Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemiparese merupakan salah satu deficit neurologis yang paling sering

terjadi setelah stroke. Hemiparese merupakan akibat lanjut dari stroke. Stroke

adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan

suplai darah ke bagian otak. (Oliviera et al, 2008).

Di tahun 2015, kematian akibat stroke menyumbang 11, 8% dari total

kematian di seluruh dunia, yang dimana setiap tahunnya sekitar 795.000 orang

mengalami stroke baru atau berulang. Sekitar 610.000 diantaranya adalah

serangan pertama, dan 185.000 adalah serangan berulang. Berdasarkan statistic

data yang dikeluarkan oleh American Heart Association (AHA) dari tahun 2005-

2015 tingkat kematian akibat stroke berdasarkan usia menurun 21,7% dan jumlah

kematian actual akibat stroke menurun 2,3% (AHA, 2018).

Pada hemipharese terjadi kerusakan/cedera di korteks piramidalis di atas

medulla oblongata sehingga umumnya menimbulkan kelemahan pada belahan

sisi tubuh kontralateral (kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang berlawanan

dengan cedera).

Pasien dengan hemiparese post stroke biasanya menunjukkan abnormalitas

seperti gangguan keseimbangan. Masalah keseimbangan pada pasien hemiparese

post stroke dapat disebabkan oleh berbagai gangguan pada system fisiologis

yang terlibat dalam kontrol postural, termasuk sensorik aferen, strategi gerakan,

1
2

kendala biomekanik, pemrosesan kognitif dan persepsi vertikalitas (Oliveira et

al, 2008).

Gangguan fungsi keseimbangan, terutama saat berdiri tegak merupakan

akibat stroke yang paling berpengaruh pada faktor aktifitas sejak kemampuan

keseimbangan tubuh di bidang tumpu mengalami gangguan dalam beradaptasi

terhadap gerakan dan kondisi lingkungan (Irfan et all, 2010).

Gangguan keseimbangan berdiri pada pasien hemiparese post stroke

berhubungan degan ketidakmampuan unutk mengatur perpindahan gerak badan

dan kemampuan gerak otot yang menurun sehingga kesetimbangan tubuh

menurun.(Irfan et all, 2010)

Gangguan keseimbangan berdiri dianggap sebagai salah satu factor fisik

penting penyebab terjadinya jatuh (Maejima hiroshi et al, 2008), ini disebabkan

oleh distribusi berat badan yang asimetris antara anggota tubuh bagian bawah

dengan perubahan posisi pusat tekanan (Center Of Pressure-COP) terhadap

ekstremitas bawah/sisi yang tidak mengalami kelemahan.

Pasien dengan gangguan keseimbangan berdiri biasanya ditandai dengan

peningkatan goyangan selama sikap berdiri tenang Defisit ini mempengaruhi

pasien post stroke untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan percaya diri dan

terkait dengan resiko tinggi untuk terjadinya jatuh (Y.Laufer et al, 2003).

Kejadian jatuh terjadi hingga 73% pada pasien dalam enam bulan pertama

setelah stroke karena keseimbangan yang abnormal terkait dengan gangguan

pada sensorik motoric, kognitif, atau aspek control gerakan integrative. Tingkat
3

insiden jatuh dengan stroke akut antara 23% dan 50% (diatas 6 bulan pasca

stroke). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan angka kejadian jatuh

terhadap orang tua tanpa stroke (11%-30%). Tapi lebih rendah dibanding orang

dengan stroke subakut (1-6 bulan pasca stroke) (25%). (Harris et all, 2005).

Salah satu metode rehabilitas yang sering dipergunakan untuk

mengembalikan fungsi karena defisit motorik adalah Motor Relearning

Programme (MRP). MRP dikembangkan oleh Janet H. Carr dan Roberta

Shepherd pada sekitar tahun 1980an di Australia. Metode MRP merupakan

program spesifik untuk melatih kontrol motorik spesifik dengan menghindarkan

gerakan yang tidak perlu/salah serta melibatkan proses kognitif dan penerapan

ilmu gerak.

Motor Relearning Programme melibatkan pelatihan aktivitas otot, gerakan

fungsional anggota tubuh yang terkena lesi, dan pencegahan aktifitas kompensasi

baik pada bagian tubuh yang terkena dampak ataupun pada sisi yang sehat.

(Moulton, 2008)

Metode ini berdasarkan pada empat faktor penting untuk mempelajari

keterampilan motorik dan re-learning kontrol motorik, yaitu eliminasi dari

aktivitas otot yang tidak diperlukan, feedback, pelatihan, serta hubungan antara

pengaturan postur dengan gerakan. (Moulton, 2008)

Re-learning yang ada pada program ini merupakan latihan keterampilan

yang sudah dimiliki pasien stroke yang akan dibantu oleh fisioterapis. (Irfan et

all, 2010).
4

MRP memiliki asumsi, bahwa otak memiliki kapasitas untuk sembuh

selama otak tersebut selalu digunakan, otak juga mampu untuk reorganisasi dan

adaptasi. Pelatihan dengan fungsi yang terarah dapat meningkatkan kemampuan

otak tersebut untuk membaik. Dengan pemberian MRP pada penderita

hemipharese post stroke diharapkan pasien mampu mempertahankan

kesetimbangan tubuh, menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh yang lain

bergerak, dan menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu sehingga

membuat pasien mampu untuk beraktivitas secara efektif, efisien, serta

meminimalkan resiko terjadinya jatuh selama dan setelah menjalani program

rehabilitasi (Irfan et all, 2010).

Oleh karena itu, MRP membutuhkan partisipasi aktif dari pasien karena

MRP melibatkan pembelajaran kembali (relearning) aktivitas fungsional yang

sangat bermanfaat bagi pasien. (Irfan et all., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irfan et all (2010)

mengenai pengaruh penerapan Motor Relearning Programme (MRP) terhadap

peningkatan keseimbangan berdiri pada pasien stroke hemiplegi pada 9 subjek

dan diberi perlakuan MRP selama 1 bulan dengan hasil kesimpulan yang

didapatkan adalah Intervensi MRP terbukti bermanfaat secara signifikan dalam

meningkatkan keseimbangan berdiri pada pasien stroke hemiplegi.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, dalam satu bulan

terakhir terdapat 10 pasien yang mengalami gangguan keseimbangan berdiri dan

sedang rutin menjalani program terapi di RSUD Pangkep


5

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

pengaruh Motor Relearning Programme terhadap Keseimbangan Berdiri pada

penderita hemiparese post stroke di RSUD Pangkep

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pemberian Motor Relearning Programme terhadap

tingkat keseimbangan berdiri pada penderita hemiparese post stroke di RSUD

Pangkep ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian Motor Relearning

Programme terhadap tingkat keseimbangan berdiri pada penderita hemiparese

post stroke di RSUD Pangkep

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rerata tingkat keseimbangan berdiri pada penderita

hemiparese post stroke sebelum pemberian MRP

b. Untuk mengetahui rerata tingkat keseimbangan berdiri penderita

hemiparese post stroke setelah pemberian MRP

c. Untuk menegetahui pengaruh MRP terhadap tingkat perbaikan

keseimbangan berdiri
6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a. Menambah pengetahuan, wawasan, dan sumber informasi dalam

penanganan masalah stroke bagi dunia kesehatan terkhusus dalam bidang

fisioterapi.

b. Menjadi sebuah pengalaman berharga bagi peneliti dalam mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan praktis lapangan di bidang kesehatan sesuai

dengan kaidah ilmiah yang didapatkan dari materi kuliah

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam

mengembangkan diri dan mengabdikan diri pada dunia kesehatan pada

khususnya di bidang fisioterapi di masa yang akan datang.

b. Manfaat bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pelayanan

fisioterapi yang diberikan pada setiap kondisi diberikan metode terapi

sesuai dengan kebutuhannya dan dilakukan secara profesional salah

satunya adalah aplikasi MRP

c. Manfaat bagi fisioterapi

Data dan informasi tersebut dapat disajikan sebagai dasar untuk

melakukan analisis guna pengambilan kebijakan oleh Fisioterapis dalam


7

rangka pengaplikasian MRP terhadap peningkatan perbaikan keseimbangan

berdiri pada penderita hemiparese post stroke

Anda mungkin juga menyukai