Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PAD ( PENDAPATAN ASLI DAERAH )

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah, Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban. Sementara pengelolaan
keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut.
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan
daerah.
Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan
Negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengelolaan
keuangan daerah juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan bijak agak keuangan daerah
tersebut bisa menjadi efisien penggunaanya yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pendapatan asli daerah (PAD) yang ada selama ini ?
2. Bagaimana tujuan dan pembagian danaperimbangan di daerah ?
3. Bagaiman mekanisme dalam pinjaman daerah ?
4. Apa sajakah yang mencangkup penerimaan pembiayaan daerah ?
5. Apa sajakah pengeluaran dari belanja daerah dan pengelolaannya ?
6. Apa sajakah jenis pembiayaan dearah ?
TUJUAN
1. Untuk Mengetahui pendapatan asli daerah (PAD) yang ada selama ini ?
2. Untuk Mengetahui tujuan dan pembagian danaperimbangan di daerah ?
3. Untuk Mengetahui mekanisme dalam pinjaman daerah ?
4. Untuk Mengetahui yang mencangkup penerimaan pembiayaan daerah ?
5. Untuk Mengetahui pengeluaran dari belanja daerah dan pengelolaannya ?
6. Untuk Mengetahui jenis pembiayaan dearah ?
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH

1.1.1 Pengertian PAD

Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004


tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan
asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
Menurut Herlina Rahman(2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan
daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD)
adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD
terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan
pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari
hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai
mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
1.1.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah

Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana datur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:

 Hasil pajak daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi


daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli, misalnya Rochmad
Sumitro yang merumuskannya “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh
daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”.
Sedangkan Siagin merumuskannya sebagai, “pajak negara yang diserahkan kepada
daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik”. Dengan
demikian ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:
a) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah;
b) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;
c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan
hukum Lainnya;
d) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan
rumah tangga daerah atau untuk membiayai perigeluaran daerah sebagai badan hukum publik;

 Hasil retribusi daerah;


Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian
retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapat-pendapat para ahli, misalnya Panitia Nasrun
merumuskan retribusi daerah (Josef Kaho Riwu, 2005:171) adalah pungutan daerah sebagal
pembayaran pemakalan atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau mhlik daerah untuk
kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak
Iangsung”.

Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan
penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan
dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan
daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang khusus
dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk
mempertinggi produksi, yang kesemua kegiatan usahanya dititkberatkan kearah pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan
kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu,
dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional dan harus
tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi. (Penjelasan atas UU No.5
Tahun 1962)

1.2.2 Dana Alokasi Umum


Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:108) “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah
dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi”
Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya
sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Sony Yuwono, Dwi
Cahyono Utomo, Suheiry Zein, dan Azrafiany A.R (2008) Dana Alokasi Umum digunakan
untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara
pusat dan daerah, proporsi yang diberikan kepada daerah minimal sebesar 26% (dua puluh
enam persen) dari penerimaan dalam negeri neto. Sedangkan H.A.W Wijaya (2007)
mengungkapkan bahwa dana alokasi umum menekankan aspek pemerataan dan keadilan
dimana formula dan perhitungannya ditentukan oleh undang-undang.
1.2.3 Dana Alokasi Khusus
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah ( 2005:107 ) " Dana Alokasi Khusus ( DAK )
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional ". Sesuai dengan UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud
adalah

 Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dalam
pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya
kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi / prasarana baru,
pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer.
 Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Menurut H.A.W Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan proyek
fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis
tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi umum.

1.3 PINJAMAN DAERAH


Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah
uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali.. kesepakatan tertulis antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah mengenai Pinjaman Daerah yang dananya tidak berasal dari penerusan
Pinjaman Dalam Negeri atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.

1.3.1 DASAR HUKUM

a. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;


b. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
d. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
e. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah;
f. PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
g. PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan
Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
h. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor
005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian
Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan
Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pinjaman
Daerah;
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006 tentang Tatacara Pemberian
Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri; dan
k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan,
Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah.

1.5 PENDAPATAN DAERAH LAIN-LAIN YANG SAH


Bertujuan untuk memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain
pendapatan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan pinjaman daerah.
Pendapatan lain-lain yang sah terdiri dari dana hibah dab dana darurat.
1.5.1 DANA HIBAH
Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri
atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk
tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.
Hibah yang diberikan kepada daerah adalah sebagai salah satu bentuk hubungan
keuangan antara Pemerintah dan Daerah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan daerah dan
dikelompokkan sebagai salah satu komponen lain-lain pendapatan dalam APBD. Penerimaan
ini bersifat tidak mengikat karena tidak harus dibayar kembali oleh daerah.

1.5.1.1 SUMBER HIBAH


Hibah kepada pemerintah daerah dapat bersumber dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah daerah lain;
c. Badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri; dan
d. Kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri.
Hibah dari Pemerintah dapat bersumber dari:
a. Pendapatan APBN;
b. Pinjaman Luar Negeri;dan/atau
c. Hibah Luar Negeri.
Hibah dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah Luar Negeri dapat bersumber dari pemerintah
negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional dan/atau donor lainnya.

1.5.1.2 PRINSIP DASAR PEMBERIAN HIBAH KE DAERAH


 Hibah kepada kepada pemerintah daerah bersifat bantuan untuk menunjang program
pembangunan sesuai dengan prioritas dan kebijakan Pemerintah serta merupakan urusan
daerah.
 Hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan dalam negeri, kegiatannya
merupakan kebijakan Pemerintah atau dapat diusulkan oleh kementerian negara/lembaga.
 Dalam hal Hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pinjaman luar negeri,
kegiatannya telah diusulkan oleh kementerian negara/lembaga.
 Hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari hibah luar negeri, kegiatannya dapat
diusulkan oleh kementerian negara/lembaga dan/atau pemerintah daerah.
 Hibah diberikan kepada pemerintah daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah
berkoordinasi dengan menteri pada kementerian negara/pimpinan lembaga terkait.
 Hibah yang bersumber dari dalam negeri (Pemerintah, pemerintah daerah lain,
badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, dan kelompok masyarakat/perorangan)
dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara pemerintah daerah dan
pemberi hibah.
 Hibah yang bersumber dari luar negeri (bilateral, multilateral, dan sumber lainnya) dituangkan
dalam Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri (NPHLN) antara Pemerintah dan Pemberi Hibah
Luar Negeri dan hibah tersebut dapat diteruskan oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah
dan dituangkan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) antara Pemerintah dengan
pemerintah daerah.
 Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri diprioritaskan untuk daerah dengan kapasitas
fiskal rendah.

1.5.1.3KRITERIA PEMBERIAN HIBAH


Kriteria pemberian hibah dapat digolongkan berdasarkan sumber sebagai berikut :
o Hibah yang bersumber dari pendapatan APBN, diberikan kepada Pemerintah Daerah dengan
kriteria sebagai berikut:
 Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah atau untuk kegiatan
peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur
Pemerintah Daerah
 Untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan
Pemerintah yang berskala nasional/ internasional oleh Pemerintah Daerah
 Untuk melaksanakan kegiatan lainnya sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang
mengakibatkan penambahan beban pada APBD
 Untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang diatur secara khusus dalam peraturan perundangan.
o Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, diberikan kepada Pemerintah Daerah dengan
kriteria sebagai berikut:
 Untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan urusan Pemerintah Daerah dalam rangka
pencapaian sasaran program dan prioritas pembangunan nasional sesuai dengan peraturan
perundangan
 Diprioritaskan untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiscal rendah berdasarkan peta
kapasitas fiskal daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
o Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri, diberikan kepada Pemerintah Daerah dengan
kriteria sebagai berikut:
 Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan pemerintah daerah atau untuk kegiatan
peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur
pemerintah daerah
 Untuk mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup dan budaya
 Untuk mendukung riset dan teknologi
 Untuk bantuan kemanusiaan.

1.5.2 DANA DARURAT


Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar
biasa. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat kepada Daerah yang mengalami Bencana
Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa dan tidak dapat ditanggulangi dengan APBD. Dana
Darurat dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan aspek keadilan
dan kepatutan.

1.5.2.1PENGGUNAAN DANA DARURAT


Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap
pasca bencana yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dana ini tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan yang telah
didanai dari sumber lainnya dalam APBN. Dalam hal kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
sebagaimana untuk pemulihan fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik
daerah, Dana Darurat dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada badan usaha milik
daerah yang melaksanakan fungsi Pelayanan Publik.
Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar
Biasa dapat mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri dengan melampirkan paling
sedikit Kerangka Acuan Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta Rencana
Anggaran Biaya.

II. PENGELUARAN DAERAH


2.1 BELANJA DAERAH
Selain melaksanakan hak-haknya, daerah juga memiliki kewajiban-kewajiban yang
harus dipenuhinya kepada publik. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah sebagai pelayanan
kebutuhan dan kepentingan publik. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat berupa pembangunan
berbagai fasilitas publik dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap publik. Belanja di sektor
publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan
selama satu tahun anggaran.

Menurut UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja daerah adalah
semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan. Sedangkan menurut Abdul Halim (2002:73)
mengemukakan bahwa : Belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama
periode
akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi asset, atau terjadinya utang yang
mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada
peserta ekuitas dana.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu
unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun
disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang
berbeda. Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berasa di tangan Sekretaris Daerah
yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. Sedangkan
proses penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan Pemda, proses penyususnan
penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja
pembangunan disusun oleh Bappeda (Bagian Penyusunan program dan bagian keuangan).
(Dedi Haryadi,2001) Dan menurut Permendagri No.59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Permendagri No.13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah diungkapkan
pengertian belanja daerah, yaitu “belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagaian pengurang nilai kekayaan bersih” Dari pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suato
periode anggaran yang berupa arus kas aktiva keluar, deplesi aktiva atau timbulnya utang yang
bukan disebabkan oleh pembagian kepada milik ekuitas dana (rakyat).

2.1.1 Klasifikasi Belanja Daerah

Belanja daerah diklasifikasikan menjadi seperti di bawah ini :


1. Belanja Rutin
Dengan telah diberikannya wewenang untuk mengelola keuangan daerah, maka
Belanja Rutin diprioritaskan pada optimalisasi fungsi dan tugas rutin perangkat daerah,
termasuk perangkat Kanwil/Kandep yang telah dan akan dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah. Selain itu, perlu diupayakan penghematan untuk Belanja Rutin non Pegawai dengan
cara memprioritaskan pembiayaan terhadap belanja yang benar-benar urgen disertai dengan
peningkatan disiplin anggaran. (Abdul Halim, 2002)

2. Belanja Pembangunan
Belanja Pembangunan disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan
tuntutan dan dinamika yang berkembang untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik. Dalam pembangunan daerah, masyarakat perlu dilibatkan dalam
proses perencanaannya, sehingga kebutuhan mereka dapat dijabarkan dalam kebijakan-
kebijakan yang akan ditetapkan berdasarkan prioritas dan kemampuan daerah. (Abdul Halim,
2002) Selain itu menurut Pambudi (2007) belanja juga dapat dikategorikan menurut
karateristiknya menjadi dua bagian, yaitu : (1) Belanja selain modal (Belanja administrasi
umum; Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik; Belanja transfer; Belanja
tak terduga). (2) Belanja modal. Secara umum belanja dalam APBD dikelompokan menjadi
lima kelompok, yaitu :

a. Belanja adminstrasi umum


Belanja ini merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang tidak berhubungan
secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja administrasi umum
terdiri atas empat jenis, yaitu :
1. Belanja pegawai merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/personal yang tidak
berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap
pegawai.
2. Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa
yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik.
3. Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai
dan dewan yang ridak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.
4. Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang
daerah yang tidak berhubungan secaralangsung dengan pelayanan publik.

b. Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik merupakan semua pengeluaran
Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok
belanja ini meliputi:
1. Belanja Pegawai (kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik)
merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/personal yang berhubungan langsung
dengan suatu aktivitas atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.

2. Belanja barang (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik)
merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya penyediaan barang dan jasa yang
berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

3. Belanja perjalanan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik)
merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan
langsung dengan pelayanan publik.

4. Belanja pemeliharaan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana
Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang
berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

c. Belanja modal merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan
menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal
dibagi menjadi:
1. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat
umum
2. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh
masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.

d. Belanja transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa
adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari
pengalihan keuangan tersebut. Kelompok belanja ini terdiri atas pembayaran:
a. Angsuran pinjaman
b. Dana bantuan
c. Dana cadangan
d. Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah.

Daerah utnuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.
Menurut Nurlan (2008) menyatakan bahwa belanja tidak terduga merupakan belanja untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian
atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengeloaan Keuangan Daerah jugadisebutkan


bahwa “keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalamrangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”
Sedangkan Abdul Halim (2007: 24) menyatakan “Pengelolaan keuangan daerah adalah segala
sesuatu yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah”.

2.1.2.1 Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah


Adapun siklus pengelolaan keuangan daerah menurut Mahmudi padadasarnya terdiri dari tiga
tahap, yaitu

1. Tahap Perencanaan
Tahap perencaan merupakan tahap yang sangat krusial. Peran DPRD dan masayarakat dalam
tahap perencanaan ini sangat besar. Kualitas hasil (outcome) dari pengelolaan keuangan daerah
sangat dipengaruhi oleh seberapa bagus perencanaan dibuat. “ Input dalam tahap perencanaan
ini berupa dokumen perencanaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah” (Mahmudi, 2006 :
15). Perencanaan ini sendiri pada dasarnya juga terdapat proses yang harus dilakukan sehingga
menghasilkan output perencanaan berupa dokumen perencanaan daerah. Dokumen
perencanaan daerah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Dokumen perencanaan pembangunan daerah berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Darah (Renstra
RKPD), dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang memuat visi,
misi, tujuan, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan.
2) Dokumen perencanaan keuangan daerah berupa Kebijakan Umum APBD (KUA), Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan RAPBD. Perencanaan pembangunan daerah disusun
berdasarkan jangka waktu perencanaan, yaitu dua puluh tahun untuk RPJPD, lima tahun untuk
RPJMD, dan satu tahun untuk RKPD. Sedangkan untuk rencana keuangan daerah yaitu berupa
RAPBD baerlaku satu tahun.

2. Tahap Pelaksanaan
Output dari tahap perencanaan adalah berupa RAPBD yang telah disahkan oleh DPRD
menjadi APBD. Output dari tahap perencanaan tersebut akan menjadi input bagi tahap
pelaksanaan, yaitu implementasi anggaran. Dalam tahap pelaksanaan anggaran terdapat suatu
proses berupa Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). SAPD ini sangat penting, karena
bagaimana pun bagusnya perencanaan anggaran apabila dalam tahap implementasi tidak
terdapat SAPD yang memadai, maka banyak hal yang direncanakan tidak mencapai hasil yang
diinginkan. SAPD yang buruk akan memicu terjadinya kebocoran inefisiensi, dan
ketidakakuratan laporan keuangan.

3. Tahap Pelaporan, Pengawasan, dan Pengendalian


Output dari tahap pelaksanaan berupa laporan pelaksanaan anggaran akan menjadi input
untuk tahap pelaporan. Input tersebut akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan output
nerupa laporan keuangan yang akan dipublikasikan. Proses pelaporan tersebut dilakukan
dengan mengacu SAPD yang telah ditetapkan. Setelah disesuaikan dengan Standar Akuntasi
Pemerintahan, maka laporan keuangan tersebut siap diaudit oleh auditor independent.
Selanjutnya setelah diaudit dapat didistribusikan kepada DPRD dan dipublikasikan kepada
masyarakat, sebagai bahan evaluasi kinerja dan memberikan umpan balik bagi perencanaan
periode berikutnya.

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD )


Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk
rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran berisi estimasi
mengenai apa yang dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran
memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang
akan datang. Anggaran menurut Mardiasmo (2004:61) adalah “Pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial, sedangkan penanggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran. Lebih jelas lagi Mardiasmo (2004:64) juga menyebutkan bahwa anggaran sektor
publik dapat didefinisikan sebagai berikut : Anggaran publik merupakan suatu dokumen yang
menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai
pendapatan, belanja, dan aktivitas. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik
merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan : 1) Berapa biaya atas rencana yang dibuat
(pengeluaran/belanja), dan 2) Berapa banyak dan bagaimana caranya uang untuk mendanai
rencana tersebut (pendapatan). Di dalam ruang lingkup sektor publik terutama dalam
pemerintahan daerah, anggaran merupakan salah satu alat yang penting bagi pengelolaan
keuangan daerah. Pada sektor pemerintahan daerah, anggaran yang disusun disebut dengan
APBD. Menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 dijelaskan bahwa “Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama olehpemerintah daerah dan
DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah”.
APBD adalah “rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak
menggambarkan perkiraan keuangan setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan
dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan
perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-
pengeluaran dimaksud (Memesah dalam Widyawati, 2009:13)
Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan dalam jangka waktu tertentu yang
terdiri dari penerimaan dan pengeluaran serta penerimaan
yang sesungguhnya terjadi yang dinyatakan dalam bentuk-bentuk angka rupiah dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.

2.2 PEMBIAYAAN DAERAH


Penerimaan pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang terdapat pada rekening kas umum
daerah. Kelompok penerimaan pembiayaan terdiri atas jenis pembiayaan berikut:
1. Sisa lebih anggaran tahun lalu. Merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari sisa anggaran
tahun laluyang mencakup ppenghematan belanja, kewajiban pada pihak ketiga yang sampai
pada akhir tahun belum terselesaikan, sisa dana kegiatan lanjutan, dan semua pelampauan atas
peneriman daerah.
2. Pencarian dana cadangan. Merupakan sumber pembiayaan yang bersumber dari penyisihan atas
peneriaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah atau penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi oleh pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
3. Penerimaan pinjaman daerah. Merupakan sumber pembiayaan berasal dari kegiatan meminjam
dana termasuk menerbitkan obligasi.
4. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah. Merupakan sumber pembiayan yang didapat
dari diterimanya kembali sejumlah pinjaman yang telah diberikan kepada pemerintah pusat
atau pemda lainnya.
5. Penerimaan piutang daerah. Merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari pelunasan piutang
pihak ketiga seperti penerimaan piutang daerah, pemerintah pusat , pemda lainnya, lembaga
keuangan bukan bank atau bank, serta penerimaan piutang lainnya.
6. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Merupakan sumber pembiayaan yang berasal
dari penjualan perusahaan milik derah/BUMD, dan penjualan aset milik pemda yang
dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau hasil divestasi penyertaan modal pemda. jenis
pembiayaan yang ada meliputi pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi)
pemda, dan pembayaran pokok utang. Pengeluaran daerah adalah sumber pembiayaan yang
ditujukan untuk mengalokasikan sueplus anggaran. Kelompok pembiayaan pengeluaran daerah
terdiri atas jenis pembiayaan berikut:
1. Pembentukan dana cadangan. Dana cadangan adalah dana yang disishkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran.
2. Penyertaan modal (investasi pemda). Merupakan sumber pembiayaan yang berupa kegiatan
penyertaan modal (investasi)
3. Pembayaran pokok utang. Akun pembayaran pokok utang digunakan untuk menggambarkan
menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian
pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. LANJUT KE BAB V
PENUTUP MAKALAH PAD ( PENDAPATAN ASLI DAERAH ) >>>

Anda mungkin juga menyukai