LAPORAN BLOK BIOETIK Modul 2 Kel 10 New
LAPORAN BLOK BIOETIK Modul 2 Kel 10 New
MODUL 2 HAM
Kelompok 10 :
Lismandasari 2018730056
2018/2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyusun laporan ini untuk memenuhi dan melengkapi
salah satu kewajiban kami dalam Blok Bioetik. Dalam laporan modul 2 kami membahas
mengenai HAM
Laporan ini disusun berdasarkan hasil diskusi tutorial, pengkajian penyusun terhadap
berbagai sumber buku dan studi kepustakaan para ahli, serta kemampuan penyusun dalam
menyusun laporan. Pada kesempatan ini, kami juga mengucapkan banya terima kasih kepada
dr. Sugiarto Sp.PA sebagai dosen pengampu kami..
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penyajian dan
pembahasan materi laporan yang kami susun ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan penulisan laporan ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih. Semoga laporan modul 2 mengenai
HAM ini dapat bermanfaat.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pembelajaran
BAB II ISI
A. Skenario
B. Kata Sulit
C. Identifikasi Masalah
D. Pembahasan
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul ini merupakan pembelajaran Bioetika, Medikolegal dan Keselamatan pasien
& HAM dan modul ini disajikan agar dapat dimengerti secara menyeluruh tentang
konsep dasar penanganan integral Bioetika, Medikolegal dan Keselamatan Pasien-Hak
Azasi Manusia yang terjadi dalam masyrakat.
Sebelum menggunakan modul ini, anda diharapkan membaca TIU dan TIK sehingga
tidak terjadi penyimpangan dari tujuan diskusi dan tercapainya kompetensi minimal
yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bacaan yang tercantum pada
modul ini dan lain-lain sumber informasi. Kuliah pakar akan diberikan atas permintaan
anda yang berkaitan dengan Bioetika, Medikolegal dan Keselamatan Pasien-HAM
ataupun penjelasan akan hal-hal yang masih belum jelas.
Setelah selesai pembelajaran dengan modul ini diharapkan mahasiswa sudah dapat
menyelesaikan masalah Integratif Bioetika, Medikolegal dan Ham dari subsistem
Undang-Undang Praktek Kedokteran, MKEK dan MKDKI.
Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu mahasiswa dalam memecahkan
masalah Bioetika, Medikolegal, Keselamatan Pasien-HAM dalam masyarakat.
B. Tujuan Pembelajaran
Agar mahasiswa setelah menyelesaikan modul ini lebih berperilaku professional
dalam praktik kedokteran serta mendukung kebijakan kesehatan sesuai Area Etika, Moral,
Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien
BAB II
ISI
A. Skenario
Kasus Prita
Seorang ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari yang dipenjara Prita Mulyasari,
ibu dengan dua anak, ditahan sejak 13 Mei 2009 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Tangerang sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Internasional
Omni, Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan.
Prita, warga Vila Melati Mas Residence, Serpong, itu divonis terbukti melanggar
Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang isinya, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.”
Kenapa dia dianggap mencemarkan nama baik? Kasus ini bermula dari surat
elektronik Prita pada 7 Agustus 2008. Email itu berisi keluhannya ketika dirawat di
Omni. (isi lengkap emailnya bisa liat disini ) Surat yang semula hanya ditujukan ke
beberapa temannya itu ternyata beredar ke pelbagai milis dan forum di Internet, dan
diketahui oleh manajemen Rumah Sakit Omni.
PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu merespons
dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke milis dan memasang iklan di harian
nasional. Belakangan, PT Sarana juga menggugat Prita, baik secara perdata maupun
pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perkara gugatan perdata nomor
300/PDG/6/2008/PN-TNG, ibu beranak dua ini dibidik oleh jaksa penuntut umum dengan
tiga dakwaan alternatif. Pertama, penuntut umum menjerat dengan Pasal 45 ayat (1) jo
Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara dakwaan kedua dan ketiga, penuntut umum menjerat dengan Pasal 310 ayat
(2) dan pasal 311 ayat (1). Sebagaimana diketahui, ketiga pasal tersebut dirancang untuk
menjerat bagi pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan penghinaan.
Ibu beranak dua ini dituntut oleh penuntut umum yang diketuai oleh jaksa Riyadi selama
enam bulan penjara. Dalam tuntutannya, terdapat hal yang memberatkan. Bahwa
perbuatan Prita dengan mengirimkan surat elektronik (email) kepada 20 alamat dinilai
tidak akan hilang terkecuali dihapus oleh penerima. Alasan kedua, bahwa tidak terjadi
kesepakatan untuk berdamai di dalam persidangan meskipun ada upaya dari pihak
Walikota Tangerang Selatan HM Sholeh dengan manajemen RS Omni. Hakim melihat
unsur dalam dakwaan pertama. Untuk unsur setiap orang, dinilai majelis terpenuhi karena
Prita diajukan ke persidangan dalam keadaan sehat. Lalu, unsur dengan sengaja, majelis
berpendapat, perbuatan Prita dengan mengirimkan email berbunyi ” Saya informasikan
juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati
dengan perawatan medis dari dokter ini” adalah perbuatan yang dikehendaki. Sehingga,
majelis berpendapat perbuatan
Prita telah tercapai alias terpenuhi. Ketiga, unsur mendistribusikan akses elektronik.
Ketidakpuasan Prita atas pelayanan dan tidak transparansinya dokter yang merawat
menjadi pemacu mengirimkan keluhan melalui email kepada sejumlah temannya. Namun
majelis justru mempertanyakan apakah isi dari keluhan email tersebut berupa muatan
pencemaran dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional”. Majelis hakim tentu
menelaah dengan tidak sepotong kalimat. “Tapi harus dilihat hubungan hukum terdakwa
dengan dr Hengki dan dr Grace,” ujarnya Arthur.
Dalam uraian pertimbangannya, majelis berpendapat Prita mengirimkan email kepada
sejumlah temannya bukan pencemaran, melainkan sebatas kritikan kepada dokter Hengki
dan dokter Grace. Setelah berpidah ke RS Bintaro Internasional, hasil deteksi menyatakan
Prita menderita penyakit Gondongan dan menular. Gara-gara diagnosis itu Prita
dimasukkan ke dalam ruang isolasi. Setelah tiga hari, Prita kembali ke rumah. Dengan
demikian, pernyataan Prita dalam email hanya sebatas kritikan kepada sang dokter.
“Kalimat terdakwa merupakan satu cara agar masyarakat terhindar dan tidak mendapat
pelayanan medis dari dokter yang tidak baik. Demikian halnya kalimat terdakwa terhadap
dr Grace adalah kritikan sebagai customer service,” ujarnya.
Dengan demikian, menurut pendapat hakim, perbuatan dr Grace dapat dikatakan tidak
profesional. Bahkan tidak menghargai hak seorang pasien yang berharap sembuh dari
penyakit. Berdasarkan uraian unsur ketiga, majelis berpendapat bahwa email terdakwa
Prita Mulya Sari tidak bermuatan penghinaan atau pun pencemaran nama baik. “Dalam
kalimat tersebut adalah kritik dan demi kepentingan umum agar masyarakat terhindar dari
praktek-praktek dari rumah sakit dan dokter yang tidak memberikan pelayanan medis
yang baik,” ujarnya.
Dalam pertimbangannya, majelis tidak sependapat dengan penuntut umum, bahwa
jika terdakwa tidak puas atas pernyataan dokter, pasien dapat mengadukan dokter
bersangkutan ke majelis kehormatan kedokteran. Sebab, sambung Arthur, kasus ini telah
menjadi perhatian publik. Namun sayangya, belum adanya tindakan dari majelis
kehormatan kedokteran disiplin. Dalam pertimbangannya, lantaran salah satu unsur
dakwan pertama tidak terpenuhi, maka Prita tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama. “Oleh karena itu
terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut,” ujarnya.
Sedangkan pada dakwaan kedua dan ketiga, yakni Pasal 310 ayat (2) dan Pasal 311
ayat (1) KUHP, dalam pertimbangan majelis pada pokoknya sama yakni tindak pidana
menyerang kehormatan orang lain dengan tulisan. Sedangkan Dalam Pasal 310 ayat (2)
menyerang kehormatan dengan tulisan dan gambar. Dalam Pasal 310 ayat (3), sambung
Arthur, menyebutkan “Tidak termasuk pencemaran atau pencemaran tertulis, jika
perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela
diri”.
Majelis berpendapat perbuatan terdakwa semata-mata demi kepentingan umum.
Majelis merujuk pada Pasal 310 ayat (3) KUHP. Sehingga, perbuatan Prita Mulya Sari
tidak secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan kedua dan ketiga. “Oleh karena
itu terdakwa harus dibebaskan dari kedua dakwaan tersebut,” ujarnya.
Dan akhirnya, Prita Mulyasari terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik terhadap
Rumah Sakit Omni Internasional, Alam Sutera Tangerang, dapat menghirup udara bebas.
Tetes air mata mengalir dari pipinya saat mendengar majelis hakim yang dipimpin Arthur
Hangewa membacakan amar putusan. Duduk di kursi pesakitan, Prita mendengarkan
dengan seksama ketika Arthur membacakan putusan. “Menyatakan terdakwa Prita
Mulyasari tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
pencemaran nama baik. Membebaskan terdakwa Prita Mulyasari dari dakwaan,” ujar
Arthur, di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Selasa (29/12).
sumber
1. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b3ac59e39184/pn-tangerang-vonis-bebas-
prita-buka-perdamaian-dengan-rs-omni
2.http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/30/111736/997265/283/rs-omni-dapatkan-
pasien-dari-hasil-lab-fiktif
B. Kata Sulit
- Milis :
grup diskusi di internet dimana setiap orang bisa berlangganan dan berikut serta di
dalamnya.
- Gondongan ( Mumps/Parotitis epidemika) :
penyakit paramyxovirus akut, menular, dan paling sering menyerang anak-anak,
terutama mengenai kelenjar ludah, paling sering kelenjar parotis. (Dorland)
C. Identifikasi Masalah
- Prita menyebarkan pengalaman buruknya ketika dirawat di RS Omni melalui email.
- Keluhannya mengenai hasil pemeriksaan lab yang tidak sesuai.
- Kurangnya Informed Consent dokter.
- Rekam medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien.
- Hakim menyatakan Prita tidak bersalah, isi email hanya mengkritik bukan
pencemaran nama baik.
- Penguluran dikabulkannya kejelasan mengenai kesalahan yang terjadi selama di RS
Omni oleh pihak RS dan dokter yang bersangkutan.
D. Pembahasan
“Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan setelah itu dilakukan
pemeriksaan dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dari 200.000, dr. I pun
melakukan pemeriksaan lab darah ulang dan hasil tetap sama”
“Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab
semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?).“
• UU RI NO 29
Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran.
Paragraf 2,
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran atau
Kedokteran Gigi.
Pasal 45 Ayat (3)
• UU RI NO 29
Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran.
Paragraf 2,
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran atau
Kedokteran Gigi.
Pasal 45 Ayat (3-6)
- Hakim menyatakan Prita tidak bersalah, isi email hanya mengkritik bukan
pencemaran nama baik.
Poin 5 (menghargai
hak hokum pasien)
Prima Facie UU konsumen no. 8 thn 1999 pasal 6 b
KODEKI Tahun
(hak untuk mendapat perlindungan hukum
2012 Pasal 10 (2)
dan tindakan konsumen yang beritikad
UUPK Tahun 2009 tidak baik)
Pasal 52 UU no.9 thn 1998 ttg kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum
Pasal 6 (a & b)
Warganegara yang menyampaikan
pendapat di muka umum berkewajiban dan
bertanggungjawab untuk
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Kurang komunikasi dokter-pasien
- Kurang tabayyun di kedua belah pihak
DAFTAR PUSTAKA