Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EMPIEMA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Respirasi

Di bina oleh :

Ns. Agik, S.Kep

Di susun KELOMPOK IV :

Ni Ketut Lidya OKtapiani (1501070399)

Nike Desy Tri Indrasari (1501070400)

Oktavianus Bara Bulu (1501070401)

Kelas : Saturnus

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

Tahun Ajaran 2016


KATA PENGANTAR

Sholawat dan salam kepada Rasulullah. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Pasien Empiema”.

Penyusunan makalah ini untuk melengkapi tugas dalam semester ini,lewat makalah ini kelompok
kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang medis,serta
pembaca dapat mengetahui tentang bagaimana dan apa sebenarnya Empiema paru itu.

Dalam makalah ini kami akan membahas masalah penyakit Empiema dirancang oleh mahasiswa
STIKES KENDEDES MALANG sebagai bekal pembelajaran pada mata kuliah SISTEM
RESPIRASI. Dan tentunya makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen
pembimbing kami minta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan
datang.

Malang, 18 November 2016


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Saat ini
terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema dan efusi
parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana
rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di Indonesia terdapat 5 – 10% kasus anak dengan
empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura
yang berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi
atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media biakan
pada cairan pleura dan inokulasi bakteri.

Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan keadaan seperti septikemia, sepsis,
tromboflebitis, pneumotoraks spontan, mediastinitis, atau ruptur esofagus. Infeksi ruang
pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak jaman kuno. Aristoteles
menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian berhubungan dengan empiema dan
menggambarkan adanya drainase cairan pleura setelah dilakukan insisi. sebagian dari
terapi empiema masih diterapkan dalam pengobatan modern. Dalam tulisan yang dibuat
pada tahun 1901 yang berjudul The Principles and Practice of Medicine, William Osler,
mengemukakan bahwa sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya
yakni insisi dan penyaliran.

Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan Empiema merupakan aspek
legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah
sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan
memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar
merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan”
(askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan
brand kita sebagai perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung.
Pemberian asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia
hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan
ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana konsep penyakit empiema ?

1.2.2 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan empiema ?

1.3 Tujuan

`1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien empiema.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi konsep empiema meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan


patofisiologi

2. Mengidentifiksi proses keperawatan pada empiema meliputi pengkajian, analisis


data dan diagnose, intervensi dan evaluasi

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
empiema sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya
rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut
menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura.
Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya
(ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah
putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi
protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang
pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan
terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan
memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat
membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong
pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari
infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.

1 Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat
setempat atau mengisi seluruh rongga pleura
2 Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura).
3 Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural
4 Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan
yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
5 Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah,tetapi sering kali menjadi
stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh
membran eksudat yang kental.Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi
dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan yang
terlambat.
2.2 ETIOLOGI
2.2.1 Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2.2.2 Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
2.2.3 Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Stapilococcus
b. Pnemococcu
c. Streptococcus

2.3 PATOFISIOLOGI
o Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup
maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung – kantung yang melokalisasi
nanah tersebut.
o Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk keseimbangan dengan drainase
oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500 ml/hari. Bila
volume cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan
terbentuk.
o Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia mencetuskan respon
inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat meningkatkan permeabilitas sel
mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar dari pleura. Sel mesotelial yang terkena
meningkat permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi
pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi
mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang
peranan penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil tidak
ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya jika direkrut
sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit
meningkatkan respon inflamasi dan mengeleluarkan mediator untuk menarik sel-sel inflamator
lainya ke dalam pleura.
o Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan patogenesisnya, yaitu efusi
parapneumoni tanpa komplikasi, dengan komplikasi dan empiema torakis.
o Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi eksudat predominan neutrofil yang
terjadi saat cairan interstisiil paru meningkat selama pneumonia. Efusi ini sembuh dengan
pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia.
o Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang
mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan peningkatan
konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri biasanya dibersihkan secara
cepat dari celah pleura.
o Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
a. Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasi secara cepat
ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang rendah,
glukosa dan pH dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik,
penggunaan chest tube tidak diperlukan.
b. Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi leukosit
PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan kadar glukosa
menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.
c. Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura
visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan
dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel
inflamasi dan debris berada pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap
ini.
o Gambaran bakteriologis EMPIEMA dengan kultur positif berubah seiring berjalannya waktu.
Sebelum era antibiotik, bakteri yang umumnya didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae
danstreptococci hemolitik. Saat ini, organisme aerob lebih sering diisolasi dibandingkan
organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur
bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan
bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua kali lebih sering
diisolasi dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan
Haemophilus merupakan 3 jenis organisme aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
o Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang paling sering
diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema
dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari
empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat
mengeluh menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk.
Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien.
2.4 PATWAY
2.5 PATOGENESIS
Ada tiga stadium empiema toraks pada anak yaitu :
a. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari
pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan
mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini terjadi
selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan
pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan
enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal,
drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
b. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang
dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan
kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri, dan
debris selular. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membran fibrin,
yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut,
pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini
berakhir setelah 7-10 hari dan sering membutuhkan penanganan yang lanjut seperti
torakostomi dan pemasangan tube.
c. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit
fibrinosa pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura
dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi
untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan
hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi
pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah
gejala awal

Terjadinya empiema dapat melalui tiga jalur:


1. Sebagai komplikasi pneumoni dan abses paru. Karena kuman menjalar
perkontiniutatum dan menembus pleura visceral .
2. Secara hematogen, kuman dari focus lain sampai pada pleura visceral
3. Infeksi darti luar dinding thoraks yang menjalar kedalam pleura misalnya pada
trauma thoraks, abses dinding thoraks.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia bakteria, gejalanya
antara lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan dapa juga
sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala
dapat terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang
tertekan. Juga terdapat batuk pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan,
demam pleural rub (pada fase awal) ortopneu, menurunnya vokal fremitus, nyeri dada.
Demam, berkeringat malam, nyeri pleural, dispneu, arokreksia ,dan penurunan berat badan.
Tidak terdapatnya bunyi nafas; pendataran pada perkusi dada, penurunan premitus.
Empiema dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Empiema Akut

Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan,
gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada
pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga
pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia,
anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel
bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur
nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah
keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia,
empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E.
coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
b. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya
terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan
adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan
tertarik ke sisi yang sakit.

2.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan pada empiema :

Pengosongan ronga pleura dari nanah

2.7.1 Aspirasi Sederhana


Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk
mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik
seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan
lokasi dari pocket empiema.

2.7.2 Drainase Tertutup


Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD)
Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua
minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah,
biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila
tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada
empiema kronis.
2.7.3 Drainase Terbuka (open drainage)
Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk
membuat “jendela”. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus
dikerjakan dalam kondisi betul-betul steril.
2.7.4 Pemberian antibiotika
Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang
peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan
dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari
hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat.
Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.

2.7.5 Penutupan rongga pleura


Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan
dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama
rawat inap.

2.7.6 Pengobatan kausal


Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan
memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.
2.7.7 Pengobatan tambahan dan Fisiotheraphy
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum

Sasaran penetalaksanaan adalah mengaliran cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang
optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, anti biaotika (dosis besar ) dan atau streptokinase.
Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :

a. Aspirasi jarum ( Thorasintesis ),jika cairan tidak terlalu kental


b. Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental, pnemothoraks
c. Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris
serta mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.
d. Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama.
2.8 EVALUASI DIAGNOSTIK
2.8.1 Pemeriksaan Fisik :
Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang.
Terdengar suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai
menghilang disisi hemithorak yang sakit.

2.8.2 Foto Dada :


Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukkan adanya
cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum
tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.

2.8.3 Diagnosa Pasti :


Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya nanah didalam rongga dada (pleura). Nanah
dipakai sebagi bahan pemeriksaan : Citologi, Bakteriologi, Jamur, Amoeba dan
dilakukan pembiakan terhadap kepekaan antibiotik.

2.9 KOMPLIKASI

2.9.1 Perubahan Fibrotik yang tidak dapat sembuh yang menggangu ventilasi paru yang
disebabkan terjebaknya paru pada sisi yang terkena.
2.9.2 Yang sering timbul adalah vistula Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang
mungkin timbul misalnya syok, sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis
media.

2.10 Intervensi Keperawatan.


2.10.1 Perawatan pada umumnya sama dengan pasien pleuritis, bila dilakukan fungsi plera
atau dipasang WSD cara menolong tidak berbeda. Bila penyebab adalah kuman TBC
maka, setelah empiema sembuh pasien perlu pengobatan TB.
2.10.2 Bantu pasien mengatasi kondisi, instruksi dalam latihan pernafasan (pernafasan bibir
dan pernafasan diagpragmatik )
2.10.3 Berikan perawatan spesifik terhadap metoda drainase pleural.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMPIEMA

3.1 Kasus :

Tn. N. datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan sering batuk, sesak sering kambuh,
untuk bernafas sulit, saat batuk sekret/dahak susah untuk dikeluarkan, mengeluarkan
keringat dingin, susah tidur dan terasa berat dibagian dada.

Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan karena dulu sempat mengalami sakit
yang sama tetapi sudah sempat sembuh. Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat
penyakit keturunan adan tidak ada keluarga lain yang pernah mengalami sakit yang sama
seperti yang dialami pasien. Muka paien tampak pucat, lemas, TTV : TD : 120/80 mmHg,
N: 110x/menit, S : 37,8 C ,RR : 30x/menit BB : 56 kg

3.2 Pengkajian

a. Biodata

I. Identitas Klien

Nama : Tn. N

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 54 Tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia

Pendidikan : SMP sederajat

Alamat : jl. Selat Bali, Dps


II. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. S

Umur : 30 Tahun

Alamat : jl. Selat Bali, Dps

Pekerjaan : Wirausaha

Hub dengan klien : Anak

b. Riwayat Kesehatan

I. Keluhan utama

Klien mengatakan sesak nafas dan terasa berat dibagian dada

II. Riwayat kesehatan sekarang

Klien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan sering batuk, sesak
sering kambuh, untuk bernafas sulit, saat batuk sekret/dahak susah untuk
dikeluarkan, mengeluarkan keringat dingin dan susah tidur.

III. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien mengatakan sebelumnya pernah sakit dengan gejala serupa, dan


sembuh setelah berobat ke dokter didaerahnya. Bila nafasnya sesak selalu
minum obat sesuai resep dokternya.
b. Klien :

DATA SUBJEKTIK DATA OBJEKTIF

- Pasien mengeluhkan sesak napas Pemeriksaan fisik :


- Pasien mengeluh rasa berat di - Penurunan fremitus
dada yang disertai dengan nyeri - Saat di perkusi terdengar suara
- Pasien juga mengeluh batuk pekak
- Pasien mengeluh demam - Auskultasi terdengar suara napas
- Pasien mengeluh susah tidur melemah / menghilang
- Pasien mengeluh berat badan - Wajah pasien tampak pucat
menurun - Pasien tampak lemas
TTV :
TD : 120/80 mmHg
N: 110x/menit
S : 38 C
RR : 30x/menit

Data yang perlu dikaji :

- Data Subjektif

o Kemungkinan timbul keluhan pusing dan sakit kepala

o Kemungkinan timbul keluhan lemah dan lelah

o Kemungkinan pasien merasakan denyut jantung nya bertambah cepat

o Kemungkinan timbul keluhan nyeri dada ringan – berat

o Kemungkinan pasien mengeluhkan berkeringat


- Data Objektif

o Pada Pemeriksaan Fisik kemungkinan ditemukan :

§ Penurunan suara napas

o Kemungkinan ditemukan kulit pucat dan sianosis

o Kemungkinan ditemukan kesulitan untuk bersuara

o Kemungkinan ditemukan kelisahang

o Pemeriksaan rontgen thorax, kemungkinan ditemukan pembesaran jantung

3.3 Analisa Data

No DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : Infeksi Ketidakefektifan
• Pasien mengeluhkan napas pendek pola nafas
• Pasien mengeluhkan sesak napas Peradangan permukaan
• Pasien mengeluh rasa berat di dada pleura
yang disertai dengan nyeri
• Pasien juga mengeluh batuk
Permiabilitas vaskuler

DO :
• Pemeriksaan fisik : Efusi pleura
- Penurunan fremitus
- Saat di perkusi terdengar suara
Penumpukan cairan di
pekak
dlm rongga pleura
- Auskultasi terdengar suara napas
melemah / menghilang
• Perubahan gerakan dada. Eksparsi paru menurun
• Penuruna tekanan inspirasi/ekspirasi.
• Penurunan ventilasi semenit.
• Napas dalam.
• Napas cupping hidung.
• Fase ekspirasi yang lama.
• Kecepatan respirasi.
• Penggunaan otot Bantu untuk
bernapas

2. DS : Penambatan drainase Gangguan pola


• Mengungkapakan secara verbal / limfatik tidur
melaporkan dengan isyarat.
• pasien mengeluh susah tidur
Tekanan kapiler paru
meningkat
DO :
• Gerakan menghindari nyeri.
• Posisi menghindari nyeri. Tekanan hidrostastik
• Perilaku menjaga atau melindungi.
• wajah tampak pucat
Transudasi
• lemas

Efusi pleura

Penumpukan cairan di
dlm rongga pleura

Sesak nafas

Pasien terjaga
3 DS : Tekanan osmotic koloid Gangguan nutrisi
• Mual plasma kurang dari
• Pusing kebutuhan
• Pasien mengatakan mengalami
Transudasi cairan
penurunan berat badan
intravaskuler

DO :
• Demam Odema
• Frekuensi napas meningkat
• Takikardi
Vacum pleura
• bibir tampak kering
• perubahan nafsu makan dan minum
Efusi pleura

Penumpukan cairan di
dlm rongga pleura

Sesak nafas

Mual

Penurunan nafsu makan


Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah :

1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi


2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kurangnya asupan makanan
Diagnose keperawatan 1 : ketidakefektifan pola nafas berhubungan hipoventilasi

Tujuan keperawatan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x/24 jam, pola
nafas kembali efektif tanpa adanya sumbatan pada jalan nafas

NOC : Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas

Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi pernafasan X V
2 Pernafasan cuping hidung X V
3 Penggunaan otot bantu nafas X V
4 Batuk X V
Keterangan :

1 : Sangat Berat X = Sebelum Intervensi

2 : Berat V = Setelah Intervensi

3 : Sedang

4 : Ringan

5 : Normal

Intervensi

NIC : Manajemen jalan nafas

1. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada


2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Lakukan fisioterapi dada
4. Ajarakan metode batuk efektif dan terkontrol
5. Kolaborasi pemberian bronchodilator
Diagnose keperawatan 2 : gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk

Tujuan Keperawatan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x/24 jam, kebutuhan
istirahat dan tidur terpenuhi

NOC : Tidur

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Kesulitan memulai tidur X V
2 Tidur yang teputus X V
3 Nyeri X V
Keterangan :

1 : Sangat Terganggu X = Sebelum Intervensi

2 : Banyak Terganggu V = Setelah Intervensi

3 : Cukup Terganggu

4 : Sedikit Terganggu

5 : Tidak Terganggu

NIC : Manajemen Lingkungan: Kenyamanan

1.1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung

1.2. Sediakan Lingungan yang aman dan bersih

2.1. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk istirahat

2.2. Hindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu panas, maupun terlalu dingin

NIC : Manajemen Nyeri

3.1. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih
dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri nonfarmakologi, sesuai kebutuhan.
Diagnose keperawatan 3 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

Tujuan Keperawatan : setelah dilakukan perawatan selama 3x/24jam berat badan pasien
kembali normal

NOC : Status Nutrisi

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupan makanan berkurang X V
2 Kehilangan selera makan X V
3 Perubahan status Nutrisi X V

Keterangan :

1 : Parah X = Sebelum Intervensi

2 : Banyak V = Setelah Intervensi

3 : Cukup

4 : Sedikit

5 : Tidak Ada

NIC : Manajemen Nutrisi

1.1. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
dengan cara berkolaborasi dengan Ahli gizi.

1.2. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi.

2.1. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan makanan yang
lebih sehat, jika di perlukan.
2.2. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara pasien berada di
rumah sakit atau fasilitas perawatan yang sesuai.

3.1. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau
usia.

3.4 Implementasi

Tanggal/ No Tindakan Keperawatan Respon klien Ttd


waktu dx
16-11-2016 1 Mengkaji frekuensi nafas klien • Klien mengatakan perawat
08.00 masih sesak nafas dan
nyeri dada
• Klien sulit
mengeluarkan secret
09.30 1,2 Lakukan fisioterapi dada Klien mengeluh mual
O:
• TTV DBN =
TD = 130/80 mmhg
ND = 100x/menit
RR = 28x/menit
11.00 1 Kolaborasi pemberian S = 37,3C
brochodilator -pasien menghabiskan
3 sendok makan
• Klien menggunakan
13.00 3 Pemberian nutrisi kepada klien otot bantu pernapasan
• Batuk menetap
dengan produksi
sputum
A:
• Masalah belum
teratasi
P:
• lanjutkan intervensi
17-11-16 1 Mengkaji frekuensi dan S: Perawat
08.00 kedalaman pernapasan, mencatat • Klien menyatakan
penggunaan otot bantu mudah untuk
pernapasan dan ketidakmampuan mengeluarkan secret
bicara karena sesak • Klien menyatakan
gelisahnya berkurang
10.00 1,2 Membantu klien untuk mencari O:
posisi yang memudahkan • sesak berkurang
bernapas, dengan kepala lebih • Tanda vital membaik
tinggi • Klien mudah untuk
bernapas
11.00 1 Membantu klien untuk batuk • Aktivitas klien mulai
efektif membaik
-klien menghabiskan
setengah porsi makan
13.00 3 Pemberian nutrisi kepada klien A:
• Masalah teratasi
P:
• Intervensi dihentikan
18-11-16 3 Mengobservasi intake dan S: perawat
08.00 output/8 jam, jumlah makanan • Klien menyatakan
dikonsumsi tiap hari dan timbang nafsu makannya
BB tiap hari membaik
• Klien menyatakan
10.00 2 Menciptakan suasana yang letihnya berkurang
menyenangkan, lingkungan yang O : BB klien kembali
nyaman normal
- Pasien tampak
nyaman
A:
• masalah teratasi
P:
• intervensi dihentikan

3.5 Evaluasi

N Indikator Tanggal evaluasi dan hasil


o 16-11-16 17-11-16 18-11-16
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4 S
1 Ketidakefektifan pola - - - + 1 - - + + 3 + + + + 5
nafas
2 Gangguan pola tidur - - - + 1 - - + + 3 + + + + 5
3 Gangguan nutrisi kurang - - + + 3 - + + + 4 + + + + 5
dari kebutuhan
BAB IV

PENUTUP

Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada
rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pleura dan rongga
pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat menghambat pengembangan paru atau
alveolus atau keduanya.

Pemberian asuhan keperawatan empiema difokuskan pada upaya pencegahan terhadap


terjadinya komplikasi yang berlanjut selama proses pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa
harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan
mendapatkan hasil yang diharapkan. Pemberian asuhan keperawatan kepada klien penderita
empiema secara umum bertujuan untuk memperlancar pernapasannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasikan dengan tim
medis lainnya yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2013.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Somantri Irman.2012.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

http://hayato31.blogspot.com/2014/04/askep-empiema.html

http://zieshila.wordpress.com/ibu-dan-anak/asuhan-keperawatan-empiema/

http://sely-biru.blogspot.com/2009/01/asuhan-keperawatan-empiema.html

http://www.askep-askeb.cz.cc/2013/01/empiema.html

Anda mungkin juga menyukai