Disusun Oleh:
1. Dwi cahyo I
2. Kiranti Ayu S
3. Monica Melinia F
4. Muhammad Ramadhana S
5. Muhammad Rusman F
6. Pratiwi
7. Suci Ariyani
ILMU KEPERAWATAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan
nyeri, kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari
banyak sendi. Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun,
sendi-sendi kecil di tangan dan kaki cenderung paling sering terlibat. Pada
rheumatoid arthritis kekakuan paling sering terburuk di pagi hari. Hal ini
dapat berlangsung satu sampai dua jam atau bahkan sepanjang hari.
Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari tersebut merupakan
petunjuk bahwa seseorang mungkin memiliki rheumatoid arthritis, karena
sedikit penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya,
osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi yang
berkepanjangan (American College of Rheumatology, 2012).
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya
paling umum dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh
151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia
Tenggara (WHO, 2004). Data kunjungan di poliklinik rematologi .
Insidennya pada usia kurang dari 20 tahun hanya sekitar 10 % dan
meningkat menjadi lebih dari 80 % pada usia diatas 55 tahun (Isbagio,
2006). Menurut (Soeroso, 2006), pasien penderita OA dengan obesitas
sering mengeluhkan nyeri pada sendi lutut dibandingkan dengan pasien
yang Non Obese. Pada pasien dewasa dengan umur 45 tahun ke atas, 19%
dari mereka mengeluhkan nyeri yang terpusat di sendi lutut. Di Indonesia,
prevalensi osteoarthritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia
40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut
prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah
dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika. Prevalensi kasus
rheumatoid arthritis di Indonesia berkisar 0,1% sampai dengan 0,3%
sementara di Amerika mencapai 3% (Nainggolan, 2009). Angka kejadian
rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk dewasa (di atas 18 tahun)
berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak dan remaja prevalensinya satu per
100.000 orang. Diperkirakan jumlah penderita rheumatoid arthritis di
Indonesia 360.000 orang lebih (Tunggal,2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai Rheumatoid arthritis ?
2. Bagaimana penjelasan mengenai Osteoarthritis ?
3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit Rheumatoid
arthritis dan Osteoarthritis ?
C. Tujuan
1. Mengetahui penjelasan mengenai Rheumatoid arthritis.
2. Mengetahui penjelasan mengenai Osteoarthritis.
3. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit Rheumatoid
arthritis dan Osteoarthritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rheumatoid arthritis
a. Pengertian
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,
arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah
suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan
dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon8 et al., 2002).
Menurut American College of Rheumatology (2012), rheumatoid
arthritis adalah penyakit kronis (jangka panjang) yang menyebabkan
nyeri, kekakuan, pembengkakan serta keterbatasan gerak dan fungsi
banyak sendi.
b. Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan
faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor
infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus. Menurut Smith dan
Haynes (2002), ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :
1) Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan
terjadinya rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor
genetik.
2) Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh
wanita daripada laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan
ini diasumsikan karena pengaruh dari hormon namun data ini
masih dalam penelitian. Wanita memiliki hormon estrogen
sehingga dapat memicu sistem imun. Rheumatoid arthritis terjadi
pada orangorang usia sekitar 50 tahun.
3) Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang
mudah terinfeksi secara genetik. Virus merupakan agen yang
potensial memicu rheumatoid arthritis seperti parvovirus, rubella,
EBV, borellia burgdorferi.
4) Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu
rheumatoid arthritis seperti merokok.
c. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4
tipe, yaitu:
a) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
b) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
c) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
d) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
d. Manifestasi klinis
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala
seperti :
a) Nyeri persendian
b) Bengkak (Rheumatoid nodule)
c) Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi
hari
d) Terbatasnya pergerakan
e) Sendi-sendi terasa panas
f) Demam (pireksia)
g) Anemia
h) Berat badan menurun
i) Kekuatan berkurang
j) Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
k) Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
a) Gerakan menjadi terbatas
b) Adanya nyeri tekan
c) Deformitas bertambah pembengkakan
d) Kelemahan
e) Depresi
e. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami
patofisiologi penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki
kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai
kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan. Pada
sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk
gerakkan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa
dan mensekresi cairan ke dalam ruangan antar tulang. Fungsi dari
cairan sinovial ini yaitu sebagai peredam kejut (shock absorber ) dan
pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang
tepat. Sendi merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering
terkena inflamasi. Meskipun memilki keankearagaman mulai dari
kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multisistem
yang sistemik, semua penyakit rematik meliputi inflamasi dan
degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi
ini akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis.
Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi adalah proses primer
dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul
akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi
tersebut merupakan akibat dari respon imun tersebut. Sebaliknya, pada
penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang
sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan
suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat
pada penyakit lanjut. Pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas
dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi dapat berhubungan
dengan sinovitis kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi
pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim
dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk
panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu
gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot
dan kekuatan kontraksi otot (Lukman, 2009).
f. Pathway
g. Komplikasi
Komplikasi penyakit dapat mempersingkat hidup beberapa tahun
pada beberapa individu, meskipun rheumatoid arthritis itu sendiri
tidak fatal. Secara umum rheumatoid arthritis bersifat progresif dan
tidak dapat disembuhkan, tetapi pada beberapa pasien penyakit ini
secara bertahap menjadi kurang agresif dan gejala bahkan dapat
membaik. Bagaimanapun, jika terjadi kerusakan tulang dan ligamen
serta terjadi perubahan bentuk, efeknya akan permanen. Kecacatan dan
nyeri sendi dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang umum. Sendi
yang terkena bisa menjadi cacat, kinerja tugas bahkan tugas biasa
sekalipun mungkin akan sangat sulit atau tidak mungkin. Faktor-faktor
ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Selain itu, rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik yang
dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh selain sendi. Efek ini
meliputi :
1) Anemia
2) Infeksi
Pasien dengan RA memiliki risiko lebih besar untuk infeksi. Obat
imunosupresif akan lebih meningkatkan risiko.
3) Masalah gastrointestinal
Pasien dengan RA mungkin mengalami gangguan perut dan usus.
4) Osteoporosis
Kondisi ini lebih umum daripada rata-rata pada wanita
postmenopause dengan RA, pinggul yang sangat terpengaruh.
Risiko osteoporosis tampaknya lebih tinggi daripada rata-rata pada
pria dengan RA yang lebih tua dari 60 tahun.
5) Penyakit paru-paru
Sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan paru
dan fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis RA, namun temuan
ini dapat dikaitkan dengan merokok (Shiel, 2011)
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)
menunjukkan adanya proses inflamasi, akan tetapi memiliki
spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini berguna untuk
memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan
(NHMRC,2009).
2) Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin
mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif
palsu). Pada beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF
(negatif palsu). RhF ini terdeteksi positif pada sekitar 60-70%
pasien RA. Level RhF jika dikombinasikan dengan level antibodi
anti-CCP dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit
(NHMRC, 2009).
3) Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes
untuk mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang
mirip dengan tes RhF, akan tetapi spesifisitasnya jauh lebih tinggi
dan merupakan prediktor yang kuat terhadap perkembangan
penyakit yang erosif (NHMRC, 2009).
4) Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai inflamasi dan anemia yang berguna sebagai
indikator prognosis pasien (NHMRC, 2009).
5) Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada
rheumatoid arthritis ditandai dengan cairan sinovial abnormal
dalam hal kualitas dan jumlahnya yang meningkat drastis. Sampel
cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut), untuk kemudian
diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya (Shiel, 2011).
6) X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi
adanya erosi dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk
membedakan dengan jenis artritis yang lain, seperti osteoartritis
(Shiel, 2011).
7) MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan
dengan X-Ray (Shiel, 2011).
8) USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya
cairan abnormal di jaringan lunak sekitar sendi (Shiel, 2011).
9) Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
inflamasi pada tulang (Shiel, 2011).
10) Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang
yang mengindikasikan terjadinya osteoporosis (Shiel, 2011).
11) Tes Antinuklear Antibodi (ANA) (Shiel, 2011).
Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism
Association ( ARA ) adalah:
1) Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness )
2) Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya
pada satu sendi
3) Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi
cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-
kurangnya selama 6 minggu
4) Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5) Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6) Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7) Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8) Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9) Pengendapan cairan musin yang jelek
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
Klasik : bila terdapat 7 kriteria diatas yang termasuk dan
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Definitif : bila terdapat 5 kriteria diatas yang termasuk dan
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu.
i. Penatalaksanaan
1) Medis
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
Termoterapi
Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
Pemberian Obat-obatan :
a) Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan
pada dosis yang telah ditentukan.
b) Obat-obat untuk Reumatoid Artitis : Acetyl salicylic acid, Cholyn
salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory).
Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-
obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan
sendi. Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda
yang telah rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti,
perbaikan tendon, sinovektomi.
2) Keperawatan
a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi,
penyebab, dan prognosis penyakit ini
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi
berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi
pasien.
d) Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada
sendi dan dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal
juga dapat mencegah kondisi medis lain yang serius seperti
penyakit jantung dan diabetes. Pasien hendaknya mengkonsumsi
makanan yang bervariasi, dengan memperbanyak buah dan
sayuran, protein tanpa lemak dan produk susu rendah lemak.
Berhenti merokok akan mengurangi risiko komplikasi rheumatoid
arthritis (Shiel, 2011).
B. Osteoarthritis
a. Pengertian
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak (Price dan
Wilson, 2013). Disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan
ganguan sendi yang tersering. Kelainan ini sering menjadi bagian dari
proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada
orang berusia di atas 65 tahun (Robbins, 2007). Sendi yang paling
sering terserang oleh osteoarthritis adalah sendi-sendi yang harus
memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan
sevikal, dan sendi-sendi pada jari (Price dan Wilson, 2013). Penyakit
ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan
ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya
pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Osteoarthritis
adalah bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampaui separuh jumlah pasien arthritis. Gangguan ini
sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki (Price dan
Wilson, 2013). Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Zhang
Fu-qiang et al. (2009)
b. Etiologi
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1. Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar
air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak
rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang
berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh
osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan
dapat menambah kegemukan.
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan
biomekanik sendi tersebut.
5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang
biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena
osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya
yang terkena.
6. Akibat penyakit radang sendi lain Infeksi (artritis rematord; infeksi
akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan
pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka
rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong
sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia,
dan kulit.
Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi
proteaglikan menurun.
9. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan
sendi.
c. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a) Tipe primer ( idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya
yang berhubungan dengan osteoartritis
b) Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur
(Long, C Barbara, 1996 hal 336)
d. Manifestasi klinik
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan,
mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang
saat istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi,
krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Nyeri
pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi sinova,peregangan
kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam
periosteum akibat pertumbuhan osteofit, mikrofraktur, trabekulum,
hipertensi intraoseus, bursitis, tendonitis, dan spasme otot. Gangguan
fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan
keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural dalam
sendi. Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada
sendi penyokong berat badan ( panggul, lutut, servikal, dan tulag
belakang), sendi tengah dan ujung jari juga sering terkena. Mungkin
ada nodus tulanh yang khas, pada inspeksi dan palpasi ini biasanya
tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.
Gejala khas pada penderita OA :
1. Rasa nyeri pada sendi Merupakan gambaran primer pada
osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan
sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak Biasanya akan berlangsung 15 -
30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan
fisik. 3.
3. Peradangan Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan,
pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan
pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan
menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan
aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin
ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut
dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi
pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada
osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah
lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin,
akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi Pembengkakan sendi merupakan reaksi
peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi
biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang
pembentuk sendi
e. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit
yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom
menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk
matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi. Osteoartritis pada
beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan
penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi
deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan
tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal
dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman
,1995)
f. Pathway
Proses Penuaan
Trauma
- Intrinsik
Pemecahan Perubahan - Ekstrinsik
kondrosit Komponen sendi
- Kolagen Perubahan
Proses penyakit - Progteogtikasi metabolisme sendi
degeneratif - Jaringan sub
kondrial
yang panjang
MK: Pengeluaran
enzim lisosom
Kerusakan
Kerusakan
- Kurang
kemampuan matrik kartilago
mengingat
- Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi
Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur
- Penurunan MK: Kerusakan
Kekuatan mobilytas fisik
- nyeri
Distensi Cairan
PENUTUP
A. Kesimpulan
https://www.academia.edu/7263720/Askep_osteoartritis
https://id.scribd.com/document/112269823/ASKEP-osteoartritis
Robbins SP, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta.