran gas.
Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan
napas kecil dan mengeluarkan efek diuretik ringan
untuk menurunkan kongesti paru.
4) Integritas kulit, Kerusakan, Resiko Tinggai Terhadap
Faktor resiko meliputi:
 Tirah baring
 Edema, penurunan perfusi jaringan
Kemungkinan dibuktikan oleh:
 [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala
membuat diagnosa aktual].
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien:
 Mempertahankan integritas kulit.
 Mendemontrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Tindakan/Intervensi
1. Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi, atau kegemukan/kurus.
Rasional: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas
fisik, dan gangguan status nutrisi.
2. Pijat area kemerahan atau yang memutih.
Rasional: Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hlpoksia jaringan.
3. Ubah posisi sering di tempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
Rasional: Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang
menganggu aliran darah.
4. Berikan perawatan kulit sering, merninimalkan dengan
kelembaban/ekskresi.
Rasional: Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan rnempercepat
kelembaban/ekskresi.
5. Periksa sepatu kesempitan/sandal dan ubah posisi sesuai kebutuhan.
Rasional: Edema dependen dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit,
kebutuhan. meningkatkan risiko tertekan dan kerusakan
kulit pada kaki.
6. Hindari obat intramuskuler.
Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorpsi ohat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/ter-
jadinya infeksi.
7. Berikan tekanan alternatif/kasur, kulit domba, perlindungan siku/tumit.
Rasional: Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki
sirkulasi.

4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi, program


pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan:
 Kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
 Pertanyaan.
 Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
 Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien:
 Mengidentifikasi hubungan terafi (program pengobatan) untuk
menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
 Menyatakan tanda/gejala yang memerlukan intervensi cepat.
 Mengidentifikasi stres pribadi/faktor risiko dan beberapa teknik
untuk menangani.
 Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Tindakan/Intervensi
1. Diskusikan fungsi jantung normal. Meliputi informasi
sehubungan dengan perbedaan pasien dari fungsi normal. Jelaskan
perbedaan antara serangan jantung dan GJK.
Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat
memudahkan ketaatan pada program pengobatan. -
sehubungan dengan perbedaan pasien dan fungsi normal.
Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dan GJK.
2. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional: Pasien percaya bahwa pengubahan program pascapulang
dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau
merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan risiko
eksaserbasi gejala. Pemahaman program, obat, dan
pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk
mengontrol gejala.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi
kelelahan, dan istirahat diantara aktivitas.
Rasional: Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi
melemahkan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4. Diskusikan pentingnya pembatasmn natrium. Berikan daftar
kandungan natrium pada makanan umum yang harus dihindari/batasi.
Dorong untuk membaca label makanan dan bungkus obat.
Rasional : Pemasukan diet natrium diatas 3 g/hari akan menghasilkan
efek diuretik. Sumber umum natrium adalah garam meja
dan makanan dengan garam, meskipun sup/sayur kaleng.
daging kiloan, dan produk harian juga dapat mengandung
kadar tinggi natrium.
5. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara
verbal dan tertulis.
Rasional: Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya
pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya
komplikusi obat. Cemas dapat menghambat pemasukan
keseluruhan atau detil dan pasien/orang dekat merujuk ke
materi tulisan pada kertas untuk menyegarkan ingatan.
6. Anjurkan makan diet pada tiap hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu
tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
7. Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuan mengambil dan
mencatat nadi harian dan kapan memberi tahu pemberi perawatan,
contoh nadi di atas/dibawah frekuensi yang telah ditentukan
sebelumnya, perubahan pada irama/regularitas
Rasional : Meningkatkan pemantauan sendiri pada kondisi/efek obat.
Deteksi dini perubahan memungkinkan intervensi tepat
waktu dan mencegah komplikasi seperti toksisitas
digitalis.
8. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko
(contoh, merokok) dan faktor pencetus atau pemberat (contoh, diet
tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif, terpajan pada suhu ekstrem).
Rasional : Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan
memungkinkan pasien untuk membuat keputusan ber-
dasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi
dan mencegah berulang/komplikasi. Merokok potensial
untuk vasokontriksi; pemasukan natrium meningkatkan
pembentukan retensi/edema air; keseimbangan tidak tepat
antara aktivitas/istirahat dan pemajanan pada suhu
ekstrem dapat mcngakibatkan kelelahan/meningkatnya
kerja miokard dan meningkatkan risiko infeksi paru.
9. Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat,
contoh peningkatan berat badan cepat, edema, napas pendek,
peningkatan kelelahan, batuk, hemoptisis, demam.
Rasional: Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawah pasien
dalam pemeliharaan kesehatan dan alat mencegah
komplikasi, contoh edema paru, pneumonia.
10. Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk menanyakan,
mendiskusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup yang
perlu.
Rasional: Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK
sering melemahkan kemampuan koping dan kapasitas
dukungan pasien dan orang terdekat, menimbulkan depresi.
11. Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis,
contoh terjadinya gangguan GI dan penglihatan, perubahan frekuensi
nadi/irama, memburuknya gagal jantung.
Rasional: Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan
pemberi perawatan dapat mencegah toksisitas/perawatan
di rumah sakit.
12. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung sesuai
indikasi.
Rasional: Dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sen-
diri/penatalaksanaan di rumah.

H. PENATALAKSANAAN
Respons fisiologis pada gagal jantung membentuk dasar rasional untuk
tindakan. Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk
menurunkan kerja jantung, untuk meningkatkan curah jantung dan
kontraktilitas miokard, dan untuk menurunkan ratensi garam dan air.
Tirah-Baring
Karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat untuk
sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan
adalah mengistirahatkan pasian; dengan demikian, melalui inaktivitas,
kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Tirah baring marupakan bagian
yang penting dari pengobatan gagal jantung kongestif, khususnya pada tahap
acut dan sulit disembuhkan.

Selain itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung, tirah
baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume
intravaskular melalui induksi diuresis berbaring. Penelitian tirah baring lama
telah menunjukkan bahwa dalam 48 sampai 72 jam inaktivitas terdapat penu-
runan volume plasma 300 ml atau lebih. Meskipun ini bukan volume besar
dari cairan kompartemen vaskular seluruhnya, ini membantu dalam
menurunkan beban volume yang ada untuk mengisi jantung. Untuk itu
membantu dalam menurunkan dilatasi ruang jantung dan memberikan status
kompensasi. Efek ini akibat dari stimulasi reseptor regangan atrium yang
mendeteksi peningkatan volume darah yang kembali ke sisi kanan jantung,
yang akan tersisih di ekstremitas bawah bila pasien berdiri. Reseptor ini
kemudian "turn off' produksi hormon antidiuretik, dan diuresis terjadi
kemudian. Dengan penurunan volume intravaskular dan juga jumlah darah
yang ada untuk dipompakan oleh jantung (preload), kompensasi jantung dapat
ditingkatkan.

Diuretik
Selain tirah baring, pembatasan garam dan air serta diuretik, baik oral atau
parenteral, akan menurunkan preload dan kerja jantung. Semua diuretik, tanpa
memperhatikan rute pemberiannya, dapat menyebabkan perubahan bermakna
pada elektrolit serum, khususnya kalium dan klorida. Untuk itu, penentuan
pengaturan elektrolit serum penting pada evaluasi pasien. Ini adalah rute
utama bila pasien juga menerima digitalis karena kalium rendah dihasilkan
oleh diuretik yang merupakan predisposisi pada toksisitas digitalis,
mengancam hidup tetapi komplikasi yang dapat dihindari. Karena
kemungkinan ini, suplemen kalium biasa diprogramkan bila diuretik yang
menurunkan kalium diberikan, khususnya bila digitalis diberikan juga.

Pilihata rute pemberian diuretik terutama fungsi kegawatan dari situasi klinis.
Gagal ventrikel kiri ringan sampai sedang (dimanifestasikan oleh sinus ta-
kikardi, rale pasca-batuk rejan, dan S3) biasanya dapat diatasi dengan sediaan
oral; namun, edema pulmonal akut, situasi mengancam hidup, memerlukan
pendekatan yang lebih drastis, dan rute parenteral harus dipilih.
Dengan kata lain preload dan afterload adalah -pendekatan yang ada untuk
penatalasanaan status kegagalan akut dan kronik. Baik metode farmakologis
dan mekanikal dapat bermanfaat.

Morfin
Morfin adalah obat yang paling berguna dalam menangani edema pulmonal
akut. Morfin dapat mencapai manfaat fisiologis yang bermanfaat melalui efek
vasodilatasi perifer, membentuk penampungan darah perifer (flebotomi pucat)
yang menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung. Selain itu, morfin
menghilangkan ansietas yang berhubungan dengan dispnea berat dan
menenangkan pasien, dengan demikian menurunkan mekanisme pompa
pernapasan untuk meningkatkan aliran balik vena. Morfin juga menurunkan
tekanan darah arteri dan tahanan, mengurangi kerja jantung (penurunan
afterload).

Reduksi Volume Darah Sirkulasi


Bahkan metode yang lebih dramatis dari menurunkan preload dan kerja
jantung adalah flebotomi, suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan
edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan
volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan
pengisian, serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik dasar segera.

Flebotomi dapat pucat (pemutaran torniket), atau seluruh darah dipindahkan


secara langsung dari sirkulasi. Torniket kurang efektif daripada pemindahan
darah langsung. Meskipun flebotomi dapat membantu dalam menangani
edema pulmonal akut, ini mungkin berbahaya pada pasien yang tidak
mengalami peningkatan volume intravaskular. Situasi ini paling umum terjadi
pada pasien dengan imfark miokard akut yang mengalami kerusakan otot luas
dan awitan cepat edema pulmonal sebelum ginjal dapat berkompensasi
terhadap penurunan curah jantung dan retensi air.

Terapi Nitrat dan Vasodilator


Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, telah didukung dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan vasodilatasi perifer,
jantung di "unloaded" (penurunan afterload), pada peningkatan curah jantung
lanjut, penuranan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang
menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel
kiri), dan penurunan pada konsumsi oksigen miokard. Bentuk terapi ini telah
diketahui bermanfaat pada gagal ringan sampai sedang dan gagal edema
pulmonal akut berhubungan dengan infark miokard, gagal ventrikei kiri yang
sulit sembuh kronis, dan kegagalan yang berhubungan dengan regurgitasi
mitral berat. Saat ini, terapi vasodilator parenteral (nitrogliserin parentera, atau
nitropusid natrium) memerlukan pemantauan hemodinamik akurat dari
tekanan wedge arteri dan pulmonai (kanul arteri dan kateter Swan-Ganz) dan
penggunaan pompa infus untuk mentitrasi dengan cermat dosis yang
diberikan.

Nitropusid harus digunakan pada perawatan. Terapi nitrat kerja panjang


biasanya diberikan dengan salep nitrogliserin. Beberapa pasien yang mene-
rima keuntungan maksimal dari terapi bentuk lain untuk gagal ventrikel kiri
telah membaik secara bermakna dengan pengobatan vasodilator. Terapi nitfat
jangkan panjang tidak hanya menghilangkan gejala tetapi tampak
memperbaiki prognosis gagal jantung.
Digitalis
Meskipun perubahan kerja jantung dengan menurunkan preload dan afterload
diindikasikan pada gagal jantung dan pada waktunya memungkinkan penghin-
daran obat-obatan yang meningkatkan kerja kontraksi miokard, agen inotropik
masih merupakan alat terapetik penting.

Digitalis adatah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat inotropik


ini mempunyai keserbaragaman penggunaan pada kardiologi dan juga salah
satu yang paling potensiaI berbahaya, kenyataan ini diketahui pada 1785 oleh
William Withering, penemu nilai farmakologis dan toksisitas digitalis
(foxglove): "Digitalis bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan dengan
cepat diulang kadang-kadang membuat mabuk, muntah, pandangan kacau,
bersifat laksatif, objek tampak hijau atau kuning, peningkatan sekresi urin
dengan gerakan yang sering dan kadang-kadang ketidakmampuan untuk
menahannya; nadi lambat bahkan serendah 35 dalam satu menit, keringat
dingin, kekacauan mental, sinkope dan kematian. Pada kegagalan jantung,
digitalis memperlambat frekwensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat,
volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi, dan
volume intravaskular menurun.

Pada kegagalan awal pada infark miokard akut, digitalis dapat meningkatkan
jumlah potensial kerusakan miokard dengan menyebabkan peningkatkan
kontraktilitas dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard. Pengebatan kegagalan pada situasi ini kemungkinkan yang terbaik
bila preload atau afterload diturunkan dengan menggunakan diuretik atau
nitrat Pasien dengan gagal jantung lebih berat mungkin mendapat
keuntunngan dari terapi digitalis jangka panjang. Mempertahankan kadar obat
serum 1,54 sampai 2,56 nmol/liter dapat memperbaiki toleransi latihan dan
kualitas hidup pada penderita gagal jantung kongestif. Tentu saja, bila penu-
runan bermakna pada tekanan aortik sentral terjadi, perfusi arteri koroner
dapat turun dan area kerusakan meningkat. Kunci pelajaran di sini adalah
bahwa obat-obatan mempunyai potensial efek samping berbahaya, dimana
program penatalaksanaan harus dipilih dengan perawatan dan dengan
pemahaman penuh tentang potensial efek samping merugikan, dan bahwa
pemantauan ketat pasien diharuskan.

Inotropik Positif
Dopamin, pada dosis rendah 2,5 sampai 5.0 ug/kg, akan merangsang -
adrenergik, B-adrenergik, dan reseptor dopamin. Ini mengakibatkan keluarnya
katekolamin dari sisi penyimpanan saraf, memperbaiki kontraktilitas dan
mendilatasi ginjal, splangnikus, serebral, dan pembuluh koroner. Reduksi kecil
pada tahanan vaskular sistemik dapat dilihat. Dosis yang lebih besar (5-10
ug/kg), respons inotropik positif (kekuatan kontraksi), kromotropik (frekwensi
jantung), dan dromotropik (kerepatan konduksi) terjadi. Ini meningkatkan
frekwensi jantung, curah jantung, dan isi sekuncup. Pada dosis maksimal (10-
20 ug/kg), vasokonstriksi terjadi, meningkatkan beban kerja jantung.
Dobutamin merangsang hanya reseptor B-adrenergik dan mengakibatkan
sedikit vasokonstriksi. Dosisnya mirip dengan dopamin, tetapi dobutamin
sintesis akan memperbaiki isi sekuncup dan curah jantung dengan sedikit
vasokonstriksi dan takikardi. Amrinon akan mengurangi tekanan pengisian jan-
tung dan tahanan vaskular sistemik. (TVS) untuk memperbaiki curah jantung.
Pada percobaan klinis amrinon menghasilkan berbagai hasil, tetapi dilatasi
arteri dan vena mengalami dampak inotropik positif. Amrinon paling mungkin
digunakan untuk pasien dengan peningkatan tekanan pengisian nyata.

I. DISCHARGE PLANNING
Discharge Planning Pasien Gagal Jantung
Setelah gagal jantung terkontrol klien dibimbing kembali ke gaya hidup dan
aktivitas sebelum sakit.
1. Merencanakan aktivitas kegiatan hidup sehari-hati untuk meminimalkan
periode apnu dan kelelahan
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi stress emosional dan menggali cara-cara
untuk menyelesaikannya
3. Memberikan Penyuluhan
a. Hidup dengan Reserve jantung terbatas
 Beristirahat harus cukup
 Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan
natrium yang mungkin seumur hidup
 Membatasi natrium sesuai petunjuk
 Menghindari makanan dan minuman berbahaya : kopi, tembakau
 Menjaga berat badan stabil
 Mencegah terjadinya infeksi
 Memeriksa kembali program aktivitas
b. Siaga terhadap gajala yang menunjukan kekambuhan gagal jantung
4. Penyusunan jadwal tindak lanjut medis secara teratur
Daftar Pustaka

Mader, S.S. (2005). Understanding human anatomy and physiology (5th ed).
USA: McGraw Hill

Smeltzer, S.C., & Bare, B. G. (2010). Brunner & Suddarth's textbook of medical-
surgical nursing volume 1. Philladelphia: Lippincots William & Wilkins.

Timby, B. K. & Smith, N. E. (2010). Introductory medical surgical nursing (10th


ed). Philadelphia: Lippincot William & Wilkins

White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical surgical nursing: An
integrated approach (3rd ed). USA: Delmar Cengage Learning

William, L.S. & Hopper, P.D. (2007). Understanding medical surgical nursing
(3rd ed) USA: F.A. Davis Company

Anda mungkin juga menyukai